Tuesday, December 25, 2018

SEPENGGAL KISAH 100

SEPENGGAL KISAH  100

(Tien Kumalasari)

Asri meletakkan barang belanjaannya karena terasa berat kalau harus berhenti. Ia sibuk mengingat ingat, siapa yang ada dihadapannya. Seorang perempuan cantik, yang tidak muda lagi, tapi berdandan sangat modis. Berkacamata hitam yang besar..

"Siapa ya?" Asri yang tak segera menemukan jawaban segera bertanya.

"Masa lupa sama aku Asri, bener.. nggak ingat sama sekali?" 

Asri menggeleng, sedikit ingat, tapi banyak lupanya..

Wanita itu membuka kacamatanya.

"Aku Dewi Asri.... Dewi..." kata wanita cantik itu sambil tersenyum.

"Oh... mbak Dewi... ya ampun... ya.. ya.. waduh.. betul2 aku pangling mbak, habis mbak Dewi masih kelihatan sangat cantik, seperti gadis belasan tahun saja." kata Asri.

"Hahahaaa... jangan meledek Asri.. masa aku seperti gadis belasan tahun ?"

Asri ikut tertawa, tapi entah mengapa, ada rasa tidak enak ketika bertemu wanita ini. Mungkin Asri teringat masa lalunya yang menyakitkan sebelum ia menjadi isteri Bowo. Dewi sangat ingin menjadi isterinya dan mengaku telah mendonorkan darah bagi bu Prasojo ketika mertuanya itu mengalami kecelakaan. Asri juga heran melihat penampilan Dewi yang agak seronok dan kurang pantas dibandingkan dengan usianya yang tidak muda lagi. Make up yang tebal, pakaian yang bagaikan anak muda belasan tahun saja. Celana pendek, T shirt tanpa lengan, kacamata hitam yang hampir menutupi seluruh wajahnya.. aduhai..

"Kamu memandangi aku seperti sedang melihat hantu saja Asri, aku aneh ya?"

"Ma'af mbak, mbak Dewi cantik kok.. masih cantik seperti dulu.. aaku ,, cuma kagum."

"Baiklah, aku dulu mendengar kamu menikah sama mas Bowo, tapi aku nggak diundang kok, ya sudahlah, memang mereka masih marah sama aku. Tapi aku sudah mendapatkan gantinya lho. Suamiku pengusaha yang juga kaya, yang memanjakan aku dan menuruti semua kemauanku, aku bahagia Asri."

"Ikut senang mendengarnya mbak, putranya sudah berapa?"

"Kami keluarga yang tidak suka anak. Aku dilarang punya anak oleh suamiku, katanya anak itu merepotkan."

Asri tercengang mendengar pendapat seperti itu. Bukahkah punya anak itu membahagiakan? Tapi kan pendapat setiap orang berbeda, hanya saja pendapat ini terasa agak aneh bagi Asri.

"Oh ya mbak, saya permisi dulu, bawa belanjaan banyak dan belum sempat masak nih."

"Mengapa terburu buru Asri, kan kita belum sempat ceritera banyak?"

"Kan bisa lain kali mbak, kapan2 mampirlah kerumah supaya bisa ngobrol lebih lama."

Asri kemudian menyesali kata2nya mempersilahkan Dewi mampir. Obrolan bersamanya terasa tidak membuatnya nyaman, dan diam2 Asri berdo'a mudah2an Dewi tidak tertarik untuk mengunjunginya.

"Oh ya, jangan khawatir, suatu hari aku pasti kerumahmu, aku sudah tau rumahmu lho,"

"Sudah tau?" Asri heran tapi juga kecewa, do'anya tidak terkabul.

"Aku pernah mengikutimu setelah kamu selesai makan2 dirumah makan .."

"Ohh??"

"Baiklah Asri, sampai jumpa,"

Dewi berlalu, masuk kedalam sebuah mobil mewah dan menyetirnya sendiri. Rupanya Dewi sudah menemukan hidup berkecukupan melebihi impiannya tentang Bowo ketika itu. Asri menata kembali bawaannya dan membawanya masuk kemobil.

Namun sepanjang perjalanan pulang itu ada rasa tak enak menggayuti pikirannya. Ia pernah mengikutinya ketika pulang dari makan2. Mengapa harus mengikutinya? Kebetulan atau memang disengaja? Asri mengibaskan perasaan yang tidak2. Menuju rumahnya dan menyelesaikan semuapekerjaannya.

 

"mBok, mobilku sudah disiapkan?" tanya bu Prasojo kepada simbok, pembantunya.

"Sudah dari tadi bu,"

"Baiklah, hari ini ada arisan lagi, kamu boleh masak apa sesukamu mbok, kamu kan sudah tau aku sukanya makan apa?"

"Semur kentang sama bola2 daging bu, bahannya sudah ada di almari es."

"Ya, boleh saja, awas ya, jangan terlalu asin, kamu itu kalau masak tidak diawasi pasti keasinan. Apa kamu masih pengin kawin?"

Simbok terkekeh. :" Masa bu, sudah  berlipat lipat kulit simbok begini masih pengin kawin? Nanti bisa jadi bahan tertawaan."

"Iya, kata orang2 jaman dulu, kalau masak keasinan tandanya pengin kawin."

Simbok masih tertawa sambil mengangkut pirig dan gelas kotor yang ada dimeja, bekas sarapan majikannya.

"Ya sudah aku pergi dulu, nanti kalu bapak menelpon, suruh menghubungi ponsel saja ya mbok."

"Baik bu."

"Jangan lupa kunci pintunya, jangan boleh ada orang yang kamu nggak kenal masuk kerumah ya, jaman sekarang banyak orang jahat pura2 bertamu lalu mengangkuti semua barang2 ."

"Baklah bu."

Simbok mengikuti majikannya dan menunggu sampai mobil yang ditumpanginya berlalu, kemudian masuk kembali kerumah dan mengunci semua pintu. Kemudian ia mencuci semua piring gelas yang kotor, untuk kemudian memasak didapur. Semua harus selesai sebelum bu Prasojo kembali kerumah.

Namun sebelum Simbok masuk kedapur, bel tamu berdering, tergopoh simbok berlari kedepan. Dari balik kaca dilihatnya seorang wanita cantik, tapi simbok tidak mengenalinya. Simbok teringat pesan majikannya, bahwa ia tak boleh membukakan pintu bagi siapapun yang ia tidak mengenalnya. Jadi ia harus kembali kebelakang tanpa perlu membukakan pintu untuk tamu itu.

"Heeiiii..." 

Simbok berhenti, mendengar tamu itu berteriak. Dilihatnya wanita itu kenggedor pintu rumah dengan keras.

"mBok, buka pintunya donk, aku mau masuk,"

Simbok diam, mengamati wanita itu dari balik kaca, dan mengingat ingat, apakah tamu itu pernah datang kemari. Tapi simbok tidak ingat sama sekali, karena itu ia melangkah kembali kebelakang.

"mBok, gimana to... mbooook..." pintu itu digedor lagi lebih keras. Simbok ketakutan. Mau membuka pintu takut, mau mendiamkan saja juga takut suara kerasnya wanita itu.

"Ma'af nyah, nyonya ini siapa? Mau cari siapa?"

"Waduh, simbok ini gimana, aku mau cari ibu, bu Prasojo. Aku ini Dewi mbok, Dewi !!"

Simbok mengamati lebih seksama. Ia ingat nama Dewi, gadis yang dulu hampir menjadi isteri tuan mudanya. Tapi kok nggak sama ya?

"Gimana simbok ini, masa lupa sama aku mbok, dulu aku ini pernah jadi calon isterinya mas Bowo. Coba amati jelas mbok, apa kamu kira aku mau merampok?" kata Dewi sambil tetap menggedor pintu.

"Ma'af nyah..."

"Nyah.. nyah... panggil aku bu Dewi.. bukan "nyah".. waduh simbok gimana to, mana ibu? Panggil ibu saja."

"Ibu sedang pergi nyah..eh..bu..."

"Kemana?"

"Arisan barangkali, tadi ibu pesan .. simbok tidak boleh membukakan pintu bagi siapapun yang simbok tidak kenal.. jadi ma'af ya bu, kalau mau ibu menunggu diluar saja."

"Heeiii.. mbok.. aku mau memberikan informasi penting buat bu Prasojo, jadi biarkan aku menunggu didalam."

"Ma'af bu, simbok tidak berani, silahkan menunggu di teras saja."

Simbok kembali masuk kedalam tanpa mau membukkan pintu. Dan Dewi terpaksa duduk diteras depan sambil mengipas kipas karena udara memang sangat panas.

#adalanjutannyalho#

 

 

No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...