Saturday, December 22, 2018

SEPENGGAL KISAH 96

SEPENGGAL KISAH  96

(Tien Kumalasari)

Asri benar2 terkejut. Ia memundurkan mobilnya dan bermaksud pergi dari sana. Tapi seseorang itu telah menghadang didepannya.

"Apa maksud kamu Damar," kesal Asri menegurnya, sambil membuka kaca mobilnya.

"Asri, turunlah sebentar, aku hanya ingin bicara," Damar memohon.

"Bicara apa lagi Damar, aku kira tak ada lagi yang harus dibicarakan,"

"Tolonglah Asri,"

"Damar, kamu yang harus menolong aku, sungguh ini tidak baik Damar, aku bersuami, tolong hentikan semuanya,"

"Asri.. aku tak akan pergi dari sini, lindas saja aku dengan mobilmu, aku rela mati ditanganmu,"

Asri terperanjat, ancaman Damar tak pernah main2. Ia tau Damar akan nekat. Tak ada jalan lain, ia hars turun.

"Terimakasih Asri," kata Damar sambil tersenyum, :" Kemarikan kunci mobilmu, aku akan mencarikan tempat parkir yang longgar."

Asri menurut, ia tak bisa menolak, banyak mobil akan keluar dari situ dan mobilnya menghalangi mereka. Ingin Asri lari setelah menyerahkan kunci mobilnya, tapi ia yakin Damar akan berteriak teriak dan membuatnya malu. Asri menyerah, baiklah ia mendengar apa yang ingin Damar bicarakan. Hatinya kacau, dan berfikir, bagaimana caranya agar ia bisa menenangkan Damar.

Mobil itu telah mendapatkan tempat parkir, Damar turun dan menyerahkan kuncinya, lalu menggandeng Asri masuk kesebuah rumah makan yang ada dikompleks pertokoan itu.

"Lepaskan tanganmu," Asri meronta, Damar melepaskannya.

Mereka duduk berhadapan, lalu Damar memesan minuman dan makan. Ia masih ingat apa minuman kesukaan Asri, ia juga ingat makanan apa yang Asri suka. Namun kepala Asri terasa pusing. Terbayang wajah Bowo yang sedang berada ditempat jauh, terbayang semua kasih sayangnya, terbayang semua pengorbanannya untuk mendapatkan dirinya dulu. Bowo tak ada cacat celanya.Ia adalah suami dan ayah yang sempurna. Dan wajah Asripun muram. Kesal terhadap laki2 yang sekarang duduk dihadapannya.

"Damar, aku tidak punya banyak waktu, suamiku sedang tidak ada dirumah... dan..." Asri tiba2 terkejut karena telah mengatakan bahwa suaminya sedang tidak ada dirumah, jangan2 hal itu akan dimanfa'atkan Damar untuk mengganggunya.

"Haa.. tidak ada dirumah? Berapa lama?"

"Itu bukan urusanmu Damar, sekarang katakan apa yang kamu inginkan."

"Asri, tataplah wajahku, sebentar saja,"

Tapi Asri memandang ketempat lain.

"Kamu masih cantik seperti dulu," itu kata2 yang diucapkannya waktu berada dipesta Danik, Asri ingin lari...tapi situasi disekeliling tempat itu tak mengijinkan.

"Dan aku yakin kamu masih mencintai aku,"

"Bohong !! "keras Asri berteriak, dan beberapa orang menoleh kearah mereka. Asri tertunduk dan menahan kekesalan hatinya. Entah sampai kapan keadaan akan seperti ini. Asri berfikir, bagaimana caranya lepas dari lelaki ini.

"Jangan bohong Asri, cinta pertama itu sangat sulit dilupakan bukan?"

"Damar, aku tidak melupakan kamu, tapi aku sudah bersuami, dan kamu juga sudah bersteri, sudah punya anak.."

"Dulu kamu bilang salah, aku pernah menikah, isteriku punya anak, tapi aku tidak punya cucu, siapa bilang aku punya cucu?"

"Damar..."

"Asri,  aku menikah dengan Mimi tidak lama.Mimi sudah mengandung anak orang bule ketika menikah dengan aku, lalu aku ceraikan dia."

Asri mengangkat mukanya, ia teringat Danik pernah berceritera tentang sedikit kisah Damar dan Mimi. 

"Anak itu sudah besar, wajahnya seperti indo, memang dia indo."

Seorang pelayan menghidangkan semua pesanan Damar, dan Damar menyodorkan mana yang untuk Asri dan mana untuk dirinya.

"Minumlah dulu," ujar Damar, dan Asri meneguknya karena tenggorokannya memang terasa kering.Damar juga meminumnya, hampir segelas habis diteguknya. Lalu Damar melanjutkan bicaranya.

"Dia menganggapku ayahnya, dan aku tidak sampai hati melukai hati gadis polos itu. Aku biarkan dia menemuiku kadang2, dan memanggilku papa, sampai nanti aku bisa mengatakan padanya bahwa aku bukan ayah kandungnya."

Asri tetap memandangi Damar, ia melihat masih ada sisi baik dari hati bekas kekasihnya ini. Dan ia juga melihat mata Damar berkaca kaca ketika menceriterakan semua kisahnya. Juga ketika ia mengatakan bahwa sesungguhnya kedua orang tuanya meninggal karena dibunuh. Ya Tuhan, Asri menghela nafas panjang. Terlalu sedih mengalami nasib seperti Damar... Hati kecilnya merasa iba, ternyata begitu menyedihkan semua yang dialami Damar. Mata kesalnya mulai meredup, sungguh ia merasa kasihan pada laki2 ganteng yang  matanya sendu dan sedang mengadukan nasibnya ini. Kemarahannya lenyap perlahan.

"Aku hanya ingin mengatakan ini.." lirih suara Damar dan bergetar. Namun hati Asripun tergetar. Senyum menawan yang biasanya terssungging dibibirnya itu terlihat kering, kerontang bagai kemarau tak mengenal hujan.

"Damar, aku sangat prihatin mendengar kisahmu. Aku tidak menyangka .. bahwa kamu sangat menderita. Tapi kamu harus tabah Damar, kamu seorang yang kuat, Kamu perkasa, aku tau sejak dulu bahwa kamu laki2 yang tidak gampang menyerah. Jadi tetaplah menjadi Damar yang dulu."

"Dulu aku tidak akan menyerah, dan ingin membawa kamu lari, sampai ketika seorang laki2 mengatakan dirumah sakit itu, bahwa kamu adalah calon isterinya."

Astri terperanjat. Dulu.. ketika dirumah sakit itu, ketika kakinya patah.. dan Mimi mengamuk, Bowo mengucapkan kata2 itu untuk mengusir Mimi, dan ternyata Damar mendengarnya?

"Aku berada diluar pintu, menutupi wajahku dengan topi lusuh agar Mimi tidak melihatku, tapi aku hancur mendengar laki2 itu berkata demikian. Aku goyah, kehilangan semuanya, lalu aku pasrah pada nasibku, menuruti apa saja kemauan om Surya.. Aku seperti boneka tanpa nyawa, tanpa rasa.. mengalir kemana nasib membawaku... dan ternyata om Surya lah pembunuh kedua orang tuaku, lalu berusaha merebut hartanya..

"Aku tidak bisa melupakan kamu Asri, tidak bisa..." 

"Damar, ya sudahlah, nasib membawa kita kejalan yang berbeda, kamu orang baik, berjalanlah dijalan yang baik juga. Aku hanya bisa berdo'a agar kamu segera menemukan ketenangan jiwamu, dan hidup berbahagia."

Damar meraih tangan Asri, mengelusnya sejenak, lalu dilepaskannya.

Namun pada sa'at itu, sebuah kamera merekam adengan menyedihkan itu.

 

#ada lanjutannyalho#

No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...