Wednesday, September 14, 2022

SEBUAH JANJI 26

 

SEBUAH JANJI  26

(Tien Kumalasari)

 

“Apa kabar Bik?”

“Baik Bu, tapi … tidak ada siapa-siapa di rumah.”

“Iya, aku tahu. Semuanya ada di rumah sakit kan? Ini aku cuma mau nitip,” kata Ari sambil menyerahkan sekantung bungkusan.

“Apa ini Bu?”

“Ini untuk Pak Winarno, ada roti pisang juga lho, kata Bibik kan pak Winarno suka roti pisang?”

“Oh, iya benar. Ibu masih ingat sih?”

“Ingat dong. Dan maaf ya Bik, aku mau langsung ke tempat kerja. Sampaikan doa kami teman-temannya Yanti, agar pak Winarno segera sembuh. Sayangnya kok tidak bisa di bezoek, sehingga kami nitip saja sama Bibik.”

“Oh, iya Bu, terima kasih banyak. Tapi bisa dibezoek kok. Siapa bilang tidak bisa?”

“Lhoh, bu Yanti sendiri yang bilang, ketika kami mau membezoeknya.”

“O, gitu ya. Bu Yanti mana tahu keadaan suaminya,” kata bibik sambil tersenyum, kecut.

“Gimana sih Bik, aku tidak mengerti. Bu Yanti masa tidak tahu keadaan suaminya, bukankah setiap hari setiap malam menungguinya?”

Bibik tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.

“Maaf ya Bu, saya tidak berani ngomong. Saya kan hanya pembantu.”

“Tapi Bik, jelasin dong, ada apa ini?”

“Tidak Bu, saya tidak berani. Terima kasih banyak sudah mengirimi bapak makanan, nanti kalau ke rumah sakit akan saya berikan,” kata bibik sambil meletakkan pungkusan itu di meja teras.

Ari merasa bahwa bibik menyembunyikan sesuatu.

“Benarkah Bibik tidak mau cerita?”

“Saya hanya pembantu, takut salah, Bu.”

Ari mengangguk. Ia bisa mengerti. Rasanya tak ada gunanya bertanya lebih banyak pada bibik. Ia segera berpamit dan pergi dari hadapan bibik, dengan benak penuh tanda tanya.

Bibik membawa bungkusan itu ke dalam sambil mengomel.

“Kebohongan apa yang dikatakan bu Yanti kepada teman-temannya? Pak Winarno tidak bisa dijenguk? Lalu kebohongan apa lagi? Pasti masih ada yang lainnya. Oh ya, tiap hari tiap malam menunggui di rumah sakit? Bibik mencibir sambil melakukan tugasnya. Bersih-bersih dan memasak untuk makan non cantiknya nanti, supaya tidak usah beli makanan di luar, sehingga bisa lebih irit.

***

Sementara itu begitu sampai di kantor, Ari segera mendekati Minar yang sudah lebih dulu duduk di depan meja kerjanya.

“Sudah kamu belikan oleh-oleh untuk suami Yanti?”

“Sudah, ini tadi aku dari sana.”

“Ketemu Yanti?”

“Tidak. Aku bingung sama dia.”

“Mengapa.”

“Dia bilang ada di rumah sakit, dia bilang suaminya tidak boleh di jenguk. Aku tidak mengerti sama sekali tentang dia.”

“Apa yang tidak kamu mengerti?”

“Ternyata pak Winarno bukannya tidak boleh dijenguk. Kata bibik pembantunya tadi,” kata Ari sambil duduk di kursi kerjanya.

“Kenapa Yanti bilang tidak boleh dijenguk?”

“Entahlah. Tampaknya si bibik menyembunyikan sesuatu.”

“Menyembunyikan sesuatu bagaimana? Kamu ngomong nggak jelas dari tadi.”

“Memang nggak jelas. Aku juga tidak bisa menerima keterangan bibik dengan jelas.”

“Kenapa tidak bertanya lebih jelas?”

“Dia tidak mau menjelaskannya. Aku paksa-paksa juga tidak mau menjelaskannya. Tapi aku yakin ada yang disembunyikan.”

“Ada apa kira-kira ya Ar?”

“Entahlah. Nanti siang aku mau ke rumah sakit saja.”

“Membezoek pak Winarno?”

“Iya.”

“Jangan sendirian, aku juga mau.”

“Baguslah, aku ingin bertemu Yanti dan menanyakan semuanya. Masa sama teman sendiri kok main rahasia-rahasiaan.”

“Iya tuh. Bikin penasaran saja.”

“Ya udah, kamu teliti keluar masuknya uang bulan ini, uang Yanti sudah aku serahkan ke mas Samad sebagai cicilan hutangnya.”

“Baiklah, sini aku kerjakan.”

“Yanti tidak akan datang hari ini kan?”

“Aku melarangnya, selama dia masih harus merawat suaminya.”

“Iya, kamu benar, sebaiknya begitu. Nanti saat istirahat, kita mampir ke rumah sakit.”

“Jam bezoek kan hanya sampai jam 12.00 ?”

“Kita berangkat sebelumnya, bisa kan?”

“Baiklah, aku selesaikan dulu saja pekerjaan aku.”

***

“Ini apa Bik?” tanya Sekar ketika bibik sudah sampai di rumah sakit kembali.

“Ini tadi, pagi-pagi bu Ari datang membawa makanan satu kardus, buat bapak. Nih Non, ada roti pisang juga katanya. Bibik sih belum membukanya.”

“Bu Ari, temannya ibu yang suka nyamperin setiap pagi?”

“Iya. Sebenarnya teman-temannya bu Yanti mau bezoek kemari, tapi katanya dilarang sama bu Yanti.”

“Dilarang bagaimana Bik?”

“Katanya, eh.. kata bu Yanti, bapak nggak boleh dibezoek. Jadi mereka hanya mengirimkan ini sebagai rasa prihatin. Lalu dia juga titip salam untuk bapak, serta mendoakan agar bapak segera sembuh.”

“Itu kan temannya Yanti yang sama-sama buka rumah makan?” sambung pak Winarno yang sudah bisa duduk dan makan sendiri.”

“Iya Pak.”

“Mengapa Yanti bilang begitu?”

“Nggak tahu Pak, tadi bu Ari bilang begitu.”

“Entahlah apa maksud ibu, tapi sebaiknya Bapak tidak usah memikirkannya ya?” kata Sekar sambil membuka kardus yang berisi roti.

“Ini roti pisang kesukaan Bapak. Kok bu Ari bisa tahu ya bik?”

“Bibik kan pernah bilang, suatu hari saat bibik membeli roti pisang, ketemu bu Ari itu juga.”

“Waktu itu bibik bilang bahwa roti pisang itu kesukaan bapak?”

“Iya Non, bibik memang bilang begitu.”

“Kalau kamu ketemu, bilang bahwa saya mengucapkan terima kasih.”

“Iya Pak, semoga ketemu lagi. Tapi tadi saya juga sudah mengucapkan terima kasih kok.”

“Bapak mau makan rotinya sekarang?”

“Nanti saja, kan baru saja makan? Kepenuhan nanti perut bapak.”

“Baiklah, Sekar taruh di sini, sehingga nanti kalau Bapak ingin, bisa mengambilnya sendiri.”

“Iya, taruh saja di situ.”

Sekar meletakkan bungkusan roti itu di atas nakas.

“Bapak tiduran kembali ya, sudah terlalu lama duduk.”

“Sebentar lagi, bapak sedang menunggu Barno, apakah dia akan datang kemari?”

“Dia bilang setelah dari kampus, dia akan kemari. Sekar akan minta supaya soal rumah segera diselesaikan.”

“Baiklah. Sekar, sekarang lain yang akan bapak bicarakan.”

“Apa itu Pak?”

“Bapak akan menceraikan Yanti.”

Sekar tidak terkejut, karena bibik pernah mengatakannya.

“Bapak yakin akan melakukannya?”

“Yakin sekali. Bapak merasa dia tidak bisa membuat ketenangan di rumah kita. Dia juga membuat kamu tidak bahagia. Bapak tidak suka itu.”

“Janganlah karena Sekar Pak, Sekar tidak apa-apa.”

“Omong kosong apa itu. Kalau kamu tidak bahagia, bapak juga tidak akan merasa bahagia. Jadi tekad bapak sudah bulat, setelah bapak pulang, bapak akan mengurusnya.”

“Baiklah, terserah Bapak saja. Lakukan apa yang membuat Bapak tenang. Sekar tidak ingin Bapak merasa tidak tenang, dan itu akan mengganggu kesehatan Bapak.”

“Bawa semua perabot yang kamu perlukan. Tinggalkan secukupnya untuk dia. Nanti rumah itu akan bapak berikan untuk dia, supaya dia tidak banyak menuntut.”

Sekar mengangguk. Ditatapnya ayahnya, dan ia merasa lega karena tidak tampak kesedihan dimata ayahnya, walau akan bercerai dengan istrinya. Rupanya memang itulah yang terbaik, karena nyatanya tidak ada perhatian dari ibu tirinya selama ayahnya sakit.

“Non makanlah dulu, itu bibik buat untuk Non.”

“Terima kasih Bik.”

“Bibik tidak memasak untuk bu Yanti, karena semalam itu makanan yang bibik siapkan tidak disentuhnya. Rupanya juga bu Yanti tidak pulang ke rumah, karena kunci yang bibik tinggalkan masih tersimpan di tempatnya semula.

Sekar mengedipkan matanya, takut ayahnya kesal. Tapi ternyata ayahnya sudah mendengarnya.

“Ya sudah, jangan menyiapkan apapun untuk dia. Kalau dia marah, biarkan saja dan tidak usah didengarkan. Aku minta sama kamu Bik, teruskan kamu menemani Sekar dan aku di rumah baru. Jangan lagi tinggal di sana.”

“Iya Pak, tentu saja saya akan terus mengikuti Bapak dan non Sekar kemanapun.”

Tapi siang itu, saat pak Winarno akan menyantap makan siangnya, Minar dan Ari datang menjenguk.

Tentu saja pak Winarno terkejut.

“Selamat siang Pak. Apa kabar?” kata Minar dan Ari hampir bersamaan.

“Ini kan teman-temannya Yanti?”

“Iya, belum lama kami mendengar Bapak sakit. Saat ingin membezoek, Yanti bilang bapak tidak boleh dibezoek,” kata Minar.

“Oh, begitu ya?”

“Di mana Yanti? Kami akan menegurnya.”

“Yanti? Dia tidak pernah datang kemari.”

Minar dan Ari saling pandang, heran mendengar kata-kata suami sahabatnya.

“Tidak pernah datang kemari?” lagi-lagi mereka terpekik hampir bersamaan.

Sekar dan bibik menjauh. Membiarkan teman-teman ibunya berbincang dengan ayahnya. Agak kesal juga mendengar kebohongan ibunya tentang sakit ayahnya.

“Ibu-ibu ini heran ya? Maaf saya telah  berterus terang.”

“Sebenarnya apa yang terjadi?”

“Entahlah, saya belum ingin membicarakannya, karena kesehatan saya.”

Minar dan Ari kemudian sadar, bahwa mereka tak boleh menekan pak Winarno dengan perkataan-perkataan mereka. Mereka hanya berbasa-basi dan memberi saran agar pak Winarno banyak istirahat, dan sebagainya.

“Terima kasih atas perhatian ibu-ibu ini, dan terima kasih telah mengirimi kue kesukaan saya,” kata pak Winarno ketika mereka berpamit pulang.

“Syukurlah kalau Bapak suka.”

***

Tapi di sepanjang perjalanan kembali ke warung, Minar dan Ari sibuk membicarakan masalah keluarga Yanti.

“Menurut aku, ada yang tidak beres,” kata Minar.

“Betul kan, ada yang disembunyikan oleh bibik. Sedikit terkuak. Yanti pembohong.”

“Benar. Pembohong besar. Dia bilang tidur di rumah sakit, ternyata tidak. Dia bilang suaminya tak bisa dibezoek dan menyiratkan seakan-akan suaminya sakit berat, ternyata tidak. Apa yang sebenarnya disembunyikan dari dia. Dan sebenarnya dia berada di mana, coba?”

“Tadi aku sudah mencoba menelponnya, tidak aktif,” gerutu Ari.

“Rupanya dia memang sengaja tidak mau dihubungi. Tapi apa yang sebenarnya terjadi? Aku bingung.”

“Bagaimana orang bisa begitu entengnya berbohong, apa yang sebenarnya terjadi? Soal uang juga begitu. Sombong akan mendapat uang banyak dari suaminya, ternyata tidak.”

“Ari, perasaanku tidak enak nih. Jangan-jangan semua ini ada hubungannya dengan mas Samad.”

“Yaah, kamu begitu lagi. Bukankah mas Samad sudah menunjukkan bahwa tidak ada hubungannya dengan Yanti? Dia menagih hutangnya. Masa sih kalau ada hubungan dia tega menagih hutang? Dan pak Samadi menerima juga kan, uang Yanti yang kamu serahkan untuk mencicil?”

“Apakah itu bisa menjadi pertanda bahwa mereka tidak ada hubungan? Bukankah kamu tahu bahwa Yanti ternyata pintar berbohong?”

“Iya sih, aduuh, bingung aku. Tapi untuk menuduh ke arah hubungannya dengan pak Samad, aku kok belum berani. Ya kalau iya, kalau tidak ….”

“Bagaimana tahu benar atau tidaknya kalau kita tidak menyelidikinya?”

“Apa yang akan kamu lakukan, Minar?”

“Entahlah, sedang aku pikirkan. Tapi awas saja kalau memang benar semua ini ada hubungannya dengan mas Samad,” geram Minar.

“Sabar Minar, semuanya belum tentu, jangan kebawa amarah dulu,” kata Ari yang selalu mengingatkan sahabatnya.

***

Barno datang saat pak Winarno sedang beristirahat, setelah makan.

“Sudah selesai urusan kamu, Barno?” tanya pak Winarno.

“Sudah Pak, bulan depan saya bisa maju ujian. Mohon doa, ya Pak.”

“Tentu aku doakan. Kamu juga harus menjadi orang sukses nantinya, sehingga simbokmu bangga memiliki kamu.”

“Aamiin, terima kasih Bapak. Tadi saya juga mendapat tawaran kerja Pak.”

“Oh ya, bagus lah, di mana?”

“Setelah lulus nanti, di Batam.”

“Apa? Bukankah Batam itu jauh?” teriak bibik ketika mendengar kata anaknya.

“Iya Mbok, memang jauh.”

“Aduh, bagaimana kalau kerja di dekat-dekat sini saja?”

“Bik, ada apa kamu ini? Anakmu sudah besar, dan dia seorang laki-laki. Ke luar negri pun kalau memang bisa, mengapa tidak? Apa kamu akan terus mengelonin anak kamu?” tegur pak Winarno.

“Iya sih Pak.”

“Kalau menurut aku, biarkan saja dia bekerja dimanapun. Senang atau tidak, biarlah menjadi pengalaman hidupnya. Kalau kamu terlalu mengikatnya, anak kamu tidak akan menjadi maju. Jadi biarkan saja dia bekerja dimanapun.”

“Tapi bisa sering pulang kan No?”

“Ya iya lah Mbok, masa tidak sih? Doakan saja yang terbaik untuk Barno, dan semua itu juga untuk Simbok kan?”

“Ya sudah, katanya Sekar akan mengajakmu mengurusi rumah hingga selesai. Atas namakan Sekar saja, aku sudah tua, tidak mau banyak urusan. Satu dua hari ini aku ingin segera pulang ke rumah Sekar,” kata pak Winarno bersemangat.

***

Sore hari itu ketika Ari pulang, ingin mampir ke toko roti untuk membelikan makanan anak-anaknya. Tapi tanpa disangka, dia melihat Yanti keluar dari toko itu, dan bergegas menuju ke arah taksi yang menunggunya. Tampaknya banyak makanan yang dibelinya, karena tas yang dibawanya lumayan besar.

Ari berteriak sambil mendekatinya.

“Yanti !! Tunggu !”

***

 besok lagi ya 


43 comments:

  1. Replies
    1. Selamat sprinterku dari Ngayojakarta Hadiningrat

      Delete
    2. bu Iin jaga gawang terus yaa,
      Manusang bu Tien, SJ nya makin seru perselingkuhan yg akan berakhir seperti apa? kita tunggu saja lanjutannya.. slm Aduhai

      Delete
  2. Alhamdulilah hatur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang , moga sehat sll dan salam aduhaai dari Cibubur

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah SEBUAH JANJI~26 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  4. Weee tayang gasik...SJ26
    Matur suwun bunda Tien

    Salam Tahes Ulales, dan tetap aduhaiiii.....

    ReplyDelete
  5. 🚟🚟🚟🚟🌹🌹🚟🚟🚟🚟

    Rabu, 14 September 2022

    *SEBUAH JANJI*
    by: Tien Kumalasari.

    👀👀👀👀👀👀👀👀👀👀
    *#Episode 26*

    👀👀👀👀👀👀👀👀👀👀

    Sudah tayang.
    Terima kasih bu Tien, salam SEROJA & sehat selalu.

    ReplyDelete
  6. Matur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Akankah Ari membuntuti Yanti yang tentunya kerumahnya yang baru?
      Kalau Barno jauh kasihan mboknya dan Sekar apa ditinggal?
      Besok lagi ya...
      Semoga mbak Tien yang ADUHAI selalu sehat.

      Delete
  7. Alhamdulillah.... Terima kasih Bu Tien semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  8. Matur nuwun Bu Tien....
    Moga sehat selalu nan dimudahkan rejekinya....
    Aamiin.....

    ReplyDelete
  9. Wah Yanti mau pesta ...mborong roti...Apakah pesta pernikahannya dengan Samadi..he..he??
    Matur suwun Bu Tien salam sehat selalu..🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah tayang gasik ,jadi bisa cepat tidur ...
    Syukron nggih Mbak Tien , semoga selalu dalam kondisi sehat Aamiin🌷🌷🌷🌷🌷

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah SEBUAH JANJI 26 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah... Sebuah Janji episode 26 bisa dinikmati, tetimakasih bunda Tien, salam sehat selalu...

    ReplyDelete
  13. Matur nuwun bunda Tien...🙏
    Salam sehat...semakin ADUHAI..HAI..🥰

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah .....
    Yg ditunggu2 sdh muncul...
    Matur nuwun bu Tien ...
    Semoga sehat selalu....
    Tetap semangat

    ReplyDelete
  15. Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip shg SJ26 hadir gasik, apik dan asyik bagi kami para penggandrungnya.

    Sepandai pandai membungkus bau busuk pasti tercium akhirnya.
    Demikian juga kebohongan dan perselingkuhan bu Yanti...

    Sebelum berangkat ke Batam semoga Barno tunangan dulu sama non Sekar..

    ReplyDelete
  16. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina,

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tienku

    Salam sehat wal'afiat semua bu Tien

    ReplyDelete
  18. Bu yanti, sang pembohong hampir tamat riwayatnya.
    Terima kasih mbak Tien, salam sehat selalu.

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah .. Trima kasih yaaa bu Tien

    ReplyDelete
  20. alhamdullilah..terima ksih bunda sj26nya..slmt mlm dan slmt beristirahat..slm sht sll dri skbmi🙏🥰🌹

    ReplyDelete
  21. Ada tonil yang akan dimainkan Aryanti rupanya, dan lebih hati-hati karena Ari sudah mengatakan kalau ternyata Winarno boleh di bezuk, lho Ari, aturan tanya dong; banyak beli makanan apa ada arisan gitu, aduh sudah jadi detektif malah ambyar.
    Ingat Minar gêtêm gêtêm arêp nggowo munthu arêp nggo nguleg lambé lonyah lanyèh ora pênêr piyé jal.
    Teman sendiri dibohongi, waduh Minar maju perang tenanan sidå budhal ganti penyidik, penyidik pertama takut, soalnya yang diselidiki itu komisaris utama di kuliner mister-rudhêt jadi tidak berani, harusnya di non aktifkan dulu baru berani.
    Hé hé hé ånå ånå waé.
    Mantep Winarno arêp menonaktifkan Aryanti dari sekretaris jendral, karena terjadi pembohongan publik sampai heboh, tarik ulur antara anggota komisaris dalam menentukan sikap, harus diberi sangsi yang tegas, agar bisa menyelamatkan nama baik kuliner mister-rudhêt. Yang semangkin sêrêt apalagi gonjang-ganjing ongkos pengiriman minta dilebihi dua puluh persen, krisis kok sampai warung, kan bahan baku nggak ada yang import, ah nggak tau itu baru issue yang beredar, lha bakul klepon saja masih tetep jualannya ndéprok lho, masak seeh kan pasar pasar sudah di update seperti mall.
    Nggak tahulah namanya juga lagi heboh semua maunya teriak ambil suara.
    ADUHAI


    Terimakasih Bu Tien,

    Sebuah janji yang kedua puluh enam sudah tayang,
    Sehat sehat selalu doaku,
    Sejahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  22. Alhamdulilah sdh tayang..
    Terimakasih bunda Tien..
    Selamat malam..
    dan selamat beristirahat bunda..

    Semoga bunda sehat dan bahagia selalu
    Salam aduhai dari Sukabumi

    ReplyDelete
  23. Wooow.. Yanti ketahuan oleh Ari baru belanja banyak.. kira" Yanti mau ga ya ketemu Ari setelah sahabatnya memanggilnya??
    Tunggu nanti mlm lg aah..

    Tks bunda Tien.. cerbungnya tambah pinisirin aja.. ..
    Salam sehat dan bahagia selalu untuk bunda..

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...