SEBUAH JANJI 24
(Tien Kumalasari)
Sekar dan Barno saling pandang. Mereka tentu saja
heran, bu Yanti memesan perabot satu mobil colt penuh untuk dikirim ke rumah.
“Bagaimana Mbak?” tanya sang pengirim.
“Saya tidak tahu ada pengiriman itu, benarkah alamatnya
ke sini? Bu Yanti yang mana, barangkali Bapak salah,” kata Barno.
“Ini ... tadi yang memesan langganan kami, pak Samadi.
Tapi yang memberikan alamat, namanya bu Yanti.”
Tiba-tiba ponsel tukang kirim itu berdering.
“Ya, hallo,” jawabnya.
“Sudah dikirim, barangnya?”
“Sudah, ini sudah di rumah, tapi yang menerima bingung
tuh Pak. Apa alamatnya salah?”
“Salah? Dimana kalian kirim barang-barang itu?”
“Jalan Jago no 14.”
“Lhoh, kok ke situ sih? Bodoh kalian!”
“Tapi ibu yang tadi, yang kata Bapak namanya Yanti,
memberikan alamat ini. KTP diberikan, lalu kami mencatatnya.”
“Bodoh! Bodoh? Cepat pergi dari situ, aku berikan
alamatnya yang benar.”
“Baik Pak, jangan marah Pak, kami hanya sekedar tukang
kirim. Alamat yang diberikan memang ini,” kata si tukang kirim kesal. Tapi
tampaknya dari seberang sana sudah menutup sambungan telponnya.
“Maaf Pak, benar, kami salah kirim. Tapi bukan kami
yang salah, alamat yang diberikan memang ke sini.”
“Tidak apa-apa Pak, namanya juga salah.”
“Kami permisi,” kata tukang kirim itu sambil mengomel,
entah berkata apa, tapi langsung naik ke mobil dan membawanya pergi.
Sekar dan Barno kembali saling pandang.
“Samadi itu kan laki-laki setengah tua itu? Yang saya
hajar sampai terjungkal-jungkal?”
“Dan Yanti itu kan ibu tiriku?”
“Berarti memang benar mereka ada hubungan, dan pemilik
rumah yang di sana itu bilang bahwa Samadi membelikan rumah untuk istri mudanya
bukan?”
“Ya Tuhan, apa yang dilakukan ibu tiriku? Meninggalkan
bapak saat bapak sedang sakit, tanpa peduli, lalu tiba-tiba mengadakan hubungan
dengan laki-laki itu? Yang semula akan dijodohkannya sama aku, tapi kemudian
diambilnya sendiri?”
“Ada-ada saja kelakuannya. “
“Aku harus bilang pada bapak.”
“Jangan dulu Non. Kita harus menjaga perasaan bapak. Biarlah
kita sendiri dulu yang mengetahuinya.
“Benar No.”
“Sekarang saatnya kembali ke rumah sakit.”
“Aku rapikan dulu almari bapak yang diacak-acak, aku
juga harus melihat almariku, dia mengambil buku tabungan aku dan diletakkannya
begitu saja. Entah sadar atau tidak, tapi itu menunjukkan bahwa dia juga
mengacak almariku.”
“Benar Non.”
“Pasti dia melihat tabungan aku. Mana mungkin transferan dari bapak sudah
tertulis di di situ, aku kan belum pernah mencetaknya.” Kata Sekar sambil masuk
lagi ke dalam.
***
“Yanti bagaimana sih, kenapa barang-barang dikirim ke
rumah kamu?” tegur Samadi saat mereka ada di sebuah kamar hotel.
“Tadi kan supaya cepat, aku berikan saja KTP aku.”
“Rupanya kamu itu tidak begitu pintar ya? Di KTP mana
ada tertulis alamat rumah yang baru saja kita beli?”
“Iya, aku lupa. Lalu tadi bagaimana?”
“Nggak tahu aku, sepertinya di rumah ada orang, karena
pengirim barang bilang, mereka tidak tahu. Berarti ada orang.”
“Pasti bibik sama Sekar.”
“Bagaimana kalau suami kamu tahu?”
“Suami aku? Dia kan ada di rumah sakit?”
“Haa, di rumah sakit? Sakit apa?”
“Namanya juga orang tua, ya sakit ‘tua’ lah namanya,”
kata Yanti enteng.
“Kamu masih muda dan cantik, tidak pantas punya suami
tua. Bagaimana kalau kamu minta cerai sekalian?”
“Cerai?”
“Lalu aku akan menikahi kamu.”
“Bagaimana dengan istri kamu?”
“Biarkan saja tetap menjadi istri aku, yang penting
kamu lebih aku sayangi. Percayalah, kamu akan mendapatkan apa yang kamu
inginkan.”
Senyum Yanti mengembang. Memang sih, menjadi isteri
Winarno kan sudah tidak ada yang menarik. Sakit-sakitan, uang tidak seberapa,
lalu apa yang diharapkan? Agak lama dia berpikir, tapi akhirnya dia mengangguk.
“Kamu akan minta cerai?”
“Besok aku akan mengurusnya. Kepalang tanggung, kalau
suami aku mendengar dari siapapun yang tadi melihat barang-barang kiriman itu,
pasti dia akan marah. Jadi lebih baik aku menggugat cerai sekalian.”
Samadi tertawa, mengelus kepala Yanti dengan mesra.
Mereka sedang berada di sebuah hotel, sementara hari telah menjelang malam.
Janji yang muluk, rayuan yang manis, membuat Yanti lupa segala-galanya. Mana
mungkin suaminya bisa menyenangkannya lagi saat tubuhnya semakin renta? Hal
manis yang dulu dilaluinya telah lama terlewat. Sesungguhnya dia sangat
kesepian. Dan malam itu Samadi berhasil mengisi kesepian itu dengan mendendangkan
kidung-kidung cinta yang membuatnya terlena.
“Apa kita akan menginap?” tanya Yanti.
“Tentu saja, tapi aku nanti akan pulang sebentar, lalu
kembali lagi kemari.”
“Mengapa harus pulang dan tidak sekalian menginap sampai
besok pagi?”
“Jangan, nanti istriku curiga.”
“Kalau nanti kamu pergi lagi, apakah Minar tidak akan
curiga?”
“Kamu tenang saja, banyak cara untuk meninggalkan dia, setelah aku membuat dia senang.”
“Oh, kamu juga akan menyenangkan istri kamu dulu?”
tanya Yanti, agak cemburu.
“Supaya dia tidak curiga. Kenapa cemberut? Kamu
cemburu? Bukankah aku sudah bilang bahwa kamu lah yang nomor satu dalam hidup
aku?”
“Nggak, aku nggak cemburu. Jangan lama-lama
meninggalkan aku sendirian disini.”
“Tidak, percayalah sebelum tengah malam aku pasti
sudah kembali. Besok, satu dua hari lagi, kamu sudah boleh menempati rumah baru
kamu. Aku akan memeriksa, bagaimana orang-orangku menatanya. Kalau sudah beres,
kamu boleh tinggal di sana.”
Dan kedua manusia sesat itu kembali berasyik masyuk dalam lautan nikmat yang ditebarkan setan.
***
Ari terkejut ketika malam-malam Yanti menelponnya.
“Ada apa Yanti? Suami kamu baik-baik saja kan?” kata
Ari yang mengira bahwa Yanti mengabarkan keadaan suaminya.
“Iya, baik-baik saja kok. Aku menelpon kamu, hanya
untuk mengatakan bahwa besok dan selanjutnya kamu tidak usah nyamperin aku ya.”
“Kenapa?”
“Aku kan … ada di rumah sakit, jadi … aku berangkat
dari sana,” bohong Yanti.
“Oh, ya ampuuun, istri yang penuh pengertian nih.
Bagus lah. Tidak apa-apa, tapi keadaan suamimu baik kan? Ada kemajuan?”
“Ada, tapi kan masih harus di rawat.”
“Syukurlah, kabari kalau suami kamu sudah bisa
dijenguk. Sebagai sahabat aku dan Minar kan juga ikut menunjukkan keprihatinan
kami terhadap suami kamu.”
“Iya, tapi sekarang ini belum bisa. Nanti aku
berangkat agak siang juga ya.”
“Tidak apa-apa, bahkan selama kamu masih merawat suami
kamu, tidak usah kamu ke warung dulu. Biar aku dan Minar menyelesaikan
semuanya.”
“Benarkah?”
“Iya, besok aku bicara sama Minar, dia pasti setuju.”
“Baiklah, terima kasih Ari, kamu selalu menjadi
sahabatku yang paling baik.”
Yanti menutup ponselnya dan tersenyum cerah. Ia tidak
akan ke warung selama entah nanti berapa lama, dan akan menghabiskan waktunya bersama
Samadi yang juga sudah berjanji akan sering menemaninya.
Samadi baru saja meninggalkan hotel, lalu Yanti
mencoba untuk beristirahat, sambil menunggu kedatangan laki-laki yang akhirnya
membuatnya tergila-gila.
***
“Sudah tidur ya?” sapa Samadi dengan manis, ketika
melihat istrinya berbaring di sofa dalam keadaan setengah tertidur. Terbukti
begitu mendengar suara suaminya, dia langsung bangkit duduk lalu mengucek ke dua
matanya.
“Jam berapa? Baru pulang Mas?” tegurnya kesal.
“Waduh, urusannya semakin banyak, ini juga sebenarnya
belum selesai, aku tinggal dulu, habisnya kangen sama kamu,” katanya lembut
sambil meraih tangan istrinya dan diciumnya.
“Aku tidak suka Mas terlalu banyak urusan.”
“Lho, kok gitu? Ini kan hasilnya juga untuk kamu,
sayang.”
“Aku sudah merasa cukup.”
“Tidak, aku belum merasa cukup kalau belum bisa
membelikan kamu berlian sebesar batu bata,” katanya sambil tersenyum.
Tapi Minar tetap cemberut.
“Buatkan aku minum dong, masa suaminya capek tidak
disambut dengan segelas minuman hangat,” kata Samadi pura-pura merajuk.
Tak urung Minar berdiri, melangkah ke belakang karena pembantu
di rumah sudah pulang sejak sore hari.
Samadi duduk di ruang tengah, melepas sepatunya, dan
menyandarkan tubuhnya, tampak lelah. Minar datang dengan segelas susu coklat,
diletakkannya di hadapan suaminya.
“Lelah kan?” ejek Minar.
“Enggak, biasa saja.”
“Tapi kamu tampak lelah.”
“Biasa kan, laki-laki bekerja keras. Lelah itu bukan
sesuatu yang harus membuat kamu risau. Apalagi lelah ini sudah hilang begitu
melihat wajah kamu,” rayuan Samadi memang aduhai. Sedikit demi sedikit senyuman
Minar tampak mengembang.
“Kamu itu ya, rambut acak-acakan begitu juga bertambah
cantik lhoh,” katanya sambil meraih gelas susu coklatnya.
Minar meraba rambutnya. Saat tidur di sofa tadi memang
membuat rambutnya tampak acak-acakan. Ia merapikannya dengan jari tangan.
“Sudah, tidak usah dirapikan. Begitu sudah cantik kok."
“Mas sudah makan?”
“Makan tadi di kantor, tapi kalau kamu belum makan
juga, biar aku temani sambil makan sedikit lagi.”
“Iya, si mbok masak gulai ayam, aku belum
menyentuhnya, menunggu Mas pulang.”
“Aduh sayang sekali, ayo kita makan kalau begitu,”
kata Samadi langsung berdiri, menarik tangan istrinya ke ruang makan.
“Mas tidak mandi dulu? Ganti baju juga?”
“Nggak usah, mandi nanti, aku harus kembali lagi kan.”
Minar membelalakkan matanya, sambil duduk di samping suaminya.
“Kembali?”
“Maklum, masih banyak yang dibenahi. Jadi aku harus
yakin semuanya benar-benar beres.”
“Ya ampun Mas.”
“Setelah makan, aku mandi, ganti baju, lalu menemani
kamu tidur. Kalau kamu sudah tidur, aku baru berangkat lagi.”
“Aku tidak suka hidup seperti ini.”
“Minar, hanya malam ini. Tapi bener kok, aku tidurkan
kamu dulu, baru berangkat lagi. Kangen aku sama kamu, seharian tidak ketemu,”
katanya lembut sambil mengelus pipi istrinya.
“Bener ya, hanya malam ini?”
“Doakan semuanya baik dan lancar, sehingga setiap
malam bisa menemani kamu di rumah.”
“Oh ya, tadi aku kan sebenarnya mau cerita, tapi Mas
tiba-tiba mematikan ponsel Mas.”
“Mau cerita apa sih?”
“Itu, sebenarnya suami Yanti itu sakit, dan dirawat di
rumah sakit.”
“Syukurlah,” celetuk Samadi tanpa sadar.
“Mas! Kok syukurlah sih? Temannya kesusahan kok di
syukurin!” cela Minar tak suka.
“Maaf, maksudku … syukurlah kamu segera mengetahuinya.
Jadi bisa ikut memikirkannya. Membezoeknya, atau …”
“Dia tidak boleh dibezoek. Parah barangkali.”
“Kalau begitu kirimi dia makanan, atau buah-buahan.”
“Iya, besok biar Ari memesannya.”
“Sekarang habiskan makanmu, aku mau mandi, lalu aku
temani kamu tidur. Ya?” senyum Samadi membuat Minar tersipu. Ia hanya
mengangguk.
Begitu pintarnya Samadi mengambil hati istrinya,
sehingga ia benar-benar terlena, dan benar-benar kemudian ia pulas tertidur
seakan dininabobokkan oleh dongeng sejuta satu malam.
***
Barno pulang ke rumah, karena ada sesuatu
yang harus diurusnya di kampus. Ia juga ingin melihat jadwal ujian yang akan
dijalaninya.
Simbok yang sudah ada di rumah dan menunggu nyonya majikan
belum juga pulang, kemudian memilih meninggalkan rumah dan kembali ke rumah
sakit.
Ia menyiapkan minum yang mungkin saja ketika sang
majikan pulang sudah akan menjadi dingin, demikian juga sayur dan lauk yang
disiapkan di meja makan. Bibik tak peduli. Ia kasihan pada non cantiknya yang
menemani ayahnya sendirian karena Barno pulang sejak sore harinya. Ia mengunci
rumah, meletakkannya dibawah taplak meja teras.
“Paling-paling nanti kalai bu Yanti pulang, kalau
sampai tidak menemukan kunci rumah, juga pasti akan menelpon.”
Lalu simbok membawa bungkusan pakaian ganti pak
Winarno, dan makanan untuk non cantiknya.
Ketika menunggu ojol yang sudah dipanggilnya, bibik
menelpon Sekar.
“Ada apa Bik?”
“Ini bibik mau ke rumah sakit sekarang.”
“Ibu sudah mengijinkan?”
“Ijin dari mana, pulang juga belum. Jadi bibik tinggal
saja. Sudah ada minum dan makan yang bibik siapkan.”
“Ya sudah, terserah bibik saja. Bibik naik apa?”
“Ojol. Tuh sudah datang Non.”
Tapi sebelum bibik naik di boncengan, dilihatnya
sebuah mobil berhenti. Bibik menunggu, karena mobil itu berhenti persis di
depan pagar. Seorang laki-laki ganteng turun mendekati bibik.
“Bibik ya?”
“Oh, ini kan … itu … mas … yang …”
“Saya Seno Bik, yang pernah ke rumah sakit.”
“Iyaa, aduh … bibik lupa,” kata bibik sambil menepuk
jidatnya.
“Bibik mau ke rumah sakit?”
“Iya Mas. Kok Mas ada di sini? Apa sebenarnya mau
mampir?”
“Tidak Bik, saya kebetulan lewat dan melihat Bibik
berdiri di sini. Bagaimana keadaan pak Winarno?”
“Sudah semakin baik Mas, sudah ribut ingin pulang
saja. Mas mau ke sana?”
“Tidak, ini sudah malam, lain kali saja. Sampaikan
salam saya untuk Sekar ya. Bilang, jangan tergesa masuk kerja, sampai ayahnya
sembuh.”
“Baik Mas, nanti bibik sampaikan. Bibik permisi dulu.”
“Tunggu Bik, saya mau bertanya,” kata Seno
menghentikan langkah bibik.
“Apakah sebenarnya … Sekar … mm … sudah punya pacar?”
Bibik terpaku di tempatnya.
***
Besok lagi ya.
Makasih mbak Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah...
DeletePa Bambang Soebekti juara 1
Selamat pa Bambang.....
Matur nuwun bu Tien
Alhamdulillah
DeleteSelamat pak Bambang, ngibriiitt no. 1 🏃🏃🏃
Alhamdulillah
DeleteAlhamdulillah SEBUAH JANJI~24 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
ReplyDeleteMet malam dan met istirahat mbak Tien, sehat selalu
ReplyDeleteNggiiiiih...
DeleteSelamat malam
ReplyDeleteAlhamdulillah .....
ReplyDeleteYg ditunggu2 sdh muncul...
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Tetap semangat
Alhamdulillah
ReplyDeleteSJ sdh tayang ...... terima kasih bu tien, semoga bu tien sehat2 & senantiasa dlm lindungan Allah SWT
Aamiin.
Deletematur nuwun pak Arif
Alhamdulillah SEBUAH JANJI 24 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulilah.. Sekar sdh tayang gasik..
ReplyDeleteTerimakadih bunda Tien ku..
Salam sehat selalu
Alhamdulillah...Matur nuwun Bunda Tien...
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang.
ReplyDeleteWah beneran, Yanti mau gugat cerai.
DeleteDan Seno memang naksir Sekar, aduh...kacian Barno.
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun Mbak Tien ... jaga sehat nggih ..isturahat yg cukup semoga sehat selalu Aamiin🌷🌷🌷🌷🌷
Matur nuwun, ibu Susi
Deletealhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah SJ 24 sudah hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Salam Aduhai selalu
Sudah tayang gasik SJ24
ReplyDeleteMatur suwun bunda Tien
Salam Tahes Ulales dari bumi Arema Malang...dan tetap Aduhaiiii...
Manusang, ibu Anoman Obong
DeleteTerima kasih... dilema bibi mkin asyik
ReplyDeleteTrims Bu Tien sehat selalu
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien..
ReplyDelete🙏
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun bu Tien
ReplyDeleteSelamat beristirahat, salam sehat selalu
Aamiin
ReplyDeleteMas Bambang
Alhamdulillah...sehat selalu bu Tien
ReplyDeleteHallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina,
Alhamdulillah sdh hadir..trims bu Tien ..sehat2 ya bu tien
ReplyDeleteMakasih bunda tayangannya
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien, SJ 24 tayang lebih awal.
ReplyDeleteSalam sehat dari mBantul
Terimakasih bu Tin ,semakin memuncak SJ
ReplyDeleteAlhamdulillah cerbung Sebuah Janji Eps 24 sudah hadir..
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien, salam sehat dan salam hangat.
Alhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah... Sehat selalu bund...
ReplyDeleteCeritanya memang ok...
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSehat dan bahagia selalu.
Aduhai
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteApa jawaban bibik atas pertanyaan Seno...??? Apa akan bilang sudah??? Atau tidak tahu..??
ReplyDeleteMatur suwun & sehat selalu utk Bu Tien..🙏🙏🙏
Bibi pasti bingung jawabnya ..
DeleteKrn Barno spt seneng juga sm non Sekar..
Bgmn perasaan bibi ???
Alhamdulillah....
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien
Smg selalu sehat,Aamiin
Alhamdulillah terimakasih Bu Tien...
ReplyDeleteBerantakan sudah, yang ada di rumah jadi tahu, kalau Aryanti ada pertemanan dengan Samadi malah sudah saling ad dilaman mereka masing-masing, wow Aryanti, sudah lama video call segala, foto profil; jangan tanya, wall papernya taman bunga, terlihat wajah agak menyamping dengan pulasan lirik mata menggoda, cling pokoknya.
ReplyDeleteApalagi Samadi kelihatan masih muda senyum bibir tipis dibawah kumis nya hmm
ADUHAI
gambar belakangnya terlihat tempat wisata yang terkenal mendunia, terlihat masih legan èh elegan hé hé hé.
Nggak tahu awal mulanya yang jelas kepingin punya kegiatan diluar rumah yang bervariasi aromanya dan kesegaran apalagi habis tersiram embun awal hari; wau terasa bergairah menyambutnya apapun yang terbayang indah semua.
Ha ha aku isih payu..
Apané, la piyé mèh mutu waé; ånå sing kêsêngsêm ngono, malah ngabul abul janji sundhul langit, yå iyå ngingit ingit ati tå, hè èh yå.
Dari pada rumah nggak berubah, perabotan juga jadul, sana sini susah mencari ide kreasi, kalau berharap sedikit harta kekayaan, kok kaya mengharap warisan, nunggu? sampai kapan!
Ya sudah memerdekakan diri saja bersenang-senang di luaran, toh nggak di larang.
Yå ojo di bandhing bandhingké tå, wong lagi ngegas sithik waé ndadak kudu nginêp nang ndoktêran, nganti minggon.
Nah lho datang pangeran tampan mendatangi Sekar, segala dipunyai.
Adakah tempat di hati, ah jangan-jangan orang berada hanya mengada adakan sebagian kecil yang tersisa karena rasa simpati, terheran-heran keuletan sebuah usaha mandiri; yang memang seharusnya di nyatakan dengan suatu tindakan nyata, pengabdian yang tulus, rasa hormat. Walau hampir kehormatannya hancur karena pemaksaan yang tidak sepantasnya, masihkah Sekar mengingat sang malaikat pelindung nya.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien;
Sebuah janji yang kedua puluh empat sudah tayang,
Sehat sehat selalu doaku,
Sejahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Selamat siaanf bund Tien.. Terimaksih SJ 24 nya.. Sekarsdh tahu tingkah lakunya ibu tirinya.. YAllah smg Sekar bahagia bersm anaknta bibi.. Slmshr sll dri skbmi
ReplyDeleteSemakin asyik bu.. Ternyata Yg jatuh cinta kepada Sekar ada Barno dan Seno. Sepertinya Barno yg berjodoh krn janji kepada pakWinarno untuk meli dungi Sekar. Semoga
ReplyDeleteMenanti sebuah jawaban dari Bibi....
ReplyDeleteMenunggu Sekar... Semoga Mbak Tien selalu sehat wal'afiat. Amin.
ReplyDeletePuji Tuhan ibu Tien tetap sehat semangat dan produktip, sehingga SJ24 hadir bagi kami para penggandrungnya.
ReplyDeleteHati bibik terasa runyam mendengar pertanyaan mas Seno tentang Sekar sdh punya pacar belum.
Jodoh memang Tuhan yg atur, semoga non Sekar tidak menyakiti hati ayahnya maupun Barno.
Monggo ibu, dilanjut aja makin penadaran... Matur nuwun, Berkah Dalem.