SEBUAH JANJI 25
(Tien Kumalasari)
Simbok menatap laki-laki ganteng dihadapannya. Lampu
jalan terletak tepat di depan pagar rumah keluarga Winarno, jadi bibik bisa
menatap wajah ganteng dengan mata teduh itu dengan jelas. Ada senyum tersungging
ketika si ganteng mengucapkannya.
“Maaf Bik, saya tidak pantas ya menanyakannya. Maaf
ya,” kata penuh sesal tiba-tiba terlontar dari bibir tipisnya.
Bibik langsung tersadar.
“Eh, mengapa … mengapa Mas Seno meminta maaf. Itu
tidak salah kok. Cuma sayangnya, bibik tidak mengetahui persisnya, apa Non
punya pacar atau tidak. Kan bibik itu selalu bekerja didapur, atau
bersih-bersih rumah sehingga tidak tahu bagaimana Non cantik berteman, atau
bahkan kalau dia sudah punya pacar.”
“Iya Bik, saya tahu kok. Tidak apa-apa, anggap saja
saya tidak pernah mengatakan itu.”
“Iya Mas, maaf, bibik sudah ditunggu ojol nih.”
“Oh iya, sebenarnya kalau belum terlanjur memanggil
ojol, saya mau kok mengantarkan Bibik.”
“Tidak apa-apa Mas, kasihan mas ojol sudah kelamaan
menunggu.”
“Sampaikan salam saya untuk Sekar ya.”
“Baik Mas, akan saya sampaikan.”
“Juga salam untuk bapak, semoga segera pulih dan sehat
kembali.”
“Baik, akan saya sampaikan semuanya,” kata bibik yang
kemudian langsung naik ke atas boncengan mas ojol.
“Ayo Mas, kita pergi,” katanya kepada si tukang ojol.
Seno mengawasi kepergian bibik, lalu kembali ke dalam
mobilnya. Ada sedikit kecewa karena tidak mendapat jawaban yang pasti dari si
bibik, tentang Sekar.
“Benarkah Sekar belum punya pacar? Tapi dia sangat
dekat dengan anaknya bibik tadi, dan kelihatannya memang laki-laki terpelajar.
Tapi masa sih, Sekar pacaran sama anak pembantu? Bukan apa-apa sih, tapi agak
aneh saja, dan rasanya aku agak cemburu nih,” katanya sambil memarahi dirinya
sendiri, lalu menjalankan mobilnya pergi dengan pelan.
Tapi di sepanjang perjalanan itu wajah Sekar selalu
terbayang.
“Heran aku, ketika dia masih bekerja dan setiap saat
bertemu, aku merasa tidak ada perasaan apa-apa. Tapi setelah beberapa hari
Sekar tidak masuk kerja, aku kok merasa seperti ada yang hilang, begitu. Apakah
aku suka sama dia? Jatuh cinta? Ya Tuhan, bukankah aku sudah ditunangkan dengan
anak sahabat ibuku? Tapi aku tidak suka dengan pertunangan itu. Aku juga tidak
suka sama dia. Kami kan belum pernah bertemu sebelumnya, dan dia gadis pintar
lulusan luar negeri. Tapi kok aku merasa bahwa sifatnya terlalu berlebihan. Duh,
entahlah, kok tiba-tiba aku bingung begini?” gumam Seno sambil terus
menjalankan mobilnya, entah kemana, karena dia memang hanya ingin berputar-putar mencari angin.
Tiba-tiba ponsel Seno berdering. Seno melihat wajah
cantik tunangannya di layar ponsel, dan enggan mengangkatnya. Tapi dering itu
berbunyi tanpa henti. Tidak enak kalau harus mematikannya. Akhirnya dia mengangkatnya.
“Ya, Elsa,” sahutnya enggan.
“Seno, kamu di mana?”
“Aku di … jalan.”
“Kok di jalan sih, datanglah kemari, aku sedang
bersama teman-temanku di sebuah diskotik yang_”
“Tidak, aku tidak suka ke diskotik. Kan aku pernah
bilang.”
“Sesekali kan tidak apa-apa Seno, teman-temanku ingin
kenal sama kamu. Aku tunjukin foto kita waktu kita bertunangan, tapi mereka
ingin ketemu orangnya, katanya.”
“Aku capek sekali, ingin pulang dan tidur.”
“Seno, ayolaah,” terdengar rengek manja dari seberang,
tapi Seno segera mematikan ponselnya, dan melajukan mobilnya menuju pulang.
Ada banyak ketidak cocokan diantara Seno dan Elsa.
Gadis itu masih suka berhura-hura bersama teman-temannya, terlalu manja dan
suka memaksakan kehendak, juga sering berselisih paham dalam banyak hal. Ketika
itu Seno ingin menolaknya, tapi orang tuanya, terutama ibunya, memaksanya.
“Elsa gadis cantik dan pintar. Ibu dan ibunya Elsa
bersahabat sejak masih sekolah, dan pernah berjanji kalau anak kami
masing-masing laki-laki dan perempuan, maka kami harus berbesan.”
“Mengapa ibu memaksakan kehendak? Seno tidak suka
gadis itu.”
“Cinta bisa tumbuh dengan berjalannya waktu.
Percayalah pada ibu. Dulu ketika ibu menikah dengan ayah kamu, cinta itu sama
sekali tidak ada. Tapi lama kelamaan kami bisa saling menyesuaikan diri,
akhirnya saling jatuh cinta juga.”
Seno tak menjawab. Daripada mendengarkan omelan ibunya
yang tak pernah berhenti menggelitik telinganya, dia memilih menurut. Tapi dia
belum ingin menikahi Elsa. Sungguh dia tidak menyukainya.
Seno memasuki sebuah halaman luas milik orang tuanya,
memarkirkan mobilnya di garasi, langsung masuk ke rumah dan bermaksud segera
tidur. Tapi sebelum dia naik tangga karena kamarnya ada di atas, ibunya yang
masih duduk di ruang tengah memanggilnya.
“Seno, kamu tadi jalan sama Elsa?”
Sebelah kaki Seno sudah naik ke tangga pertama. Ia
menoleh ke arah ibunya.
“Tidak Bu.”
“Bagaimana kamu ini? Tadi Elsa menelpon ke rumah,
bilang bahwa akan mengajak kamu bertemu dengan teman-temannya.”
“Iya, tadi sudah menelpon, tapi Seno sangat lelah,
ingin segera tidur,” katanya sambil melangkah menaiki tangga.
“Tega kamu, membuat Elsa kecewa?”
Seno tak menjawab, ia segera masuk ke dalam kamarnya
dan menguncinya dari dalam.
Sang ibu menggerutu kesal.
“Aku kan sudah bilang, Seno tidak suka pada gadis itu,
kamu memaksa saja,” tegur pak Ridwan, ayah Seno.
“Bukankah Elsa itu cantik dan pintar? Bodoh sekali
kalau Seno tidak menyukainya.”
“Suka itu bukan selalu karena ada wajah cantik.”
“Elsa itu bukan hanya cantik. Pokoknya tidak akan
mengecewakan untuk menjadi menantu kita. Ibu yakin, lama kelamaan Seno juga
pasti akan jatuh cinta.”
Pak Ridwan tak menjawab. Ia menatap ke arah televisi
dan menikmati acaranya, membiarkan istrinya mengomel tak henti-hentinya.
***
Ketika bibik sampai di rumah sakit, dilihatnya pak
Winarno sudah tertidur, sedangkan Sekar berbaring di sofa tapi masih membuka
matanya. Banyak yang dipikirkannya.
Tentang rumah, sudah ada yang membantu mengurusnya, pembayaran rumah sakit
sudah ada yang dicadangkan, sisa dari pembelian rumah setelah dibelikan perabot
sederhana masih sisa. Ia akan membawa almarinya sendiri dan almari ayahnya
saja, sehingga tidak usah membeli almari lagi. Juga tempat tidur, bukankah bisa
dibawanya juga?
“Non…” sapa bibik karena tampaknya Sekar tidak
memperhatikan kedatangannya.
“Eh, Bibik sudah datang?”
“Non sedang melamun, sehingga tidak tahu kalau bibik
duduk di sini sejak tadi.”
“Iya sih Bik,” kata Sekar yang kemudian bangkit dan
duduk.
Bibik menggelar tikar yang dibawanya dari rumah, yang
tadinya dipakai Barno ketika tidur diluar setiap malam.
Kelasnya memang bukan kelas vip, hanya ada sebuah sofa
untuk penunggu dan sedikit tempat untuk menggelar tikar. Mereka berbincang
pelan-pelan, takut mengganggu tidur pak Winarno.
“Nanti bibik tidur disini ya Non, biar saja nggak
pulang, ketika bibik berangkat, bu Yanti juga belum pulang.”
“Iya Bik, nggak apa-apa. Tapi sebenarnya tidak
ditemani kan juga tidak apa-apa, bukankah tidur di lantai itu dingin Bik? Kalau
bibik masuk angin bagaimana?”
“Nggak apa-apa Non. Nggak tega membiarkan Non menungguin
bapak sendirian. Oh ya, ini, bibik bawakan makan untuk Non.”
“Oh ya, terima kasih Bik.”
“Non tadi sedang memikirkan apa?” kata bibik sambil
membuka rantang berisi makanan untuk Sekar.
“Banyak Bik. Besok kan Barno mau datang, lalu menemani
Sekar membeli perabot rumah. Tapi saya pikir tidak semuanya kita beli. Tempat
tidur dan almari bapak, dan punyaku juga, serta punya bibik, bisa dibawa ke
rumah baru.”
“Iya betul Non, tadi saya juga berpikir begitu.”
“Jadi kita hanya beli meja kursi saja untuk teras dan
ruang tengah, serta peralatan dapur.”
“Benar. Kapan kita bisa mengangkuti barang-barang Non?”
“Apakah ibu akan marah kalau kita membawa
barang-barang itu? Aku kira tidak kan Bik?”
“Kenapa marah? Kan kita sisakan yang sekiranya ibu
butuhkan. Peralatan dapur, padahal juga tidak pernah memasak. Isi di dalam
kamar yang ditempatinya, dan masih banyak yang tersisa.”
“Barangkali ibu juga tidak lagi membutuhkan semuanya.”
Lalu mata Sekar menerawang, mengingat kelakuan ibu
tirinya yang tampaknya akan meninggalkan ayahnya karena sudah ada laki-laki
lain yang akan mengambilnya sebagai istri.
“Beberapa hari yang lalu, bapak bilang mau menceraikan
bu Yanti,” kata bibik sangat pelan.
“Benarkah?”
“Benar. Bapak mengatakannya ketika Non pergi bersama
Barno.”
“Kalau begitu saya lega Bik,” kata Sekar sambil
menghela napas. Kemudian menyendok nasi yang disiapkan bibik.
“Lega kenapa Non? Karena bapak akan merasa tenang
dengan tanpa adanya ibu?”
Lalu Sekar menceritakan tentang ibu tirinya yang
kemungkinan memang bermaksud meninggalkan ayahnya karena sudah ada laki-laki
lain yang akan menjadikannya istri. Sekar juga cerita tentang perabot yang
tersesat datang ke rumah yang dipesan ibu tirinya.
“Ya Tuhan,” kata bibik sambil menutup mulutnya karena
agak bersuara keras.
Mereka menoleh ke ranjang pak Winarno, dan merasa lega
karena pak Winarno tidak terusik dalam tidurnya.
“Kelakuannya sungguh sangat buruk. Tidak pantas,” omel
bibik.
“Biarkan saja Bik, kan bapak juga sudah ingin
melepaskannya. Jadi barangkali tidak ada masalah seandainya harus bercerai
dengan bu Yanti.”
“Ya Tuhan, apakah berdosa kalau saya mensyukuri
perceraian bapak dan bu Yanti?” kata bibik sambil mengemasi rantang dan akan
mencucinya.
“Bukankah yang kita harapkan adalah yang terbaik?”
kata Sekar.
“Benar. Semoga memang semuanya yang terbaik untuk
bapak, dan juga untuk Non Sekar.”
“Aamiin.”
“Oh ya Non, Non Sekar dapat salam tadi.”
“Salam? Dari siapa Bik?”
“Dari orang ganteng.”
“Eh, Bibik ada-ada saja. Siapa sih? Jadi penasaran
nih.”
“Dari mas Seno.”
“Lhoh, bibik ketemu di mana?”
“Tadi, ketika bibik sudah mau naik ojol kemari.”
“Dia datang ke rumah?”
“Dia hanya lewat, kebetulan melihat bibik, lalu
berhenti. Dia juga menanyakan, apakah Non sudah punya pacar atau belum.”
Sekar tersenyum lucu.
“Mengapa dia nanya-nanya begitu?”
“Ya nggak tahu Non, sepertinya dia itu naksir sama
Non.”
“Bibik ngarang deh.”
“Benar Non, soalnya kalau tidak naksir, untuk apa dia
bertanya begitu, coba?”
“Eh, Non … dia itu ganteng … kaya … baik hati … santun
… kurang apa coba?”
“Siapa yang ganteng Bik?”
Keduanya terkejut, ternyata pak Winarno mendengarnya.
Sebenarnya bibik sangat sedih, karena dia tahu anaknya
naksir Non cantik. Tapi kan bibik tidak berani terlalu bermimpi. Dia sadar
Barno hanyalah anaknya. Anak seorang pembantu yang tidak punya derajat. Jadi
dia sering memarahinya kalau Barno memperlihatkan rasa sukanya pada Non cantik.
“Siapa Bik?” pak Winarno mengulang pertanyaannya.
“Itu Pak, atasannya non Sekar di kantor, yang pernah
datang kemari, dan mengirimi bapak buah-buahan dan makanan.”
“O, itu. Memangnya kenapa kalau dia ganteng?”
“Itu Pak, saya hanya menggoda Non Sekar saja, siapa
tahu Non Sekar suka.”
“Sembarangan kamu ini Bik. Ganteng atau kaya itu bukan
ukuran untuk suka. Dan jodoh itu tidak usah dicari, nanti akan datang sendiri.
Malu, perempuan membahas lelaki,” tegur pak Winarno.
“Iya Pak, bibik yang salah. Maaf,” kata bibik yang kemudian
membawa perabot kotor yang tadi dipakai makan non cantiknya.
“Bibik tidak makan? Kok aku sendiri, tuh masih sisa.”
“Bibik sudah makan di rumah Non.”
“Kamu mau tidur di sini Bik?”
“Iya Pak, menemani non Sekar, soalnya Barno baru
pulang, besok katanya mau ada urusan di kampus, entahlah, saya tidak mengerti
Pak.”
“Biarlah dia menyelesaikan urusannya. Kasihan kalau
selalu menunggui aku di sini. Lagian aku sudah sembuh. Segera selesaikan rumah
itu dan segala urusannya, kalau pulang aku akan langsung ke sana.”
“Besok setelah selesai dari kampus, dia akan mengurus
soal rumah itu. Bapak tidak usah memikirkannya. Semuanya beres.”
“Syukurlah. Senang mendengarnya. Dan kalau sudah, kamu
boleh kembali bekerja, atau mengurus kuliah kamu lagi.”
“Iya, Sekar akan memikirkan semuanya. Bapak tenang
saja. Ya?”
***
Tapi pagi itu ketika bibik pulang ke rumah, kunci
rumah didapatinya masih terletak di bawah taplak meja, dan semua yang disajikan
untuk nyonya majikannya, ternyata tidak tersentuh.
Berarti sang nyonya tidak pulang.
“Ya ampun, benar-benar tidak pulang? Barangkali benar
apa yang dikatakan non Sekar, bu Yanti sudah terpikat dengan laki-laki lain dan
melupakan suaminya. Kebangetan … kebangetan,” kata bibik sambil mengelus
dadanya.
Ia mulai mengangkuti semua makanan yang masih tertata
rapi di meja. Ia terpaksa membuangnya, karena sebagian besar makanan sudah basi
dan tidak layak dikonsumsi.
Tiba-tiba bibik mendengar ketukan di pintu. Bibik
bergegas ke arah depan.
“Bik,” sapa sang tamu.
“Oh, bu Ari?”
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah....
ReplyDeleteHorse mb Nani lg yes Alhamdulillah
Deletemaaf bun, keblabasan setelah sholat 'isya nguantuk banget. Selamat uti Nani juara 1.
DeleteTerima kasih bun sdh tayang semoga bunda sudah sehat dan benar-2 sehat. Salam ADUHAI
Yess
ReplyDeleteAlhamdulillah.Maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah, maturnuwun bunda Tien..
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang.
ReplyDeleteAsyik sudah tayang
ReplyDeleteMatur nuwun
Alhamdulillah.. Sehat selalu bunda.. Terimakasih
ReplyDeleteHatur nuhun bunda Tien ku
ReplyDeleteAlhamdulillah.... Mb Tien Mugi tansah pinaringan keberkahan sehat
ReplyDeleteAamiin
DeleteNuwun jeng Dewi
Alhamdulillah SEBUAH JANJI~25 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah ...
ReplyDeleteMatur nuwun nggih Mbak Tien .. smg selalu sehat Aamiin🌷🌷🌷🌷🌷
Alhamdulillah...Matur nuwun Bunda Tien. Salam sehat selalu..🙏🌹🦋
ReplyDeleteMenunggu Sekar yang digoda lelaki ganteng,kaya, sopan. Atau pilih Barno yang sederhana...
ReplyDeleteBesok lagi ya...
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... 🙏🙏🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah tayang juga akhirnya...
ReplyDeleteTerimakasih Bu Tien....
Bisa melepas kerinduanku pada non cantik Sekar....
Salam sehat selalu Bu Tien....
Moga Bu Tien dimudahkan rejekinya....
Aamiin...
Aamiin
DeleteTerima kasih bapak Apip Mardin
Matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina,
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Salem, Boston Massachusetts, Bantul, Mataram, Palembang,Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Alhamdulilah..
DeleteHatur nuhun bunda Tien sapaannya menenangkan hati..
Salam aduhai dari Sukabumi
Alhamdulillah .....
ReplyDeleteYg ditunggu2 sdh muncul...
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Tetap semangat
Alhamdulillah .....
ReplyDeleteYg ditunggu2 sdh muncul...
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Tetap semangat
Trimakasih bu Tien salam sehat selaluselslu
ReplyDeleteAlhamdulillah SEBUAH JANJI 25 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
alhamdulillah
ReplyDeleteCeritanya tetap menarik...
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
Alhamdulillah suwun, semoga sehat selalu
ReplyDeleteAch..aku cemburu...seno lho yg cem..cem..😁
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...🙏
Alhamdulillah... Trm ksh bu Tien cerbungnya sudah tayang..
ReplyDeletealhamdullilah SJ 25 sdh tayang..terima kasih bunda..salam sehat dan slmt beristrhat..🙏🥰🌹
ReplyDeleteAkankah kebongkar rahasia Yanti ? Karena Ari kerumah dan ketemu Bibi?
ReplyDeleteSemakin seru dan bikin baper
Matur suwun bunda Tien
Salam Tahes Ulales dari bumi Arema Malang dan selalu Aduhaiiii...
Alhamdulillaah tayang makadih bunda
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeletePuji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip, sehingga SJ25 hadir bagi kami para penggandrungnya.
ReplyDeleteSepandai pandai membungkus barang busuk akhirnya akan tercium juga.
Selingkuh itu sepaket dgn berbohong . Bu Ari akhirnya tahu bahwa Yanti sering berbohong setelah ngobrol sama Bibik.
.
Makin penasaran. Monggo dilanjut aja, matur nuwun, berkah Dalem.
Salam Germas mbak Yustinhar..
DeleteTrims Bu Tien sehat selalu
ReplyDeleteSelamat malam bu tien terima kasih cerbungnya. Salam sehat
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun bu Tien SJ 25 nya
ReplyDeleteselamat rehat bu Tien salam sehat selalu
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih ibu tien
Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien.
ReplyDeleteSalam sehat dan Aduhai..
Dari mBantul
Nglilir langsung njujug SJ, matur nuwun bunda Tien 🙏🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bu tien
Semoga bu tien sehat2 selalu
Alhamdulillah.sehat selalu ibu Tien..terima kasih
ReplyDeleteSebuah usaha simbok agar menjaga Sekar nya tidak terlepas darinya.
ReplyDeleteWalau terbaca ketakutan akan kehilangan, berdalih tidak lah mungkin bisa tahu kegiatan di luar rumah.
Peristiwa pagi itu kembali menggaris bawahi bahwa Aryanti menikmati kebersamaan di rumah yang baru dibeli Samadi, selagi pemilik rumah tanpa sadar mengatakan bahkan berseloroh rumah buat istri muda, apakah Simbok menceritakan keterangan Sekar dan Barno apa adanya pada Bu Ari. Tapi niat itu tersampaikan kah, atau sedikit menutupi aib Aryanti.
Telepon semalam membuat Ari ingin lebih jelas keadaan Winarno.
Oh berbohong lagi?
Sudah bisakah Ari mengambil kesimpulan, ada sesuatu antara Aryanti dan Samadi berhubungan dengan utang Aryanti.
Bisa kah Ari menerima alasan kecemburuan Minar, setelah mendapatkan beberapa keterangan dari orang-orang yang dia temui.
Ari semakin penasaran, berhasil kah Ari menyelamatkan persahabatan antara mereka bertiga.
Hmm.. detektif Ari
Terimakasih Bu Tien,
Sebuah janji yang kedua puluh lima sudah tayang,
Sehat sehat selalu doaku,
Sejahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Ketahuan deh Yanti... Ari pasti nyariin Yanti.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam hangat selalu
Betul mb Sul..
Deletesptnya kelakuan Yanti akan ketahuan sm Ari..
mgknkah Minar juga akan tau kelakuan suaminya?..
Tunggu nanti mlm..
Tks bunda Tien..
Semoga bunda sehat dan bahagia selalu..
Aamiin yra..