Monday, December 31, 2018

SEPENGGAL KISAH 108

SEPENGGAL KISAH  108

(Tien Kumalasari)

 

Pandu yang kebingungan menurut saja diajak perempuan cantik itu kerumahnya. Kecuali bingung ia juga sangat letih. Perempuan cantik itu membawanya kesebuah rumah mungil yang cantik. Ia menggandeng Pandu masuk kerumahnya dengan ramah.

"Duduklah nak, pasti kamu sangat letih. Mau minum lagi?" Perempuan itu menyodorkan minuman sisa yang tadi diminum Pandu, dan Pandu meneguknya .

"Kamu mau makan?"

"Aku mau ibu.."

"Baiklah, nanti aku akan mencarikan orang tuamu, tapi kamu makan dulu ya, mau?"

Pandu mengangguk. Sesungguhnya ia memang lapar. Tadi siang dirumah neneknya ia hanya makan sedikit, karena bingung tak melihat kedua orang tuanya disana sampai dua hari.

Tiba2 keluar seorang perempuan setengah tua, yang memandang heran karena ada anak kecil bersama anaknya.

"Siapa dia Mimi?" tanya wanita tua itu yang adalah bu Surya, dan Mimi adalah memang ibunya Nancy.

Sudah lama Mimi tinggal di Indonesia, semenjak ayahnya meninggal. Seminggu yang lalu Nancy ke Amerika untuk mengambil barang2 mamanya yang tertinggal. Kalau saja ia tau bahwa mamanya menemukan Pandu, pasti segalanya akan berakhir dan Pandu bisa segera pulang kerumahnya.

"Ma, aku menemukan anak ini dipinggir jalan,"

"Dipinggir jalan?"

"Ia lagi nangis nyari ibunya."

"Kasihan, siapa nama orang tuamu nak?"

"Pak Bowo.." Pandu menyebutkan nama ayahnya.

"Ma, biar Mimi kasih dia makan dulu, kasihan kayaknya dia juga lapar."

"Ya, baiklah.. masih ada ayam goreng di meja.. kalau dia mau."

"Mau ya, pake ayam goreng?"

Pandu mengangguk. Ayam goreng adalah kesukaannya, dan kebetulan tadi dirumah neneknya ia belum sempat menikmatinya.

Mimi meladeni Pandu dengan penuh perhatian. Ia merasa pernah melihat Pandu, tapi lupa dimana.

"Heran ma, kayaknya Mimi pernah melihatwajah anak ini, tapi dimana ya?"

"Ya bisa aja, mungkin pernah ketemu ditoko apa dijalan. Ayo nak, makanlah dulu."

"Aku mau sama ibu.. sama bapak..." Pandu mengeluh lagi.

"Iya.. iya.. nanti ibu carikan ibu bapak kamu, sekarang makan dulu ya nak?"

Namun rupanya Mimi tidak mengenal Bowo, nama ayahnya Pandu.

Ia terus mengingat ingat, dimana pernah melihat wajah anak hilang ini.

 

Sore hari itu bu Prasojo pulang dan terus menangis. Pak Prasojo berkali kali menelpon Asri dan Bowo tidak bisa tersambung. Mereka mematikan ponselnya.

Pak Prasojo bersiap pergi lagi untuk menyusuri jalan2, dan sekalian lapor polisi.

"Ibu ikut pak,"

"Nggak usah, ibu dirumah saja, ibu nangis terus aku jadi bertambah bingung."

Pak Prasojo hanya mengajak No untuk pergi lagi. Bu Prasojo terduduk lesu dikursi itu, sementara simbok kemudian menyodorkan minuman hangat.

"Diminum dulu bu, supaya ibu tenang."

"Ya mbok, terimakasih, sedih aku mbok.. kemana perginya cucuku..," isak bu Prasojo lagi.

"Tadi itu bu Asri kemari bu."

"Asri? Mau ngapain dia kemari?"

"Cuma nanyain mas Pandu, saya bilang mas Pandu sedang pergi sama ibu. Saya suruh nunggu nggak mau, katanya nanti saja mau kesini lagi."

"mBok, nanti kalau dia kesini, aku nggak usah dipanggil, aku mau istirahat dikamar. Dan satu lagi, jangan bilang kalau Pandu hilang. "

Bu Prasojo tidak menunggu jawaban simbok, langsung masuk kedalam kamar.

Tapi benar, tidak lama kemudian Asri datang lagi. Ia bermaaksud mengajak Pandu pulang saja kerumah. Tadi Danik melarangnya pergi, tapi Asri bersikukuh harus pulang. Ia merasa tak pantas menginap lagi lebih lama dirumah Danik, apapun yang terjadi ia harus pulang. 

Simbok terkejut ketika Asri tiba2 muncul dibelakangnya, ketika ia selesai mencuci cangkir bekas minum bu Prasojo.

"Eh, bu Asri, simbok sampai terkejut. Silahkan duduk bu.."

"Ibu sudah pulang?"

"Sudah, tapi ibu ada didalam kamar dan bilang bahwa dia tak mau diganggu, begitu pesannya tadi bu."

"Baiklah, kalau begitu aku mau ketemu Pandu saja mbok."

"Lho.. mas Pandu kan hilang... eh..oh... ma'af..."

Ari terkejut bukan alang kepalang. Simbok juga terkejut karena kalimat yang seharusnya dilarang oleh majikannya meluncur begitu saja dari mulutnya..

"Ma'af bu..... simbok... simbok...

"Jadi Pandu hilang? Hilang bagaimana mbok?"

"Ma'af bu, sebenarnya... simbok.. dilarang bilang sama ibu Asri bahwa mas Pandu hilang..ma'af.."

"Hilang bagaimana mbok? Jadi Pandu tidak ikut pulang bersama ibu?"

"Kayaknya... bapak.. sedang mencarinya lagi bu..."

Asri limbung. Ia merasa bumi seakan bergoyang. Simbok yang merasa cemas mengambilkannya segelas air putih yang diberikannya pada Asri. Asri meminumnya seteguk, air mata mengalir deras dari pipinya. Kemudian seperti mendapat kekuatan maha dahsyat, Asri setengah berlari menuju kamar mertuanya. 

"Ibu... ibu..." Asri mnggedor gedor pintu. Bu  Prasojo terkejut, tapi ia tak mau membukakan pintu. Ia kesal pada simbok karena tidak memperhatikan pesannnya.Pasti ia akan mendampratnya nanti. Tapi diluar Asri masih menggedor gedor pintu kamarnya. Simbok yang ketakutan berlari mendekati Asri.

"Bu Asri, tolong... ibu sudah berpesan agar tidak diganggu bu.. tolong bu.."

"Aku mau anakku mbok.. aku mau anakku... Ibuuuu... mana anakku bu... mana anakku.." Karena pintu tidak dibuka maka Asri menggedor semakin keras. Bu Prasojo terpaksa membuka pintu, dan kali itu kesabaran Asri sudah sampai diubun ubun. Ia langsung menyemrot ibu mertuanya .

"Ibu, mana Pandu, mana anak saya bu!! Manaaa! Ibu yang membuat semua ini, ibu membuat keluarga saya berantakan. Apa ibu puas? Sekarang mana anakku! Kesombongan ibu, kecongkakan ibu, kekerasan hati ibu yang tidak mau mendengar perkataan orang lain, berakibat sangat buruk pada anak ibu juga, pada anakku dan suamiku bu!! Mana anakkuuuu ! Terserah ibu mau menuduhku wanita dan isteri seperti apa, tapi kembalikan anakku!! Aku perempuan buruk yang hina yang nista yang tidak bisa menjaga martabat keluarga, baiklah, tapi aku bisa menjaga anakku. Bukan hanya ibu yang bicara besar tapi tak bisa bertanggung jawab atas apa yang ibu lakukan! Mana anakkuuu!!

#ada lanjutannyaya#

 

No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...