SEBUAH JANJI 23
(Tien Kumalasari)
“Sekar?” Laki-laki tampan yang dipanggil Seno itu menatap
Sekar lekat-lekat, seakan sudah berabad-abad tidak ketemu.
“Kok mas Seno ada di sini?” tanya Sekar membuyarkan keterkejutannya, setelah benar-benar berhasil menemukan Sekar.
“Kamu tidak masuk beberapa hari, aku tidak berhasil
menghubungi kamu. Lalu aku ke rumah kamu ternyata kosong. Berkali-kali aku ke
sana, selalu kosong, lalu seorang tetangga memberi tahu bahwa ayah kamu ada di
rumah sakit. Aku mencarinya kemari."
“Ya ampun Mas, ia sih. Aku minta maaf karena tidak
pamit lagi setelah minta ijin dua hari. Bingung memikirkan bapak.”
“Baiklah, aku bisa mengerti.”
“Mana bapak?” tanya Seno.
Sekar mengantarkan Seno ke arah ayahnya, yang masih
terbaring dengan infus tersambung di tangannya.
“Bapak, ini mas Seno, putra pemilik perusahaan, di
mana Sekar bekerja. Ini atasan Sekar langsung.”
“Iya Pak, Saya Suseno,” kata Seno sambil mengulurkan
tangannya.”
Pak Winarno menatapnya takjub. Seorang putra pemilik
perusahaan, bersikap sangat santun, dan mau menjenguk keluarga karyawannya.
Senyumnya mengembang ketika Seno menggenggam erat tangannya.
“Terima kasih Nak. Ini luar biasa, orang penting yang peduli
kepada bawahannya.”
“Sekar karyawan terbaik kami Pak. Beberapa hari tidak
masuk, semua merasa kehilangan.”
“Terima kasih Nak. Maaf, Sekar sudah melalaikan
tugasnya karena saya. Biar besok dia masuk bekerja kembali.”
“Tidak, jangan dulu, selama Bapak masih sakit.”
“Tapi_”
“Bapak sakit apa?”
“Namanya orang tua Nak, onderdilnya juga sudah pada
aus,” canda pak Winarno, membuat Sekar dan Seno tertawa.
“Harus banyak istirahat ya Pak, supaya segera pulih.”
“Iya Nak, sudah pengin pulang saja, sebenarnya.”
“Setelah benar-benar sehat, baru boleh pulang. Dan kamu
Sekar, tidak boleh tergesa-gesa masuk dulu, ada yang bertugas menggantikan
semua pekerjaan kamu, jadi kamu tenang saja, sampai bapak benar-benar sembuh.”
“Terima kasih banyak ya Mas. Sampaikan maaf saya pada
pak Ridwan.”
“Iya, bapakku bisa mengerti kok.”
Mereka berbincang beberapa waktu, dan pak Winarno
merasa senang mendapat perhatian dari atasan anaknya. Sekar bahkan sudah pasrah
seandainya dia dipecat dari perusahaannya. Sekarang dia bersyukur, masih bisa
bekerja kembali nanti, setelah ayahnya sembuh, tentu saja.
Sebelum Seno pulang, Sekar memperkenalkannya pada
bibik dan Barno.
“Mas Seno, ini bibik, yang merawat saya sejak kecil,
dan ini Barno, sahabat saya, anaknya bibik.”
Mereka bersalaman dengan ramah.
“Senang berkenalan dengan Bibik, dan Barno,” kata Seno
ramah.
Barno hanya mengulas senyum ramah, dan mengiringinya
sampai Seno keluar dari kamar inap pak Winarno. Tapi Sekar mengiringinya sampai
Seno tiba di lobi.
“Sekali lagi, jangan terburu-buru masuk kerja.”
“Terima kasih Mas. Sebenarnya saya malah sudah punya
niat untuk resign saja.”
“Apa yang kamu katakan? Kamu itu keryawan teladan.
Kalau kamu resign, kami semua akan kehilangan,” kata Seno serius.
“Mas Seno bisa saja. Saya merasa bersalah telah
mengabaikan tugas saya, jadi daripada dipecat lebih baik resign atas kemauan
sendiri,” kata Sekar sambil tersenyum.
“Kami tidak bisa sembarangan memecat karyawan. Kalau
alasannya bisa diterima, mana mungkin dipecat? Kami justru prihatin mendengar
ayah kamu sakit. Harusnya kamu mengabari kami, supaya ada perhatian perusahaan
untuk keluarga karyawannya.
“Saya minta maaf.
Saya sungguh kebingungan karena memikirkan semuanya sendiri, hanya
dibantu bibik dan Barno, sementara Barno kan baru saja menyelesaikan
skripsinya, dan akan menghadapi ujian.”
“Oh, Barno kuliah?”
“Sudah hampir selesai.”
“Luar biasa. Tapi aku senang kamu diantara orang-orang
yang dengan suka rela mandampingimu, sehingga kamu tidak merasa sendirian.”
“Itu benar Mas.”
“Apakah ibu kamu sudah tidak ada?”
“Ibu saya meninggal ketika saya masih kecil.”
“Oh, jadi ayah kamu sudah sendirian?”
“Ada ibu tiri saya,” kata Sekar, tapi kemudian dia
menyesal telah mengatakannya.
“Ibu tiri kamu mana? Aku tidak melihatnya tadi.”
Tuh kan, jadi panjang nih, mengapa juga tadi Sekar
mengatakannya.
“Ibu, sibuk … mm … bekerja,” jawabnya sekenanya
padahal bicara tentang ibu tirinya, seharusnya uraiannya sangatlah panjang
bukan?
“O, bekerja juga ya.”
Sekar hanya mengangguk.
“Baiklah, aku mau kembali ke kantor ya Sekar, semoga
ayah kamu segera membaik, dan kamu bisa kembali bekerja.”
“Iya Mas, terima kasih banyak.”
Seno melangkah pergi, setelah sebelumnya menatap Sekar
dengan pandangan yang membuat Sekar berdebar.
“Ih, kenapa juga mas Seno menatapku begitu? Biasanya
tidak pernah lho,” gumamnya sambil membalikkan tubuhnya untuk kembali ke ruang
rawat ayahnya. Tapi debar itu masih tersisa, sampai dia membuka pintu ruangan
itu.
***
“Untunglah Non, juragan Non ternyata orang baik,” celetuk
bibik ketika dilihatnya Sekar sudah masuk.
“Aku tadinya mengira bahwa aku pasti dipecat, karena
lama tidak memberi kabar ke kantor,” gumam Sekar sambil duduk diantara bibik
dan Barno.
“Memangnya Non tidak mengabari ke kantor, bahwa bapak
dirawat?” tanya Barno.
“Tidak No. Aku bingung harus melakukan apa, akhirnya sebetulnya
aku malah berniat resign dari tempat aku bekerja.”
“Jangan Non, sayang. Mencari pekerjaan itu kan susah,”
sela bibik.
“Soalnya aku merasa bersalah telah mengabaikan tugas
aku di kantor.”
“Maka dari itu, Non beruntung masih bisa diterima.
Lumayan kan Non, katanya Non mau nabung untuk kuliah lagi.”
“Iya Bik, itu benar.”
“Barno,” tiba-tiba pak Winarno memanggil.
Baro bergegas mendekat.
“Ya Pak.”
“Apakah kira-kira uang untuk membeli rumah itu masih
tersisa?”
“Mudah-mudahan masih ada pak.”
“Setelah membeli perabotan secukupnya, berikan sisanya
untuk Sekar, biar dia melanjutkan kuliahnya lagi," kata pak Winarno yang rupanya mendengarkan perbincangan mereka.
“Tentu saja Pak, nanti Non Sekar sendiri yang akan
mengaturnya, saya kan hanya membantu.”
“Yang aku serahi tanggung jawab itu kan kamu. Sekar lah
yang membantu,” kata pak Winarno bersungguh-sungguh.
“Baiklah, saya mengerti.”
“Bapak tidak usah memikirkan saya dulu. Soal kuliah,
nanti Sekar yang akan mengaturnya. Bapak tidak usah khawatir.”
“Sekarang aku akan bercerita sama kamu Sekar. Dulu,
ketika Yanti menyuruhmu berhenti kuliah, bapak tidak berdaya, karena memang
uang itu belum ada. Kalau saja uang itu sudah ada, mana mungkin bapak
membiarkan kamu berhenti kuliah?”
“Bagaimana uang itu tiba-tiba ada?” tanya Sekar heran.
“Ada rumah di desa peninggalan kakek kamu almarhum.
Rumah itu, karena tidak dipakai, kemudian dibeli oleh seorang perangkat desa.
Lalu oleh orang yang bapak titipi rumah itu, uangnya diberikan kepada bapak.”
“O, begitukah?
Sebenarnya Sekar juga terkejut ketika mengetahui tiba-tiba Bapak punya uang
sebanyak itu.”
“Uang itu segera bapak transfer ke rekening kamu,
karena khawatir terjadi sesuatu atas uang itu. Bapak tidak usah mengatakannya,
pastinya kamu sudah tahu mengapa. Ya kan?”
“Sekar tersenyum sambil mengangguk. Tentu saja dia
tahu maksud ayahnya. Dan kenyataannya kan ibunya akhirnya tahu tentang uang
itu, kemudian ditanyakannya bukan? Sampai sekarang Sekar tidak mengerti, bagaimana
ibu tirinya bisa mengetahui tentang uang itu. Tapi dia enggan menceritakannya
kepada ayahnya. Sekar masih khawatir, hal-hal yang tidak mengenakkan tetap akan
melukai dan membuat ayahnya sedih.
“Ya sudah, selesaikan tentang rumah itu, lalu urus
kepulangan bapak, bapak tidak kerasan berada di sini lebih lama lagi.”
“Tentu saja Pak, mana ada orang kerasan di rumah
sakit? Maka dari itu, Bapak tidak boleh sakit lagi. Ya?”
“Doakan saja, bapak masih kuat, bisa menunggui kamu
menikah, dan punya anak," kata pak Winarno sambil melirik ke arah Barno. Sekar
tertunduk tersipu.
“Belum-belum sudah memikirkan cucu, bapak tuh,” kata
Sekar sambil menjauh, lalu mendekati bibik.
“Bik, tadi Bibik bawa makanan apa? Aku lapar nih.
Pasti Barno juga lapar.”
“Sampai lupa Non, ada tamu segala tadi tuh. Baiklah,
bibik siapkan dulu.”
***
“Inikah rumahnya?” tanya Yanti ketika Samadi
membawanya memasuki sebuah rumah yang tadi dipilihnya.
“Iya, kamu suka? Tidak begitu besar, kalau terlalu
besar juga kamu akan capek, soalnya kan kamu hanya sendirian?”
“Kapan kamu akan menemani aku?”
“Setiap ada waktu untuk kita berduaan. Kamu tidak akan
kesepian.”
“Rumah ini lumayan bagus, hanya belum ada perabotannya
bukan?”
“Itu soal mudah, aku akan memesannya, dan dalam sehari
semuanya akan siap. Hari inipun bisa dikirim kok.”
“Baiklah, terserah kamu saja.”
“Kalau begitu aku akan menemui pemilik rumah ini, agar
mereka menyuruh orang membersihkan. Lalu kita pergi untuk memesan semua
perabotan, kamu juga yang harus memilihnya lho.”
“Baiklah.”
“Nanti setelahnya, kita jalan-jalan.”
“Kemana?”
“Pokoknya bersenang-senang. Akan aku tunjukkan bahwa
aku laki-laki yang tidak mengecewakan.”
Yanti tersenyum, lalu membiarkan Samadi menemui
pemilik rumah.
“Kok lama sih kamu, aku sudah menunggu dari tadi,” tegur
Samadi ketika pemilik rumah itu datang.
“Iya, baru mengantarkan orang melihat rumah saya yang
satunya. Yang kemarin Bapak inginkan itu kan akhirnya batal dibeli, untunglah
ada orang lain yang mau.”
“Yang aku pilih pertama kali itu?”
“Iya Pak, susah-susah saya menolak Bapak, ee, mereka
nggak jadi beli.”
“Memangnya kenapa?”
“Nggak tahu saya Pak, apa kurangnya. Tampaknya
istrinya atau apanya itu, orangnya susah. Tapi nggak apa-apa, ini sudah ada yang
mau kok. Lalu bagaimana dengan Bapak?”
“Ya sudah, oke, nanti segera aku urus pembayarannya.
Tolong bersihkan rumah ini sampai sebersih-bersihnya, soalnya aku mau langsung
membeli perabotan.”
“Baiklah, akan saya urus segera. Besok saat Bapak
datang, semuanya sudah oke.”
“Ini, sebagai uang muka, nanti aku transfer
kekurangannya.”
“Baik Pak.”
***
“Bik, apakah bibik mau pulang sekarang?”
“Rasanya nanti saja Non, masih agak siang. Bu Yanti
biasanya pulang sore menjelang maghrib.”
“Kalau begitu, sekalian capeknya, aku mau mengajak Barno
ke rumah itu dulu ya, supaya segera selesai.”
“Baiklah Non, bibik nungguin di sini dulu, selesaikan
urusan Non.”
Lalu Sekar segera menggamit lengan Barno, diajaknya
pergi.
Tapi belum sempat keduanya keluar, terdengar ketukan
pintu. Ketika Barno membukanya, dilihatnya dua orang laki-laki. Seorang
laki-laki membawa parsel buah dan seorang lagi parsel roti.
“Benarkah ini ruangan Bapak Winarno?”
“Iya benar,” jawab Barno.
“Ada yang mengirimi ini.”
Kedua laki-laki itu mengulungkan barang yang
dibawanya, yang diterima Sekar dan Barno dengan perasaan heran.
“Dari siapa?”
“Itu ada kartunya mbak. Saya permisi.”
Kedua orang itu berlalu. Barno dan Sekar kembali masuk
dan meletakkan kedua parsel itu di meja.
“Apa itu?” tanya pak Winarno.
Sekar membaca kedua kartu yang tertempel.
“Semoga cepat sembuh, dari Suseno.”
“Dari yang tadi,” gumam Barno. Ada rasa aneh yang
menggumpal di dada Barno, tapi perasaan itu, Barno tidak mengerti. Ia hanya
menatap wajah Sekar yang tersenyum cerah.
“Bapak, ini dari mas Suseno.”
“O. kok ya repot-repot sih dia.”
“Bik, kalau bapak ingin makan buahnya, tolong
dibantuin ya, aku pergi dulu,” katanya sambil memberi isyarat kepada Barno agar
mengikuti.
Simbok mendekat sambil membawa parsel yang telah
dibukanya.
“Bapak ingin makan apa? Apel? Atau apa?”
“Jangan apel Bik, gigiku mana kuat mengunyah apel?
Adakah pisang saja?”
“Ada pak, pisang cavendish, ini, betul kan namanya
cavendish? Non Sekar sering membelinya,” kata bibik tersipu, takut salah
mengucapkannya.
“Iya, itu benar.”
“Saya kupaskan ya Pak.”
“Biar aku sendiri saja, masa mengupas pisang saja
harus dilayani.”
“Yang namanya mas Seno itu orang baik dan penuh
perhatian ya Pak.”
“Iya, benar.”
“Bapak ingin mengambilnya menantu?”
Pak Winarno tertawa.
“Begitu gampangkah mengambil menantu?”
“Dia kan sudah jelas kaya, ganteng, baik hati.”
“Itu bukan ukuran untuk memilih menjadi menantu,” kata
pak Winarno sambil mengupas pisangnya.
***
Sekar dan Barno baru saja selesai mengurus rumah yang
akan dibelinya. Mereka mampir ke bank dan melihat uangnya, lalu mengambilnya
sebagian untuk tanda jadi.
“Barno, mampir ke rumah sebentar ya? Sudah lama tidak
melihat rumah.”
“Iya Non, tidak apa-apa. Kan simbok masih di rumah
sakit. Tapi apa Non bawa kuncinya?”
“Aku selalu membawa kunci serepnya No.”
Sekar langsung memasuki rumah, Barno ke belakang untuk
mengambil air minum.
Begitu Sekar memasuki kamar ayahnya, dia terkejut
melihat kunci almari ayahnya masih tergantung. Seingatnya ia tak pernah membuka
almari itu setelah ayahnya ada di rumah sakit. Bibik juga pasti tak akan berani
membukanya, karena ia hanya membawakan baju harian ayahnya yang tidak tersimpan
di dalam almari. Barangkali bibik hanya membersihkan kamar, menata tempat
tidur, tapi tidak memperhatikan almari itu, sehingga dia tidak mengatakan
apa-apa. Perlahan Sekar membukanya, dan terkejut melihat laci yang ada di
dalamnya sedikit terbuka, dan isinya berserakan. Ia melihat buku tabungan
terletak di tumpukan paling atas. Sekar membukanya, dan melihat cetakan laporan
transaksi yang masih baru.
“Oh, apakah ini yang membuat ibu menanyakan dimana
uang bapak? Rupanya dia melihat ada banyak uang yang kemudian sudah ditransfer
keluar, melalui hasil cetakan itu.
“Non, apakah ini buku tabungan Non?” tanya Barno sambil mengulurkan sebuah buku.
“Lho, kamu temukan di mana No?”
“Di meja diluar kamar Non.”
“Rupanya ibu telah mengobrak abrik almari bapak, dan
juga almariku.”
“Permisiii …”
Barno dan Sekar bergegas keluar, dan terkejut melihat seseorang datang membawa sebuah mobil box terbuka.
“Ada apa ya?”
“Mengirimkan perabot yang dipesan ibu Yanti,” katanya
sambil menunjuk ke arah mobilnya.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteHore mb Wiwik juara 1
DeleteSelamat jeng Wiwik juara 1
DeleteHoreee....😍🥰
ReplyDeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien🙏🙏
Hoooreeee
ReplyDeleteMakasih Mbak Tien met malam sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteGASIK
Alhamdulillah.. semakin dibuat deg2 an ..
ReplyDeleteSuwun bu tien🥰🥰
Wah...Barno dpt saingan ini..🤭
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...🙏🙏
Yang ditunggu2 telah hadirc...
ReplyDeleteGasik
Maturvnuwun bu Tien
Semoga sehat selalu
Dan tetap semangat
Alhamdulillah *eSJe_23* sdh hadir…
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien, semoga "gebres-gebres/wahing-wahing-e" enggal ilang lan sehat seperti sedia kala demikian juga cucunda, waras-wiris, tamba teka lara lunga.
Aamiin ya Robbal:aalamiin.
Alhamdulillah, maturnuwun, sehat dan bahagia selalu Bunda Tien ..
ReplyDeleteAlhamdulillah SEBUAH JANJI 23 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Matur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang.
ReplyDeleteTernyata Seno atasan Sekar, mungkin naksir juga. Barno mendapat saingan berat.
DeleteKok perabot dikirim ke rumah lama, ke rumah baru dong. Jadi ketahuan saja...
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bu tien
Semoga bu tien sehat2 selalu
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSelamat malming untuk semua
Terimakasih bunda Tien.. Sekar sdh tayang..
ReplyDeleteDasar Yanti .... .....beli perabotan pakai alamat rumah .....akhirnya kebusukanmu, kamu sendiri yang membukanya .......
ReplyDeleteAyo Barno .....jangan sampai keduluan Seno ..
Nanti bu Tien yg akan menjodohkan Sekar..
Deletedg Barno or Seno..?
Nunggu besok lg.. eeh.. kita ketemu hr Senin ya pak Hadi..
Bsk hr minggu libur dlu.
Waduh...Barno dan Seno, sekar pilih mana ya..
ReplyDeleteTerimakasih, salam sehat bu Tien..
Alhamdulillah.....
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien.
Alhamdulillah ..
ReplyDeleteMatur nuwun nggih Mbak Tien ... 🌷🌷🌷🌷🌷
alhamdulillah🙏
ReplyDeletePesanan Yanti.. apkh tdk salah alamat?
ReplyDeleteDasar hrs ketahuan.. pdhl barang" pesanan Yanti mgkn utk rmh baru dari pa Samadi.. waah tambah seruu.. Yanti hrs nunggu proses cerai dong ..
Salam Aduhai utk bunda Tien..
Semoga sehat dan bahagia selalu bersama kelg tercinta..
Alhamdulillah, matursuwun bu Tien
ReplyDeleteSemoga sehat selalu
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina,
Terimakasih bunda Tien sdh menyapa kami..
DeleteSelamat malam..
dan Selamat beristirahat..
Semoga sehat selalu..
Alhamdulillah .semoga selalu sehat nggih Bunda.Maturnuwun
ReplyDeleteWaduh Sekar simpanan perhiasan mu katut digaruk Aryanti, lah jian mbok jangan kemrungsung dibeliin rumah, ini malah perabotan nya dikirimkan alamat sesuai katépé, la ya salah kirim aturan dikirim sana di rumah baru, katanya mau Selayar ke Bulukumba menikmati kue uhu uhu.
ReplyDeleteJadi tahu; serius banget menjadikan hati gembira loka bagai nemu istana, sampai kebocoran, huh iya seeh lama garing, jadi emosian, nggak fokus.
Ya diberi tahu tå, kalau nggak pesan kalau ada nomer kontak nya dihubungi saja.
Mau dikirim kemana, gitu.. tuh kan kalau gabener kan pasti ketemu kelirumologi.
Dari mana Aryanti dapat uang buat beli perabotan, banyak lagi, apa Aryanti dapat pesangon ya, itu berarti sebenernya uang Sekar dong.
Ah biarlah, cuma sedikit menyarankan saja sama tukang paket, toh nggak ngerti maunya.
Yang penting sudah mengatakan tidak merasa pesan.
Lagi menelusuri jejak-jejak berantakan seisi lemari, dua lemari lagi, siapa yang melakukan semua ini, kok kaya ayam mau menyiapkan tempat bertelur maen berantakan aja.
Yang dicari buku tabungan lagi.
Terimakasih Bu Tien,
Sebuah janji yang kedua puluh tiga sudah tayang,
Sehat sehat selalu doaku, sejahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Yang membelikan p Samad ya ... mas Setukliwon. Kalau sy Kamis legi...
DeleteAdiknya Reky ya pak.
DeleteAlhamdulillah SJ 23 sdh hadir
ReplyDeletesemakin seru dan bikin penasaran ceritanya
Terima kasih Bu Tien sdh menyapa kami jg, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu
Aamiin
Salam ADUHAI selalu
Alhamdulillah,Terima kasih bu Tien
ReplyDeleteAlhmdllh, trma kasih... wah ada saingan nich Barno.....
ReplyDeleteAlhamdulillah SEBUAH JANJI~23 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhai.
ReplyDeleteSelamat malam bu tien mohon maaf sdh lama tidak kasih coment, belakangan saya sibuk
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien sudah tayang lanjutannya sebuah janji...
ReplyDeleteSehat selalu ...
Berkah Dalem Gusti 🙏🛐😇
Ketahuan deh Yanti...
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
Puji Tuhan, ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip shg SJ23 hadir bagi kami para penggandrungnya.
ReplyDeleteMungkin pikiran Yanti terlalu fokus mau diajak jalan2 dan Samadi ingin buktiin sbg pria yg tdk mengecewakan shg kirim perabotan yg dibelinya salah alamat kirim.
Barno cepet lulus ya, mungkin akan ditawari kerja diperusahaan mas Seno.
Wah jadi ribet nanti kasihan Bano.Semoga semua baik2 ...
Tambah penasaran aja nih... Monggo dilanjut aja. Matur nuwun, Berkah Dalem.
Terimakasih Ibu Tien K. Sdh bisa dilanjut bacanya.
ReplyDeleteMakasih mba Tien, salam sehat selalu dan aduhai.
ReplyDeleteTrims Bu Tien sehat selalu
ReplyDeleteTeeima ksih bunda Tien.. Slmthari minggu dan isteht bersm keluarga.. Slmshr sll🙏😘😘🌹🌹
ReplyDeleteSalam sehat bunda Tien... Mtnw
ReplyDeleteminggu seperti biasa libur tik tik
ReplyDeletemaka malam senin tdak tayang
Mr jeboel baru muncul... kmn aja ?
DeleteJebul dlm bhs sunda artinya datang..
Salken.. ini bpk or ibu? ga keliatan
mgkn sih bpk ya..tp blog nya blm lngkap..
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteBu Tien....salam sehat selalu didampingi keluarga tercinta...
ReplyDeleteMenanti sebuah janji 24....
Alhamdulillah....
ReplyDeleteAkhirnya bisa menyapa Bu Tien...
Salam sehat selalu didampingi keluarga tercinta ...
Menunggu dan menunggu lagi........ SEBUAH JANJI
ReplyDeleteMatur nuwun buuu
ReplyDeleteSama.....
ReplyDelete