Friday, December 28, 2018

SEPENGGAL KISAH 104

SEPENGGAL KISAH  104

(Tien Kumalasari)

Pandu berceloteh seperti burung kekenyangan. Pandu juga banyak bercerita tentang semua hal yang dilakukannya selama ayahnya tak ada dirumah. Asri dan Bowo tersenyum senyum bahagia melihat tinkah anaknya yang lucu.Siapa sangka, disudut lain dirumah makan itu seseorang sedang memandangi kebahagiaan itu dengan darah yang mendidih.

"Bahagia itu harusnya milikku," desisnya penuh amarah.

Ia menenggak sisa minumnya, menuju kasir untuk membayar makanannya lalu keluar, tapi ia hanya berdiri dibalik pintu, entah apa yang ditunggunya.

Sementara itu Asri mengingatkan suaminya bahwa ibu bapaknya sedang menunggu.

"Ayo mas, nanti kelamaan ibu menunggu kita,"

"Sebentar Asri, Kan Pandu belum selesai makan es krimnya."

"Sambil ngoceh sih, Pandu.. buruan, sudah hampir mencair tuh semuanya."

"Katanya kalau makan sesuatu harus pelan2," bantah Pandu sambil menyendok lagi es krimnya."

"Hiih, bisa aja ngejawabnya.Itu bukan pelan2 tapi sambil ngoceh, jadi kelamaan. Kamu tau nggak, kita lagi ditungguin sama kakek nenek Pras, "

"O.. Pandu tau, pasti kakek akan kasih oleh2 buat Pandu."

"Nah itu tau, ayo buruan dihabisin."

Mereka selesai membayar makanan mereka, dan Pandu masih menenteng sekotah es krim yang dimintanya untuk dimakan dirumah.

Namun ketika tiba dipintu seseorang kebetulan mau masuk dan Bowo menabraknya. Orang itu terjatuh, lalu bangkit dengan marah.

"Ma'af.. ma'af.." kata Bowo sambil merangkapkan kedua tangannya. Tapi orang itu sangat marah. Dengan keras ia menghantam wajah Bowo, sehingga Bowo sempoyongan. Asri melihat siapa laki2 itu dan menjerit keras.

"Keterlaluan kamu!!"

Asri menarik tangan Bowo dan Pandu, untuk segera meninggalkan tempat itu.

"Orang gila itu!! Aku harus membalasnya."

"Jangan mas, sudahlah, ayo kita pergi saja, daripada menjadi tontonan orang."

Mereka segera menaiki mobil . Asri mengelus wajah Bowo yang kemerahan.

"Sakit mas?"

"Iyalah sakit, sebetulnya aku harus membalasnya, dia sendiri yang menabrak, kok marah sama aku. Orang gila !!"

"Bapak harus membalasnya. Kalau pergi dikira pengecut. Dia itu penjahat ." celoteh Pandu. Mungkin ia terpengaruh oleh film2 yang dilihatnya, tentang penjahat yang harus dikalahkan.

"Ssst..Pandu... nggak boleh ngomong begitu."

"Ma'af bu.."

"Ayo mas, kita pergi,"

Mobil itu berjalan pergi, sementara laki2 yang sebetulnya Damar masih mengawasinya dengan mata menyala. Tangis pilu dan dendam berkecamuk didalam hatinya.

"Perempuan yang seharusnya jadi milikku." desisnya penuh dendam.

 

Bowo dan anak isterinya sudah tiba dirumah  orang tuanya. Pak Prasojo segera menggendong Pandu dan diajaknya masuk kedalam kamar. Barangkali pak Prasojo juga khawatir kalau terjadi pembicaraan yang tak pantas didengar oleh cucunya.

"Kakek mau memberikan oleh2 buat Pandu bukan?" tanya Pandu senang.

"Iya dong, tapi nanti mainnya sama kakek dikamar saja ya."

Wajah Bowo masih masam, kekesalannya masih belum reda karena mukanya juga masih terasa ngilu.

"Ibu, adakah obat untuk memar? Mas Bowo kesakitan."

"Cari sendiri didalam kotak obat," jawab bu Prasojo dingin. Ia heran melihat wajah anaknya lebam.

"Kenapa kamu itu le?"

"Ada orang gila tiba2 menonjok muka Bowo bu."

"Lha kenapa?"

"Nggak tau, dia yang menabrak Bowo, lalu dia jatuh, ee.. Bowo yang ditonjok."

Asri datang dan mengompres wajah suaminya. Hatinya gemuruh tidak karuan. Dia tau laki2 itu Damar, dia kesal atas perlakuan Damar pada suaminya. Tapi ia tak berani mengucapkan sesuatupun.

"Kamu melakukan itu untuk suamimu, apa itu tulus?" tiba2 bu Prasojo berkata sambil memandangi Asri tajam. Asri kaget mendengar pertanyaan itu.

"Mengapa ibu bertanya begitu? Mas Bowo suami saya, tentu saya melakukan semuanya dengan tulus bu."

"Ibu bicaranya jangan aneh2 begitu." sahut Bowo yang tidak senang mendengar pertanyaan ibunya.

"Tapi ada lho le, orang yang kalau didepan suaminya, pura2 sayang, padahal diluaran sana dia mengadakan hubungan dengan laki2 lain."

Asri terperanjat. Ada apa ini ? 

"Mengapa ibu tiba2 berkata begitu? Menantu ibu yang cantik ini sudah pasti tidak akan melakukan hal seburuk itu."

"Oh ya? Dan kamu percaya?"

"Bowo percaya dengan sepenuh hati Bowo bu."

Asri benar2 terkejut. Pasti ada sesuatu yang akan menjatuhkan dirinya, tapi apa sebabnya? Dia melakukan apa? Hatinya berdebar debar. Guncangan yang terjadi pada jiwanya setelah melihat Damar menonjok wajah suaminya belum mereda, sekarang mertuanya berkata yang tidak2.

"Ibu, saya melakukan apa? Saya sangat mencintai mas Bowo, dan melayani dengan setulus hati bu. Mengapa ibu tiba2 berkata begitu?"

"Oh, gitu ya, tulus katamu. Sebentar, coba lihat ini."

Bu Bowo mengambil ponselnya, mencari cari dan menemukan sebuah gambar, yang kemudian disodorkannya kearah muka Asri. Asri menangkap ponsel yang terarah kemukanya, sampai hampir terjatuh. 

"Lihat baik2, itu siapa!!!?"

Asri memandangi foto itu dan terkejut bukan alang kepalang. Ada yang memotretnya ketika ia bertemu Damar dan dipaksa makan dirumah makan itu, dan difoto itu... waduh.. Damar sedang memegangi tangannya dan memandanginya dengan mesra. Ingin Asri menjerit sekuat kuatnya dan mengatakan bahwa itu bukan maunya. Namun mulutnya seakan kelu. Bibirnya gemetar dan matanya berkaca menahan tangis.

"Coba lihat, foto apa itu?" Bowo mengambil ponsel dari tangan isterinya dan memandangi foto itu. Hatinya tercekat, seakan tak percaya isterinya melakukan itu. Lagi pula....

"Ya Tuhan, bukankah ini laki2 yang tadi menonjok mukaku?"

#adalanjutannyaya#

 


No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...