Monday, December 31, 2018

SEPENGGAL KISAH 109

 SEPENGGAL KISAH  109

(Tien KUmalasari)

Asri berbicara tak terkendali. Sedih dan amarahnya memuncak, tak bisa ditahannya lagi. Bu Prasojo yang semula congkak dalam pendiriannya, hanya terbengong tak bisa menjawab sepatah katapun. Kata2 Asri yang meluncur sungguh tak terduga olehnya. Nafas bu Prasojo tersengal, menahan amarah dan sesal. Ia merasa seperti berdiri dipinggir laut, dan ombak bergulung gulung menerjang tubuhnya. Bu Prasojo limbung, dan jatuh terduduk didepan pintu. Namun Asri tak bergeming. Kecemasan tentang anaknya mengalahkan segalanya.

Asri melangkah keluar, dan simbok berlari menolong majikannya agar berdiri.

Hari mulai gelap, tubuh dan jiwanya meraba raba, dimana gerangan buah hatinya berada. Ia melangkah, menyusuri jalanan yang entah menuju kemana. Segerombolan anak kecil yang sedang bermain didekatinya, diamatinya dengan seksama, barangkali salah satunya adalah anaknya. Tubuh lunglai itu terus melangkah, mengamati sekelilingnya, mendongak keatas apakah Pandu ada diantara bintang2.

Pandu masih duduk dikursi .. seandainya ia pintar berkata kata, pasti sudah diungkapkannya banyak aksara dalam benaknya, dilisankan dari bibir kecilnya, betapa gelisah hatinya, betapa sepi disekelilingnya tanpa bapak dan ibunya. Tapi Pandu hanya terdiam, matanya muram, dan berkaca kaca.

Mimi dan bu Surya merasa iba. Mereka berjanji esuk hari akan melaporkannya pada polisi.

"Sayang, karena ini sudah malam,  kamu tidur disini dulu ya, besok kita akan bersama sama mencari ayah dan ibumu."

"Aku mau ibu..." selalu itu yang dikatakannya.

"Ya.. besok kamu pasti ketemu ibu. Oh ya, siapa tadi nama bapakmu?"

"Pak Bowo.." jawabnya lirih.

"Ibumu siapa?"

"Asri.."

Tiba2 Mimi terkejut. Baru sekarang ia menanyakan nama ibunya Pandu.Ia mengenal nama Asri, karena Asri adalah wanita yang sangat dicintai Damar sehingga ia tak ada artinya dehadapan Damar. 

"Asri... mama.. nama ibunya Pandu ini... Asri, mama ingat nama itu?"

"Itu.. Asri.. pacarnya Damar?"

"Entahlah, banyak nama yang sama didunia ini." Mimi mengibskan perasaannya tentang Asri yang dulu dicintai Damar. Bahkan mungkin sampai sekarang.

"Pandu sayang, sekarang kamu tidur ya, besok kita sama2 mencari ibumu, juga bapakmu.."

"Ya sayang, kamu akan bertemu mereka besok, jangan takut, ini ibu Mimi, ini nenek Surya.. kami sayang sama Pandu..ayo sayang.. tidur sama nenek ya?"

Pandu teringat neneknya yang ditinggalkannya ditoko es krim. Pandu lari karena ingin pulang kepada bapak ibunya. Pandu juga tidak mengeti mengapa ia amat gelisah kali itu. 

"Ayo... tidurlah, nanti nenek akan mendongeng buat Pandu"

Tak urung Pandu pun tertidur karena letih. Mimi dan bu Surya mengamati tubuh kecil itu dengan rasa haru. Ia bisa membayangkan bagaimana sedihnya terpisah dari orang tua. Bu Surya mengelus kepala Pandu dengan rasa sayang. Entah mengapa mereka bisa merasa sangat sayang pada si kecil yang siang tadi ditemukannya.

 

Pagi2 sekali Pandu terbangun. Seperti bingung ia memandangi kamar dimana ia terbangun dari tidur. Tiba2 Pandu teringat ibunya dan menangis lirih.." Ibuuu...

Mimi masuk dan merangkulnya." Sayang, nanti kita akan mencari ibu ya, sekarang Pandu mandi dulu, makan, lalu kita pergi bersama sama.

Mendengar mereka akan mengajaknya mencari ibunya, Pandu kemudian bangun, mengusap air matanya, dan menurut ketika Mimi menuntunnya kekamar mandi.

Selesai mandi, Mimi memakaikan celana dan baju kecil. Itu punya Nancy waktu masih kecil .. Pandu memandangi baju kaos dengan motif bunga didadanya.

"Ini baju perempuan," desisnya.

Mimi tertawa. :" Kamu anak pintar, ini memang baju perempuan, ini baju anaknya ibu waktu dia masih kecil. Pakai saja, nggak papa cuma sebentar, daripada kamu pakai baju kamu yang tadi, kan sudah kotor terkena debu."

Dengan ragu Pandu menurut. Pandu teringat, setap membeli baju ditoko, dan ada motif bunga2 pada baju itu, ibunya selalu bilang, ini baju untuk perempuan.

"Wah, bagus kok, kan bunganya kecil2, nggak kelihatan kalau punya perempuan kok. Bukankah sebentar lagi Pandu akan pulang dan bisa berganti pakaian Pandu sendiri?"

Pandu mengangguk senang. Ia sungguh berharap benar2 bisa pulang pagi ini seperti janji penolongnya.

Tiba2 ponsel berdering...

"Mimi, ini... dari anakmu... tumben pakai videocall segala.. lagi ditoko dia rupanya."

Mimi menerima ponselnya, dan sambil merangkul Pandu menjawab sapa anaknya. 

"Hallo Nancy kapan kamu balik kesini"

"Hari ini ma.. malam nanti pasti sudah sampai. Heeiii...siapa yang bersama mama? Itu... bukankah itu Pandu?"

Mimi terkejut mendengar anaknya mengetahui nama Pandu. Pandu yang melihat wajah Nancy di ponsel itu juga langsung berteriak. : Nancy..!"

"Lho, kalian saling kenal?"

"Aduh ma, itu kan yang ada di ponsel Mimi dan Mimi tunjukkan ke mama dulu itu."

"O... iya.. iya.. mama ingat... Ma, bener ma, itulah sebabnya  kenapa kemarin  Mimi bilang seperti pernah melihat anak ini."

"Hei.. Pandu... hahahaaa... kamu pakai baju Nancy Pandu.."

Pandu tersipu. Rasa gundahnya sedikit berkurang karena melihat Nancy. 

"Iya, aku pakaikan baju kamu,"

"Kok Pandu bisa ada disini ma?"

 "Oh ya, Pandu ini kemarin mama temukan dijalan lagi menangis, kehilangan ibunya."

"Ya ampun ma.. Pandu sendirian ? Nggak bisa pulang sendiri?"

"Nggak tau dimana rumahnya, makanya mama bawa pulang dulu, rencananya pagi ini mama mau laporkan ke polisi, biar kalau ada yang mencarinya bisa menghubungi mama, gitu."

"Pandu.. sayang.. jadi kamu tuh hilang? Dasar anak nakal. Ma, Nancy tau rumahnya Pandu, tunggu Nancy pulang aja ya, biar Nancy yang antar dia kerumahnya."

"Eee.. kamu itu, ini kasihan anaknya sudah panggil2 ibunya dari kemarin, pake suruh nungguin kamu segala. Nggak, kirimkan alamatnya, biar mama sama grandma yang mengantar kerumahnya."

"Oke mama... terserah mama saja, sebentar Nancy kirim alamatnya ya.. jauh kalau dari rumah kita sih."

"Ya sudah kirim aja."

"Nah Pandu, nenek sama ibu sudah tau alamat rumahmu, kita siap2 antar kamu kerumah ya?"

Pandu mengangguk, ada rasa lega setelah melihat Nancy dan janji penolongnya untuk mengantarnya pulang.

 

Pak Marsam sedang bersih2 ketika telephone berdering.

"Hallo.. "Jawab pak Marsam.

"Hallo, ini betul rumah keluarga Prabowo?" suara dari seberang. Pak Marsam heran, dari siapa ini kok suaranya asing.

"Ya bu.. betul.. saya bapaknya."

"Oh ya, bapak yang suka mengantar Pandu kesekolah itu kan?"

"Betul, ini siapa ya?"

"Kami dari sekolahnya Pandu, mau menanyakan kenapa hari ini Pandu tidak masuk sekolah, apa dia sakit? Nggak ada keterangan seperti biasanya kalau dia terpaksa nggak masuk sekolah."

Pak Marsam terkejut. :" Jadi Pandu tidak masuk sekolah? Waduh, saya tidak tau bu, sudah tiga hari dia menginap dirumah kakek neneknya. Coba nanti saya tanyakan kesana, dan segera mengabarkan kesekolah ya bu."

"Baiklah pak, terimakasih banyak."

Pak Marsam sangat bingung, dua hari anak dan menantunya tidak memberi kabar. Tak biasanya mereka menginap disana berlama lama.  Ia ingin menelon kerumah pak Prasojo, tapi diurungkannya. Ada rasa segan kalau2 dikira mengganggu atau menghalangi kebahagiaan mereka. Ia berkali kali menghubungi ponsel Asri dan Bowo tak tak pernah berhasil. 

Tiba2 pak Marsam dikejutkan oleh suara seperti orang terjatuh didepan pintu. Pak Marsam berlari keluar, dan mendapatkan Asri tergolek tak sadarkan diri.

#adalanjutannyaya#


SEPENGGAL KISAH 108

SEPENGGAL KISAH  108

(Tien Kumalasari)

 

Pandu yang kebingungan menurut saja diajak perempuan cantik itu kerumahnya. Kecuali bingung ia juga sangat letih. Perempuan cantik itu membawanya kesebuah rumah mungil yang cantik. Ia menggandeng Pandu masuk kerumahnya dengan ramah.

"Duduklah nak, pasti kamu sangat letih. Mau minum lagi?" Perempuan itu menyodorkan minuman sisa yang tadi diminum Pandu, dan Pandu meneguknya .

"Kamu mau makan?"

"Aku mau ibu.."

"Baiklah, nanti aku akan mencarikan orang tuamu, tapi kamu makan dulu ya, mau?"

Pandu mengangguk. Sesungguhnya ia memang lapar. Tadi siang dirumah neneknya ia hanya makan sedikit, karena bingung tak melihat kedua orang tuanya disana sampai dua hari.

Tiba2 keluar seorang perempuan setengah tua, yang memandang heran karena ada anak kecil bersama anaknya.

"Siapa dia Mimi?" tanya wanita tua itu yang adalah bu Surya, dan Mimi adalah memang ibunya Nancy.

Sudah lama Mimi tinggal di Indonesia, semenjak ayahnya meninggal. Seminggu yang lalu Nancy ke Amerika untuk mengambil barang2 mamanya yang tertinggal. Kalau saja ia tau bahwa mamanya menemukan Pandu, pasti segalanya akan berakhir dan Pandu bisa segera pulang kerumahnya.

"Ma, aku menemukan anak ini dipinggir jalan,"

"Dipinggir jalan?"

"Ia lagi nangis nyari ibunya."

"Kasihan, siapa nama orang tuamu nak?"

"Pak Bowo.." Pandu menyebutkan nama ayahnya.

"Ma, biar Mimi kasih dia makan dulu, kasihan kayaknya dia juga lapar."

"Ya, baiklah.. masih ada ayam goreng di meja.. kalau dia mau."

"Mau ya, pake ayam goreng?"

Pandu mengangguk. Ayam goreng adalah kesukaannya, dan kebetulan tadi dirumah neneknya ia belum sempat menikmatinya.

Mimi meladeni Pandu dengan penuh perhatian. Ia merasa pernah melihat Pandu, tapi lupa dimana.

"Heran ma, kayaknya Mimi pernah melihatwajah anak ini, tapi dimana ya?"

"Ya bisa aja, mungkin pernah ketemu ditoko apa dijalan. Ayo nak, makanlah dulu."

"Aku mau sama ibu.. sama bapak..." Pandu mengeluh lagi.

"Iya.. iya.. nanti ibu carikan ibu bapak kamu, sekarang makan dulu ya nak?"

Namun rupanya Mimi tidak mengenal Bowo, nama ayahnya Pandu.

Ia terus mengingat ingat, dimana pernah melihat wajah anak hilang ini.

 

Sore hari itu bu Prasojo pulang dan terus menangis. Pak Prasojo berkali kali menelpon Asri dan Bowo tidak bisa tersambung. Mereka mematikan ponselnya.

Pak Prasojo bersiap pergi lagi untuk menyusuri jalan2, dan sekalian lapor polisi.

"Ibu ikut pak,"

"Nggak usah, ibu dirumah saja, ibu nangis terus aku jadi bertambah bingung."

Pak Prasojo hanya mengajak No untuk pergi lagi. Bu Prasojo terduduk lesu dikursi itu, sementara simbok kemudian menyodorkan minuman hangat.

"Diminum dulu bu, supaya ibu tenang."

"Ya mbok, terimakasih, sedih aku mbok.. kemana perginya cucuku..," isak bu Prasojo lagi.

"Tadi itu bu Asri kemari bu."

"Asri? Mau ngapain dia kemari?"

"Cuma nanyain mas Pandu, saya bilang mas Pandu sedang pergi sama ibu. Saya suruh nunggu nggak mau, katanya nanti saja mau kesini lagi."

"mBok, nanti kalau dia kesini, aku nggak usah dipanggil, aku mau istirahat dikamar. Dan satu lagi, jangan bilang kalau Pandu hilang. "

Bu Prasojo tidak menunggu jawaban simbok, langsung masuk kedalam kamar.

Tapi benar, tidak lama kemudian Asri datang lagi. Ia bermaaksud mengajak Pandu pulang saja kerumah. Tadi Danik melarangnya pergi, tapi Asri bersikukuh harus pulang. Ia merasa tak pantas menginap lagi lebih lama dirumah Danik, apapun yang terjadi ia harus pulang. 

Simbok terkejut ketika Asri tiba2 muncul dibelakangnya, ketika ia selesai mencuci cangkir bekas minum bu Prasojo.

"Eh, bu Asri, simbok sampai terkejut. Silahkan duduk bu.."

"Ibu sudah pulang?"

"Sudah, tapi ibu ada didalam kamar dan bilang bahwa dia tak mau diganggu, begitu pesannya tadi bu."

"Baiklah, kalau begitu aku mau ketemu Pandu saja mbok."

"Lho.. mas Pandu kan hilang... eh..oh... ma'af..."

Ari terkejut bukan alang kepalang. Simbok juga terkejut karena kalimat yang seharusnya dilarang oleh majikannya meluncur begitu saja dari mulutnya..

"Ma'af bu..... simbok... simbok...

"Jadi Pandu hilang? Hilang bagaimana mbok?"

"Ma'af bu, sebenarnya... simbok.. dilarang bilang sama ibu Asri bahwa mas Pandu hilang..ma'af.."

"Hilang bagaimana mbok? Jadi Pandu tidak ikut pulang bersama ibu?"

"Kayaknya... bapak.. sedang mencarinya lagi bu..."

Asri limbung. Ia merasa bumi seakan bergoyang. Simbok yang merasa cemas mengambilkannya segelas air putih yang diberikannya pada Asri. Asri meminumnya seteguk, air mata mengalir deras dari pipinya. Kemudian seperti mendapat kekuatan maha dahsyat, Asri setengah berlari menuju kamar mertuanya. 

"Ibu... ibu..." Asri mnggedor gedor pintu. Bu  Prasojo terkejut, tapi ia tak mau membukakan pintu. Ia kesal pada simbok karena tidak memperhatikan pesannnya.Pasti ia akan mendampratnya nanti. Tapi diluar Asri masih menggedor gedor pintu kamarnya. Simbok yang ketakutan berlari mendekati Asri.

"Bu Asri, tolong... ibu sudah berpesan agar tidak diganggu bu.. tolong bu.."

"Aku mau anakku mbok.. aku mau anakku... Ibuuuu... mana anakku bu... mana anakku.." Karena pintu tidak dibuka maka Asri menggedor semakin keras. Bu Prasojo terpaksa membuka pintu, dan kali itu kesabaran Asri sudah sampai diubun ubun. Ia langsung menyemrot ibu mertuanya .

"Ibu, mana Pandu, mana anak saya bu!! Manaaa! Ibu yang membuat semua ini, ibu membuat keluarga saya berantakan. Apa ibu puas? Sekarang mana anakku! Kesombongan ibu, kecongkakan ibu, kekerasan hati ibu yang tidak mau mendengar perkataan orang lain, berakibat sangat buruk pada anak ibu juga, pada anakku dan suamiku bu!! Mana anakkuuuu ! Terserah ibu mau menuduhku wanita dan isteri seperti apa, tapi kembalikan anakku!! Aku perempuan buruk yang hina yang nista yang tidak bisa menjaga martabat keluarga, baiklah, tapi aku bisa menjaga anakku. Bukan hanya ibu yang bicara besar tapi tak bisa bertanggung jawab atas apa yang ibu lakukan! Mana anakkuuu!!

#ada lanjutannyaya#

 

Sunday, December 30, 2018

SEPENGGAL KISAH 107

SEPENGGAL KISAH  107

(Tien Kumalasari)

 

Bu Prasojo kebingungan, dilihatnya No, sopirnya, bersandar di jok sopir sedang mengantuk.Dengan keras bu Prasojo mengetuk kaca mobil, sehingga No terkejut.

"Oh.. eh... sudah selesai bu?" tanyanya gugup..

"Sudah selesai..sudah selesai, kamu enak2 tidur disini, aku kehilangan Pandu, tau? "

"Mas Pandu? Bukankah tadi bersama ibu?"

"Iya bersama aku, tapi tiba2 e=menghilang. Kamu tau nggak?"

"Waduh, nggak lihat saya bu.. saya.."

"Ya nggak lihat lah .. wong kamu mengantuk... aduh... bagaimana ini? Aku harus menelpon bapak.. aduuh.. ponsel ku ketinggalan dirumah... kamu bawa hp No?"

"Ma'af bu, saya kehabisan pulsa, belum sempat beli..."

"Hadeeew... kamu ini benar2 tidak berguna, sekarang antar aku kekantor bapak saja."

"Baik bu.."

Bu Prasojo naik keatas mobil dan memerintahkan No agar memacu mobilnya supaya segera bisa kekantor suaminya. Hati bu Prasojo bingung sekali, is menyesal karena membawa Pandu pergi dari rumah.

Begitu sampai dikantor, pak Prasojo terkejut melihat bu Prasojo langsung masuk keruangannya dan menangis.

"Ada apa bu? "

"Pandu pak.. Pandu..."

"Pandu kenapa?" Berdebar hati pak Prasojo.

"Pandu hilang pak..."

"Hilang?" keras suara pak Prasojo, sangat terkejut mendengar berita itu.

"Bagaimana bisa hilang? Apa dia main keluar rumah? Apa pintu tidak dikunci? Apa ada orang masuk kedalam?"

"Nggak pak, ibu mengajak dia jalan2 karena dirumah rewel minta ketemu bapak ibunya. Ketika sedang membayar es krim, tiba2 Pandu sudah nggak ada pak.."

"Ibu ini bagaimana, pakai ngajak pergi2 segala, tapi nggak bisa menjaga." Pak Prasojo sangat marah pada isterinya, tapi dia juga sangat cemas.

"Lha gimana ini pak.. kalau cucu kita hilang bagaimana?"

"Ini juga semua salah ibu, sudah buat masalah, sampai2 anak menantunya nggak tau ada dimana, terus cucunya hilang, bagaimana ibu ini? Bapak jadi sedih dan pusing. Ini gara2 ibu."

Bu Prasojo hanya bisa menangis menyesali apa yang telah terjadi. Tapi apakah itu salahku, bukankah Asri yang telah membuat masalah? Mengapa dia bertemu dengan laki2 dirumah makan itu dan... kemudian semua ini terjadi..Bu Prasojo tak mau sepenuhnya disalahkan. Ini gara2 menantunya, tetap Asri yang salah.

"Jaman sekarang banyak orang jahat, menculik anak2 .. dijual.. dijadikan pengemis.. ada lagi yang lebih mengerikan...."

"Sudah..sudah pak.... jangan diteruskan.. sekarang bagaimana ini... kemana kita harus mencari?"

"Aku sudah menelpone Bowo.. berpuluh kali, ponsel tidak aktif.. demikian juga Asri.. mereka benar2 menghilang."

"Coba kerumahnya pak, siapa tau Pandu sudah pulang."

Pak Prasojo menelpon kerumah Bowo, agak lama pak Marsam baru mengangkatnya.Pak Prasojo harus bicara hati2, supaya seandainya Pandu tidak pulang kerumahnya, hal itu tidak usah diketahui pak Marsam terlebih dahulu.

"Hallo..." suara pak Marsam dari seberang.

Pak Prasojo menjawab dengan suara yang sedemikian rupa sehingga tidak terlihat cemas. 

"Hallo pak, sedang apa nih pak.. istirahat ya?"

"Iya pak, sedang duduk2 didepan sehingga agak lama mengangkat telponnya, ma'af ya pak."

"Tidak apa2 pak.. "

"Bagaimana keadaan Pandu pak, apakah tidak rewel?"

Pak Prasojo merasa lega karena pak Marsam berarti belum mengetahui perihal hilangnya Pandu, sekaligus cemas mengapa Pandu tidak pulang kemari.

"Oh, nggak apa2 pak, Pandu baik2 saja. "

"Asri dan mas Bowo juga masih kerasan disitu ya pak?"

"Iya pak.. iya,, saya hanya ingin mengabarkan keadaan pak Marsam saja, syukurlah kalau baik2 saja."

"Ya pak, saya baik2 saja."

"Ya sudah pak, istirahat saja dulu, saya mau melanjutkan pekerjaan saya."

"Baik pak, terimakasih, titip anak cucu nih pak."

Pak Prasojo menutup telephone, dan menghela nafas panjang.

"Pandu tidak pulang kerumah, untunglah pak Marsam tidak curiga."

"Kemungkinan kerumah ya kecil pak, rumah kita sama rumah Bowo kan jauh, tempat kami tadi beli es krim juga jauh dari rumahnya, mana mungkin Pandu pulang sendiri.

Asri yang rindu pada anaknya, siang hari itu nekat pergi kerumah mertuanya. Ia harus yakin bahwa Pandu baik2 saja. Ia melihat rumah itu sepi,  Tapi ia nekat masuk lewat pintu samping. Dilihatnya simbok sedang didapur.

"mBok..." sapanya..

"Eh..bu Asri.. silahkan masuk bu.. ini pada pergi semua.."

"Oh, pergi semua? Pandu juga?"

"Bapak ke kantor dari pagi, tadi pulang sekolah mas Pandu rewel nggak mau makan, terus sama ibu diajak jalan2. Sampai sekarang belum pulang tuh bu."

"Oh, jalan2 sama ibu ya?"

"Ya bu, tadi agak rewel, makannya susah, mungkin karena bapak ibunya nggak ada ." Ibu mau njemput mas Pandu?"

"Maksud ku begitu mbok, tapi karena nggak ada ya sudah aku pulang dulu ya mbok,"

"Kok nggak nungguin ibu pulang dulu."

"Nanti saja aku kesini lagi mbok."

Asri berlalu dengan kecewa. Sesungguhnya ia ragu, apakah ia masih diijinkan kerumah ini mengingat mertuanya sedang marah. Kalau nanti dia diusir bagaimana? Tapi setidaknya Asri tau bahwa anaknya baik2 saja.

Asri sama sekali tidak menduga, bahwa Pandu sedang berjalan sendiri mencari rumahnya, dan bingung karena tidak bisa menemukannya. Pandu menoleh kesana kemari, tiap sampai diperempatan jalan ia bingung harus belok kekiri atau kekanan. 

"Bapaaak... ibu...." Pandu pun kecapaian, lalu duduk ditepi trotoar dipinggir jalan sambil menangis.

"Ibuuu... ibu ku manaaa? Ibuuuu...... "

Seorang perempuan lewat didepan Pandu dan berhenti didepannya.

"Kamu mencari siapa?"

"Ibuku mana.. aku mau ibuuu...

"Lho.. kok kamu bisa kehilangan ibumu? Rumahmu mana?"

Pandu menggeleng... ia benar2 bingung dimana letak rumahnya.

"Aku mau ibu.... ibuuu.."

Perempuan itu merasa iba. "Siapa ibumu?"

"Ibuku ... mana ibuku.. aku nggak mau sama nenek.. aku mau ibu..."

"Ya ampuun... bagaimana seorang ibu membiarkan anaknya  terlunta lunta dihari yang panas seperti ini?"

"Nak, ganteng, ayo ikut ibu saja yuk, nanti ibu bantu kamu mencari orang tuamu. Ayo.. disini panas, ayo ikut.."

Sejenak Pandu ragu2, namun melihat tatapan ramah perempuan itu, dan merasakan letih ditubuhnya , akhirnya Pandu menurut.

"Aku hauuus..." 

Wanita itu mengeluarkan sebotol minuman dari dalam tas nya dan memberikannya pada Pandu.

#adalanjutannyaya"

SEPENGGAL KISAH 106

SEPENGGAL KISAH  106

(Tien Kumalasari)

 

Walau merasa heran karena anak menantu dan cucunya tidak pulang semalaman, namun pak Marsam mengira semuanya menginap dirumah pak Prasojo karena Pandu kangen sama kakeknya. Itulah sebabnya pak Marsam tidak begitu merasa khawatir. Ia membersihkan rumah, membersihkan taman dan menyirami bunga2.. seperti hari2 biasanya.

Ternyata Asri menginap dirumah Danik. Ia menangis sejadi jadinya dihadapan sahabatnya, menceriterakan semua yang menimpanya dalam sehari itu. Danik sangat prihatin. Kejadian yang menimpa Asri seperti susah diurai seandainya berupa benang kusut. Ada foto.. ada muka ditonjok..  semuanya terjadi secara kebetulan dan sangat memojokkan sahabatnya.Tapi ia berusaha tenang dan menghibur Asri sebisanya.

"Baiklah Asri, Kamu tenang dulu disini ya, kalaupun kamu pulang nanti, pasti Bowo juga belum bisa diajak bicara. Sebaiknya biarkan dia menjadi tenang, nanti aku akan membantumu sebisaku agar dia bisa mengerti."

"Tapi anakku aku tinggal dirumah mertuaku Dan bapak juga pasti bingung kalau aku tidak pulang. Aku akan menelpon bapak dulu.. Aku harus tau keadaannya. "

Asri menelpon pak Marsam, tapi apa yang didengarnya sedikit membuatnya lega karena ternyata bapaknya tidak menghawatirkannya karena mengira dia bersama suami dan anaknya menginap dirumah keluarga Prasojo.

"Ya nggak apa2 Asri kalau kalian pada nginep disana, kan pak Prasojo juga kangen sama cucunya. Kemarin pak Prasojo kesini sendiri mengambil baju2 anakmu."

"Oh, baiklah pak.. bapak jangan khawatir kalau Asri belum pulang untuk beberapa hari, karena mertua masih menahan Asri disini, ya pak."

"Ya.. ya.. tentu saja nduk. Nanti kalau sa'atnya anakmu sekolah juga bapak sudah bawakan seragam dan sepatunya beberapa pasang.Tidak apa2 kalau kakeknya ingin juga mengantar dan menjemput cucunya."

Ketika menelpon itu Asri sedikit sekali bicara, karena khawatir ayahnya mendengar sedu yang meluncur dari bibirnya. Ia juga sedih karena menurut apa yang dikatakan ayahnya, ternyata Bowo belum pulang juga kerumah. Kemana perginya Bowo? Namun ada rasa lega karena mertuanya pasti akan menjaga Pandu dengan sebaik baiknya. Bukankah mereka semua menyayanginya? Ia hanya berharap Pandu tidak rewel karena tidak bersamanya. Entah apa yang dikatakan mertuanya pada Pandu tentang dirinya.

"Ternyata mas Bowo juga tidak pulang kerumah, ia pasti marah sekali sama aku ya Dan." sedih kata2 Asri.

"Biarkan saja dulu, memang dia lagi marah. Dan jangan ditanya kemana, seorang laki2 pasti lebih kuat dan lebih bisa menjaga dirinya, jadi kamu tidak perlu menghawatirkannya ya.

Asri mengangguk.

"Aku juga akan menegur Damar, gila dia itu, sungguh menurutku dia memang gila, gila yang sebenar benarnya."

"Sebenarnya aku kasihan padanya Dan, hidupnya penuh derita, tapi mengapa dia tidak bisa menguasai diri ya Dan? "

"Kamu masih mencintainya?" Danik curiga mendengar kata2 Asri.

"Tidak Danik, cinta itu sudah lama sirna, aku hanya kasihan padanya."

"Kasihan itu bisa berubah jadi cinta lho," Danik menggodanya.

"Tidak Danik,apa kurangnya suamiku, dia baik dia menyayangi aku, mencintai aku, melindungi aku, tidak ada duanya suamiku itu bagi aku Danik. Sungguh kejam orang yang menuduh aku berbuat yang tidak2 . Aku juga tidak mengira Dewi tega memotret aku ketika aku sedang bersama dia. Lalu membuatnya untuk menghancurkan rumah tanggaku. Padahal aku ketemu tidak sengaja, dan Damar memaksa aku untuk bicara."

"Iya..iya.. aku percaya kok sama kamu. Ya sudah, kamu istirahat dulu disini, sambil menunggu suasana menjadi dingin. Yang penting anakmu sudah berada ditempat yang aman bukan?"

 

Namun ternyata Pandu agak rewel karena tidak melihat bapak ibunya didekatnya. Ada perasaan aneh yang tidak dimengertinya, bahwa sesuatu yang buruk telah terjadi pada kedua orang tuanya. Seandainya Pandu bisa menangkap isyarat rasa itu..... 

Hari itu pulang sekolah Pandu dijemput oleh neneknya, dan langsung diajaknya kerumahnya lagi. Ia tak ingin mengantar Pandu kerumah Bowo. Ia tak ingin bertemu Asri disana. Setelah berganti pakaian, diajaknya Pandu makan. Tapi anak kecil penyuka ayam goreng itu tampak tidak berselera.

"Pandu sayang.. mengapa makan hanya sedikit? Ayo dihabisin dong, mau disuapin nenek ya?"

"Nggak mau nek..." Pandu menggeleng gelengkan kepalanya.

"Kok cuma sedikit? Nggak enak ya ayam gorengnya? "

"Nggak mau.. sudah kenyang.."

"Baru sedikit kok sudah kenyang .. o.. Pandu pengin telur mata sapi? Oh, ada sup juga nih.. Pandu biasanya suka kan? " rayu nenek Pras.. tapi Pandu tetap saja menggeleng. Bu Prasojo kebingungan, biasanya Pandu tidak begitu kalau menginap dirumahnya. Dia selalu dengan lincah minta ini itu.. tidak seperti sekarang ini.  Sementara pak Prasojo berada dikantor, hanya bu Prasojo yang menemani Pandu.

"O.. nenek tau .. Pandu mau disuapin simbok kan? Biar nenek panggilkan simbok ya?"

Pandu menggeleng lagi. 

"Habisnya.. Pandu pengin apa dong?"

"Pandu pengin bapak sama ibu.."

Bu Prasojo terdiam. Baru saja suaminya mengabari bahwa Bowo belum pulang kerumah dan juga tidak pergi kekantor. Ia mulai khawatir, kemana gerangan perginya Bowo? Padahal kalau Bowo ada ia ingin mengabari bahwa anaknya rewel kepengn ketemu dia. Ponselnya juga tidak bisa dihubungi.

"Baiklah sayang, sekarang ini bapakmu lagi keja, nanti kalau sudah pulang pasti dia akan datang kemari, ya sayang?"

"Kalau begitu sama ibu saja." rengek Pandu lagi.

Bu Prasojo terdiam, tidak mungkin ia memanggil Asri kemari. Ia sedang tak ingin bertemu menantunya, bahkan kalau mungkiin ia ingin menceraikan Asri dari Bowo. Harusnya dia bisa membuat Pandu nyaman bersamanya, tapi ternyata tak mudah hal itu dilakukannya. Pandu tetap ingin bersama ayah dan ibunya.

 "Pandu, apa Pandu tidak sayang nenek? Mengapa sudah bersama nenek tapi Pandu masih ingin bersama ibu?"

"Pandu mau ibu saja.."

Wadhuh, bu Prasojo kebingungan. 

"Tunggu, nenek ambilkan mainanmu, ayo bermain saja sama nenek ya, sebentar, ayo turun dulu dari situ, mainan saja ya.. tunggu sebentar "

Seluruh mainan yang biasanya Pandu sukai sudah keluar dari kotaknya, tersebar disekitar Pandu duduk bersimpuh, tapi tak satupun disentuhnya.

"Aduh... nenek lupa nih... ada es krim dilemari es. Simbooook... " bu Prasojo berteriak memanggil pembantunya.

"Ya bu.." simbok mendekat.

"Tolong ambilin es krim di almari es mbok, kayaknya beberapa hari lalu aku beli deh."

Simbok menuju almari es, tapi tak menemukan apa yang dicarinya.

"Nggak ada bu, " terak simbok..

"Lhoh.. apa aku lupa ya? Ya sudah, begini saja, panggilkan sopir, aku mau keluar sama Pandu."

"Baik bu," simbok pergi kebelakang, dan bu Prasojo kembali merayu cucunya.

"Pandu, sekarang kita mau jalan2, Pandu suka kan? Nanti beli mainan lagi, dan beli es krim kesukaan Pandu."

Kali ini Pandu mengangguk, bu Prasojo merasa sedikit lega. 

"Ayo ganti dulu bajumu." tapi Pandu enggan mengganti bajunya. :" Ya sudah, ini juga bagus kok bajunya, nenek aja yang ganti baju sebentar. Tuh.. No sudah siap, Pandu tunggu d mobil ya?"

Pandu berlari kearah mobil.

Siang itu toko es krim yang dipilih Pandu sangat ramai. Maklum, sa'at itu jam makan siang. Tapi dengan sabar bu Prasojo menunggu ...

"Nanti Pandu boleh minta mainan apa yang Pandu suka. Disebelah itu toko mainan lho."

"Ya, nenek."

Setelah memilih es krim pesanannya, dan bu Prasojo membayar semuanya, diberikannya sekotak es krim didalam tas plastik kepada Pandu. Namun bu Prasojo terkejut. Tiba2 Pandu tak ada didekatnya..

"Panduuu... Pandu...." bu Prasojo berjalan kesana kemari... sekeliling toko itu, tak ada... lalu ia teringat akan toko mainan yang pernah ditawarkannya pada Pandu tadi... lalu ia sambil berteriak teriak memanggil nama cucunya juga memasuki toko mainan itu, namun Pandu tak juga ditemukannya.

"Panduuuuu..." Bu Prasojo panik... ia bingung bukan alang kepalang...

#adalanjutannyalho#

 

Saturday, December 29, 2018

SEPENGGAL KISAH 105

SEPENGGAL KISAH  105

(Tien Kumalasari)

Bowo memandangi isterinya. Pasti penuh curiga. Gambar ini adalah fakta, dan tonjokan dimukanya itu adalah kebencian lelaki itu karena Asri menjadi isterinya. Seperti mimpi rasanya membayangkan isterinya mengadakan hubungan dengn lelaki lain ketika dia sedang pergi. Dilihatnya Asri menunduk, dan bulir2 air matanya mulai menetes.

"Itu bukan... salah Asri  mas.. ma'afkan Asri... Asri tidak sengaja ketemu.."

"Apa maksudmu tidak sengaja? "

"Mas..."

"Sudahlah Asri, aku sudah melihat foto itu, dan aku juga merasakan tonjokan dimukaku ini oleh lelaki itu, sungguh aku tidak menyangka."

"Sudahlah, mengaku saja, wong sudah jelas ketahuan masih mau mengelak. Aku juga tidak menyangka kalau dibalik kecantikanmu, kebaikanmu, ada kelakuan buruk yang  sungguh kami tidak mengira."

"Ibuu..." Asri menubruk kaki ibu mertuanya, namun sang mertua beringsut sehingga dahinya mencium karpet  dibawahnya. Asri tersungkur, kepalanya terantuk pinggiran kursi.

Sejenak Bowo ingin bangkit dan menolong isterinya, namun kemarahannya mengalahkan rasa ibanya. Dibiarkannya Asri bangkit dan duduk bersimpuh dihadapan ibunya. Bahkan kemudian bu Prasojo berpindah duduk dikursi yang lain, membiarkan Asri terisak isak.

"Sungguh saya tidak bermaksud berbuat buruk. Dia, memang bekas teman sekolah saya bu, kami bertemu secara kebetulan."

"Dan berpegangan mesra seperti itu? Itu hubungan antar teman? Apa kamu tidak mengatakan bahwa kamu sudah bersuami? Atau kamu memang suka dia memperlakukanmu seperti itu?"

"Dan mengapa dia menonjok muka ku sampai seperti ini. Ini bukan kemarahan karena dia tertabrak oleh aku, tapi kemarahan karena rasa cemburunya terhadap aku."

"Baiklah mas, Asri akan mengatakan semuanya.Dengar dulu penjelasan Asri.."

"Tidak usah dijelaskan, semuanya sudah jelas."

"Mas..."

Bowo berdiri kemudian melangkah pergi, keluar dari rumah, meniki mobilnya entah pergi kemana."

Asri yang sedih dan bingung kemudian berlari keluar dan mengejarnya.. sambil berteriak memanggil manggil suaminya.

"Maaas... mas Bowo... dengar aku maaaas..."

Namun mobil itu tetap berlalu. Asri terus mengejarnya... dan terus mengejarnya.

"Kakek, Pandu dengar mobil bapak sudah pergi, apa bapak sudah pulang?"

Pak Prasojo merasa was2, pasti terjadi kegaduhan didepan .. tapi Pandu jangan sampai tau.

"Tunggu, kamu lanjutkan dulu manin2nya, biar kakek melihat keluar ya?"

"Ya kek.." Pandu melanjutkan bermain main dan pak Prasojo keluar dari kamar. Dilihatnya hanya isterinya yang duduk dikursi itu, sedangkan Bowo dan Asri tak kelihatan.

"Kemana mereka bu ?"

"Bowo sangat marah, lalu dia pergi. Asri mengejarnya sambil berteriak teriak tapi Bowo nekat pergi. Biarkan saja, biar kapok perempuan seperti itu."

"Memangnya Asri mengakui kalau dia berbuat selingkuh dengan laki2 itu?"

"Ya mana ada maling ngaku pak, bapak itu aneh2 saja. Wong sudah jelas2 kelihatan perbuatannya, kok masih bilang tidak, apa ada yang mau percaya?"

"Rasanya aku kok nggak percaya kalau Asri melakukan hal buruk seperti itu,"

"Bapak itu bagaimana, masih saja ngebelain perempuan seperti itu. Apa buktinya masih kurang? Tadi itu Bowo ditonjok ya oleh laki2 yang ada di foto itu.Jadi yang menyebabkan wajak Bowo bengat itu ya karena laki2 yang ada di foto itu"

"Masa bu."

"Iya, Bowo sendiri yang bilang begitu. Jadi kan sudah jelas bahwa ada hubungan antara Asri dan laki2 itu. .. kok bapak masih tidak percaya."

"Harusnya kita dengar dulu penjelasan dari Asri to bu."

"Penjelasan apa lagi to pak? Terserah bapak kalau masih mau percaya sama Asri, kalau ibu enggak!! Lebih baik suruh cerai saja meraka."

"Lho.. lho..bu.. kok bicara buruk seperti itu, nggak baik itu bu," pak Prasojo marah mendengar ucapan isterinya.

"Isteri seperti itu jelas tidak akan membuat ketenangan dalam rumah tangga. Kali lain dia akan begitu juga dengan laki2 yang lainnya." jawab bu Prasojo sengit.

"Ssst, diam .. dan jangan berteriak begitu. Ada Pandu dikamarku, dan dia tak boleh mengetahu apa yang terjadi."

"Kasihan cucuku, baiklah, mulai sekarang biar Pandu tinggal disini saja."

"Kok gitu bu.."

"Ya biar, daripada hidup bersama ibu yang ..."

"Kakeeeek..." tiba2 Pandu keluar menyusul kakeknya. Dilihatnya tak ada ayah ibunya disitu.

Pak Prasojo memberi isyarat dengan matanya kepada isterinya, agar tidak mengatakan hal yang sebenarnya.

"Mana bapak sama ibu?"

"Pandu, bapak sama ibu sudah pulang duluan.." kata bu Prasojo lembut.

"Kok Pandu ditinggal disini ?"

"Kan kakek masih kangen sama Pandu, jadi bapak sama ibu biar pulang .. Pandu tidur disini sama kakek.. ya?"

"Oh.. kakek masih kangen sama Pandu? Tapi Pandu juga masih kangen sama bapak.."

"Pandu tinggal dulu beberapa hari disini, kalau kakek sudah puas ngelonin Pandu, baru Pandu bisa pulang."

"Tapi Pandu nggak bawa ganti baju tuh kek,"

"Nanti kakek yang ambilkan baju2 Pandu, ayuk.. sekarang main lagi.."

Tapi entah mengapa Pandu kelihatan tidak bersemangat untuk bermain lagi. Mungkin dia heran mengapa ayah ibunya pulang dulu tanpa  berpamitan padanya, atau mungkin naluri seorang anak yang dalam hati paling dalam merasakan ada sesuatu yang tak menyenangkan diantara kedua orang tuanya.

"Oh, kakek, rupanya Pandu sudah letih bermain, sekarang makan saja yuk, nenek punya ayam goreng lho," bujuk bu Prasojo.

"Nggak, Pandu kan sudah makan tadi sama bapak, sama ibu."

"Kalau begitu bobuk aja sama nenek yuk,Pandu kan capek, nanti bangun tidur, mandi, jalan2 lagi sama kakek."

Pandu hanya mengangguk.

Siang itu pak Prasojo pergi kerumah Bowo. Dilihatnya mobil anaknya belum kelihatan. Ia berharap bisa bertemu Asri, tapi ketika ia mengetuk pintu, yang keluar adalah pak Marsam.

"Lho, bapak kok kesini? Bukankah mas Bowo sama Asri pergi kerumah bapak?" tanya pak Marsam heran.

"Ya, tapi Pandu pengin tidur dirumah saya pak Marsam."

"Oh begitu, kangen sama kakeknya rupanya."

"Saya mau minta baju2 Pandu unuk beberapa hari pak,"

"Baiklah pak, saya ambilkan. Kalau besok kan libur karena hari Minggu, tapi Seninnya harus sekolah kan pak, biar saya bawakan seragam dan sepatunya sekaliyan pak." Kata pak Marsam sambil masuk kedalam. Ia sama sekali tak mengira bahwa anak dan menantunya sedang tertimpa masalah besar.

Dalam hati pak Prasojo pun sangat khawatir, kemana perginya anaknya, dan kemana perginya menantunya. Sesungguhnya ia datang berharap bisa bertemu Asri sehingga bisa mendengar penjelasannya. Sungguh pak Prasojo tidak percaya Asri melakukan hal buruk itu, dan ia ingin Asri mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Pak Prasojo menghela nafas panjang. Ia lebih tidak suka kepada Dewi yang datang2 membawa petaka dalam keluarganya.

"Ini pak, baju2 dan sepatu Pandu, boleh saya masukkan kedalam mobil?"

"Ya.. ya, terimakasih pak Marsam, dan saya juga harus segera pulang, nanti kalau Pandu bangun tidur dan mau mandi baju gantinya sudah siap saya bawakan."

"Baiklah pak..."

Dan sampai malam tiba, pak Marsam masih mengira bahwa anak dan menantunya masih berada dirumah besannya. Lebih baik ia menutup pintu rapat2, karena kalau mereka pulang pasti juga akan mengetuk pintu. Pak Marsam tertidur, sampai pagi hari dan dengan heran mendapati anak dan menantunya tidak pulang semalaman.

 

#adalanjutannyaya#

Friday, December 28, 2018

SEPENGGAL KISAH 104

SEPENGGAL KISAH  104

(Tien Kumalasari)

Pandu berceloteh seperti burung kekenyangan. Pandu juga banyak bercerita tentang semua hal yang dilakukannya selama ayahnya tak ada dirumah. Asri dan Bowo tersenyum senyum bahagia melihat tinkah anaknya yang lucu.Siapa sangka, disudut lain dirumah makan itu seseorang sedang memandangi kebahagiaan itu dengan darah yang mendidih.

"Bahagia itu harusnya milikku," desisnya penuh amarah.

Ia menenggak sisa minumnya, menuju kasir untuk membayar makanannya lalu keluar, tapi ia hanya berdiri dibalik pintu, entah apa yang ditunggunya.

Sementara itu Asri mengingatkan suaminya bahwa ibu bapaknya sedang menunggu.

"Ayo mas, nanti kelamaan ibu menunggu kita,"

"Sebentar Asri, Kan Pandu belum selesai makan es krimnya."

"Sambil ngoceh sih, Pandu.. buruan, sudah hampir mencair tuh semuanya."

"Katanya kalau makan sesuatu harus pelan2," bantah Pandu sambil menyendok lagi es krimnya."

"Hiih, bisa aja ngejawabnya.Itu bukan pelan2 tapi sambil ngoceh, jadi kelamaan. Kamu tau nggak, kita lagi ditungguin sama kakek nenek Pras, "

"O.. Pandu tau, pasti kakek akan kasih oleh2 buat Pandu."

"Nah itu tau, ayo buruan dihabisin."

Mereka selesai membayar makanan mereka, dan Pandu masih menenteng sekotah es krim yang dimintanya untuk dimakan dirumah.

Namun ketika tiba dipintu seseorang kebetulan mau masuk dan Bowo menabraknya. Orang itu terjatuh, lalu bangkit dengan marah.

"Ma'af.. ma'af.." kata Bowo sambil merangkapkan kedua tangannya. Tapi orang itu sangat marah. Dengan keras ia menghantam wajah Bowo, sehingga Bowo sempoyongan. Asri melihat siapa laki2 itu dan menjerit keras.

"Keterlaluan kamu!!"

Asri menarik tangan Bowo dan Pandu, untuk segera meninggalkan tempat itu.

"Orang gila itu!! Aku harus membalasnya."

"Jangan mas, sudahlah, ayo kita pergi saja, daripada menjadi tontonan orang."

Mereka segera menaiki mobil . Asri mengelus wajah Bowo yang kemerahan.

"Sakit mas?"

"Iyalah sakit, sebetulnya aku harus membalasnya, dia sendiri yang menabrak, kok marah sama aku. Orang gila !!"

"Bapak harus membalasnya. Kalau pergi dikira pengecut. Dia itu penjahat ." celoteh Pandu. Mungkin ia terpengaruh oleh film2 yang dilihatnya, tentang penjahat yang harus dikalahkan.

"Ssst..Pandu... nggak boleh ngomong begitu."

"Ma'af bu.."

"Ayo mas, kita pergi,"

Mobil itu berjalan pergi, sementara laki2 yang sebetulnya Damar masih mengawasinya dengan mata menyala. Tangis pilu dan dendam berkecamuk didalam hatinya.

"Perempuan yang seharusnya jadi milikku." desisnya penuh dendam.

 

Bowo dan anak isterinya sudah tiba dirumah  orang tuanya. Pak Prasojo segera menggendong Pandu dan diajaknya masuk kedalam kamar. Barangkali pak Prasojo juga khawatir kalau terjadi pembicaraan yang tak pantas didengar oleh cucunya.

"Kakek mau memberikan oleh2 buat Pandu bukan?" tanya Pandu senang.

"Iya dong, tapi nanti mainnya sama kakek dikamar saja ya."

Wajah Bowo masih masam, kekesalannya masih belum reda karena mukanya juga masih terasa ngilu.

"Ibu, adakah obat untuk memar? Mas Bowo kesakitan."

"Cari sendiri didalam kotak obat," jawab bu Prasojo dingin. Ia heran melihat wajah anaknya lebam.

"Kenapa kamu itu le?"

"Ada orang gila tiba2 menonjok muka Bowo bu."

"Lha kenapa?"

"Nggak tau, dia yang menabrak Bowo, lalu dia jatuh, ee.. Bowo yang ditonjok."

Asri datang dan mengompres wajah suaminya. Hatinya gemuruh tidak karuan. Dia tau laki2 itu Damar, dia kesal atas perlakuan Damar pada suaminya. Tapi ia tak berani mengucapkan sesuatupun.

"Kamu melakukan itu untuk suamimu, apa itu tulus?" tiba2 bu Prasojo berkata sambil memandangi Asri tajam. Asri kaget mendengar pertanyaan itu.

"Mengapa ibu bertanya begitu? Mas Bowo suami saya, tentu saya melakukan semuanya dengan tulus bu."

"Ibu bicaranya jangan aneh2 begitu." sahut Bowo yang tidak senang mendengar pertanyaan ibunya.

"Tapi ada lho le, orang yang kalau didepan suaminya, pura2 sayang, padahal diluaran sana dia mengadakan hubungan dengan laki2 lain."

Asri terperanjat. Ada apa ini ? 

"Mengapa ibu tiba2 berkata begitu? Menantu ibu yang cantik ini sudah pasti tidak akan melakukan hal seburuk itu."

"Oh ya? Dan kamu percaya?"

"Bowo percaya dengan sepenuh hati Bowo bu."

Asri benar2 terkejut. Pasti ada sesuatu yang akan menjatuhkan dirinya, tapi apa sebabnya? Dia melakukan apa? Hatinya berdebar debar. Guncangan yang terjadi pada jiwanya setelah melihat Damar menonjok wajah suaminya belum mereda, sekarang mertuanya berkata yang tidak2.

"Ibu, saya melakukan apa? Saya sangat mencintai mas Bowo, dan melayani dengan setulus hati bu. Mengapa ibu tiba2 berkata begitu?"

"Oh, gitu ya, tulus katamu. Sebentar, coba lihat ini."

Bu Bowo mengambil ponselnya, mencari cari dan menemukan sebuah gambar, yang kemudian disodorkannya kearah muka Asri. Asri menangkap ponsel yang terarah kemukanya, sampai hampir terjatuh. 

"Lihat baik2, itu siapa!!!?"

Asri memandangi foto itu dan terkejut bukan alang kepalang. Ada yang memotretnya ketika ia bertemu Damar dan dipaksa makan dirumah makan itu, dan difoto itu... waduh.. Damar sedang memegangi tangannya dan memandanginya dengan mesra. Ingin Asri menjerit sekuat kuatnya dan mengatakan bahwa itu bukan maunya. Namun mulutnya seakan kelu. Bibirnya gemetar dan matanya berkaca menahan tangis.

"Coba lihat, foto apa itu?" Bowo mengambil ponsel dari tangan isterinya dan memandangi foto itu. Hatinya tercekat, seakan tak percaya isterinya melakukan itu. Lagi pula....

"Ya Tuhan, bukankah ini laki2 yang tadi menonjok mukaku?"

#adalanjutannyaya#

 


Thursday, December 27, 2018

SEPENGGAL KISAH 103

SEPENGGAL KISAH  103

(Tien Kumalasari)

Malam sudah larut, namun Asri belum juga bisa memejamkan matanya. Sore tadi mertuanya baru saja pulang dari rumah dan sikapnya amat manis. Mengapa malamnya mengatakan bahwa dia tak mau ngomong sama dirinya? Apakah karena kehadiran Dewi? Simbok mengatakan bahwa Dewi masih ada disana, apa karena Dewi mengatakan sesuatu kemudian mertuanya marah sama dirinya? Kalau benar karena Dewi, lalu apa yang dikatakan Dewi sehingga mertuanya begitu marah? Asri tak bia memejamkan mata, sampai pagi menjelang, dan Asri kemudian bangun untuk memepersiapkan sarapan untuk anaknya, dan juga memasak untuk suaminya yang akan datang pagi itu.

Bowo datang ketika Pandu sudah berangkat sekolah. Ia memeluk isterinya dengan manis dan hangat, dan Asri menyambutnya dengan segala kerinduan.

"Sayang Pandu sudah berangkat ya,"

"Iya lah Mas sih, datangnya kurang  pagi.Belum lama sih, bapak yang mengantar juga belum pulang sampai sekarang' "

"Tadi pesawatnya juga sudah mas suruh ngebut sebenarnya,"

"Mas ini ada2 saja," Asri tertawa senang

"Biar nanti mas yang jemput dia,"

"Pasti dia senang sekali, mas bawa oleh2 apa buat Pandu?"

"Banyak, kakeknya juga beli buat Pandu, tapi nanti biar kakek sendiri yang memberikannya."

"Lha semua buat Pandu, mana dong yang buat ibunya Pandu?" canda Asri

"Oh, ya adalah.. pasti ada, tapi jangan sekarang, so'alnya itu rahasia, nggak bisa orang lain melihatnya."

"Huuh, ada2 saja." Asri cemberut dan Bowo mencubitnya pelan.

"Oh ya, aku ketemu Ongky disana, cuma sehari sih, karena Ongky ada urusan ke Jogya, rekan bisnisnya lagi stres katanya. "

"Siapa rekan bisnisnya itu?"

"Ongky nggak bilang sih, tapi suatu sa'at nanti aku mau dikenalkannya.. Heran anak itu, cuma ngenalin orang aja pake besok2, nggak penting amat."

Tentu saja Ongky tidak mengtakannya, karena Ongky sudah tau tentang hubungan rumit yang terjadi antara mereka bertiga. Dirinya, Bowo dan Damar.

"Mas Ongky kan orangnya memang agak aneh,"

"Masa aneh? Punya tanduk, gitu?"

"Mas bercanda saja, ayo ganti baju dulu dan mandi, Asri sudah persiapkan makan pagi yang pasti mas suka,"

"Baiklah aku mandi dulu."

Tapi dirumah keluarga Prasojo suasananya jauh dari kegembiraan. Bu Prasojo sambil marah2 menceriterakan tentang kedatangan Dewi yang memberinya fakta tentang perbuatan Asri ketika Bowo tak ada dirumah.

"Ibu kan tau, Dewi itu seperti apa, ya bisa saja to dia memfitnah Asri."

"Kalau dia memfitnah dengan mulutnya, ibu tidak akan percaya, tapi ini ada faktanya, gambar, nyata. Coba bapak liat, jangan hanya menyalahkan Dewi. Mungkin Dewi itu jahat, mungkin dia memang ingin mengganggu Asri dan Bowo, tapi ini fakta yang berbicara Karena perbuatan Asri yang tidak bener, Dewi mendapat kesempatan untuk mengganggu mereka."

"Rasanya bapak tidak percaya, pasti ini rekayasa."

"Hiiiih... bapaaaak.. seperti ini kok rekayasa. Kalau tidak percaya ya begini saja, panggil Asri kemari dan bapak tanya dia, apa ini benar? Kalau bapak nggak mau ya biar ibu saja yang nanya."

"Terserah ibu saja, asal ibu kalau nanya ya jangan kasar, kan belum tentu dia bersalah. "

"Baik, sekarang kita panggil mereka kemari. Bowo sekalian, biar dia tau seperti apa isterinya."

Namun ketika mereka menelpon kerumah Bowo, Bowo sedang menjemput anaknya bersama Asri. Jadi terpaksa menelpon ke ponsel Asri. Kebetulan bu Prasojo yang menelpon, dan Asri menerimanya dengan berdebar debar. Sungguh ada perasaan tan enak yang dipendamnya sejak ia menelpon mertuanya semalam. Diangkatnya ponselnya, barangkali ada jawaban atas kemarahan ibu mertuanya semalam.

"Hallo ibu,"

"Bapak sama ibu menunggu kamu dan Bowo kerumah, sekarang." Kaku suara bu Prasojo.

"Baiklah bu, tapi sebentar lagi ya bu, kami sedang menunggu Pandu pulang,  Ini kami pas didepan sekolah Pandu."

"Mengapa bukan ayahmu yang menjemput?Kan biasanya ayahmu?"

"Mas Bowo sendiri yang ingin menjemput anaknya bu. Nanti begitu kami sudah bersama Pandu, pasti akan segera kerumah."

Bu Prasojo menutup telephonnya dengan kasar. Asri merasa bahwa bantingan gagang telepon itu seperti membanting dirinya. Ia tak tau apa yang terjadi, tapi ia mencoba menenangkan hatinya.

"Ibu bilang apa Asri?" tanya Bowo. Beruntung ia sedang memandang kearah halaman sekolah anaknya untuk melihatPandu keluar dari dalam kelasnya, sehingga tak melihat betapa pucat wajah isterinya.

"Ibu minta kita kerumah sekarang juga, sepertinya ada yang penting."

"Nanti saja Asri, setelah ini aku mau mengajak Pandu kerumah makan kesukaan kita, yang Pandu suka es krimnya itu."

"Tapi mas, nanti kalau ibu marah bagaimana?"

"Enggaklah, apakah ibu pernah memarahi menantunya yang cantik ini?"

Bowo mash mengajaknya bercanda, sementara Asri kebat kebit didalam hatinya.

 Bowo sudah keluar dari dalam mobil begitu melihat Pandu berjalan keluar.Pandu berjingkrak kegirangan melihat ayahnya menjemputnya.

"Horeee..bapak sudah pulang.. " Pandu berlari dan merangkul ayahnya, sementara ayahnya kemudian mengangkat tubuh Pandu tinggi2. Pandu terkekeh senang.

"Kamu kangen ya sama bapak?" kata Bowo sambil menurunkan anaknya.

"Ya kangen donk pak, ibu mana ?"

"Tuh, didalam mobil. Yuk.. kita jalan2..

"Kemana pak?"

"Kamu suka es krim kan?"

"Ya suka dong pak, horeee... ibu..ayo kita ke toko es krim.." Pandu melompat kedalam mobil sambil memeluk ibunya dari belakang.

Rumah makan itu lumayan rame karena pas waktu makan siang.. Mereka mendapat tempat duduk dipojok belakang.

Pandu sangat senang makan siang dan makan es krim bersama ayah ibunya.

Sejenak Asri melupakan kegelisahannya karena merasa bahagia bersama orang2 yang dicintainya.

Tapi disudut yang lain, seorang laki2 mengawasi mereka dengan wajah geram. Laki2 itu adalah Damar, yang memang sering kali pergi kedaerah itu hanya untuk mencari kesempatan bertemu Asri. Namun apa hendak dikata, kali itu Asri bersama suaminya juga.Mereka tampak bahagia, dan rasa panas membuat darahnya mendidih.Damar mencari cara untuk menghajar laki2 yang sudah merebut kecintaanya.

#adalanjutannyaya#


SEPENGGAL KISAH 102

SEPENGGAL KISAH 102

(Tien Kumalasari)

Dengan kesal bu Prasojo terpaksa membawa Dewi duduk diteras. Sesungguhnya ia sangat letih dan ingin segera beristirahat.

"Baiklah, aku tidak punya waktu banyak, katakan apa maumu, tapi ingat, jangan coba2 mengganggu kehidupan anak dan menantuku." kata bu Prasojo dengan kesal.

"Aduh ibu... ibuku ini biasanya nggak galak lho, dan padahal lagi bu, Dewi ini menunggu dari pagi sampai malam, karena Dewi sesungguhnya amat menyayangi keluarga ibu. "

"Apa maksudmu menyayangi?"

"Ya ampun bu, baiklah, kalau ibu tidak percaya, nanti ibu dengarkan cerita Dewi dulu.. Dan ibu harus tau, bahwa ini adalah keperdulian Dewi akan keluarga ibuku tersayang ini."

"Segera katakan apa maksudmu, jangan banyak omong, aku sudah capek, tau."

Dewi tersenyum, ada kemenangan tersirat disenyuman itu karena akhirnya bisa ketemu oraang yang dicarinya.

"Bu, saya dengaar mas Bowo dan bapak ke Jakarta ya?"

"Kalau iya kenapa, itu bukan urusanmu. Sekarang pulanglah kesabaranku sudah habis."

Bu Prasojo berdiri dan bersiap masuk kedalam rumah. Namun Dewi segera memegang lengannya dan memintanya duduk kembali.

"Sebentar bu, Dewi ingin mengatakan, apabila suami pergi, layakkah seorang peremuan mengadakan pertemuan dengan lelaki lain?"

"Apa maksudmu?" tinggi suara bu Prasojo karena sangat menahan kesal.

"Saya yakin Asri bukan perempuan sebaik yang ibu harapkan?"

"Tidak ada menantu terbaik untuk anakku Bowo kecuali Asri.  Apa kamu ingin merebutnya?"

Dewi tertawa sinis. Ya mpun bu, ya nggak mungkin Dewi merebut mas Bowo lagi, Dewi kan sudah punya suami yang baik, yang segalanya melebihi mas Bowo."

"Ya sudah, segera pulang dan aku tidak ingin mendengar apapun yang kamu katakan. Mengerti?"

"Bu.. bu... tunggu dulu bu.. Dewi belum selesai bicara.." Dewi kembali menahan lengan bu Prasojo karena ia telah beranjak lagi berdiri .

"Dengar bu, saya yakin Asri bukan isteri sempurna bagi mas Bowo dan bukan pula menaantu yang elok bagi ibu. "

"Diaaam !!" teriak bu Prasojo karena amarah yang mulai merayapi hatinya.

"Ketika ditinggal mas Bowo ke Jakarta, Asri slingkuh!!" 

"Apa?" 

"Asri mengadakan hubungan dengan lelaki lain."

"Bohong! Jangan memfitnah menantuku ! Kamu tidak berhasil merebut Bowo karena kelakuanmu yang tidak benar. Pembohong, perayu, penipu."

"Aduh bu, mengapa segala keburkan hanya ada pada Dewi, coba lihat bu.. Dewi bilang ,bukan tak ada buktinya. Lihat ini bu.."

Dewi mengeluarkan ponselnya, membuka sebuah gambar dan ditunjukkannya pada bu Prasojo.

"Ibu lihat? Disebuah rumah makan..Dewi menemukan perbuatan terkutuk ini. Lihat, apa ini pantas?"

Bu Prasojo jatuh terduduk. Dilihatnya foto Asri, tangannya ada diatas meja, dan tangan seorang lelaki memeganginya dengan pandangan mesra.

"Foto iki akan saya kirimkan ke ponsel ibu, sebentar bu, nah.. nanti ibu bisa memandanginya sepuas hati ibu, sudah bu...sekarang sudah terkirim ke ponsel ibu."

Bu Prasojo masih terdiam, seperti mimpi ia membayangkan menantunya yang baik berselingkuh ketika suaminya tidak ada dirumah.

"Sekarang Dewi baru merasa capek bu. Dewi pamit ya bu?"

Bu Prasojo masih terdiam sampai Dewi meniki mobil mewahnya dan pergi.

 

Pak Prasojo dan Bowo sudah selesai menyelesaikan semua urusan, jadi besok bisa pulang. Pak Prasojo menelpon isterinya untuk mengabarkan hal itu.

 "Hallo bu," sapa pak Prasojo dalam telephone

"Hallo, bapak harus segera pulang," sahut bu Prasojo tanpa basa basi.

"Iya, ini sudah selesai, besok bapak pulang, dan bapak akan mengabarkan hal ini pada ibu, kok ibu kelihatan sewot begitu?"

"Ada hal yang tidak terduga, terjadi.. jadi bapak harus pulang."

"Hal tidak terduga apa to bu? mBok ya bicara yang jelas, ini bapak sama Bowo sedang berkemas, karena dapat tiketnya pagi2."

"Ya sudah, ceritanya nanti kalau bapak pulang saja, pokoknya ini hal yang tidak kita duga sebelumnya, Sungguh memalukan."

"Ada apa bu?"

Tapi bu Prasojo sudah menutup telephone nya.

"Kenapa pak?" tanya Bowo ketika melihat ayahnya tampak kebingungan.

"Ibumu itu, bicara nggak jelas, katanya ada hal yang tidak terduga, memalukan,.. apa itu?"

"Kenapa bapak tidak menanyakan, supaya bapak bisa langsung mengerti."

"Bapak tanya malah telephone nya ditutup. Ya sudah besok saja dirumah, katanya begitu."

"Kok aneh ya pak, coba Bowo telephone Asri dulu, barangkali Asri mengetahui sesuatu."

"Ya sudah telephone sana."

"Hallo...suara Asri dari seberang."Mas sudah siap pulang?"

"Ya Asri, aku mau mengabarkan kalau besok kami bisa pulang, semuanya sudah beres."

"Alhamdulillah mas, Asri senang sekali, Pandu juga nanyain bapaknya setiap hari."

"Iya, syukurlah masih ada yang kangen sama aku," canda Bowo.

"Iihh.. mas Bowo kok gitu, ya ada donk, biasanya setiap hari kumpul, ini seminggu lebih nggak ketemu."

"Baiklah, besok bisa pada melampiaskan kangennya sama bapak ya. Oh ya, kamu sering ketemu ibu?"

"Mas ini gimana, ya sering donk, kemarin ibu membawakan ayam goreng untuk Pandu, trus tadi tuh hampir seharian ibu disini, main sama Pandu sampai malam baru pulang."

"Ibu nggak cerita apa2?"

"Ya banyak lah, tentang resep masakan, tentang kegiatannya arisan, pokokknya ibu tetap heboh deh," Kata Asri sambil tertawa.

"Mengeluhkan sesuatu kah?"

Asri terkejut:" Apa ibu sakit? suara Asri cemas terdengar oleh Bowo.

"Bukan sakit, ibu sehat,maksudku apakah ada sesuatu yang diceriterakan."

"Nggak ada, ibu pulang baik2 saja kok. Memangnya ada apa?"

"Ya sudah, besok saja ceriteranya, sekarang kami sedang berkemas."

"Ya mas, hati2 ya.."

Namun setelah telephone ditutup, Asri bertanya tanya dalam hati. Memangnya ada apa dengan ibu. Karena merasa khawatir, malam itu Asri menelpone bu Prasojo. Lama sekali telephone tidak diangkat, lalu Asri menutupnya, dan kembali memutar nomornya .

"Hallo" suara dari seberang, tapi itu suara simbok.

"Simbok ya, "

"Iya, ini bu Asri? "

"Iya mbok, saya mau bicara sama ibu."

"Baiklah simbok panggilkan dulu ya bu, tadi juga barusan mendapat telephonr dari bapak.

Simbok meletakkan gagang telephone dan menuju kamar majikannya.

"Ma'af, apa ibu sudah tidur?"

"Belum, ada apa?"

"Ada non Asri menelpon bu,"

"Ah.. sudah.. bilang saja ibu sudah tidur, begitu.."

"Tapi bu, jangan2 penting."

"Bilang bahwa ibu nggak mau lagi ngomong sama Asri, dan cukup, jangan kamu nanya apa2 lagi. Cepaat bilang, kok malah bengong disitu."

Simbok heran, sore tadi baru dari sana, kok kelihatannya marah2 begitu? Dengan ragu2 simbok mengangkat lagi gagang telephone nya.

"Hallo bu,"

"Lho, kok simbok lagi, memangnya ibu sudah tidur?" 

"Bukan begitu bu, tadi simbok sudah ketemu ibu, tapi ibu bilang... mm.. ma'af ya bu.. ibu tadi bilang bahwa ibu nggak mau ngomong sama bu Asri."

Gagang telephone yang dipegang Asri terlepas. Ia kaget mendengar jawaban simbok.

#adalanjutannyaya#


Wednesday, December 26, 2018

SEPENGGAL KISAH 101

SEPENGGAL KISAH  101

(Tien Kumalasari)

Simbok sudah selesai masak, ia sedang menata masakannya diatas meja, ketika pintu digedor kembali. Simbok kaget melihat tamunya tak juga beranjak pergi walau pintu rumah dikunci dari dari dalam.

"mBoook.. simboook..."

Simbok pergi keluar dan melihat tamunya berdiri didepan pintu sambil menggedor gedor..

"Minta minum donk mbok, haus nih... yang dingin mboook.."

Simbok terpaksa mengambilkan segelas air dingin, namun ia mengulurkannya dari jendela yang terbuka sedikit. Ia tetap tak mau membuka pintu.

"Ya ampun mbok, jahat banget kamu itu mbok... "

Simbok masuk lagi kedalam, karena kesal ia kemudian menelpon majikannya.

"Hallo," suara dari seberang sana..

"Bu, ibu masih lama nggak?"

"Masih lama, ini mau mampir belanja sekaliyan mbok, ada apa? "

"Ini bu, diluar ada tamu, tapi simbok nggak mau bukain pintu, "

"Kamu nggak kenal siapa tamunya?"

"Nggak bu, nggak kenal, dandanannya seperti artis bu.. cantik.."

"Siapa dia?"

"Dia mengaku bernama Dewi bu, katanya dulu hampir menjadi isterinya mas Bowo."

"Dewi? Ya ampuun.. kamu nggak kenal dia?"

"Beda banget so'alnya bu, simbok lupa, karena itu simbok biarkan dia duduk diluar dari tadi, simbok takut, jangan2 orang jahat bu."

"Sudah lama ?"

"Sudah sejak ibu baru saja berangkat tadi, sampai sekarang belum pergi juga, risih simbok."

"Hm.. Dewi... ya sudah mbok, biarin aja kalau mau tetap duduk disitu, aku nanti pulangnya bisa malam."

"Malam bu?"

"Nggak suka aku sama Dewi, biar saja kalau mau menunggu sampai malam."

"Jadi tetap simbok nggak usah bukain pintunya ya bu?"

"Nggak usah dibukain, biar aja dia diluar."

"Baiklah bu."

Simbok menutup telephonnya dan membiarkan Dewi berteriak teriak sampai sore.

Dirumah Bowo, Pandu senang sekali karena neneknya ada disana sampai sore.

"Nenek, kemarin itu ayam goengnya nenek enak sekali, "

"Oh ya? Pandu suka?"

"Suka banget nek, Pandu makan banyaaak sekali," kata Pandu sambil membentangkan tangannya. Bu Prasojo tersenyum senang.

"Kalau Pandu suka, besok lagi akan nenek buatkan yang lebih banyak."

"Horeeee...."

Hari itu sepulang dari arisan kemudian belanja, bu Prasojo langsung pergi kerumah anaknya. Ia enggan bertemu Dewi yang katanya menunggunya sejak pagi. Mau apa lagi dia kerumah, pikir bu Prasojo.

Asri agak heran mertuanya sangat betah bermain dengan cucunya. 

"Sudah ada kabar dari bapak bu?" tanya Asri

"Belum ada, apa suamimu tidak menelpon kamu?"

"Menelpon juga sih bu, cuma bilang kalau urusannya belum selesai, tapi mas Bowo dan bapak akan pulang secepatnya."

"Ya, sama,bapak juga bilang begitu. Jam berapa ini Asri?"

"Jam tujuh lewat bu."

"Ya sudah ibu mau pulang dulu, pasti dia sudah pulang, masa nggak mau pulang juga sampai malam begini."

Asri heran karena bu Prasojo tidak mengatakan apapun sebelumnya.

"Ada siapa bu dirumah?"

"Kamu tau nggak, Dewi dari pagi ada dirumah, mulai ibu baru saja berangkat pergi sampai siang tadi."

"Dewi ?"

"Iya, kamu ingat Dewi kan?"

"Ingat bu, kemarin pagi ketika Asri belanja juga ketemu dia ,"

"Oh ya, seperti apa dia sekarang?"

"Dia bilang sudah mendapatkan suami kaya. Perginya juga pake mobil mewah lho bu, dandanannya sangat menarik. Asri pangling sebelum dia mengatakan bahwa dia Dewi."

"Pasti anaknya sudah banyak."

"Nggak bu, belum punya, katanya suaminya nggak suka anak, "

"Wah, jangan2 jadi isteri muda dia."

"Ah, ibu..." Asri tersenyum,

"Dengar Asri, para suami yang selingkuh dan mempunyai isteri muda, cenderung tidak suka punya anak dari isteri mudanya, supaya tidak ada masalah dengan isteri tuanya."

"Ya sih, tapi mudah2an tidak begitu. Kasihan kalau dijadikan isteri muda."

"Kamu itu, orang yang sudah menyakiti kamu saja masih kamu kasihani."

"Asri sudah melupakan semua bu, sekarang kan Asri sudah hidup bahagia, punya ibu yang sayang sama Asri, punya suami yang mencintai dan melindungi, punya anak yang lucu dan pintar. Apa lagi kurangnya bagi Asri bu, semuanya sudah cukup.

 "Ya nak, syukurlah. Ibu juga senang punya menantu seperti kamu, yang sayang sama suami dan kedua mertuanya, baik hati.. dan.."

"Sudah bu.. ibu selalu begitu."

"Ya sudah, ibu mau pulang dulu ya, sudah malam, mana Pandu.

"Panduu, ini nenek mau pulang," Asri berteriak memanggil anaknya..

Pandu berlari mendekat lalu memeluk neneknya.

"Mengapa nenek nggak tidur disini aja?" rengek Pandu

"Besok saja ya sayang, so'alnya simbok dirumah sendirian, kasihan kan?"

"Memangnya simbok takut kalau sendirian?"

"Ya takutlah, biasanya kan ada nenek, ada kakek.."

"Dirumah nenek ada hantu?"

Bu Prasojo dan Asri tertawa. 

"Nggak ada lah, kok kamu tau2nya hantu ?"

"Kata temannya Pandu. Dirumah temannya Pandu ada hantunya, kalau malam sering keluar menakut nakuti dia"

"Eeh.. nggak ada itu, temannya Pandu hanya menakuti saja supaya Pandu takut."

"Ya sudah, kamu lagi belajar kan? Ya sudah kembali belajar sana sama kakek."

Begitu bu Prasojo pulang, telepone dirumah Asri berdering. Asri bergegas mengangkatnya, ternyata simbok.

"Hallo, bu Asri,"

"Ya mbok, ada apa?"

"Apa ibu masih disini ?

"Sudah pulang mbok, baru saja. Kenapa, simbok takut?"

"Ya takut lah bu, diluar ada orang yang dari pagi nggak mau pulang."

"Apa? Dewi ? Belum pulang juga?"

"Ya bu, heran, apa maunya dia itu, simbok dari tadi nggak mau bukain pintu, tapi dia tetap saja nggak mau pergi. Apa kira2 ada yang penting ya bu?"

"Ya nggak tau lah mbok, ya sudah, biar nanti ibu yang menghadapi saja, simbok tunggu ya."

"Baik bu."

Telepone ditutup, dan Asri mulai bertanya tanya, ada apa sampai Dewi kerumah bu Prasojo dan menunggu dari pagi nggak mau pergi. Perasaan tak enak kembali mengganggu benak Asri.

 

Bu Prasojo sebenarnya letih sekali. Ia belum istirahat seharian, hal yang belum pernah ia lakukan, karena disiang hari dia harus tidur walau hanya satu dua jam. Tadi rumah Bowo, mana bu Prasojo bisa tidur, ia asyik bercanda dengan cucu kesayangannya, dan lupa akan letih lelahnya.

"Nanti sampai dirumah, kamu boleh langsung pulang No, ibu juga langsung mau istirahat."Bu Prasojo berpesan kepada sopirnya.

"Baik bu."

Begitu memasuki halaman, dilihatnya lampu teras belum menyala, jadi kelihatan sangat gelap.

"Simbok itu bagaimana, mengapa lampu depan tidak dinyalakan. Aduuh.. gelap seperti guha saja."

Mobil itu berhenti dan bu Prasojo menyuruh sopirnya kebelakang, untuk meminta agar simbok menyalakan lampunya. Bu Prasojo keluar perlahan karena halamannya tampak gelap, takut tersandung sesuatu. Tapi tiba2 seseorang memegang lengannya.

"Ibuuuu... apa kabar?"

"Kamu? Kamu masih disini ? "

"Iya bu, menunggu dari pagi, haus lapar, simbok nggak mau bukain pintunya, juga nggak mau nyalain lampu. Jahat banget simbok sama Dewi."Lampu teras sudah menyala karena si sopir sudah memberi tau simbok bahwa ibu Prasojo sudah datang.

Bu Prasojo mengamati Dewi dengan heran, karena penampilannya sungguh tidak pantas.Seperti simbok, iapun hampir tidak mengenalinya. Hanya karena bu Prasojo sudah dikasih tau tentang datangnya Dewi maka dia tau bahwa dihadapannya adalah Dewi.

"Mau apa kamu kemari? Ingat, jangan lagi berbuat yang tidak2 atau mengganggu anak dan menantuku lagi."

"Aduh ibu, Dewi kemari justru akan mengingatkan ibu,"

"Mengingatkan apa?"

"Boleh saya duduk bu, walau di teras Dewi juga mau karena sudah ada ibu, soalnya Dewi mau menun jukkan sesuatu pada ibu."

 

#adalanjutannyaya#

 

 

 

 

Tuesday, December 25, 2018

SEPENGGAL KISAH 100

SEPENGGAL KISAH  100

(Tien Kumalasari)

Asri meletakkan barang belanjaannya karena terasa berat kalau harus berhenti. Ia sibuk mengingat ingat, siapa yang ada dihadapannya. Seorang perempuan cantik, yang tidak muda lagi, tapi berdandan sangat modis. Berkacamata hitam yang besar..

"Siapa ya?" Asri yang tak segera menemukan jawaban segera bertanya.

"Masa lupa sama aku Asri, bener.. nggak ingat sama sekali?" 

Asri menggeleng, sedikit ingat, tapi banyak lupanya..

Wanita itu membuka kacamatanya.

"Aku Dewi Asri.... Dewi..." kata wanita cantik itu sambil tersenyum.

"Oh... mbak Dewi... ya ampun... ya.. ya.. waduh.. betul2 aku pangling mbak, habis mbak Dewi masih kelihatan sangat cantik, seperti gadis belasan tahun saja." kata Asri.

"Hahahaaa... jangan meledek Asri.. masa aku seperti gadis belasan tahun ?"

Asri ikut tertawa, tapi entah mengapa, ada rasa tidak enak ketika bertemu wanita ini. Mungkin Asri teringat masa lalunya yang menyakitkan sebelum ia menjadi isteri Bowo. Dewi sangat ingin menjadi isterinya dan mengaku telah mendonorkan darah bagi bu Prasojo ketika mertuanya itu mengalami kecelakaan. Asri juga heran melihat penampilan Dewi yang agak seronok dan kurang pantas dibandingkan dengan usianya yang tidak muda lagi. Make up yang tebal, pakaian yang bagaikan anak muda belasan tahun saja. Celana pendek, T shirt tanpa lengan, kacamata hitam yang hampir menutupi seluruh wajahnya.. aduhai..

"Kamu memandangi aku seperti sedang melihat hantu saja Asri, aku aneh ya?"

"Ma'af mbak, mbak Dewi cantik kok.. masih cantik seperti dulu.. aaku ,, cuma kagum."

"Baiklah, aku dulu mendengar kamu menikah sama mas Bowo, tapi aku nggak diundang kok, ya sudahlah, memang mereka masih marah sama aku. Tapi aku sudah mendapatkan gantinya lho. Suamiku pengusaha yang juga kaya, yang memanjakan aku dan menuruti semua kemauanku, aku bahagia Asri."

"Ikut senang mendengarnya mbak, putranya sudah berapa?"

"Kami keluarga yang tidak suka anak. Aku dilarang punya anak oleh suamiku, katanya anak itu merepotkan."

Asri tercengang mendengar pendapat seperti itu. Bukahkah punya anak itu membahagiakan? Tapi kan pendapat setiap orang berbeda, hanya saja pendapat ini terasa agak aneh bagi Asri.

"Oh ya mbak, saya permisi dulu, bawa belanjaan banyak dan belum sempat masak nih."

"Mengapa terburu buru Asri, kan kita belum sempat ceritera banyak?"

"Kan bisa lain kali mbak, kapan2 mampirlah kerumah supaya bisa ngobrol lebih lama."

Asri kemudian menyesali kata2nya mempersilahkan Dewi mampir. Obrolan bersamanya terasa tidak membuatnya nyaman, dan diam2 Asri berdo'a mudah2an Dewi tidak tertarik untuk mengunjunginya.

"Oh ya, jangan khawatir, suatu hari aku pasti kerumahmu, aku sudah tau rumahmu lho,"

"Sudah tau?" Asri heran tapi juga kecewa, do'anya tidak terkabul.

"Aku pernah mengikutimu setelah kamu selesai makan2 dirumah makan .."

"Ohh??"

"Baiklah Asri, sampai jumpa,"

Dewi berlalu, masuk kedalam sebuah mobil mewah dan menyetirnya sendiri. Rupanya Dewi sudah menemukan hidup berkecukupan melebihi impiannya tentang Bowo ketika itu. Asri menata kembali bawaannya dan membawanya masuk kemobil.

Namun sepanjang perjalanan pulang itu ada rasa tak enak menggayuti pikirannya. Ia pernah mengikutinya ketika pulang dari makan2. Mengapa harus mengikutinya? Kebetulan atau memang disengaja? Asri mengibaskan perasaan yang tidak2. Menuju rumahnya dan menyelesaikan semuapekerjaannya.

 

"mBok, mobilku sudah disiapkan?" tanya bu Prasojo kepada simbok, pembantunya.

"Sudah dari tadi bu,"

"Baiklah, hari ini ada arisan lagi, kamu boleh masak apa sesukamu mbok, kamu kan sudah tau aku sukanya makan apa?"

"Semur kentang sama bola2 daging bu, bahannya sudah ada di almari es."

"Ya, boleh saja, awas ya, jangan terlalu asin, kamu itu kalau masak tidak diawasi pasti keasinan. Apa kamu masih pengin kawin?"

Simbok terkekeh. :" Masa bu, sudah  berlipat lipat kulit simbok begini masih pengin kawin? Nanti bisa jadi bahan tertawaan."

"Iya, kata orang2 jaman dulu, kalau masak keasinan tandanya pengin kawin."

Simbok masih tertawa sambil mengangkut pirig dan gelas kotor yang ada dimeja, bekas sarapan majikannya.

"Ya sudah aku pergi dulu, nanti kalu bapak menelpon, suruh menghubungi ponsel saja ya mbok."

"Baik bu."

"Jangan lupa kunci pintunya, jangan boleh ada orang yang kamu nggak kenal masuk kerumah ya, jaman sekarang banyak orang jahat pura2 bertamu lalu mengangkuti semua barang2 ."

"Baklah bu."

Simbok mengikuti majikannya dan menunggu sampai mobil yang ditumpanginya berlalu, kemudian masuk kembali kerumah dan mengunci semua pintu. Kemudian ia mencuci semua piring gelas yang kotor, untuk kemudian memasak didapur. Semua harus selesai sebelum bu Prasojo kembali kerumah.

Namun sebelum Simbok masuk kedapur, bel tamu berdering, tergopoh simbok berlari kedepan. Dari balik kaca dilihatnya seorang wanita cantik, tapi simbok tidak mengenalinya. Simbok teringat pesan majikannya, bahwa ia tak boleh membukakan pintu bagi siapapun yang ia tidak mengenalnya. Jadi ia harus kembali kebelakang tanpa perlu membukakan pintu untuk tamu itu.

"Heeiiii..." 

Simbok berhenti, mendengar tamu itu berteriak. Dilihatnya wanita itu kenggedor pintu rumah dengan keras.

"mBok, buka pintunya donk, aku mau masuk,"

Simbok diam, mengamati wanita itu dari balik kaca, dan mengingat ingat, apakah tamu itu pernah datang kemari. Tapi simbok tidak ingat sama sekali, karena itu ia melangkah kembali kebelakang.

"mBok, gimana to... mbooook..." pintu itu digedor lagi lebih keras. Simbok ketakutan. Mau membuka pintu takut, mau mendiamkan saja juga takut suara kerasnya wanita itu.

"Ma'af nyah, nyonya ini siapa? Mau cari siapa?"

"Waduh, simbok ini gimana, aku mau cari ibu, bu Prasojo. Aku ini Dewi mbok, Dewi !!"

Simbok mengamati lebih seksama. Ia ingat nama Dewi, gadis yang dulu hampir menjadi isteri tuan mudanya. Tapi kok nggak sama ya?

"Gimana simbok ini, masa lupa sama aku mbok, dulu aku ini pernah jadi calon isterinya mas Bowo. Coba amati jelas mbok, apa kamu kira aku mau merampok?" kata Dewi sambil tetap menggedor pintu.

"Ma'af nyah..."

"Nyah.. nyah... panggil aku bu Dewi.. bukan "nyah".. waduh simbok gimana to, mana ibu? Panggil ibu saja."

"Ibu sedang pergi nyah..eh..bu..."

"Kemana?"

"Arisan barangkali, tadi ibu pesan .. simbok tidak boleh membukakan pintu bagi siapapun yang simbok tidak kenal.. jadi ma'af ya bu, kalau mau ibu menunggu diluar saja."

"Heeiii.. mbok.. aku mau memberikan informasi penting buat bu Prasojo, jadi biarkan aku menunggu didalam."

"Ma'af bu, simbok tidak berani, silahkan menunggu di teras saja."

Simbok kembali masuk kedalam tanpa mau membukkan pintu. Dan Dewi terpaksa duduk diteras depan sambil mengipas kipas karena udara memang sangat panas.

#adalanjutannyalho#

 

 

SEPENGGAL KISAH 99

SEPENGGAL KISAH  99

Pak Marsam mencari kedalam. Biasanya Pandu pulang sendiri karena sekolahnya tidak jauh, dan memang ia bersalah karena agak terlambat menjemputnya. Asri masih berpegangan pada daun pintu itu, tidak menjawab kata2 pak Marsam.Pandu memang belum pulang.

"Asri... Pandu belum pulang?" pak Marsam mulai cemas melihat raut muka Asri yang pucat pasi.

"Belum... mengapa bapak terlambat menjemputnya?" keluh Asri lemas..Ia ingin marah, tapi tak tau harus marah sama siapa. Ia sangat cemas..

"Waduh, ini salah bapak, biar bapak cari dulu dia," pak Marsam bergegas keluar, tanpa membawa sepeda motornya. Asri terduduk lemas, tak mampu menggerakkan tubuhnya. Banyak hal membayang dalam angan2nya. Diculik.. jalan2 sama temannya.. atau apa...

Setelah menguatkan hatinya, Asri berdiri dan melangkah keluar .. ia menyusuri jalan menuju ketempat sekolah anaknya. 

Ia tak perduli pakaian rumah yang dikenakannya, tak perduli sandal japit yang menempel dikakinya, Asri terus saja melangkah sambil matanya melihat kesana kemari barangkali ada terlihat bayangan Pandu kecil sedang bermain atau apa. Namun sampai didepan sekolah Pandu, tak ditemukannya anaknya. Dipintu masuk dilihatnya satpam sedang bebicara dengan ayahnya.

"Bagaimana pak?" tanya Asri pada bapaknya.

"Bapak satpam ini nggak tau, bagaimana mungkin seorang murid keluar dari sini tanpa diketahui olehnya," gerutu pak Marsam.

"Apakah ada orang yang menjemputnya?" Asri bertanya kepada satpam itu.

"Ma'af bu, saya benar2 tidak tau, biasanya Pandu juga pulang sendiri, jadi saya kurang memperhatikannya."

"Dulu dia sering pulang sendiri, tapi sekarang hanya aku yang bisa menjemputnya, dan juga ibunya sendiri." kata pak Marsam kesal.

Asri menarik tangan bapaknya dan mengajakn ya pergi, karena tak ada gunanya berdebat dengan satpam yang tidak tau apa2 itu.

Asri menitikkan air mata sepanjang jalan pulang.

"Ayo kita lapor ke polisi saja nduk,"

"Baiklah pak, kita pulang saja dulu, ambil mobil baru kesana."

Namun begitu keduanya memasuki halaman rumah, dilihatnya pintu depan terbuka lebar. Asri berdebar. Tadi ia hanya membuka separo, mengapa bisa jadi terbuka lebar? Jangan2 ada orang jahat memasuki rumahnya.

Asri melangkah tergesa gesa, lalu memasuki rumah dengan hati2, takut kalau ada orang jahat ada didalamnya. Namun tiba2 :"Horee ibu sudah pulaaang,"

Asri dan pak Marsam terpana. Pandu berjingkrak kegirangan dan memeluk ibunya erat2. 

"Kamu pulang lewat mana Pandu?" tanya kakeknya.

"Ibu mencari kamu disekolah dan tak seorangpun tau kamu pergi kemana." tegur Asri kesal.

"Ada Nancy ..."

Asri dan pak Marsam melihat kesudut ruangan, dilihatnya Nancy sedang duduk dan tersenyum kearah mereka.

"Nancy? "

Nancy bangkit dan menyalami mereka.

"Mengapa kamu menjemput Pandu tanpa sepengetahuan kami? Kami hampir melaporkannya ke polisi," kata Asri tak senang.

"Ma;af ibu, tadi ketika Nancy lewat, Nancy melihat Pandu ditepi jalan sedang menoleh kesana kemari, tampaknya dia menunggu jemputan. Lalu Nancy tawarkan untuk mengantarnya pulang, karena Nancy memang ingin main kemari."

"Tapi kenapa tidak ketemu bapak, harusnya kalau langsung pulang kan pasti berpapasan dengan bapak." pak Marsam tak kalah kesalnya.

"Pandu mengajak beli bola ditoko sebelah selatan sekolah, lalu pulangnya memutar tidak lewat jalan didepan itu."

"Pandu yang minta ibu, ibu jangan marah ya," Pandu yang melihat ibunya seperti marah segera merangkul ibunya kembali. Luluh hati Asri seketika. 

"Ibu sangat cemas Pandu, ibu takut kehilangan kamu."

"Ma'afkan Nancy ibu," 

"Baiklah, kali ini ibu ma'afkan kamu Nancy, tapi lain kali ibu tidak mau kamu melakukannya lagi. Kasihan bapakku kebingungan mencari kesana kemari, dan ibu hampir mati ketakutan."

"Baiklah, tidak akan Nancy ulang ibu,"

"Sekarang Pandu cuci kaki tangan dan ganti bajumu,"

"Baiklah, ayo kakek," Pandu menarik tangan kakeknya diajaknya kebelakang.

Nancy yang merasa bahwa suasananya sangat tidak mengenakkan kemudian meminta pamit.

"Ibu, Nancy minta pamit dulu, dan sekali lagi ma'af."

"Sudah.. lupakan saja, mengapa pamit sekarang? Ibu sudah masak dan sa'atnya Pandu makan siang, kamu harus menemani dia makan." ramah suara Asri setelahnya.

"Tapi.."

"Sudahlah, duduk dulu disini, tunggu Pandu berganti pakaian. Tadi juga ada ayam goreng kiriman neneknya Pandu."

Nancy terpaksa duduk kembali. Ia kagum pada ibunya Pandu, tadi sangat marah, tapi kemudian bisa berbalik jadi ramah. Perempuan ini baik sekali. Pantas kalau papanya mencitai dia. Pikir Nancy. Nancy ingin mengucapkan sesuatu tapi diurungkangnnya. Lebih baik ia pura2 tidak tau tentang hubungan Damar dan Asri.

Siang itu udara sangat panas. Asri mempir dirumah makan kesukaan Pandu untuk membeli satu dua cup besar es krim. Pasti Pandu senang. Setelah Pandu menghilang kemarin, Asri rasanya enggan melepas anaknya pergi, karenanya daripada nanti minta kakeknya untuk mampir untuk membeli kesukaannya, lebih baik disediakan dirumah saja. 

Asri menenteng ta belanjaan besar, masih ditambah tentengan eskrim ditangan kirinya. Tapi tiba2 Asri teringat masih ada satu tas lagi yang ketinggalan. Tas itu berisi sayuran yang akan dimasaknya besok pagi.

Bergegas Asri kembali masuk kedalam rumah makan, dan melihat belanjaannya masih tertinggal disana, didepan gerobag eskrim dimana dia tadi membelinya. Asri mengambilnya dan tampak keberatan membawanya. Baiklah, harus ditata dulu supaya gampang membawanya.

Asri meletakkan semua barang belanjaannya, dan menentengnya satu demi satu.

Tiba2 seseorang menepuk bahunya dari belakang. Asri menoleh dan terkejut. Ia mencoba mengingat ingat, siapa dia itu.

"Biar aku bantu membawakan belanjaanmu," sapanya sambil tersenyum.

Asri masih mengingat ingat siapa dia.



Monday, December 24, 2018

SEPENGGAL KISAH 98

SEPENGGAL KISAH  98

(Tien Kumalasari)

Pagi hari itu setelah mengantar Pandu sekolah, Asri langsung belanja kepasar. Tak banyak yang harus dibelinya karena suaminya sedang tak ada dirumah. Tiba2 seseorang menepuk pundaknya. Asri terkejut, ternyata Danik.

"Kamu buat orang terkejut aja Danik,"

Danik Tertawa " Terkejut ya, kasihaaaan," 

"Kamu mau belanja? Jauh banget pasar ini dari rumahmu Dan....lagi pengin jalan2?"

"Aku tuh mau kerumahmu, ngelihat kamu disini, ya udah aku berhenti dulu disini. "

"Oh gitu, hayuk kerumah sekarang kalau gitu,"

"Nggak usah, ayo kita sarapan saja diwarung itu, kayaknya enak, itu soto kan? Sudah lama aku pengin makan soto"

"Baiklah, apa sih yang enggak buat kamu," kedua sahabat itu tertawa sambil memasuki warung makan yang ada didekat pasar itu.

Mereka duduk agak dipojok. Asri yakin ada hal penting yang ingin disampaikan sahabatnya ini. 

"Ada yang penting ya?" tanya Asri setelah memesan makan dan minum. 

"Nggak sih, cuma mau ngobrol ringan aja. Apa kabarmu?"

"Baik. Kok kamu kelihatan agak gemuk ya? Kamu hamil lagi?" Danik tertawa terkekeh kekeh :

"Mana bisa aku hamil lagi, anakku tiga sudah cukup. Kamu itu yang baru satu, "

"Aku kan sudah tua, kalau aku hamil lagi akan banyak resiko yang harus aku tanggung. Apa aku masih kuat mengejan? Jangan gila kamu." Dan merekapun tertawa tawa..

"Aku tau Damar sering pulang ke Solo," kata Danik tiba2, dan Asripun berdebar debar.

"Darimana kamu tau?"

"Damar itu sering menelpon aku, biar aku sering marahin dia, masih saja dia suka ngoceh yang enggak2. Aku pikir dia itu nggak sepenuhnya waras."

Asri tak menjawab. Tertunduk lesu. Ia menghirup teh panas yang baru dihidangkan.

"Aku ingin mengingatkan kamu, agar kamu berhati hati. "

"Ya, aku tau.."

Mereka makan dan minum sambil berbicara banyak, Danik wanti2 agar Asri ber hati2, tapi Asri enggan mengatakan bahwa baru dua hari lalu ketemu dia dan ngomong banyak, mengeluh banyak, yang ahirnya sangat mengganggu sanubarinya.

"Oh ya, kamu kan mau belanja? Ya udah aku juga sekalian mau belanja. Nanti para suami marah kalau kita terlambat menyajikan makan siangnya."

"Mas Bowo lagi di Jakarta,"

"Oh ya? "

"Tapi besok dia pulang kok, cuma tiga hari disana katanya,"

"Syukurlah, kalau besok sudah pulang, sekali lagi aku ingatkan kamu, agar berhati hati, Asri"

 

Ketika telephone rumah berdering, pak Marsam yang menerimanya, telephone itu dari Bowo.

"Hallo bapak, Apa kabar? Bapak sehat?" suara Bowo dari seberang.

"Iya nak, bapak sehat, nak Bowo dan pak Prasojo juga baik2 saja kan?"

"Iya pak, Kami sehat. Boleh berbicara sama Asri?"

"Oh, Asri baru kepasar nak, mungkin sebentar lagi pulang."

"Oh, baiklah, saya akan telepone ke ponselnya saja. Cuma mau ngabarin kalau kami tidak bisa pulang besok, mungkin baru seminggunan lagi, karena urusan belum selesai."

"Oh, iya nak.. baiklah.. nak Bowo telepone langsung aja sama Asri."

Ketika Asri pulang dari pasar, ternyata Bowo sudah mengabarinya tadi. Ada perasaan tak enak setelahnya, karena sang suami akan agak lama perginya. Bowo mengatakan semingguan.. berarti belum tentu seminggu, bisa lebih.

"Ya sudah nggak usah sedih, nak Bowo kan pergi karena urusan pekerjaan, kok kamu jadi sedih begitu, seperti mau ditinggal setahun saja," ujar pak Marsam.

Asri tersenyum dan mengangguk. Pak Marsam tentu saja tidak tau apa yang dipikirkan anaknya. Seperti pesan Danik tadi, ia takut Damar akan mengganggunya ketika suaminya sedang tidak ada dirumah. Ia kedapur dengan perasaan gelisah. Sungguh Asri tidak bisa membenci Damar, kisah sedih yang diceriterakan sangat membuatnya trenyuh. Rasa trenyuh itu mengalahkan rasa takutnya apabila suatu sa'at nanti Damar mengganggunya. Asri bingung dengan perasaannya.

"Asri, bapak mau menjemput Pandu sekarang,. kayaknya sudah terlambat nih." tiba2 pak Marsam membuyarkan lamunannya.

"Oh, iya pak, sudah lebi 10 menit lho pak, nanti Pandu jalan kemana mana kalau bapak belum sampai disana."

"Ya..ya.. pasti Pandu nungguin kakeknya kok."

"Oh.. ya pak, baiklah, hati2 ya pak, dan jangan mampir kemana mana,"

"Baiklah," jawab pak Marsam sambil berlalu.

Asri melanjutkan memasak didapur. Agak kesiangan, jadi masak yang gampang2 saja supaya Pandu bisa segera makan begitu dia pulang nanti..

Masakan itu sudah siap, dan Asri menatanya dimeja. Ia ingin segera bertemu Pandu, mendekapnya untuk menguatkan hatinya. Ia merasa tiba2 hatinya lemah. Ia benci perasaan ini.

Ting tong... itu suara bel rumah, pertanda tamu datang. Bergegas Asri kedepan dan membukakan pintu. Didepan sudah berdiri bu Prasojo mertuanya, yang kemudian memeluknya erat.

"Ibu, masuklah.."

"Ibu hanya sebentar, tapi ibu masak goreng ayam kesukaan Pandu, nih.. ibu bawakan.."

"Ya ampun bu, iya bener, ini kesukaan Pandu, ibu memasak sendiri?"

"Ya donk, untuk cucu ibu harus tangan ibu sendiri yang memasaknya." 

Asri tertawa senang. Ia menerima sekotak ayam itu dan meletakkannya dimeja makan."

"Nanti ibu sekalian makan siang disini kan?"

"Ma'af Asri, besok saja ibu kesini agak lama, tadi ada temen ibu arisan mau nyamperin siag ini,"

Asri tersenyum, semakin tua ibunya masih juga aktif berkumpul dengan teman2nya untuk arisan atau apalah. 

"Jadi ibu mau langsung pulang?"

"Iya Asri, ma'af, sebetulnya ibu kangen sama Pandu, tapi ibu janji besok mau kesini seharian. Oh ya, bapakmu tadi menelpon bahwa tidak bisa pulang besok."

"Iya, mas Bowo juga sudah menelpon tadi."

"Semoga urusannya segera selesai sehingga pulangnya tidak mundur2 lagi ," ujar bu Prasojo sambil berlalu.

Asri meggeleng gelengkan kepalanya. Ibu mertuanya masih bersemangat untuk pergi kemana mana. Tapi untunglah sekarang ada sopir pribadi yang bisa menemaninya.

Ketika Asri mau masuk kerumah, didengarnya sepeda motor butut ayahnya memasuki halaman.Tapi Aasri heran, di boncengan pak Marsam tidak kelihatan Pandu anaknya.

"Asri... Pandu sudah pulang? Disekolah tadi sudah nggak ada."

Asri terkejut bukan alang kepalang. Dipeganginya daun pintu rumahnya agar tubuhnya tidak jatuh tersungkur.

  #adalanjutannyaya#


Sunday, December 23, 2018

SEPENGGAL KISAH 97

SEPENGGAL KISAH  97

(Tien Kumalasari)

Pak Marsam heran, Asri pulang tanpa membawa belanjaan, wajahnya kusut dan muram, entah apa yang dipikirkannya.

"Lho, kamu tadi katanya belanja, lha mana belanjaannya?" 

Asri bingung untuk menjawabnya. Karena pikirannya kacau dia tak jadi belanja dan langsung pulang. Tapi apa yang harus  dijawabnya ketika ayahnya bertanya?

"nDuk... "

"Oh.. eh.. ya ampun pak.. itu.. itu.. dompet... dompet..."

"Kamu kecopetan? " tanya pak Marsam cemas.

"Oh.. bukan pak.. itu.. dompet.. ketinggalan..." akhirnya Asri menemukan jawaban.

"Walaah... dompet kok bisa ketinggalan. Namanya orang mau belanja itu yang dipikir pertama kali kan harus membawa uang, lah kok malah ketinggalan," omel pak Marsam.

"Iya, Asri linglung..." lalu Asri masuk kedalam kamarnya. Pak Marsam mengikuti dari belakang.

"Lalu kamu mau kembali lagi ..  sekarang?"

"Nggak pak, besok saja, sudah terlanjur capek..,"

"Ya sudah, istirahat saja .. bapak mau menjemput anakmu dulu."

"Ati2 ya pak..." 

"Ya.. " jawab pak Marsam sambil berlalu.

Namun sepeninggal pak Marsam hati Asri gelisah sekali. Pikirannya masih terbawa oleh cerita Damar yang memilukan. Kedua orang tuanya terbunuh, harta nyaris dikuasai, berpisah dengan isteri, punya anak hasil hubungan gelap isterinya dengan seorang bule.  Kepala Asri mendadak sangat pusing. Diambilnya obat gosok dan dibalurkannya pada belakang kepala dan sekitarnya. Aroma minyak angin itu diharapkan bisa sedikit menyegarkan pikirannya. Tapi bayangan wajah Damar yang memelas masih saja menghantuinya.

"Ya Tuhan..." Asri mengeluh. :"Mengapa semua ini bisa terjadi?" 

Asri yang tadinya marah karena merasa diganggu, berbalik menjadi kasihan mendengar kisah sedihnya.

"Ibu.. ibu.. lihat..nilai Pandu seratus lagiii," teriak Pandu begitu masuk kekamar ibunya.

Asri terkejut. Ia bangkit dan dipeluknya Pandu erat2. Buah hatinya ini harus bia menguatkan hatinya. Jangan goyah, jangan terpecah...

"Ibu, lihat dulu nilainya.." dengan bersemangat Pandu mengeluarkan lembar ulangan yang ada nilai seratus diatasnya.

"Oh, anakku sayang, anak ibu pintar.. hebat sekali Pandu, kamu harus selalu begini ya, nilai bagus, pasti bapak sama ibu senang."

"Besok Pandu pasti dapat seratus lagi."

"Bagus Pandu. Sekarang kamu harus ganti baju, cuci kaki tangan pakai sabun ya."

"Ibu sakit?"

"Nggak... apa ibu seperti orang sakit?"

"Bau minyak angin.."

"Oh, cuma sedikit pusing.. nggak apa2.. ayo sana ganti bajumu."

Pandu berlari kebelakang, dan Asri merebahkan lagi tubuhnya. Kepalanya masih terasa sakit. 

Pagi itu Ongky menegur Damar karena banyak urusan pekerjaan yang belum diselesaikan. 

"Ada apa kamu ini Damar, tak biasanya pekerjaan terbengkalai seperti ini."

"Ma'af mas, aku lagi sakit.."

"Sakit hati atau sakit beneran ?"

"Dua2nya..."

"Damar, kamu itu harus tegar. Apapun yang terjadi itu memang sudah harus terjadi, dan kita harus bisa menerimanya. Hidup terus berjalan dan kita tidak boleh tenggelam dalam mimpi2 buruk."

"Ya mas.."

"Wajahmu pucat, kurang tidur itu."

"Ya.."

"Dari tadi ya..ya.. melulu.."

"Aku sudah bertemu dia."

"Dia siapa ?"

"Asri.." 

Ongky terkejut bukan alang kepalang. Asri bukan nama yang asing baginya. Ia pernah mencintai gadis penjual bunga dengan nama Asri. Mungkinkah orang yang sama?

"Namanya Asri?'

"Ya, kenapa?"

Ongky mengeluarkan ponselnya dan menunjukan sebuah photo. 

"Aku juga punya yang namanya Asri, ini..."

Damarpun terkejut.:"Mas Ongky mengenal dia?"

"Ini? Ya kenal donk, dulu aku hampir melamarnya.."

"Apa "

"Ya, aku hampir melamarnya. Gadis ini benar2 hebat, dia dicintai oleh tiga lelaki sekaligus."

Damar tidak mengerti makssud Ongky. Lalu Ongky menceriterakan semuanya, perkenalannya dengan Asri, lalu sa'at ingin melamar ternyata Asri itu kekasih sahabatnya.. dan sekarang masih ada lagi lelaki yang mencintai Asri.. Ongky menggeleng gelengkan kepalanya setelah berceritera, dan Damar hanya terbengong bengong.

"Dulu waktu aku bilang mau ke undangan teman, tapi kamu kebetulan pergi ke Amerika.. ya Asri itu yang menikah.."

Damar masih saja terbengong. Begitu rumit kisah cinta ini..

"Sekarang lupakan dia, seperti aku juga melupakannya. Kalau kita mencintai seseorang, maka kita harus bisa melihatnya bahagia. Dan Asri sudah berbahagia bersama suaminya."

Tapi Damar yang kacau batinnya berfikir lain. Kalau aku mencintainya maka aku harus memilikinya.

#adalanjutannyaya#

Saturday, December 22, 2018

SEPENGGAL KISAH 96

SEPENGGAL KISAH  96

(Tien Kumalasari)

Asri benar2 terkejut. Ia memundurkan mobilnya dan bermaksud pergi dari sana. Tapi seseorang itu telah menghadang didepannya.

"Apa maksud kamu Damar," kesal Asri menegurnya, sambil membuka kaca mobilnya.

"Asri, turunlah sebentar, aku hanya ingin bicara," Damar memohon.

"Bicara apa lagi Damar, aku kira tak ada lagi yang harus dibicarakan,"

"Tolonglah Asri,"

"Damar, kamu yang harus menolong aku, sungguh ini tidak baik Damar, aku bersuami, tolong hentikan semuanya,"

"Asri.. aku tak akan pergi dari sini, lindas saja aku dengan mobilmu, aku rela mati ditanganmu,"

Asri terperanjat, ancaman Damar tak pernah main2. Ia tau Damar akan nekat. Tak ada jalan lain, ia hars turun.

"Terimakasih Asri," kata Damar sambil tersenyum, :" Kemarikan kunci mobilmu, aku akan mencarikan tempat parkir yang longgar."

Asri menurut, ia tak bisa menolak, banyak mobil akan keluar dari situ dan mobilnya menghalangi mereka. Ingin Asri lari setelah menyerahkan kunci mobilnya, tapi ia yakin Damar akan berteriak teriak dan membuatnya malu. Asri menyerah, baiklah ia mendengar apa yang ingin Damar bicarakan. Hatinya kacau, dan berfikir, bagaimana caranya agar ia bisa menenangkan Damar.

Mobil itu telah mendapatkan tempat parkir, Damar turun dan menyerahkan kuncinya, lalu menggandeng Asri masuk kesebuah rumah makan yang ada dikompleks pertokoan itu.

"Lepaskan tanganmu," Asri meronta, Damar melepaskannya.

Mereka duduk berhadapan, lalu Damar memesan minuman dan makan. Ia masih ingat apa minuman kesukaan Asri, ia juga ingat makanan apa yang Asri suka. Namun kepala Asri terasa pusing. Terbayang wajah Bowo yang sedang berada ditempat jauh, terbayang semua kasih sayangnya, terbayang semua pengorbanannya untuk mendapatkan dirinya dulu. Bowo tak ada cacat celanya.Ia adalah suami dan ayah yang sempurna. Dan wajah Asripun muram. Kesal terhadap laki2 yang sekarang duduk dihadapannya.

"Damar, aku tidak punya banyak waktu, suamiku sedang tidak ada dirumah... dan..." Asri tiba2 terkejut karena telah mengatakan bahwa suaminya sedang tidak ada dirumah, jangan2 hal itu akan dimanfa'atkan Damar untuk mengganggunya.

"Haa.. tidak ada dirumah? Berapa lama?"

"Itu bukan urusanmu Damar, sekarang katakan apa yang kamu inginkan."

"Asri, tataplah wajahku, sebentar saja,"

Tapi Asri memandang ketempat lain.

"Kamu masih cantik seperti dulu," itu kata2 yang diucapkannya waktu berada dipesta Danik, Asri ingin lari...tapi situasi disekeliling tempat itu tak mengijinkan.

"Dan aku yakin kamu masih mencintai aku,"

"Bohong !! "keras Asri berteriak, dan beberapa orang menoleh kearah mereka. Asri tertunduk dan menahan kekesalan hatinya. Entah sampai kapan keadaan akan seperti ini. Asri berfikir, bagaimana caranya lepas dari lelaki ini.

"Jangan bohong Asri, cinta pertama itu sangat sulit dilupakan bukan?"

"Damar, aku tidak melupakan kamu, tapi aku sudah bersuami, dan kamu juga sudah bersteri, sudah punya anak.."

"Dulu kamu bilang salah, aku pernah menikah, isteriku punya anak, tapi aku tidak punya cucu, siapa bilang aku punya cucu?"

"Damar..."

"Asri,  aku menikah dengan Mimi tidak lama.Mimi sudah mengandung anak orang bule ketika menikah dengan aku, lalu aku ceraikan dia."

Asri mengangkat mukanya, ia teringat Danik pernah berceritera tentang sedikit kisah Damar dan Mimi. 

"Anak itu sudah besar, wajahnya seperti indo, memang dia indo."

Seorang pelayan menghidangkan semua pesanan Damar, dan Damar menyodorkan mana yang untuk Asri dan mana untuk dirinya.

"Minumlah dulu," ujar Damar, dan Asri meneguknya karena tenggorokannya memang terasa kering.Damar juga meminumnya, hampir segelas habis diteguknya. Lalu Damar melanjutkan bicaranya.

"Dia menganggapku ayahnya, dan aku tidak sampai hati melukai hati gadis polos itu. Aku biarkan dia menemuiku kadang2, dan memanggilku papa, sampai nanti aku bisa mengatakan padanya bahwa aku bukan ayah kandungnya."

Asri tetap memandangi Damar, ia melihat masih ada sisi baik dari hati bekas kekasihnya ini. Dan ia juga melihat mata Damar berkaca kaca ketika menceriterakan semua kisahnya. Juga ketika ia mengatakan bahwa sesungguhnya kedua orang tuanya meninggal karena dibunuh. Ya Tuhan, Asri menghela nafas panjang. Terlalu sedih mengalami nasib seperti Damar... Hati kecilnya merasa iba, ternyata begitu menyedihkan semua yang dialami Damar. Mata kesalnya mulai meredup, sungguh ia merasa kasihan pada laki2 ganteng yang  matanya sendu dan sedang mengadukan nasibnya ini. Kemarahannya lenyap perlahan.

"Aku hanya ingin mengatakan ini.." lirih suara Damar dan bergetar. Namun hati Asripun tergetar. Senyum menawan yang biasanya terssungging dibibirnya itu terlihat kering, kerontang bagai kemarau tak mengenal hujan.

"Damar, aku sangat prihatin mendengar kisahmu. Aku tidak menyangka .. bahwa kamu sangat menderita. Tapi kamu harus tabah Damar, kamu seorang yang kuat, Kamu perkasa, aku tau sejak dulu bahwa kamu laki2 yang tidak gampang menyerah. Jadi tetaplah menjadi Damar yang dulu."

"Dulu aku tidak akan menyerah, dan ingin membawa kamu lari, sampai ketika seorang laki2 mengatakan dirumah sakit itu, bahwa kamu adalah calon isterinya."

Astri terperanjat. Dulu.. ketika dirumah sakit itu, ketika kakinya patah.. dan Mimi mengamuk, Bowo mengucapkan kata2 itu untuk mengusir Mimi, dan ternyata Damar mendengarnya?

"Aku berada diluar pintu, menutupi wajahku dengan topi lusuh agar Mimi tidak melihatku, tapi aku hancur mendengar laki2 itu berkata demikian. Aku goyah, kehilangan semuanya, lalu aku pasrah pada nasibku, menuruti apa saja kemauan om Surya.. Aku seperti boneka tanpa nyawa, tanpa rasa.. mengalir kemana nasib membawaku... dan ternyata om Surya lah pembunuh kedua orang tuaku, lalu berusaha merebut hartanya..

"Aku tidak bisa melupakan kamu Asri, tidak bisa..." 

"Damar, ya sudahlah, nasib membawa kita kejalan yang berbeda, kamu orang baik, berjalanlah dijalan yang baik juga. Aku hanya bisa berdo'a agar kamu segera menemukan ketenangan jiwamu, dan hidup berbahagia."

Damar meraih tangan Asri, mengelusnya sejenak, lalu dilepaskannya.

Namun pada sa'at itu, sebuah kamera merekam adengan menyedihkan itu.

 

#ada lanjutannyalho#

SEPENGGAL KISAH 95

SEPENGGAL KISAH  95

(Tien Kumalasari)

Damar menoleh kesana kemari, barangkali bisa menemukan yang dicarinya, tapi tak ada siapapun yang dikenalnya. Nancy tau siapa yang dicari ayahnya, dia juga tau bahwa ibunya Pandu adalah wanita yang dincintainya.

"Mereka sudah pergi,"

"Kemana? Mengapa kamu biarkan mereka pergi?"

"Ibunya Pandu memaksa, karena Pandu baru pulang sekolah. Nancy nggak bisa donk menahannya lebih lama."

Damar merasa sangat kesal dan Nancy tiba2 merasa kasihan. Mengapa papanya masih saja mencintai wanita yang sudah menjadi isteri orang, dan tampak sedih ketika mengetahui bahwa mereka telah pergi.

"Papa, tapi Nancy tau alamat rumahnya.."

 

Ketika selesai makan malam Asri menceriterakan kepada suaminya tentang pertemuannya dengan Nancy. Bowo juga heran mendengar ceritera Asri. 

"Jadi teman barunya Pandu itu kulitnya putih, hidungnya mancung, matanya biru? Padahal bapak ibunya orang Solo?" tanya Bowo.

"Iya mas  itu yang dikatakannya pada Asri tadi." 

"Jangan2 bukan anaknya sendiri,"

"Maksudnya..?"

"Bisa jadi ... dia itu anak angkat.. atau.. anak hasil selingkuh.."

"Iih.. mas Bowo jahat deh, masa mengata ngatai orang selingkuh padahal nggak tau kebenarannya."

Bowo tertawa, " Ma'af, aku kan cuma bercanda..."

 Kehidupan yang bebahagia dan sudah sepuluh tahun lebih itu terasa sangat membuat iri bagi yang melihatnya. Mereka pasangan yang sangat serasi, hidup tenang, saling mengasihi, dan mereka juga baik terhadap sesama. 

"Oh ya Asri, besok aku akan ke Jakarta kira2 tiga atau empat hari,"

"Lho, kok tiba2?"

"Ada urusan perijinan yang harus aku tangani sendiri, tapi aku juga sama bapak kok ..."

"Oh, baiklah, nanti Asri persiapkan bekal mas yang harus dibawa. Cuma tiga empat hari kan?"

"Kamu mau ikut ?"

"Ada2 saja mas ini, kalau aku ikut Pandu bagaimana? Kasihan bapak kalau ditinggal sama Pandu sendiri. Mana Pandu itu sekarang penginnya yang macem2, dan kakeknya nurutin aja maunya cucunya."

"Iya, namanya sama cucu ya begitu itu. Ibuku juga kan sama Pandu juga begitu, apa yang diminta pasti dikasih, ya kan?"

"Iya mas, betul, kakek sama nenek itu nggak ada bedanya kalau sama cucu, maunya manjain terus."

"Lha kamu pengin apa, coba bilang, pansti mas Bowomu ini akan turutin semua yang kamu mau."

Asri tersenyum. Ia tau apa yang dikatakan suaminya bukan gurauan. Tapi Asri bukan wanita yang ingin memperalat cinta suaminya untuk sesuatu yang diinginkannya. Ia selalu menerima apa yang diberikan padanya dan tak pernah menuntut apapun. 

"Mas kan tau, semua itu sudah cukup untuk Asri,"

"Ya, aku tau.. Kamu akan selalu berkata begitu." Bowo mencium tangan Asri dengan penuh kasih sayang. 

"Bapak... besok mau ke Jakarta sama kakek Pras bukan?" tiba2 Pandu nyelonong mendekati ayahnya.

"Kamu nguping ya?" kata Bowo sambil tertawa

"Pandu dengar dari tadi, tapi mau langsung nanya ke bapak, dilarang sama kakek,"

"Kenapa?"

"Katanya Pandu harus nyelesaiin PR Pandu dulu baru boleh kesini."

"Ya benar kakek itu, Masa lagi belajar mau ditinggal kemana mana, lagi ngerjain PR lagi."

"Jadi benar, bapak mau ke Jakarta? Pandu boleh ikut?

"Dengar Pandu, Bapak ke Jakarta itu karena urusan pekerjaan, jadi anak kecil nggak boleh ikut. Lagian Pandu kan nggak libur?" Kata Asri 

"Iya bu, tapi Pandu pengin ke Jakarta lagi."

"Besok kalau Pandu liburan, kita akan sama2 kesana, jalan2.. sama ibu..sama kakek juga.."

"Bener ya pak?" Pandu bersorak, lalu berlari lagi kebelakang .

Pagi itu Bowo jadi berangkat ke Jakarta bersama pak Prasojo. Asri akan pergi belanja, untuk beberapa kebutuhan. 

"Bapak, Asri mau belanja, apa bapak mau ikut?"

"Ya enggak nduk, bapak dirumah saja. Lagian nanti kalau sa'at Pandu pulang dan kamu belum selesai belanja, siapa yang menjemput Pandu?"

"Ya nanti kita jemput sama2, sekalian kalau bapak membutuhkan sesuatu."

"Nggak, bapak nggak butuh apa2, semua masih cukup. Bapak dirumah sajalah."

"Baiklah, hati2 ya pak, nanti kalau Pandu minta apa2 jangan langsung dikasih lho pak, suruh tilpun Asri dulu." 

"Ya, baiklah."

Ketika Asri mau berangkat, telepone berdering, ternyata dari bu Prasojo.

"Hallo bu.."

"Hallo Asri, bapak sama suamimu baru saja berangkat,"

"Iya bu, syukurlah,bu sendirian donk,"

"Nggak apa2 Asri, kamu hati2 dirumah ya, "

"Baik bu, apa ibu mau tidur disini saja menemani Asri?"

"Nggak Asri, disini sudah ada ayahmu, ada Pandu, dan ibu sudah ada simbok, ibu cuma mau berpesan supaya kamu hati2.

"Baiklah, ibu, terimakasih. Ini Asri mau belanja, ibu mau dibelikan apa?"

"Ibu sudah belanja kemarin, masih cukup kok, ya sudah berangkat sana, nanti keburu siang."

Bu Prasojo menutup telephone nya,Asri senang atas perhatian ibu mertuanya. Sekarang  Asri bersiap untuk berangkat untuk belanja. Tempat belanja memang tidak terlalu jauh, tapi Asri membawa mobilnya karena mungkin belanjaannya akan banyak.

Jalanan ramai, dan tempat parkirpun hampir penuh. Untunglah masih ada tempat yang agak kepinggir.

Namu ketika ia baru mau memarkir mobilnya, dibelakangnya sebuah mobil nyelonong dan mendahuluinya memarkir ditempat yang akan dipakai Asri.

Asri merasa kesal sekali, ia ingin mendamprat pemilik mobil itu. Tapi ketika pengendaranya turun, Asri sangat terkejut melihat siapa dia.

#adalanjutannyalho"

M E L A T I 31

  M E L A T I    31 (Tien Kumalasari)   Ketika meletakkan ponselnya kembali, Daniel tertegun mengingat ucapannya. Tadi dia menyebut Nurin? J...