Tuesday, December 25, 2018

SEPENGGAL KISAH 99

SEPENGGAL KISAH  99

Pak Marsam mencari kedalam. Biasanya Pandu pulang sendiri karena sekolahnya tidak jauh, dan memang ia bersalah karena agak terlambat menjemputnya. Asri masih berpegangan pada daun pintu itu, tidak menjawab kata2 pak Marsam.Pandu memang belum pulang.

"Asri... Pandu belum pulang?" pak Marsam mulai cemas melihat raut muka Asri yang pucat pasi.

"Belum... mengapa bapak terlambat menjemputnya?" keluh Asri lemas..Ia ingin marah, tapi tak tau harus marah sama siapa. Ia sangat cemas..

"Waduh, ini salah bapak, biar bapak cari dulu dia," pak Marsam bergegas keluar, tanpa membawa sepeda motornya. Asri terduduk lemas, tak mampu menggerakkan tubuhnya. Banyak hal membayang dalam angan2nya. Diculik.. jalan2 sama temannya.. atau apa...

Setelah menguatkan hatinya, Asri berdiri dan melangkah keluar .. ia menyusuri jalan menuju ketempat sekolah anaknya. 

Ia tak perduli pakaian rumah yang dikenakannya, tak perduli sandal japit yang menempel dikakinya, Asri terus saja melangkah sambil matanya melihat kesana kemari barangkali ada terlihat bayangan Pandu kecil sedang bermain atau apa. Namun sampai didepan sekolah Pandu, tak ditemukannya anaknya. Dipintu masuk dilihatnya satpam sedang bebicara dengan ayahnya.

"Bagaimana pak?" tanya Asri pada bapaknya.

"Bapak satpam ini nggak tau, bagaimana mungkin seorang murid keluar dari sini tanpa diketahui olehnya," gerutu pak Marsam.

"Apakah ada orang yang menjemputnya?" Asri bertanya kepada satpam itu.

"Ma'af bu, saya benar2 tidak tau, biasanya Pandu juga pulang sendiri, jadi saya kurang memperhatikannya."

"Dulu dia sering pulang sendiri, tapi sekarang hanya aku yang bisa menjemputnya, dan juga ibunya sendiri." kata pak Marsam kesal.

Asri menarik tangan bapaknya dan mengajakn ya pergi, karena tak ada gunanya berdebat dengan satpam yang tidak tau apa2 itu.

Asri menitikkan air mata sepanjang jalan pulang.

"Ayo kita lapor ke polisi saja nduk,"

"Baiklah pak, kita pulang saja dulu, ambil mobil baru kesana."

Namun begitu keduanya memasuki halaman rumah, dilihatnya pintu depan terbuka lebar. Asri berdebar. Tadi ia hanya membuka separo, mengapa bisa jadi terbuka lebar? Jangan2 ada orang jahat memasuki rumahnya.

Asri melangkah tergesa gesa, lalu memasuki rumah dengan hati2, takut kalau ada orang jahat ada didalamnya. Namun tiba2 :"Horee ibu sudah pulaaang,"

Asri dan pak Marsam terpana. Pandu berjingkrak kegirangan dan memeluk ibunya erat2. 

"Kamu pulang lewat mana Pandu?" tanya kakeknya.

"Ibu mencari kamu disekolah dan tak seorangpun tau kamu pergi kemana." tegur Asri kesal.

"Ada Nancy ..."

Asri dan pak Marsam melihat kesudut ruangan, dilihatnya Nancy sedang duduk dan tersenyum kearah mereka.

"Nancy? "

Nancy bangkit dan menyalami mereka.

"Mengapa kamu menjemput Pandu tanpa sepengetahuan kami? Kami hampir melaporkannya ke polisi," kata Asri tak senang.

"Ma;af ibu, tadi ketika Nancy lewat, Nancy melihat Pandu ditepi jalan sedang menoleh kesana kemari, tampaknya dia menunggu jemputan. Lalu Nancy tawarkan untuk mengantarnya pulang, karena Nancy memang ingin main kemari."

"Tapi kenapa tidak ketemu bapak, harusnya kalau langsung pulang kan pasti berpapasan dengan bapak." pak Marsam tak kalah kesalnya.

"Pandu mengajak beli bola ditoko sebelah selatan sekolah, lalu pulangnya memutar tidak lewat jalan didepan itu."

"Pandu yang minta ibu, ibu jangan marah ya," Pandu yang melihat ibunya seperti marah segera merangkul ibunya kembali. Luluh hati Asri seketika. 

"Ibu sangat cemas Pandu, ibu takut kehilangan kamu."

"Ma'afkan Nancy ibu," 

"Baiklah, kali ini ibu ma'afkan kamu Nancy, tapi lain kali ibu tidak mau kamu melakukannya lagi. Kasihan bapakku kebingungan mencari kesana kemari, dan ibu hampir mati ketakutan."

"Baiklah, tidak akan Nancy ulang ibu,"

"Sekarang Pandu cuci kaki tangan dan ganti bajumu,"

"Baiklah, ayo kakek," Pandu menarik tangan kakeknya diajaknya kebelakang.

Nancy yang merasa bahwa suasananya sangat tidak mengenakkan kemudian meminta pamit.

"Ibu, Nancy minta pamit dulu, dan sekali lagi ma'af."

"Sudah.. lupakan saja, mengapa pamit sekarang? Ibu sudah masak dan sa'atnya Pandu makan siang, kamu harus menemani dia makan." ramah suara Asri setelahnya.

"Tapi.."

"Sudahlah, duduk dulu disini, tunggu Pandu berganti pakaian. Tadi juga ada ayam goreng kiriman neneknya Pandu."

Nancy terpaksa duduk kembali. Ia kagum pada ibunya Pandu, tadi sangat marah, tapi kemudian bisa berbalik jadi ramah. Perempuan ini baik sekali. Pantas kalau papanya mencitai dia. Pikir Nancy. Nancy ingin mengucapkan sesuatu tapi diurungkangnnya. Lebih baik ia pura2 tidak tau tentang hubungan Damar dan Asri.

Siang itu udara sangat panas. Asri mempir dirumah makan kesukaan Pandu untuk membeli satu dua cup besar es krim. Pasti Pandu senang. Setelah Pandu menghilang kemarin, Asri rasanya enggan melepas anaknya pergi, karenanya daripada nanti minta kakeknya untuk mampir untuk membeli kesukaannya, lebih baik disediakan dirumah saja. 

Asri menenteng ta belanjaan besar, masih ditambah tentengan eskrim ditangan kirinya. Tapi tiba2 Asri teringat masih ada satu tas lagi yang ketinggalan. Tas itu berisi sayuran yang akan dimasaknya besok pagi.

Bergegas Asri kembali masuk kedalam rumah makan, dan melihat belanjaannya masih tertinggal disana, didepan gerobag eskrim dimana dia tadi membelinya. Asri mengambilnya dan tampak keberatan membawanya. Baiklah, harus ditata dulu supaya gampang membawanya.

Asri meletakkan semua barang belanjaannya, dan menentengnya satu demi satu.

Tiba2 seseorang menepuk bahunya dari belakang. Asri menoleh dan terkejut. Ia mencoba mengingat ingat, siapa dia itu.

"Biar aku bantu membawakan belanjaanmu," sapanya sambil tersenyum.

Asri masih mengingat ingat siapa dia.



No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...