AKU BENCI AYAHKU 52
(Tien Kumalasari)
Rumah sakit gempar karena kehilangan pasien. Tapi keluarga pasien atas nama Satria segera membayar semua biaya perawatan Rohana selama dirawat di sana. Ia juga tidak mempermasalahkan hilangnya Rohana, karena ia sudah menduga, mengapa Rohana melakukannya.
Kehilangan puluhan juta demi membayar biaya selama dirawat? Rohana yang culas lebih baik kabur.
Satria yang segera mengabari Tomy, memutuskan agar mereka tidak perlu mencarinya. Mereka sudah tahu bahwa ibunya pasti pulang ke rumah, atau sembunyi entah di mana. Dia akan keluar dari persembunyian, setelah ia yakin tak ada yang mencarinya. Soal bayar membayar di rumah sakit itulah yang membuat sang ibu kabur.
“Ya sudah, biarkan saja. Kemarin aku tiba-tiba mendapat tagihan dari bengkel mobil. Ibu memasukkannya ke bengkel setelah kecelakaan itu, dan mengatakan alamat penagihannya. Ke kantor aku,” kata Tomy sambil geleng-geleng kepala, dibalas senyuman lucu oleh Satria.
“Bukankah ibu belum sembuh benar?” kata Minar ketika Satria sudah pulang ke rumah.
“Sudah bisa berjalan dengan bantuan kruk. Sudah beberapa hari ini kan diperbolehkan latihan jalan, mungkin ketika itulah ibu kabur dari rumah sakit.”
“Padahal sebenarnya sehari dua hari ini sudah diperbolehkan pulang kan?”
“Benar, itu sebabnya aku tadi ke rumah sakit, untuk menanyakan keseluruhan biaya. Ternyata ibu malah lebih dulu kabur. Pasti ibu mengira tagihannya akan ditagihkan pada ibu menjelang kepulangannya,” kata Satria, lalu menghela napas kesal. Sesungguhnya ia menyesali kelakuan ibunya yang sangat memalukan itu.
“Ya sudah Mas, tidak usah terlalu dipikirkan. Yang jelas tidak ada yang kurang dari pembayaran di rumah sakit.”
“Untunglah banyak yang membantu, sehingga beban itu bukan hanya ditanggung oleh Tomy dan kita sendiri.”
“Alhamdulillah sudah tidak ada beban. Untuk kelanjutan pemeriksaan ibu, pasti sudah dipikirkan sendiri bukan?”
“Pastinya begitu, karena tidak mungkin ibu minta tolong lagi pada kita setelah kabur dari rumah sakit.”
“Bagaimana dengan mobil yang rusak?”
“Sudah ada di bengkel. Tagihannya oleh ibu dialamatkan ke Tomy. Tomy sudah membayarnya, dan meminta mengirimkan mobil itu ke alamat rumah ibu."
“Apa kabar Satria kecil hari ini?” lanjutnya karena tidak melihat si kecil bersama ibunya.
Minar tertawa, nama anaknya Tegar Perkasa, tapi ayahnya selalu memanggilnya dengan Satria Kecil.
“Dia baik-baik saja, dan sedang tidur. Awas ya, jangan diganggu. Mas sukanya nggangguin meski lagi tidur sih.”
“Aku cuma mengelus pipinya. Menowel hidungnya, habis gemes.”
“ Itu namanya nggangguin. Kalau lagi nggak tidur sih nggak apa-apa. Coba, seandainya Mas lagi tidur, lalu ditowel-towel, pasti kesal kan?”
“Enggak lah, kalau yang gangguin kamu, tentu aku malah bangun dan membalas gangguan itu,” kata Satria sambil tersenyum penuh arti.
Minar mencibir, lalu berlalu ke belakang, menyiapkan makan siang bagi sang suami.
Satria tertawa senang. Bahagia yang menyelimuti kehidupannya, adalah ketika mendapatkan istri yang bukan hanya cantik wajahnya, tapi juga hatinya. Kecuali itu kehadiran Tegar telah menyempurnakan kebahagiaan itu.
***
Rohana senang ketika mobilnya yang rusak sudah diantar ke rumah dalam keadaan mulus tak ternoda. Ia hanya harus merawat kakinya yang telah dioperasi dan menunggu pemulihan. Walau begitu Rohana tak mau kembali ke rumah sakit semula. Ada rumah sakit lain yang memeriksa dan membuat kakinya normal kembali setelah empat bulan dioperasi.
Ada rasa lega karena ia tak harus membayar biaya operasi dan perawatannya di rumah sakit, yang pastilah sampai puluhan juta. Kecuali itu mobilnya juga sudah kembali mulus, tanpa ia harus mengeluarkan biaya sesenpun.
***
Berbulan berlalu, dan Boy sudah saatnya untuk masuk sekolah. Hari itu sang kakek datang, dan mengajaknya bersama ibunya pergi ke suatu tempat.
Monik terkejut ketika ayah mertuanya membawanya ke sebuah rumah, yang dikenalnya sebagai rumah ibu Rohana.
Rumah itu sudah direnovasi dengan sangat bagus, yang ketika dilihat dari arah depan, bentuknya sudah berubah dari bentuk semula.
Di area samping rumah, ada tempat untuk bermain, yang sangat asri. Boy berteriak-teriak senang ketika sang kakek meletakkan mobil-mobilan lagi yang lebih besar, lalu membiarkan Boy menjalankannya mengitari taman.
Monik tersenyum melihat Boy tampak sangat gembira. Ada ayunan di situ, ada juga tempat perosotan, dimana anak-anak kecil selalu suka naik ke atas, kemudian meluncur dan merosot ke bawah sambil berteriak-teriak.
Pak Drajat mendekati Monik yang masih terpaku memandangi rumah itu.
“Kamu kenal rumah ini?”
“Ini rumah ibu Rohana bukan? Tapi sudah banyak yang berubah.”
“Iya benar. Aku sudah membelinya, dan membangun serta merubahnya agar berbeda dari bentuk semula.”
Monik mengangguk. Dia mengikuti ayah mertuanya masuk ke dalam. Benar-benar sudah menjadi rumah yang berbeda. Letak kamar-kamarnya juga berubah. Tapi perabotannya masih banyak perabotan lama yang pernah dilihatnya.
“Rohana menjual rumah ini dengan semua perabotannya. Yang tidak pantas sudah aku buang. Kamu suka rumah ini?”
Monik baru akan bertanya, apakah ayah mertuanya akan pindah ke Jakarta dan menempati rumah ini, tapi kemudian terkejut dengan pertanyaannya. Mengapa dirinya ditanya tentang suka atau tidaknya dengan rumah itu.
“Apa?”
“Kamu suka dengan rumah ini?”
“Ini sangat bagus, tentu saja Monik suka. Bapak akan sering datang ke Jakarta dan akan tinggal di rumah ini?”
“Tidak. Meskipun aku sering datang kemari, tapi aku lebih suka menginap di hotel.”
“Lalu … siapa yang akan menempati rumah seindah ini?”
“Kamu, dan Boy, dan Tomy.”
“Apa?”
“Apa kamu keberatan?”
“Saya tidak memikirkan diri saya sendiri.”
“Boy?”
“Ya. Tampaknya dia masih belum sepenuhnya menyukai ayahnya.”
“Tidak harus dengan tiba-tiba. Tomy harus menyelesaikan kuliahnya dulu. Dan sementara itu dia masih menjadi sopir di perusahaan Ratman.”
Monik hanya bisa mengangguk, dengan perasaan tidak yakin.
“Kalau kamu setuju, aku minta kamu dan Boy segera pindah ke rumah ini. Mungkin … Indi juga akan aku pindahkan kemari. Apa kamu keberatan?”
“Indi? Pindah kemari? Boy pasti senang sekali,” kata Monik dengan mata berbinar. Indi sudah pernah datang dan Monik menyukainya. Ia juga berteman baik dengan ibunya.
“Apa bersama Desy juga?”
“Tidak. Dua hari lagi Desy akan menikah.”
“Menikah? Desy akan menikah?” Monik benar-benar terkejut.
“Benar. Dengan staf kantorku juga. Dia laki-laki baik, dan bisa menerima Desy walaupun dia sudah pernah punya anak. Setelah menikah, Desy akan pindah ke rumah suaminya, dan tampaknya Indi tidak mau ikut bersama ibunya. Lagi pula aku juga tidak ingin Indi hidup bersama ayah sambung. Kata orang-orang tua, tidak baik anak perempuan tinggal bersama ayah sambung.”
“Ah, itu bagus sekali. Boy akan punya teman bermain.”
“Tapi aku belum mengatakannya pada Indi. Pada suatu hari, aku pernah bicara soal itu, dan tampaknya Indi senang. Nanti aku akan mengajaknya bicara lagi. Semoga sebelum masuk sekolah nanti sudah bisa pindah kemari dan sekolah bersama Boy.”
“Baiklah, dengan adanya Indi, Boy pasti tidak keberatan pindah ke rumah ini.”
“Menurutku juga begitu. Masalah Tomy, dia akan menyusul pindah kemari setelah kuliahnya selesai, dan dia bisa aku serahi bisnis yang ada di kota ini.”
“Semoga semuanya lancar.”
“Ibuuuu, aku haus,” tiba-tiba Boy berteriak dari halaman, kemudian berlari masuk ke rumah.”
“Di kulkas ada minuman dingin,” kata pak Drajat yang sudah lebih dulu mengisi kulkas di rumah baru itu dengan makanan dan minuman yang bisa dipakai sewaktu-waktu.
Monik segera mengambilkan minum seperti perintah sang ayah mertua.
“Boy, apa kamu senang rumah ini?”
“Ini rumah kakek ya?”
“Nanti Indi akan tinggal di rumah ini.”
“Benarkah? Boy akan sering main kemari kalau ada Indi.”
“Kamu dan Indi boleh tinggal di sini, bermain dan sekolah bersama.”
“Benarkah?”
“Kamu suka?”
“Boy suka … Boy suka …” pekik Boy senang.
Pak Drajat merasa lega. Demikian juga Monik yang membawa minuman dalam botol dan diletakkannya di atas meja.
***
Sore itu di rumah pak Drajat, di mana Desy sedang bersiap untuk menikah, Indi selalu menatap ibunya dengan kagum. Dengan dandanan yang tampak mewah, Desy siap dibawa ke pelaminan.
“Ibu cantik sekali.”
“Bukankah semua perempuan itu cantik?"
“Ibu seperti putri raja yang ada di dalam buku cerita.”
“Benarkah?” tanya Desy sambil tertawa. Indi punya banyak buku cerita dengan gambar-gambar yang bagus, dan sering meminta agar ibunya membacakan cerita itu sebelum tidur.
“Iya Bu, putri raja yang diculik raksasa dari puncak gunung, dan disembunyikan di dalam gua. Itu cantik sekali bukan? Dandanannya seperti ibu ini lho.”
“Iya. Puteri itu cantik. Ibu cantik, Indi juga cantik.”
“Indi masih kecil, belum cantik.”
“Masa sih? Biarpun masih kecil, Indi sudah cantik kok.”
“Masa sih?”
“Benar. Tapi mengapa Indi tidak mau ikut bersama ibu?”
“Indi di sini saja, sama bibik, sama kakek. Indi tidak suka ikut om Raka. Oh ya, Indi ingat. Kata kakek, Indi akan pindah ke rumah yang ada di Jakarta, bersama mas Boy.”
Desy memeluk putrinya erat. Pak Drajat juga pernah bicara tentang Indi, yang kemungkinannya akan dititipkan pada Monik di Jakarta, setelah dirinya menikah. Sebenarnya ia tak ingin berpisah dengan Indi, tapi kalau Indi akan tinggal bersama Monik, Desy sangat senang, karena Indi tampaknya akan mendapat teman bermain yang disukainya. Setelah bertemu Indi, Monik menelponnya dan mengatakan bahwa dia menyukai Indi, yang sedikit galak tapi pintar.
“Kamu suka, tinggal bersama mas Boy?”
Indi tidak selalu ditunggui ibunya, karena seharian sang ibu bekerja, dan dia hanya bersama bibik pengasuh yang disediakan kakeknya. Seperti juga kepada ayahnya yang dulu juga jarang datang ke rumah, Indi juga tak begitu sedih ketika sang ibu mau tinggal bersama suami barunya.
"Indi suka dong Bu"
***
Hari itu Monik dan Boy pindah ke rumah baru, bekas rumah Rohana yang sudah diperindah oleh pak Drajat, dengan tatanan dan bentuk yang baru, dilengkapi dengan area bermain yang diharapkan akan membuat cucu-cucunya senang.
Tomy datang tidak setiap hari. Ia hanya datang saat malam setelah selesai bekerja, atau setiap hari libur, hanya untuk lebih mendekati Boy, yang sampai saat itu sikapnya masih terlihat dingin. Kecurigaan bahwa kebaikannya hanya untuk merayunya agar dirinya mau diajak pulang, masih memenuhi benaknya. Padahal untuk berkumpul dengan ayahnya, bukan berarti harus mengajaknya pulang ke rumah lama, yang ada di luar Jawa. Bukankah rumah Tomy adalah yang juga ditempati Boy sekarang ini?
Tapi Tomy cukup bersabar, entah sampai kapan Boy bisa menerima dirinya sebagai ayah yang penuh cinta kasih.
Ketika pada suatu hari Satria datang bersama Minar dan si kecil Tegar, Boy bukan main gembiranya.
Ia bersikeras untuk menggendongnya, yang pada akhirnya hanya bisa memangku sambil dipegangi oleh Satria, karena Tegar sudah banyak geraknya.
“Mengapa adik Tegar belum bisa berjalan?”
“Adik Tegar masih kecil. Nanti kalau sudah bisa berjalan dan berlari-lari, pasti bisa bermain dan berkejaran dengan mas Boy,” kata Satria.
“Apa Boy ingin punya adik seperti adik Tegar?” tiba-tiba Tomy muncul dan berjongkok di samping Boy yang sedang memangku adiknya.
Boy menatap Tomy.
“Kalau Boy ingin, ibu bisa kok memberikan adik untuk Boy,” kata Tomy sambil melirik Monik.
“Benarkah Bu?” tanya Boy sambil menatap ibunya.
Tapi ibunya tidak menjawab. Ia asyik berbicara dengan Minar, yang bercerita tentang kesibukannya merawat bayi.
“Ibuuuu, Boy ingin punya adik kecil,” kata Boy berteriak, membuat semuanya tertawa.
“Boy, kalau ingin punya adik seperti adik Tegar, bilang pada bapak tuh, bukan pada ibu," kata Satria sambil melirik Tomy.
Boy yang tampak bingung, membuat semuanya tertawa. Hanya Monik yang menahan tawanya sambil menunduk dengan wajah kemerahan.
Tomy menatapnya sambil tersenyum. Mimpinya akan keluarga yang bahagia, hampir sampai diujungnya. Ia merasa bahwa perjuangannya tak sia-sia.
Ketika sebuah mobil melintas, Minar melihat bahwa mobil itu adalah mobil ibu mertuanya. Kaca depan yang dibuka, menampakkan wajah cantik dengan riasan tebal, yang samar-samar tampak muram.
***
T A M A T
Seorang gadis cantik memegangi lengan seorang pemuda tampan, melarangnya menyeberangi jalan, ketika suara nyaring memanggilnya.
“Mas Boy !!”
“Jangan. Mas Boy tidak boleh ke sana,” kata si gadis sambil terus memegangi tangannya.
Tapi si ganteng bernama Boy itu berhasil melepaskan pegangannya, lalu melangkah menyeberangi jalan.
“Maaas!!” gadis itu berlari mengikuti.
Lalu sebuah derit keras dari rem mobil yang di rem tiba-tiba, terdengar memekakkan telinga, bersamaan dengan jeritan orang-orang sekitar.
Seorang wanita setengah tua dengan tongkat kecil penyangga tubuhnya, memungut sebuah tas tangan yang terlempar, kemudian menghilang diantara kerumunan.
Tungguin ya, eh, judulnya apa?
MASIH ADAKAH MAKNA?
‐--------------
Hore
ReplyDeleteTrmksh mb Tien, smg sht sll
DeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ugi Yangtie
Alhamdulillah *Aku Benci Ayahku*
ReplyDeleteepisode 52 tayang
Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
Salam hangat dari Jogja
Ttp semangat dan tmbh ADUHAI ADUHAI ADUHAI
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ugi jeng In
ADUHAI3X
Boy
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAkhir nya Monik bahagia
Salam sehat mbak Tien
Salam ADUHAI
🙏😍💃🌹🥰
Salam sehat juga. ADUHAI dari Solo
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Aku Benci Ayahku telah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteYes
ReplyDeleteSami2 ibu Sri
DeleteSalam hangat dan ADUHAI 2X
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹
Sami2 ibu Susi
DeleteMatur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteTerima kasih
ReplyDeleteSami2 ibu Yati
DeleteAlhamdulillah, ABA 52 sdh terbit. Matur nuwun Bu Tien 🙏
ReplyDeleteSami2 pak Sis Gunarto. Salam buat Hera ya
DeleteTerima kasih, bu Tien cantiik... semoga selalu sehat sekeluarga💕
ReplyDeleteSami2 jeng Mita
DeleteMaturnuwun bu Tien ... sehat selslu nggih
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ugi ibu Endang
Alhamdulillah 👍🌷
ReplyDeleteMaturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat 🤲🙏
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ugi pak HERRY
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
Delete
ReplyDeleteAlhamdulillah AKU BENCI AYAHKU~52 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
Aamiin yra..🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ugi pak Djodhi
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ugi ibu Salamah
Ciyee...Tomy style yakin ya...sudah pingin ngasih adik untuk Boy. Semoga terwujud deh...akhirnya berakhir bahagia semua.😀
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien. Semoga sehat selalu.🙏
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ugi ibu Nana
Terima kasih, ibu.
ReplyDeleteSami2 ibu Linatun
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Semoga sehat walafiat
Salam aduhai hai hai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ugi ibu Endah
Salam aduhai hai
ReplyDeleteAlhamdullilah
Cerbung *Aku Benci Ayahku 52* telah. hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga sehat bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ugi pakWedeye
Matur suwun ibu
ReplyDeleteSami2 ibu Windari
DeleteMatur nuwun bunda Tien..🙏
ReplyDeleteSehat selalu kagem bunda.
Aamiin YRA...🤲🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ugi ibu Padmasari
Alhamdulillah " Aku Benci Ayahku -52" sdh hadir.
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, senoga sehat dan bahagia selalu
Aamiin Yaa Robbal' Aalamiin
Salam Aduhai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ugi ibu Ting
🍂🍃🍂🍃🍂🍃🍂🍃
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏🦋
AaBeAy_52 sdh hadir.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien & kelg
selalu sehat, bahagia
& dlm lindungan Allah SWT.
Aamiin.Salam aduhai😍🤩
🍃🍂🍃🍂🍃🍂🍃🍂
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ugi jeng Sari
Salam aduhai deh
ABeAy-52 edisi tamat... Sptnya semua happy kec bu Rohana... Mgknkah di Masih Adakah Makna? Wanita setengah itu bu Rohana? Smtr Indi msh juga tdk rela Boy berdua dg Mia? Ditunggu cerbung barunya mb Tien..slm aduhai sll
ReplyDeleteSalam aduhai juga keng Sapti
DeleteMana gambar bunganya
Terima kasih bu tien cerbungnya, tetap sehat dan tetap semangat
ReplyDeleteHallow pak Anton lama nggak jumpa.
DeleteMatur nuwun.
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerimakasih bu tien
Semoga sehat² selalu
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ugi pak Arif
.Hamdallah...cerbung Aku Benci Ayahku part 52 telah tayang
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Amancu di Sala. Aamiin
Waduh wis cuthel, padahal Rohana masih mbalelo lho, dia tua tua keladi, makin tua tambah menjadi jadi..😁😁
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ugi pak Munthoni
Matur nuwun cerbungnya
ReplyDeleteSami2 pak Tri Tjahyo
DeleteAlhamdulillah ABAy 52 TAMAT
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien K
Sehat,semangat
Salam hangat dari BJM
Sami2 anrikodk
DeleteSalam hangat juga dari Solo
Alhamdulillah, matursuwun Bu Tien cerbungnya, tetap sehat dan tetap semangat
ReplyDeleteSalam ADUHAI 💖🌷
Sami2 ibu Umi
DeleteSalam ADUHAI
Alhamdulillah, ABAy usai .. esok berganti MAMak?
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien.
Semoga selalu sehat dan bahagia bersama keluarga . .
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ermi
Matur nuwun Bu Tien, penasaran dengan nasib Rohana. Semoga Ibu tetap sehat njih.....
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ugi ibu Reni
Terimaksih mbakyu...alhamdulillah tammat, Tetap semangat dan selalu sehat, terimaksih selalu tetap membersamai kami...
ReplyDeleteSami2 jeng. Jeng juga harus tetap semangat sehat ya
DeleteAlhamdulillah, ABAY. Tah tamat
ReplyDeleteMakasih Bu Tien salam sehat selalu.
Sami2 ibu Utinah
DeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun ugi pak Latief
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteMatur nuwun ugi ibu Mundjiati
Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰
ReplyDeleteSemua berakhir bahagia, hny Rohana yg msh keras hati nya blm mau berubah
In syaa Allaah dg * Masih adakah makna* si nenek bisa berubah,
Ditunggu, aduhaiii 😍
Tamat juga akhirnya....
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam hangat selalu aduhai
Cara bunda Tien membolak balikkan hati para tokoh dalam cerita sungguh luar biasa 👍👍👍
ReplyDeleteBirah yg jahat jadi baik, Tomy yg malas dan semau gue jadi sadar 😍
Bunda Tien benar2 Top Markotop 👍👍👍
Happy end...
ReplyDeleteAkhirnya
ReplyDeleteAsyiek dah tamat happy end
ReplyDeleteSampai sini
ReplyDeleteMasih adakah makna
ReplyDelete