Saturday, December 29, 2018

SEPENGGAL KISAH 105

SEPENGGAL KISAH  105

(Tien Kumalasari)

Bowo memandangi isterinya. Pasti penuh curiga. Gambar ini adalah fakta, dan tonjokan dimukanya itu adalah kebencian lelaki itu karena Asri menjadi isterinya. Seperti mimpi rasanya membayangkan isterinya mengadakan hubungan dengn lelaki lain ketika dia sedang pergi. Dilihatnya Asri menunduk, dan bulir2 air matanya mulai menetes.

"Itu bukan... salah Asri  mas.. ma'afkan Asri... Asri tidak sengaja ketemu.."

"Apa maksudmu tidak sengaja? "

"Mas..."

"Sudahlah Asri, aku sudah melihat foto itu, dan aku juga merasakan tonjokan dimukaku ini oleh lelaki itu, sungguh aku tidak menyangka."

"Sudahlah, mengaku saja, wong sudah jelas ketahuan masih mau mengelak. Aku juga tidak menyangka kalau dibalik kecantikanmu, kebaikanmu, ada kelakuan buruk yang  sungguh kami tidak mengira."

"Ibuu..." Asri menubruk kaki ibu mertuanya, namun sang mertua beringsut sehingga dahinya mencium karpet  dibawahnya. Asri tersungkur, kepalanya terantuk pinggiran kursi.

Sejenak Bowo ingin bangkit dan menolong isterinya, namun kemarahannya mengalahkan rasa ibanya. Dibiarkannya Asri bangkit dan duduk bersimpuh dihadapan ibunya. Bahkan kemudian bu Prasojo berpindah duduk dikursi yang lain, membiarkan Asri terisak isak.

"Sungguh saya tidak bermaksud berbuat buruk. Dia, memang bekas teman sekolah saya bu, kami bertemu secara kebetulan."

"Dan berpegangan mesra seperti itu? Itu hubungan antar teman? Apa kamu tidak mengatakan bahwa kamu sudah bersuami? Atau kamu memang suka dia memperlakukanmu seperti itu?"

"Dan mengapa dia menonjok muka ku sampai seperti ini. Ini bukan kemarahan karena dia tertabrak oleh aku, tapi kemarahan karena rasa cemburunya terhadap aku."

"Baiklah mas, Asri akan mengatakan semuanya.Dengar dulu penjelasan Asri.."

"Tidak usah dijelaskan, semuanya sudah jelas."

"Mas..."

Bowo berdiri kemudian melangkah pergi, keluar dari rumah, meniki mobilnya entah pergi kemana."

Asri yang sedih dan bingung kemudian berlari keluar dan mengejarnya.. sambil berteriak memanggil manggil suaminya.

"Maaas... mas Bowo... dengar aku maaaas..."

Namun mobil itu tetap berlalu. Asri terus mengejarnya... dan terus mengejarnya.

"Kakek, Pandu dengar mobil bapak sudah pergi, apa bapak sudah pulang?"

Pak Prasojo merasa was2, pasti terjadi kegaduhan didepan .. tapi Pandu jangan sampai tau.

"Tunggu, kamu lanjutkan dulu manin2nya, biar kakek melihat keluar ya?"

"Ya kek.." Pandu melanjutkan bermain main dan pak Prasojo keluar dari kamar. Dilihatnya hanya isterinya yang duduk dikursi itu, sedangkan Bowo dan Asri tak kelihatan.

"Kemana mereka bu ?"

"Bowo sangat marah, lalu dia pergi. Asri mengejarnya sambil berteriak teriak tapi Bowo nekat pergi. Biarkan saja, biar kapok perempuan seperti itu."

"Memangnya Asri mengakui kalau dia berbuat selingkuh dengan laki2 itu?"

"Ya mana ada maling ngaku pak, bapak itu aneh2 saja. Wong sudah jelas2 kelihatan perbuatannya, kok masih bilang tidak, apa ada yang mau percaya?"

"Rasanya aku kok nggak percaya kalau Asri melakukan hal buruk seperti itu,"

"Bapak itu bagaimana, masih saja ngebelain perempuan seperti itu. Apa buktinya masih kurang? Tadi itu Bowo ditonjok ya oleh laki2 yang ada di foto itu.Jadi yang menyebabkan wajak Bowo bengat itu ya karena laki2 yang ada di foto itu"

"Masa bu."

"Iya, Bowo sendiri yang bilang begitu. Jadi kan sudah jelas bahwa ada hubungan antara Asri dan laki2 itu. .. kok bapak masih tidak percaya."

"Harusnya kita dengar dulu penjelasan dari Asri to bu."

"Penjelasan apa lagi to pak? Terserah bapak kalau masih mau percaya sama Asri, kalau ibu enggak!! Lebih baik suruh cerai saja meraka."

"Lho.. lho..bu.. kok bicara buruk seperti itu, nggak baik itu bu," pak Prasojo marah mendengar ucapan isterinya.

"Isteri seperti itu jelas tidak akan membuat ketenangan dalam rumah tangga. Kali lain dia akan begitu juga dengan laki2 yang lainnya." jawab bu Prasojo sengit.

"Ssst, diam .. dan jangan berteriak begitu. Ada Pandu dikamarku, dan dia tak boleh mengetahu apa yang terjadi."

"Kasihan cucuku, baiklah, mulai sekarang biar Pandu tinggal disini saja."

"Kok gitu bu.."

"Ya biar, daripada hidup bersama ibu yang ..."

"Kakeeeek..." tiba2 Pandu keluar menyusul kakeknya. Dilihatnya tak ada ayah ibunya disitu.

Pak Prasojo memberi isyarat dengan matanya kepada isterinya, agar tidak mengatakan hal yang sebenarnya.

"Mana bapak sama ibu?"

"Pandu, bapak sama ibu sudah pulang duluan.." kata bu Prasojo lembut.

"Kok Pandu ditinggal disini ?"

"Kan kakek masih kangen sama Pandu, jadi bapak sama ibu biar pulang .. Pandu tidur disini sama kakek.. ya?"

"Oh.. kakek masih kangen sama Pandu? Tapi Pandu juga masih kangen sama bapak.."

"Pandu tinggal dulu beberapa hari disini, kalau kakek sudah puas ngelonin Pandu, baru Pandu bisa pulang."

"Tapi Pandu nggak bawa ganti baju tuh kek,"

"Nanti kakek yang ambilkan baju2 Pandu, ayuk.. sekarang main lagi.."

Tapi entah mengapa Pandu kelihatan tidak bersemangat untuk bermain lagi. Mungkin dia heran mengapa ayah ibunya pulang dulu tanpa  berpamitan padanya, atau mungkin naluri seorang anak yang dalam hati paling dalam merasakan ada sesuatu yang tak menyenangkan diantara kedua orang tuanya.

"Oh, kakek, rupanya Pandu sudah letih bermain, sekarang makan saja yuk, nenek punya ayam goreng lho," bujuk bu Prasojo.

"Nggak, Pandu kan sudah makan tadi sama bapak, sama ibu."

"Kalau begitu bobuk aja sama nenek yuk,Pandu kan capek, nanti bangun tidur, mandi, jalan2 lagi sama kakek."

Pandu hanya mengangguk.

Siang itu pak Prasojo pergi kerumah Bowo. Dilihatnya mobil anaknya belum kelihatan. Ia berharap bisa bertemu Asri, tapi ketika ia mengetuk pintu, yang keluar adalah pak Marsam.

"Lho, bapak kok kesini? Bukankah mas Bowo sama Asri pergi kerumah bapak?" tanya pak Marsam heran.

"Ya, tapi Pandu pengin tidur dirumah saya pak Marsam."

"Oh begitu, kangen sama kakeknya rupanya."

"Saya mau minta baju2 Pandu unuk beberapa hari pak,"

"Baiklah pak, saya ambilkan. Kalau besok kan libur karena hari Minggu, tapi Seninnya harus sekolah kan pak, biar saya bawakan seragam dan sepatunya sekaliyan pak." Kata pak Marsam sambil masuk kedalam. Ia sama sekali tak mengira bahwa anak dan menantunya sedang tertimpa masalah besar.

Dalam hati pak Prasojo pun sangat khawatir, kemana perginya anaknya, dan kemana perginya menantunya. Sesungguhnya ia datang berharap bisa bertemu Asri sehingga bisa mendengar penjelasannya. Sungguh pak Prasojo tidak percaya Asri melakukan hal buruk itu, dan ia ingin Asri mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Pak Prasojo menghela nafas panjang. Ia lebih tidak suka kepada Dewi yang datang2 membawa petaka dalam keluarganya.

"Ini pak, baju2 dan sepatu Pandu, boleh saya masukkan kedalam mobil?"

"Ya.. ya, terimakasih pak Marsam, dan saya juga harus segera pulang, nanti kalau Pandu bangun tidur dan mau mandi baju gantinya sudah siap saya bawakan."

"Baiklah pak..."

Dan sampai malam tiba, pak Marsam masih mengira bahwa anak dan menantunya masih berada dirumah besannya. Lebih baik ia menutup pintu rapat2, karena kalau mereka pulang pasti juga akan mengetuk pintu. Pak Marsam tertidur, sampai pagi hari dan dengan heran mendapati anak dan menantunya tidak pulang semalaman.

 

#adalanjutannyaya#

No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...