Sunday, December 23, 2018

SEPENGGAL KISAH 97

SEPENGGAL KISAH  97

(Tien Kumalasari)

Pak Marsam heran, Asri pulang tanpa membawa belanjaan, wajahnya kusut dan muram, entah apa yang dipikirkannya.

"Lho, kamu tadi katanya belanja, lha mana belanjaannya?" 

Asri bingung untuk menjawabnya. Karena pikirannya kacau dia tak jadi belanja dan langsung pulang. Tapi apa yang harus  dijawabnya ketika ayahnya bertanya?

"nDuk... "

"Oh.. eh.. ya ampun pak.. itu.. itu.. dompet... dompet..."

"Kamu kecopetan? " tanya pak Marsam cemas.

"Oh.. bukan pak.. itu.. dompet.. ketinggalan..." akhirnya Asri menemukan jawaban.

"Walaah... dompet kok bisa ketinggalan. Namanya orang mau belanja itu yang dipikir pertama kali kan harus membawa uang, lah kok malah ketinggalan," omel pak Marsam.

"Iya, Asri linglung..." lalu Asri masuk kedalam kamarnya. Pak Marsam mengikuti dari belakang.

"Lalu kamu mau kembali lagi ..  sekarang?"

"Nggak pak, besok saja, sudah terlanjur capek..,"

"Ya sudah, istirahat saja .. bapak mau menjemput anakmu dulu."

"Ati2 ya pak..." 

"Ya.. " jawab pak Marsam sambil berlalu.

Namun sepeninggal pak Marsam hati Asri gelisah sekali. Pikirannya masih terbawa oleh cerita Damar yang memilukan. Kedua orang tuanya terbunuh, harta nyaris dikuasai, berpisah dengan isteri, punya anak hasil hubungan gelap isterinya dengan seorang bule.  Kepala Asri mendadak sangat pusing. Diambilnya obat gosok dan dibalurkannya pada belakang kepala dan sekitarnya. Aroma minyak angin itu diharapkan bisa sedikit menyegarkan pikirannya. Tapi bayangan wajah Damar yang memelas masih saja menghantuinya.

"Ya Tuhan..." Asri mengeluh. :"Mengapa semua ini bisa terjadi?" 

Asri yang tadinya marah karena merasa diganggu, berbalik menjadi kasihan mendengar kisah sedihnya.

"Ibu.. ibu.. lihat..nilai Pandu seratus lagiii," teriak Pandu begitu masuk kekamar ibunya.

Asri terkejut. Ia bangkit dan dipeluknya Pandu erat2. Buah hatinya ini harus bia menguatkan hatinya. Jangan goyah, jangan terpecah...

"Ibu, lihat dulu nilainya.." dengan bersemangat Pandu mengeluarkan lembar ulangan yang ada nilai seratus diatasnya.

"Oh, anakku sayang, anak ibu pintar.. hebat sekali Pandu, kamu harus selalu begini ya, nilai bagus, pasti bapak sama ibu senang."

"Besok Pandu pasti dapat seratus lagi."

"Bagus Pandu. Sekarang kamu harus ganti baju, cuci kaki tangan pakai sabun ya."

"Ibu sakit?"

"Nggak... apa ibu seperti orang sakit?"

"Bau minyak angin.."

"Oh, cuma sedikit pusing.. nggak apa2.. ayo sana ganti bajumu."

Pandu berlari kebelakang, dan Asri merebahkan lagi tubuhnya. Kepalanya masih terasa sakit. 

Pagi itu Ongky menegur Damar karena banyak urusan pekerjaan yang belum diselesaikan. 

"Ada apa kamu ini Damar, tak biasanya pekerjaan terbengkalai seperti ini."

"Ma'af mas, aku lagi sakit.."

"Sakit hati atau sakit beneran ?"

"Dua2nya..."

"Damar, kamu itu harus tegar. Apapun yang terjadi itu memang sudah harus terjadi, dan kita harus bisa menerimanya. Hidup terus berjalan dan kita tidak boleh tenggelam dalam mimpi2 buruk."

"Ya mas.."

"Wajahmu pucat, kurang tidur itu."

"Ya.."

"Dari tadi ya..ya.. melulu.."

"Aku sudah bertemu dia."

"Dia siapa ?"

"Asri.." 

Ongky terkejut bukan alang kepalang. Asri bukan nama yang asing baginya. Ia pernah mencintai gadis penjual bunga dengan nama Asri. Mungkinkah orang yang sama?

"Namanya Asri?'

"Ya, kenapa?"

Ongky mengeluarkan ponselnya dan menunjukan sebuah photo. 

"Aku juga punya yang namanya Asri, ini..."

Damarpun terkejut.:"Mas Ongky mengenal dia?"

"Ini? Ya kenal donk, dulu aku hampir melamarnya.."

"Apa "

"Ya, aku hampir melamarnya. Gadis ini benar2 hebat, dia dicintai oleh tiga lelaki sekaligus."

Damar tidak mengerti makssud Ongky. Lalu Ongky menceriterakan semuanya, perkenalannya dengan Asri, lalu sa'at ingin melamar ternyata Asri itu kekasih sahabatnya.. dan sekarang masih ada lagi lelaki yang mencintai Asri.. Ongky menggeleng gelengkan kepalanya setelah berceritera, dan Damar hanya terbengong bengong.

"Dulu waktu aku bilang mau ke undangan teman, tapi kamu kebetulan pergi ke Amerika.. ya Asri itu yang menikah.."

Damar masih saja terbengong. Begitu rumit kisah cinta ini..

"Sekarang lupakan dia, seperti aku juga melupakannya. Kalau kita mencintai seseorang, maka kita harus bisa melihatnya bahagia. Dan Asri sudah berbahagia bersama suaminya."

Tapi Damar yang kacau batinnya berfikir lain. Kalau aku mencintainya maka aku harus memilikinya.

#adalanjutannyaya#

2 comments:

  1. Dua prinsip yang berbeda :
    Mencintai berarti membahagiakan meski tidak harus memiliki.
    Mencintai berarti harus memiliki.

    Cinta yang berbeda nilainta.

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...