Thursday, December 27, 2018

SEPENGGAL KISAH 103

SEPENGGAL KISAH  103

(Tien Kumalasari)

Malam sudah larut, namun Asri belum juga bisa memejamkan matanya. Sore tadi mertuanya baru saja pulang dari rumah dan sikapnya amat manis. Mengapa malamnya mengatakan bahwa dia tak mau ngomong sama dirinya? Apakah karena kehadiran Dewi? Simbok mengatakan bahwa Dewi masih ada disana, apa karena Dewi mengatakan sesuatu kemudian mertuanya marah sama dirinya? Kalau benar karena Dewi, lalu apa yang dikatakan Dewi sehingga mertuanya begitu marah? Asri tak bia memejamkan mata, sampai pagi menjelang, dan Asri kemudian bangun untuk memepersiapkan sarapan untuk anaknya, dan juga memasak untuk suaminya yang akan datang pagi itu.

Bowo datang ketika Pandu sudah berangkat sekolah. Ia memeluk isterinya dengan manis dan hangat, dan Asri menyambutnya dengan segala kerinduan.

"Sayang Pandu sudah berangkat ya,"

"Iya lah Mas sih, datangnya kurang  pagi.Belum lama sih, bapak yang mengantar juga belum pulang sampai sekarang' "

"Tadi pesawatnya juga sudah mas suruh ngebut sebenarnya,"

"Mas ini ada2 saja," Asri tertawa senang

"Biar nanti mas yang jemput dia,"

"Pasti dia senang sekali, mas bawa oleh2 apa buat Pandu?"

"Banyak, kakeknya juga beli buat Pandu, tapi nanti biar kakek sendiri yang memberikannya."

"Lha semua buat Pandu, mana dong yang buat ibunya Pandu?" canda Asri

"Oh, ya adalah.. pasti ada, tapi jangan sekarang, so'alnya itu rahasia, nggak bisa orang lain melihatnya."

"Huuh, ada2 saja." Asri cemberut dan Bowo mencubitnya pelan.

"Oh ya, aku ketemu Ongky disana, cuma sehari sih, karena Ongky ada urusan ke Jogya, rekan bisnisnya lagi stres katanya. "

"Siapa rekan bisnisnya itu?"

"Ongky nggak bilang sih, tapi suatu sa'at nanti aku mau dikenalkannya.. Heran anak itu, cuma ngenalin orang aja pake besok2, nggak penting amat."

Tentu saja Ongky tidak mengtakannya, karena Ongky sudah tau tentang hubungan rumit yang terjadi antara mereka bertiga. Dirinya, Bowo dan Damar.

"Mas Ongky kan orangnya memang agak aneh,"

"Masa aneh? Punya tanduk, gitu?"

"Mas bercanda saja, ayo ganti baju dulu dan mandi, Asri sudah persiapkan makan pagi yang pasti mas suka,"

"Baiklah aku mandi dulu."

Tapi dirumah keluarga Prasojo suasananya jauh dari kegembiraan. Bu Prasojo sambil marah2 menceriterakan tentang kedatangan Dewi yang memberinya fakta tentang perbuatan Asri ketika Bowo tak ada dirumah.

"Ibu kan tau, Dewi itu seperti apa, ya bisa saja to dia memfitnah Asri."

"Kalau dia memfitnah dengan mulutnya, ibu tidak akan percaya, tapi ini ada faktanya, gambar, nyata. Coba bapak liat, jangan hanya menyalahkan Dewi. Mungkin Dewi itu jahat, mungkin dia memang ingin mengganggu Asri dan Bowo, tapi ini fakta yang berbicara Karena perbuatan Asri yang tidak bener, Dewi mendapat kesempatan untuk mengganggu mereka."

"Rasanya bapak tidak percaya, pasti ini rekayasa."

"Hiiiih... bapaaaak.. seperti ini kok rekayasa. Kalau tidak percaya ya begini saja, panggil Asri kemari dan bapak tanya dia, apa ini benar? Kalau bapak nggak mau ya biar ibu saja yang nanya."

"Terserah ibu saja, asal ibu kalau nanya ya jangan kasar, kan belum tentu dia bersalah. "

"Baik, sekarang kita panggil mereka kemari. Bowo sekalian, biar dia tau seperti apa isterinya."

Namun ketika mereka menelpon kerumah Bowo, Bowo sedang menjemput anaknya bersama Asri. Jadi terpaksa menelpon ke ponsel Asri. Kebetulan bu Prasojo yang menelpon, dan Asri menerimanya dengan berdebar debar. Sungguh ada perasaan tan enak yang dipendamnya sejak ia menelpon mertuanya semalam. Diangkatnya ponselnya, barangkali ada jawaban atas kemarahan ibu mertuanya semalam.

"Hallo ibu,"

"Bapak sama ibu menunggu kamu dan Bowo kerumah, sekarang." Kaku suara bu Prasojo.

"Baiklah bu, tapi sebentar lagi ya bu, kami sedang menunggu Pandu pulang,  Ini kami pas didepan sekolah Pandu."

"Mengapa bukan ayahmu yang menjemput?Kan biasanya ayahmu?"

"Mas Bowo sendiri yang ingin menjemput anaknya bu. Nanti begitu kami sudah bersama Pandu, pasti akan segera kerumah."

Bu Prasojo menutup telephonnya dengan kasar. Asri merasa bahwa bantingan gagang telepon itu seperti membanting dirinya. Ia tak tau apa yang terjadi, tapi ia mencoba menenangkan hatinya.

"Ibu bilang apa Asri?" tanya Bowo. Beruntung ia sedang memandang kearah halaman sekolah anaknya untuk melihatPandu keluar dari dalam kelasnya, sehingga tak melihat betapa pucat wajah isterinya.

"Ibu minta kita kerumah sekarang juga, sepertinya ada yang penting."

"Nanti saja Asri, setelah ini aku mau mengajak Pandu kerumah makan kesukaan kita, yang Pandu suka es krimnya itu."

"Tapi mas, nanti kalau ibu marah bagaimana?"

"Enggaklah, apakah ibu pernah memarahi menantunya yang cantik ini?"

Bowo mash mengajaknya bercanda, sementara Asri kebat kebit didalam hatinya.

 Bowo sudah keluar dari dalam mobil begitu melihat Pandu berjalan keluar.Pandu berjingkrak kegirangan melihat ayahnya menjemputnya.

"Horeee..bapak sudah pulang.. " Pandu berlari dan merangkul ayahnya, sementara ayahnya kemudian mengangkat tubuh Pandu tinggi2. Pandu terkekeh senang.

"Kamu kangen ya sama bapak?" kata Bowo sambil menurunkan anaknya.

"Ya kangen donk pak, ibu mana ?"

"Tuh, didalam mobil. Yuk.. kita jalan2..

"Kemana pak?"

"Kamu suka es krim kan?"

"Ya suka dong pak, horeee... ibu..ayo kita ke toko es krim.." Pandu melompat kedalam mobil sambil memeluk ibunya dari belakang.

Rumah makan itu lumayan rame karena pas waktu makan siang.. Mereka mendapat tempat duduk dipojok belakang.

Pandu sangat senang makan siang dan makan es krim bersama ayah ibunya.

Sejenak Asri melupakan kegelisahannya karena merasa bahagia bersama orang2 yang dicintainya.

Tapi disudut yang lain, seorang laki2 mengawasi mereka dengan wajah geram. Laki2 itu adalah Damar, yang memang sering kali pergi kedaerah itu hanya untuk mencari kesempatan bertemu Asri. Namun apa hendak dikata, kali itu Asri bersama suaminya juga.Mereka tampak bahagia, dan rasa panas membuat darahnya mendidih.Damar mencari cara untuk menghajar laki2 yang sudah merebut kecintaanya.

#adalanjutannyaya#


No comments:

Post a Comment

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...