Saturday, March 2, 2024

ADA CINTA DI BALIK RASA 32

 ADA CINTA DI BALIK RASA  32

(Tien Kumalasari)

 

Baskoro tampak kecewa. Tangan yang memegang sebutir jeruk masih menggantung di udara, karena Nugi tak mau menerimanya.

“Maaf ya Pak Tua, aku dilarang ibu menerima pemberian dari orang asing,” kata Nugi penuh sesal. Kemudian dia berlari kembali ke depan ruang satpam.

Air mata mengembun di mata Baskoro. Dia memang orang asing bagi Nugi. Dan Nugi juga orang asing baginya. Tapi wajah yang mirip dengannya itu membuat Nugi adalah orang dekatnya. Mungkin adalah darah dagingnya. Membayangkan punya seorang anak, apa lagi laki-laki setampan Nugi, mata basah itu tampak meredup. Dengan ujung bajunya yang kumal, ia mengusap matanya. Nugi menatapnya dari jauh. Entah mengapa, rasa iba menyesak dada si kecil yang tidak tahu apa-apa itu. Nugi berdiri, lalu berlari mendekat lagi ke arah gerbang.

“Mas Nugi, jangan keluar,” satpam itu mengingatkannya kembali.

Melalui celah-celah besi gerbang, tangan Nugi mengulur ke luar. Baskoro yang masih memegang jeruk itu mendekat, lalu memberikannya kepada Nugi. Matanya berbinar. Semakin dekat, ia semakin merasa bahwa ada ikatan diantara dirinya dan Nugi. Hanya saja bagaimana hal itu terjadi, tak bisa dia menguraikannya. Bagaimana Nugi yang anak Suri memiliki wajah serupa dengan dirinya, sementara dia tak pernah merasa menyentuhnya di hari-hari terakhir sebelum berpisah? Baskoro masih terpaku di depan gerbang, sementara Nugi sudah kembali duduk di kursi satpam.

“Terima kasih, Pak Tua,” Nugi berteriak ketika tadi lupa mengucapkannya.

Baskoro mengangguk. Ingin rasanya ia terus menerus mengamati wajah Nugi, tapi satpam yang berdiri di dekatnya menatapnya dengan kesal. Baskoro melangkah pergi, sebelum satpam itu mengusirnya.

Nugi mengamati jeruk itu. Benarkah orang asing memberikan sesuatu dengan maksud jahat?

“Pak Satpam, apakah jeruk ini beracun?” tanya Nugi kepada satpam yang berdiri di dekatnya. Ia mengacungkan jeruk yang diberikan pak tua kepada satpam.

“Siapa bilang jeruk itu beracun?” Satpam menerima jeruk itu dan mengamatinya.

“Kata ibu, terkadang orang yang tidak kita kenal suka menculik anak-anak dengan memberi mereka makanan yang ada racunnya, yang membuat anak-anak pingsan, lalu dibawa pergi, lalu disuruh mengemis ….”

“Itu sebabnya, anak kecil tidak boleh menerima pemberian apapun dari orang yang tidak kita kenal. Terkadang ada orang jahat yang berbuat seperti itu.”

“Apakah pak tua tadi termasuk orang jahat?” Nugi mengamati jeruk yang sudah dikembalikan oleh pak satpam.

“Dia hanya seorang pengemis. Tapi kenapa ya, dia baik sama mas Nugi? Buktinya dia memberi jeruk kepada mas Nugi.”

“Apa karena Nugi memberi sepotong roti pada pak tua itu?”

“Mungkin juga. Ya sudah makanlah jeruknya.”

“Nggak ah, mau tanya dulu pada ibu, apakah jeruk ini boleh dimakan atau tidak,” kata Nugi sambil memasukkan jeruknya ke dalam tas sekolah.

Nugi berlari ke gerbang ketika ojol langganannya sudah menjemput.

***

Nugi berlari masuk ke dalam rumah sambil berteriak-teriak, membuat Suri yang sedang menyiapkan makan siang menjadi terkejut.

“Ibuuu… ibuu ….”

“Ya ampuun, Nugi, kenapa harus berteriak? Kan akhirnya juga ketemu ibu di sini?”

“Ini Bu, aku diberi jeruk oleh pak tua itu,” katanya sambil menunjukkan jeruk yang semula ada di dalam tas sekolahnya.

“Pak tua siapa? Ini jeruk keprok, kelihatannya segar dan manis.”

“Tapi apakah jeruk itu tidak beracun?”

“Kamu ini bilang apa? Beracun bagaimana?”

“Kan Ibu bilang, jangan menerima pemberian dari laki-laki asing, yang belum dikenal, nanti bisa diberi makanan beracun.”

“Kamu diberi jeruk ini oleh pak tua?”

“Pak tua yang kemarin Nugi beri roti, tadi lewat lagi di depan sekolah Nugi, lalu Nugi beri roti lagi.”

“Lalu dia memberi kamu jeruk ini?”

“Iya. Bolehkan Nugi memakannya? Nugi takut ada racunnya.”

Suri mengamati jeruk yang diberikan anaknya. Tampaknya jeruknya utuh, mulus. Lagi pula untuk apa seorang pengemis meracuni anak-anak?

“Sepertinya tidak apa-apa. Kamu ganti pakaian dulu, ibu akan mencuci jeruknya. Makanlah nanti sebelum makan siang.”

Nugi tampak riang. Ia berlari masuk ke kamarnya.

Suri melanjutkan pekerjaannya menata meja makan. Walaupun di warungnya menjual ayam bakar dan beberapa lauk, tapi Suri selalu memerlukan memasak sendiri. Pasti bosan setiap hari makan ayam. Suri mementingkan memasak sayuran yang sehat untuk anak-anaknya.

Nugi masuk ke ruang makan ketika Suri sudah menunggunya sambil duduk dan membalikkan piring untuk Nugi, mengisinya dengan nasi. Lauknya biar Nugi mengambil sendiri.

“Mana jerukku?”

“Ini, sudah ibu cuci. Makanlah.”

Suri membiarkan Nugi mengupas sendiri jeruknya, dan mulai menikmatinya.

“Hmm, manis, segar. Ibu mau?” Nugi mengambilkan beberapa sisir untuk ibunya. Suri menerimanya dan mengangguk-angguk.

“Segar, manis. Pak tua itu pintar memilih jeruknya. Tapi kasihan, dia mana punya uang banyak, untuk membeli jeruk ini pasti harganya lima ribuan. Besok ibu bawakan uang, kalau pak tua itu lewat lagi, kamu berikan uangnya ya.”

“Baik Bu, pasti dia senang.”

“Apa dia selalu datang ke sekolah kamu?”

Nugi sudah menghabiskan jeruknya, lalu Suri menyuruhnya mulai makan.

“Entahlah, Nugi baru melihatnya dua kali.”

“Pasti karena kamu memberinya roti kemarin, lalu dia lewat lagi di depan sekolah kamu.”

“Dia suka sama roti yang Nugi berikan, barangkali. Maukan besok ibu membawakan bekal roti yang lebih banyak?”

“Iya, tidak apa-apa.”

“Semoga besok pak tua itu lewat lagi.”

“Kalau kita memiliki sesuatu yang lebih, bagus sekali kalau bisa membagikan kepada orang yang membutuhkan.”

Nugi mengangguk, sambil mengunyah makanannya.

“Allah memberikan  rejeki berlebih untuk kita, bukan hanya kita yang bisa menikmatinya. Kalau kita mau berbagi, maka Allah akan mencatatnya, dan menyisihkan kebahagiaan yang lebih untuk kita.”

“Nugi ingin menjadi orang yang baik hati.”

“Tentu saja Nugi. Kamu harus menjadi anak pintar, baik hati, dan mulia. Kamu akan menjadi kebanggaan ibu.”

“Ibu, sebenarnya di manakah ayah Nugi berada?”

Suri terkejut. Ia tak menyangka Nugi tiba-tiba menanyakannya.

“Ayah kamu sudah meninggal.” jawab Suri sekenanya.

“Mengapa ayah Nugi meninggal?”

“Ya karena sakit. Itu makannya mau nambah lagi?” kata Suri mengalihkan pembicaraan. Nugi tidak sadar, bukan hanya ayahnya yang tidak diketahuinya, tapi juga ibunya.

“Sudah Bu, Nugi sudah kenyang.”

“Kalau begitu kamu istirahatlah dulu.”

Nugi berdiri lalu masuk ke dapur untuk mencuci tangan, kemudian segera masuk ke kamarnya.

Suri membersihkan meja makan. Pertanyaan Nugi agak mengganggu pikirannya. Memang Suri akan berterus terang tentang diri Nugi, tapi tidak sekarang. Nugi masih terlalu kecil untuk mengerti tentang orang tuanya yang memiliki kelakuan tidak terpuji.

***

Marjono sudah dipindahkan ke ruang rawat. Dokter menyatakan bahwa keadaannya semakin membaik, sehingga membuat Anjani merasa lega.

Karena sudah dipindahkan ke ruang rawat itulah, maka Wijan ataupun Jatmiko bisa bertatap muka dan menyatakan ke prihatinannya atas sakit Marjono tersebut.

Marjono senang, anak gadisnya dikelilingi oleh orang-orang baik.

Ketika itu Wijan memerlukan datang di saat siang, dan berbincang dengan Anjani setelah berbasa basi dengan Marjono.

“Anjani, bukankah kamu ingin segera bekerja?"

“Iya sih Mas, tapi nanti kalau bapak sudah bisa ditinggalkan, soalnya saya masih khawatir kalau bapak sendirian.”

“Nanti aku minta ke pihak rumah sakit agar merawat bapak selama masih membutuhkan perawatan di rumah. Jadi kamu bisa bekerja dengan nyaman.”

“Bisakah begitu?”

“Tentu saja bisa, itu nanti urusanku, kamu tidak usah memikirkannya.”

“Baiklah, terserah mas Wijan saja, soalnya aku juga nggak enak menunda waktu bekerja, karena bapak masih harus dijaga.”

“Tidak apa-apa, aku mengerti.”

“Terima kasih banyak ya Mas, selalu memperhatikan bapak. Saya jadi tidak merasa sendirian. Selain Miko, hanya Mas yang selalu perhatian.”

“Mas Miko setiap hari kemari?”

“Ya, tapi sekarang Miko sudah mulai bekerja, jadi kalau malam saja datang kemari. Lagi pula bapak sudah baik-baik saja, jadi saya menunggu sendirian setiap malam juga tak apa-apa.”

“Syukurlah. Semoga bapak segera bisa pulang ke rumah, sehingga kamu tidak begitu repot lagi.”

“Repot karena merawat orang tua itu tidak apa-apa kan Mas.”

“Iya benar, tapi kalau ada yang membantu kan lebih ringan jadinya.”

“Anjani,” tiba-tiba terdengar Marjono memanggil. Anjani segera mendekat.

“Ya Pak.”

“Apa ada tamu lagi?”

“Bukan, itu mas Wijan, belum pulang.”

“Saya kira Bapak tidur, saya mau pamit, tapi takut mengganggu.”

“Lho, pak Wijan sudah mau kembali?”

“Mas Wijan harus ke kantor, Pak.”

“Jangan terlalu repot karena saya Pak, saya ini orang tua yang selalu sakit-sakitan.”

“Tidak Pak, sakit itu kan tidak harus tua. Anak muda jatuh sakit juga banyak. Bapak sungguh kuat, bisa melewati masa kritis yang pastinya membuat Anjani ketakutan.”

“Anjanilah yang menguatkan saya.”

“Karena itu Bapak pasti segera pulih.”

“Aamiin, terima kasih perhatiannya, ya Pak.”

“Saya mau pamit sekarang, ada permintaan saya sebelum pulang Pak.”

“Apa itu?”

“Panggil saya Wijan, tidak pakai Pak.”

Marjono tertawa.

“Pak Wijan kan atasan anak saya, kalau dia sudah bekerja.”

“Yang bekerja kan Anjani. Bapak tetap bapak saya, jadi Bapak tidak boleh memanggil saya begitu. Saya lebih suka dipanggil Wijan, begitu saja.”

“Baiklah, nak Wijan saja. Ya.”

“Tidak apa-apa kalau begitu. Sekarang saya pamit ya Pak,” kata Wijan sambil mencium tangan pak Marjono.

“Hati-hati di jalan ya …. Nak.”

Wijan mengangguk. Anjani mengantarkannya sampai Wijan keluar dari pintu.

Begitu mendekati sang ayah kembali, Anjani langsung dicecar pertanyaan yang membuatnya sangat gugup.

“Apa nak Wijan itu suka sama kamu?”

“Mengapa Bapak berkata begitu?”

“Bapak bertanya, kok kamu ganti bertanya, bagaimana sih?”

“Anjani belum memikirkannya. Anjani sedang fokus pada sakitnya Bapak.”

“Itu bukan jawaban.”

“Mas Wijan baik kepada Bapak, karena saya kan bakal menjadi karyawannya.”

“Bukan karena suka?”

“Anjani menyukai yang lain.”

“Kamu? Menyukai siapa?”

“Sebaiknya Bapak tidak memikirkan hal itu dulu. Anjani juga belum tahu, kepada siapa Anjani suka. Soalnya Anjani belum memikirkannya. Besok kalau Bapak sudah sehat, saya akan mengatakannya.”

Marjono terdiam. Sebagai orang tua, ia juga mulai memilih-milih, mana yang pantas menjadi menantunya. Sejauh ini, yang tampaknya dekat dengan Anjani, hanyalah Wijan dan Jatmiko. Siapa diantara keduanya yang dipilih Anjani? Ketika sang ayah menyebut Wijan, Anjani bilang menyukai yang lain. Apakah yang disukai itu Jatmiko?

Marjono memejamkan matanya. Entah obat yang mana yang menyebabkan kantuk, yang jelas itu membuat Anjani merasa senang, karena ketika melihat ayahnya terlelap, berarti sakit sang ayah sudah lebih membaik.

***

Nilam baru saja menutup laptopnya siang itu, lalu menegakkan tubuhnya dengan bersandar pada sandaran kursi. Menekuni laptop sejak pagi, membuat pinggulnya terasa pegal.

Di depannya, Wijan masih menekuni pekerjaannya, memeriksa beberapa berkas yang ditumpuk di atas meja.

“Mas, makan yuk,” kata Nilam tiba-tiba.

“Hm, sebentar, tapi aku mau ke rumah sakit sebentar.”

Bibir Nilam langsung mengerucut.

“Setiap hari ke rumah sakit,” gerutu Nilam.

“Aku sedang bicara dengan kepala perawat yang menangani pak Marjono, untuk meminta salah seorang perawat agar menjaga pak Marjono ketika sudah pulang nanti. Dengan begitu, Anjani bisa segera bekerja.”

“Apa pak Marjono sudah boleh pulang ke rumah.”

“Barangkali secepatnya. Aku kan harus bicara dulu dengan perawatnya, siapa yang akan ditugaskan untuk menjaga dan merawat pak Marjono ketika sudah pulang ke rumah.”

“Ya sudah, aku mau makan sendiri.”

“Kamu ikut saja ke rumah sakit sebentar, nanti setelahnya kita bisa makan sama-sama.”

“Tidak lama?”

“Tidak, aku sudah bicara, hanya ingin mendapatkan kepastian saja.”

”Tidak akan ketemu Anjani dulu?”

“Ya ketemu lah, sebentar.”

Nilam hampir mengatakan mau, ketika ponselnya berdering.

“Nilam?”

“Ada apa, Miko?”

”Aku ada waktu keluar, ayuk temani aku makan.”

“Aku mau ke rumah sakit bersama mas Wijan.”

“Oh, ya sudah. Aku akan ke rumah sakit nanti malam. Kalau aku ikut, nanti kelamaan. Jarak rumah sakit ke kantor aku sangat jauh.”

“Ya sudah, lain kali saja ya?” kata Nilam yang merasa lebih baik jalan bersama Wijan. Ia menutup ponselnya, dan mengikuti Wijan yang telah lebih dulu keluar.

Ketika mobil Wijan keluar dari halaman, tanpa disangka seorang laki-laki tua melintas. Beruntung Wijan mengendarai mobilnya pelan, sehingga tidak sampai menabraknya.

Tapi Nilam yang melihat laki-laki itu, tiba-tiba minta agar Wijan menghentikan mobilnya.

“Sebentar.”

Nilam turun dan memburu pak tua itu.

“Pak, tunggu.”

Nilam mengulurkan selembar uang ratusan ribu. Diberikannya pada laki-laki itu, yang menatapnya heran, karena mendapatkan uang yang kelewat banyak. Ia mengucapkan terima kasih dan bermaksud berlalu, tapi Nilam menghentikannya.

“Tunggu, Pak.”

“Pak tua itu berhenti, menatap Nilam dengan heran. Ia agak tertegun, karena merasa pernah melihatnya. Tapi yang membuatnya lebih tertegun lagi, ketika Nilam menyebutkan namanya.

“Nama Bapak, Baskoro?”

***

Besok lagi ya. 

 

57 comments:

  1. Replies
    1. 𝘈𝘭𝘩𝘢𝘮𝘥𝘶𝘭𝘪𝘭𝘭𝘢𝘩....
      𝘈𝘊𝘦𝘋𝘦𝘦𝘙_32 𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘩𝘢𝘥𝘪𝘳... 𝘔𝘢𝘵𝘶𝘳 𝘯𝘶𝘸𝘶𝘯 𝘣𝘶 𝘛𝘪𝘦𝘯.... 𝘚𝘢𝘭𝘢𝘮 𝘚𝘌𝘙𝘖𝘑𝘈 𝘥𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱 𝘈𝘋𝘜𝘏𝘈𝘐........ 😘😘😘

      Delete
    2. Trmksh mb Tien smg sht sll

      Delete
    3. Aamiin Ya Robbal Alamiin
      Matur nuwun ibu Yangtie

      Delete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku acdr tayang

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah...
    Maturnuwun Bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  4. Allhamdulillah , Terima kasih bunda Tien

    ReplyDelete
  5. Sugeng ndalu Bunda Tien.

    Hamdallah cerbung Ada Cinta di Balik Rasa..32 telah tayang.

    Krn sdh ada ikatan emosional antara pak tua dengan Nugi. Maka mungki ...pak tua tsb ingin di pertemukan dengan Suri. Pak tua tdk pangling dengan Suri, tapi Suri tdk ngeh...he...he...

    Alhamdullilah
    Semoga ALLAH memberikan..kesehatan yang sempurna kagem Bunda Tien....tercinta..Selamat berakhir pekan Bunda

    🤲❤

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Ya Robbal Alamiin
      Matur nuwun pak Munthoni

      Delete
  6. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda selalu sehat

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Ya Robbal Alamiin
      Matur nuwun ibu Salamah

      Delete
  7. Alhamdulillah.semoga Bunda selalu sehat wal afiat.oh Baskoro .Maturnuwun

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Ya Robbal Alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  8. Alhamdulillah ACeDeeR 32 tayang

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku

    Salam sayang dari Jogja
    Ttp semangat dan
    ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah.....salam.sehat bunda Tien

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah .... maturnuwun bu Tien .... semoga sehat selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Ya Robbal Alamiin
      Matur nuwun ibu Endang

      Delete
  11. 🐞🌻🐞🌻🐞🌻🐞🌻
    Alhamdulillah 🙏🌸🦋
    ACeDeeR_32 sdh hadir.
    Suwun nggih Bu Tien
    yang baik hati.
    Semoga sehat2 selalu
    bersama kelg tercinta.
    Salam aduhai...😍🤩
    🐞🌻🐞🌻🐞🌻🐞🌻

    ReplyDelete
  12. Baskoro tampaknya tidak berniat jahat. Mungkin Suri mau memaafkan kesalahan Baskoro dan rujuk kembali? Mungkinkah...
    Wijan - Anjani, Nilam - Jatmiko masih belum jelas. Perlu waktu dan pendekatan yang cukup.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Ya Robbal Alamiin
      Matur nuwun pak Latief

      Delete
  13. Terimakasih Bu Tien,
    Bs utk tman malam mingguan

    ReplyDelete
  14. Matur nuwun.bu Tien, sugeng istirahat bu...

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah...
    Baskoro2 ..
    Syukron nggih Mbak Tien ..sekalu sehat Aamiin🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  16. Alhamdulilah acdr 32 sudah tayang ... maturnuwun bu Tien, semoga bu Tien selalu sehat dan bahagia serta selalu dalam libdungan Allah SWT. Salam hangat dan aduhai bun

    Baskoro mulai dikenali orang orang ...hayoo mau lari kemana sekarang

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien acdr 32 sdh tayang
    Semoga bu tien sehat2 n selalu dlm lindungan n bimbingan Allah SWT .... aamiin yra

    Salam aduhai

    ReplyDelete

  18. Alhamdullilah
    Ada Cinta Dibalik Rasa 32 telah hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...
    .

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Ya Robbal Alamiin
      Matur nuwun pak Wedeye

      Delete
  19. Akankah Suri akan rujuk dng Baskoro ? Aduhai..penasaran.
    Mtr nwn Bu Tien, sehat sll.

    ReplyDelete
  20. Aamiin Ya Robbal Alamiin
    Matur nuwun ibu Ting

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda Tien
    Semoga selalu sehat n bahagia bersama keluarga
    Salam dr Banjarmasin

    ReplyDelete
  22. Ketahuan dari gestur responnya, sebenarnya Nilam hanya ingin kabar tentang tantenya, pembicaraan itu terhenti hanya sampai disitu(besok lagi ya).
    Dirumah Suri masih memikirkan gara gara pertanyaan Nugi, yang dengan sembarang jawab kalau bapak Nugi sudah meninggal, kalau ketemu hidup gimana.
    Mumet digawé déwé, jané status nya ya masih istri Baskoro.
    Wong saking mangkelnya diduakan, walau dikasih uang lemburan, tinggal lunga sisan.
    Bermodal uang kontrak kan merawat Nilam, yang membawa rejeki sampai dapat sponsor Raharjo, sekalian buat selesaikan sekolah Nilam.
    Nilam juga sangat perhatian pada Bu Suri berjanji tidak meninggalkan Bu Suri.
    Nilam sangat merasakan mendapatkan kasih sayang dari seorang ibu kembali.
    Aku dan Bu Suri usaha ayam panggang, nama warung Nilamsari; Bu Suri menamakan warung itu dengan namaku.
    Baskoro merasa kecil; Rumi yang masih dibui sakit sakitan aja diabaikannya.
    Bagaimana lagi, keluar dari hotel pordeo; susah orang percaya untuk memberikan kerjaan.
    Jadi lah Baskoro seorang pejalan di kehidupan sehari-hari tanpa terminal, sepi nggak ada teriakan makelar menawarkan jasa.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Ada cinta dibalik rasa yang ketiga puluh dua sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah ADA CINTA DIBALIK RASA~32 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
  24. Terima kasih bu Tien ... ACDR ke 32 sdh hadir dan sdh dibaca ... Semoga bu Tien n kelrg sehat sll n bahagia ... Salam Aduhai

    ReplyDelete
  25. Matur nuwun Bu Tien....salam sehat dan bahagia selalu...

    ReplyDelete
  26. Terima kasih, ibu Tien. Sehat selalu...🙏

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah, Matur nuwun Bu Tien
    Sehat wal'afiat semua ya ,🙏🤗🥰

    Makin seru ,,, apakah Baskoro akan menjawab TDK atau bukan... penasaran
    Aduhaiii 😍

    ReplyDelete

BULAN HANYA SEPARUH

BULAN HANYA SEPARUH (Tien Kumalasari) Awan tipis menyelimuti langit Lalu semua jadi kelabu Aku tengadah mencari-cari Dimana bulan penyinar a...