Friday, September 20, 2024

MASIH ADAKAH MAKNA 08

 MASIH ADAKAH MAKNA  08

(Tien Kumalasari)

 

Tegar heran melihat Boy mendahului masuk. Setelah mengunci mobil ia bergegas mengikuti.

Tomy yang sedang menunggu pesanan kamar disiapkan, duduk di lobi, heran melihat Boy datang tergesa-gesa.

“Pak. Ini dompet Bapak.”

“Tuh, Mas, bagaimana sih? Untunglah Boy yang menemukannya," tegur sang istri.

“Mengapa kamu buka-buka dompet Bapak?”

“Ini Pak, foto ini. Tadi terjatuh dari dompet Bapak. Bukan Boy membuka-buka dompet Bapak. Ini Boy pernah melihatnya, sudah  lama sekali. Tapi lupa-lupa ingat.”

“Ini foto nenek kamu.”

"Nah, iya. Boy ingat wajahnya. Ini nenek Boy, yang galak itu kan? Boy melihatnya sekali waktu Boy sakit. Benar tidak Pak?”

“Kamu masih kecil waktu itu. Kok kamu ingat?”

“Lupa-lupa ingat. Tapi bukan itu masalahnya. Wanita tua itu, seperti nenek.”

Tomy dan Monik terkejut, demikian juga Indi, Satria dan Minar. Tegar yang baru datang menepuk bahu Boy.

“Ada apa sih?”

“Ini, Tegar. Lihat. Ini nenek kita.”

“Ini? Sepertinya mirip wanita tua itu ya?”

“Apa? Kalian melihat di mana?”

Pertanyaan itu terlontar begitu saja dan hampir bersamaan.

“Dia wanita peminta-minta itu kan Mas?” kata Tegar.

“Apa?” teriakan itu juga terlontar dari mulut dua pasang suami istri itu.

“Peminta-minta yang pernah kamu ceritakan itu?” tanya Satria.

“Tegar sudah dua kali melihatnya. Pertama di depan rumah, kedua ketika makan bersama mas Boy. Ya kan Mas?” katanya kemudian kepada Boy.

“Ya Tuhan. Ibuku jadi peminta-minta?” kata Satria dengan suara bergetar. Tomy terlihat mengusap air matanya.

“Kamu tahu di mana rumah dia?” tanya Minar tak kalah sedih.

“Tidak. Wanita itu selalu pergi tergesa-gesa. Bahkan kami tidak tahu siapa namanya. Tapi ketika itu, dia menanyakan nama kami. Jadi dia tahu nama saya Tegar, ini mas Boy. Begitu. Apa dia mengenal bahwa kami cucunya ya?”

“Wajah kalian itu mirip ayah kalian,” kata Monik.

“Jadi mas Boy dan Tegar ketemu nenek, tapi tidak mengenalinya?” Indi yang sedari tadi melongo juga menanyakannya.

Mereka terdiam dalam sendu yang menyesak. Menyesal sekali sang ibu tidak pernah menghubungi anak-anaknya, dan menghilang selama bertahun-tahun.

“Apa ibu malu menceritakan keadaannya yang sekarang seperti orang susah?”

“Dulu waktu masih punya semuanya, ibu juga tidak mau mengabari kita. Barangkali waktu itu ibu tidak suka anak-anak mencela kelakuannya yang selalu menghambur-hamburkan uang untuk berfoya-foya. Jadi lebih baik tidak berhubungan dengan kita,” kata Tomy sambil mengusap air matanya.

“Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Satria.

“Buat iklan orang hilang, disertai foto nenek,” kata Boy.

“Tapi ini foto ketika nenek masih cantik,” sambung Tegar.

Satria menyandarkan kepalanya dengan wajah bingung.

“Menyesal kita tidak memotret dia waktu bertemu,” kata Tegar.

“Tak ada yang tahu bahwa dia nenek kita. Coba tahu, pasti aku paksa dia ikut bersama kita.”

“Mungkin tetap saja kita menyebarkan foto ini, kan ada miripnya.” kata Minar.

“Jauh Bu. Kecuali kalau dilihat dari dekat dan mengawasinya benar-benar. Tapi bagi orang lewat, mana ada yang bisa menyamakan wajah nenek ketika masih cantik dan ketika sudah nenek-nenek?” kata Tegar.

Mereka belum memutuskan apa yang harus mereka lakukan, sampai kemudian masuk ke dalam kamar masing-masing untuk beristirahat.

Baru malam harinya mereka bertemu ketika makan malam. Lalu membicarakannya lagi. Tapi keputusan tentang apa yang akan mereka lakukan belum final. Masalah foto itu  yang menjadi kendala.

“Barangkali biar saja foto ini dipasang di mana-mana. Kalau kebetulan ibu melihatnya, kan ada nomor yang bisa dihubungi yang akan kita cantumkan. Siapa tahu ibu mau menghubungi kita,” kata Satria.

Tomy mengeluh sedih. Ia tahu kalau ibunya yang melihat foto itu, justru akan menjauh. Kalau benar sang ibu mau menghubungi anak-anaknya, pasti tidak sulit karena ia tahu di mana Satria tinggal, atau mungkin juga tahu bahwa Tomy tinggal di rumah bekas rumah yang ditinggalinya.

Semua berpikir sama. Sang ibu memang tak mau bertemu anak-anaknya, bahkan dalam keadaan menjadi peminta-minta. Sesuatu yang membuat anak cucu dan menantunya sedih bukan alang kepalang.

Acara liburan yang diharapkan bisa membuat mereka terhibur, tiba-tiba menjadi suram ketika mengetahui keadaan Rohana, ibu dan nenek mereka.

“Besok Tegar akan mencari di sekitar tempat, di mana Tegar dan mas Boy melihatnya. Pasti ia berkeliaran di sekitar tempat itu.”

“Segala upaya akan kita lakukan. Aku juga akan lapor polisi,” kata Satria.

“Aku juga akan ikut mencarinya,” kata Boy.

“Kita semua akan berusaha menemukannya, selalu mengawasi setiap wanita tua yang kita temui,” kata Monik yang diamini Minar.

***

Liburan mereka memang menjadi liburan yang penuh sendu, tapi kebersamaan diantara mereka terasa saling menguatkan.

Hari itu hari terakhir di mana semuanya bermaksud pulang ke Jakarta.

Mereka ingin makan di sebuah warung. Tegar yang turun terlebih dulu, tiba-tiba melihat wanita tua yang dikenalnya, keluar dari warung itu.

“Itu nenek!” teriaknya.

Teriakan itu membuat semuanya terkejut.

Tapi wanita yang memang Rohana itu terkejut begitu melihat orang-orang yang dikenalnya. Ia berlari secepatnya. Waktu itu jalanan ramai. Tegar kehilangan buruannya. Satria, Tomy dan Boy ikut mengejar. Tapi bayangan Rohana tak kelihatan. Tomy menemukan selembar baju yang teronggok di trotoar.

Ia tahu itu baju yang tadi dipakai sang ibu. Dengan melepas baju luarnya, Rohana bermaksud menghilangkan sosok dirinya yang sedang berlari. Dengan baju yang berbeda, sangat sulit mengenalinya.

“Dia melepas bajunya untuk menghilangkan jejak.”

“Ya Tuhan, mengapa ibu bersikap begitu?” sedih Minar sampai meneteskan air mata.

Boy dan Tegar masih mencari-cari, tapi Rohana lenyap seperti ditelan bumi.

Terengah-engah mereka kembali menemui orang tua mereka.

“Kok bisa ada di mana-mana,” keluh Tegar.

“Kamu tidak salah orang kan?”

“Tidak. Lagi pula kalau salah, mengapa begitu melihat kita lalu dia kabur?”

“Kok tiba-tiba ada di sini?”

“Aku tidak pulang saja hari ini. Aku akan mencari ibu,” kata Tomy.

“Aku ikut bersama Bapak,” kata Boy.

“Tidak. Kamu harus ke kantor. Kalau bapak tidak ada, harus ada kamu. Sewaktu-waktu kakek akan menelpon ke kantor, jangan sampai kita dua-duanya tak ada.”

“Apa kita harus tinggal semuanya?”

“Tidak, kalian harus bekerja. Aku saja yang tinggal.”

“Sama saya Om, saya kan tidak kuliah?” kata Tegar.

“Benar, biar Tegar menemani kamu.”

“Aku juga akan tinggal,” kata Indi.

“Kamu?”

“Iya, aku bisa ikut mencari. Kita akan mencari ke semua arah,” kata Indi.

Keputusan Tomy disetujui semua orang.

***

Tapi benarkah Rohana masih ada di kota itu? Rohana sedang lari dari rasa takut atas pencurian yang dilakukannya. Ia merasa aman di tempat yang sangat ramai dan banyak pelancongnya saat liburan. Tapi tiba-tiba ia melihat anak-anaknya, beserta keluarganya. Hal yang sangat dijauhinya. Ia bisa menyelinap diantara kerumunan orang, kemudian melepaskan baju luarnya, karena dia memang memakai baju rangkap dua. Karena itu dia bisa lolos dari kejaran. Bukankah yang diingat orang yang sedang mencari seseorang adalah bajunya? Dan tak lama kemudian ia sudah segera menumpang kendaraan untuk pergi ke kota lain.

***

Tomy dan Indi serta Tegar kembali pulang. Dengan tangan hampa, pastinya, karena Rohana licin bagai belut. Sangat pandai menyembunyikan dirinya.

Sungguh ia tak mau anak-anaknya mengetahui keadaannya. Paling-paling yang dilakukannya adalah mengatakan, syukurin, suka menghambur-hamburkan uang sampai hartanya habis. Rohana tak mau. Hidupnya adalah urusannya. Kegemarannya bersenang-senang tak ada yang boleh menghalanginya. Hidup terlunta-lunta bukan menjadikannya menyesali semua perbuatannya. Ia justru ingin, seandainya bisa seperti dulu, jalan-jalan, berpesta bersama teman-temannya, makan enak. Dan makan enak itulah yang sekarang sedang dinikmatinya.

Pagi tadi dia sedang makan enak di sebuah restoran. Tak peduli pelayan mencurigainya. Ia meletakkan uang ratusan ribu sebanyak dua lembar, agar pelayan yang menerima pesanannya tahu bahwa dia punya uang.

Ia juga sudah beli pakaian yang lebih bagus walau tidak mahal. Dan memang penampilannya yang bagus membuat orang menjadi hormat, walau tidak  menunjukkan bahwa dia orang kaya. Tapi sial sekali, begitu keluar dari rumah makan itu ia melihat anak-anak dan keluarganya. Rohana kabur secepatnya, menyelinap diantara orang-orang lalu melepaskan baju luarnya.

Dia lolos, dan sekarang sudah berada di sebuah kota kecil yang lain.

Sedikit kesal, mengapa harus bertemu mereka. Dia ingin menjalani hidupnya, dan jangan ada yang mencela atau menghalanginya. Tapi tanpa dia sadari, sikap itu membuat hidupnya kemudian sebatang kara. Sebatang kara yang masih membawa kesombongan dan tinggi hatinya.

Tapi sekarang ini dia merasa agak tenang. Ia membawa uang puluhan juta, yang disimpannya rapat-rapat, hanya dipergunakan untuk memenuhi keinginannya yang sudah lama dipendamnya, makan enak. Dan itu sudah kesampaian. Ia tak sudi beli makanan di pinggir jalan. Bukankah uangnya banyak? Entah nanti kalau sudah habis lagi.

***

Tegar menemui temannya, seorang pelukis. Ia membawa foto neneknya, lalu meminta kepada temannya agar melukisnya dengan gambaran yang dikatakannya. Foto neneknya masih belum begitu tua, tapi belasan tahun kemudian pasti ada yang berubah. Tegar menunjukkan ciri-ciri dari sang nenek yang dikenalnya. Hampir seharian dia menungguinya, dan jadilah gambar nenek Rohana seperti yang dilihatnya. Tegar sangat berterima kasih kepada temannya. Ia membawa foto itu ke rumah, membuat ayah ibunya sangat senang. Ia bisa membawa foto itu untuk disebarkan di mana-mana.

“Mengapa baru sekarang kamu mempunyai ide cemerlang ini?” puji ayahnya. Ia yakin dengan foto itu ia akan segera menemukan sang ibu, karena wajahnya yang sudah sesuai seperti keadaannya sekarang.

Keluarga Tomy juga merasa senang, karena menemukan jalan untuk bertemu kembali dengan sang ibu.

***

Sore hari itu ketika pulang sekolah, Binari tertegun melihat sebuah foto yang ditempel di dekat sekolah. Tentu saja ia mengenal orang yang ada di dalam foto itu. “Jadi sebenarnya bu Rohana punya keluarga?” gumamnya sambil mengamati foto itu tanpa berkedip.

Mengapa dia tak mau mencari keluarganya dan memilih berkeliaran di jalan-jalan? Kata batinnya sambil menunggu ojol yang akan membawanya pulang.

Ketika sampai di rumah, dilihatnya sang ayah juga sudah pulang, dan segera menyambutnya.

“Kok pulang sore, Binar?”

“Ada tambahan di sekolah Pak. Seringkali begitu, soalnya sebentar lagi ujian.”

“Capek dong?”

“Ya tidak Pak, sudah biasa kalau capek. Bukankah lebih capek Bapak?”

“Bapak juga sudah biasa.”

“Bapak sudah lama pulangnya?”

“Baru saja bapak berganti pakaian, tapi belum mandi, masih gerah. Kalau tubuh masih basah keringat, dilarang langsung mandi, biar kering dulu.”

“Betul Pak, kalau begitu saya buatkan kopi dulu ya?”

“Kamu baru pulang, nanti saja. Bapak mau menghitung uang yang sudah seminggu lebih ini menumpuk di dompet, mau bapak jadikan satu dengan yang lainnya.”

“Ya sudah, sambil Bapak menghitung, Binari buatkan kopi,” kata Binari yang langsung pergi ke belakang untuk membuatkan minum untuk ayahnya.

Pak Trimo duduk di kursi, mengambil dompetnya, dan menghitung penghasilannya selama seminggu lebih .

Senyumnya mengembang, karena penghasilan dari menjual nasi liwet dan menjadi tukang parkir, selama seminggu ini, lebih banyak dari hari-hari sebelumnya.

Ia mulai menghitung, ketika Binari membawa segelas kopi panas dan diletakkan di meja sang ayah.

“Ganti bajumu dulu. Kamu baru saja datang.”

“Iya.”

Binari bergegas ke kamar mandi, lalu berganti baju rumahan. Sama dengan sang ayah, ia akan mandi ketika rasa gerah sudah berkurang.

“Dapat banyak Pak?”

“Lumayan, ini ada satu juta tigaratus empat puluh ribu.”

“Syukurlah.”

“Ambilkan kotak uang bapak, biar bapak simpan sekalian di sana.”

Binari masuk ke kamar ayahnya, mengambil kotak uang di bawah kolong. Ada perasaan aneh karena kotaknya terasa agak ringan, tapi Binari tak mengatakan apapun. Ia meletakkannya di atas meja di depan sang ayah.

Pak Trimo menghirup kopinya, kemudian membuka kotak uangnya.

Tapi tak lama kemudian terdengar pak Trimo meraung. Uangnya raib?

***

Besok lagi ya.

40 comments:

  1. πŸ₯¬πŸ«‘πŸ₯¬πŸ«‘πŸ₯¬πŸ«‘πŸ₯¬πŸ«‘
    Alhamdulillah πŸ™πŸ¦‹
    eMAaeM_08 sdh hadir.
    Matur nuwun Bu, doaku
    semoga Bu Tien & kelg
    selalu sehat, bahagia
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin.Salam aduhai😍🀩
    πŸ₯¬πŸ«‘πŸ₯¬πŸ«‘πŸ₯¬πŸ«‘πŸ₯¬πŸ«‘

    ReplyDelete
    Replies
    1. Selamat jeng Sari yang malit...

      Alhamdulillah.....
      eMAaeM_08 sudah tayang.
      Matur nuwun Bu Tien.
      Dasar Rohana, kaya welut......

      Sehat terus dan terus sehat nggih Bu Tien.....

      Salam ADUHAI....
      πŸ₯°πŸ₯°πŸ₯°

      Delete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Masih Adakah Makna tayang

    ReplyDelete
  3. Replies
    1. Sepertinya judul yg diatas kok Masih ada cinta 08...mungkin blm diedit.

      Delete
  4. Alhamdulillah cerbung M A M mantul πŸ‘πŸŒ·πŸŒΉπŸ’
    Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat πŸ€²πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  5. Waduh kakek Isa mencolot, jadi diatas
    πŸ˜„πŸ˜„πŸ˜„πŸ˜„πŸ˜„

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah..
    Matur nwn bu Tien, Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  7. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maaf bu Tien ...La kok ini jadi selamat ulang tahun to??? Wah ini hpnya ngetik sendiri diluar nalar

      Maturnuwun bu Tien MAM 08 Sdh tayang , semoga bu Tien sll sehat dan dlm lindungan Allah SWT.. Salam rindu dan aduhai aduhsi bun

      Delete
  8. Walah...bagaimana nanti kalau Binari ketemu si pencuri uang bapaknya itu neneknya Tegar ya? Bu Tien memang piawai mengolah ide cerita berliku-liku deh...πŸ˜…

    Terima kasih, ibu...salam sehat.πŸ™

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah telah tayang MASIH ADAKAH MAKNA(MAM) 08, terima kasih bu Tien, salam sehat, sejahtera dan bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  10. Kasihan banget sama P.Trimo, cape² nabung eh tiba² hilang, selamat malam Bunda Tien Kumalasari, semoga sehat selalu, Aamiin

    ReplyDelete
  11. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah... Sehat selalu mbakyu... Wah agak sedih nih... Hehe... Semoga Allah mengganti yg lebih besar keluarga baik itu... Aamiin

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien semoga sehat walafiat
    Salam aduhai hai hai

    ReplyDelete
  14. Asyik bu Sari laju. Eh Rohana aduh Rohana, orang miskin tapi sombong. Heran ada orang kok kaya gitu. Bu Tien memang ahli mengaduk2 perasaan pembacanya. MantabsπŸ‘

    ReplyDelete
  15. Trimakasih Bu Tien ....semoga sehat selalu

    ReplyDelete

  16. Alhamdullilah
    Cerbung *masih adakah makna 08* telah. hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga sehat bahagia bersama keluarga
    Aamiin...

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah.... terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete

  18. Alhamdulillah MASIH ADAKAH MAKNA?~08 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga panjenengan sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🀲

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah..
    Matur muwun bunda Tien..
    πŸ™πŸ™
    Mugi senantiasa sehat njih bun

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah, mtr nuwun bunda Tien ..
    Salam seroja dan bahagia bersama keluarga, aamiin 🀲

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, sehat wal'afiat semua ya

    Duh Rohana, polahmu tuh ...ada saatnya semua kan bersatu,

    ReplyDelete
  22. Nah... makanya pak Trimo, tabunglah uang di bank. Tentu sulit mencari jejak si pencuri.
    Termasuk keluarga Tomy maupun Satria pasti kesulitan mencarinya. Paling nanti bisa ketemu kalau Rohana ditangkap polisi.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  23. Huaduh Rohana-Rohana, tega bgt si sama pak Trimo yg sdh menolong, memberi makan minum tumpangan tuk mandi, cuci baju, elha ko mlh bikin ulah

    Mks bun MAM 8 nya.....selamat mlm, smg sehat" selalu bun

    ReplyDelete
  24. Ikut prihatin , smg tergantikan rejeki pak Trimo dengan yang lebih barokah. Maturnuwun bu Tien.

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terimakasih cerbungnya masih mengalir dgn lancar
    Semoga bu tien trs sehat² n tetap semangat
    Selamat malam
    Salam aduhai

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah.
    Syukron nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah "Masih Adakah Makna- 07 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga eehat dan bahagia selalu.
    Aamiin
    Salam Aduhai

    ReplyDelete
  28. Matur nuwun Bu Tien atas ceritanya yg makin aduhai. tetap sehat njih Ibu....

    ReplyDelete
  29. Terimakasih bunda Tien, salam sehat selalu, bahagia bersama keluarga dan aduhaiii...

    ReplyDelete
  30. Hamdallah...cerbung Masih Adakah Makna part 08 telah tayang

    Terima kasih Bunda Tien
    Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Amancu di Sala. Aamiin

    Rohana msh blm mau di temui. Pada suatu saat nnt Polisi yng akan menemukannya, ketangkap basah melakukan aksi sbg Ratu Copet. Bagi yng merasa kehilangan uang, dan tahu profesi Rohana, pasti akan menuduh dia. Krn foto foto Rohana, sdh di sebar di mana mana, maka akan sangat mudah, Polisi menangkap Rohana.
    Note: ini hanya praduga aja lho..😁😁

    ReplyDelete
  31. Matur suwun ibu, semoga sehat selalu ibu Tien πŸ™πŸ»

    ReplyDelete

MASIH ADAKAH MAKNA 08

  MASIH ADAKAH MAKNA  08 (Tien Kumalasari)   Tegar heran melihat Boy mendahului masuk. Setelah mengunci mobil ia bergegas mengikuti. Tomy ya...