Friday, September 9, 2022

SEBUAH JANJI 22

 

SEBUAH JANJI  22

(Tien Kumalasari)

 

“Dia ? Mau beli rumah di daerah sini?” gumamnya. Sementara mobil itu sudah berlalu, dan sang pemilik rumah sudah melangkah mendekati Barno yang masih duduk di tangga teras.

“Itu tadi, yang sebelumnya suka sama rumah ini, tapi saya tolak karena tampaknya Mas suka, dan lebih dulu melihatnya,” kata sang pemilik rumah sambil duduk di samping Barno.

“O, dia?”

“Dia itu kenalan baik saya, seorang pengusaha, namanya Samadi. Tapi yaitu, namanya orang kaya, banyak maunya. Katanya dia mau beli rumah untuk istri mudanya,” kata sang pemilik rumah sambil tertawa.

Barno hanya tersenyum. Bayangan Samadi yang akan tinggal  berdekatan dengan rumah Sekar, membuat Barno ragu-ragu melanjutkan transaksi dengan pemilik rumah.

“Bagaimana Mas? Mas yakin suka kan? Setelah ini saya akan memastikan pak Samadi, tadi sudah menentukan pilihannya, tak jauh dari sini tempatnya. Seratusan meter lah, tadi dia bilang mau menjemput istri mudanya, supaya melihat dulu rumahnya” si pemilik menerangkan, tapi itu lebih membuat Barno ragu-ragu.

“Sebentar Pak, bukan saya yang berhak menentukan, dia ada di belakang, saya mau bicara lagi sama dia,” kata Barno sambil berdiri, kemudian beranjak ke belakang.

Ternyata Sekar sedang berada di kamar paling belakang dan melihat-lihat suasana luar dari jendela kamar itu.

“Non …”

Sekar menoleh ke arah Barno.

“Kalau bisa, jendela ini diperlebar ya No, terlalu kecil. Dan supaya lebih terang, penutupnya diberi kaca saja,” kata Sekar.

“Sebentar Non, saya mau bicara.”

“Pemilik rumah itu sudah datang?”

“Sudah, tapi ada yang membuat saya ragu kalau Non membeli rumah ini.”

“Kenapa No? Bukankah ini bagus? Bapak juga suka.”

“Baru saja saya melihat laki-laki setengah tua yang ingin memperkosa Non.”

“Apa? Di mana? Jangan sampai dia tahu bahwa aku di sini,” kata Sekar tampak cemas.

“Tidak. Dia baru saja mengantarkan pemilik rumah itu kemari. Dia membeli rumah dekat dari sini, kira-kira seratusan meter.”

“Apa?”

“Tadinya menginginkan rumah ini, tapi karena melihat bahwa tampaknya saya suka dan Non juga setuju, si pemilik mencarikan rumah lain. Katanya untuk istri mudanya.”

“Ya Tuhan. Aku tidak mau berdekatan dengan rumah dia.”

“Itu sebabnya saya belum menjawab pertanyaan pemilik rumah ini. Non harus mempertimbangkannya.”

“Tidak, ayo cari yang lain, jangan di daerah sini.”

“Baiklah Non, saya akan bicara sama dia,” kata Barno yang kemudian beranjak ke depan, diikuti Sekar.

“O, ini yang mau beli rumahnya?” sapa sang pemilik rumah sambil tersenyum.

“Tapi tampaknya saya kurang suka rumah ini Pak,” kata Sekar.

“Lho, kenapa? Kurang bagus apanya mbak?”

“Yaa, tidak cocok saja Pak. Maaf ya.”

“Bagaimana kalau saya carikan di tempat lain, tapi agak lebih besar, dan harganya terpaut sedikit. Ayo kalau mau melihat, nanti bisa bersebelahan dengan pak Samad,” ungkapnya tanpa dosa.

“Apa?” Sekar langsung bereaksi.

“Pak Samad bilang, yang akan tinggal nanti istri mudanya, dia akan jarang-jarang datang. Nah, bagaimana mBak?”

“Tidak Pak, maaf. Sekali lagi maaf. Akan saya pikirkan lagi, nanti kalau oke, saya akan mengabari Bapak. Ya kan No?” kata Sekar kemudian kepada Barno.

“Iya benar, nanti saya akan mengabari lagi.”

“Tapi saya nggak tanggung lho, kalau nanti ada orang lain yang memilih rumah ini.”

“Nggak apa-apa Pak, berarti bukan rejeki kami. Sekali lagi maaf ya,” kata Barno yang kemudian beranjak pergi. Sekar mengikutinya, meninggalkan pemilik rumah yang mengomel panjang pendek.

***

Ari sudah kembali ke warung, dilihatnya Minar sedang berbincang dengan Yanti di ruangannya.

“Ah, kamu sudah datang rupanya. Mana mobil barunya?” sapa Ari.

“Masih besok di kirimnya. Tenang saja,” kata Minar.

Lalu Ari duduk di depan Yanti, menatapnya tajam.

“Yanti, aku mau marah sama kamu,” kata Ari.

“Kenapa? Apa salahku?”

“Suami kamu dirawat di rumah sakit, dan kamu tidak bilang apa-apa?”

Yanti terkejut. Minar mengangkat wajahnya, menatap Yanti.

“Iya kan?” lanjut Ari.

“Tahu dari mana kamu?”

“Aku ketemu bibik, sedang beli roti di dekat rumah sakit itu. Katanya suami kamu ingin makan roti pisang.”

“Oh .. ketemu bibik?” Yanti mencoba menenangkan hatinya.

“Jadi suami kamu benar sakit Yan?” tukas Minar.

“Sebenarnya … iya,” hanya itu yang bisa dikatakan Yanti. Bagaimana lagi dia akan mengelak?

“Jahat kamu Yanti, kenapa tidak bilang sama kami?” tegur Ari.

“Iya tuh. Apa maksud kamu menyembunyikan sakitnya suami kamu?”

“Maaf Minar, Ari, aku tidak bermaksud apa-apa. Aku … hanya … tak ingin merepotkan kalian.”

“Apa maksudmu Yanti?” sentak Ari tak suka.

“Maaf, sungguh aku … hanya tak ingin merepotkan kalian.”

“Keterlaluan kamu Yanti. Kamu benar-benar tidak menganggap kami ini sahabat kamu.”

Omelan demi omelan dari sahabat-sahabatnya beruntun menggelitik telinganya, Yanti hanya mengucapkan maaf berkali-kali.

“Sakit apa sebenarnya suami kamu?”

“Yaa, sakit karena tua lah … tensinya tinggi …”

“Ari, besok kita bezoek ke rumah sakit ya.”

“Jangan,” kata Yanti tiba-tiba. Ia tak ingin sahabat-sahabatnya bertemu suaminya, lalu mendengar apa-apa yang akan membuat mereka lebih kesal kepadanya, misalnya kalau mendengar bahwa dia tak pernah sekalipun menjenguk suaminya, dan banyak hal yang Yanti tak ingin mereka mengetahuinya.

“Kenapa jangan?”

“Suamiku tidak boleh dijenguk, karena sakitnya agak parah, jadi tidak boleh terganggu sedikitpun,” katanya memberi alasan sekenanya.

“Yaah, sayang sekali. Nanti kita beli parsel buah-buahan saja, agar Yanti yang membawanya ya Ar,” kata Minar.

“Jangan repot-repot ah Min.”

“Kamu tuh ya, suami sakit tampak tidak perhatian,” omel Ari.

Yanti hanya menundukkan wajahnya. Ia mengangkat ponselnya ketika ada pesan singkat masuk. Ia segera membacanya. Dari Samadi.

“Berusahalah keluar sekarang, aku ingin menunjukkan sesuatu sama kamu.”

Yanti menutup ponselnya. Tiba-tiba ia menemukan alasan untuk bisa keluar tanpa teman.

“Aku pamit sebentar ya.”

“Kemana?”

“Ke rumah sakit.”

***

Ternyata Samadi sudah menunggunya di tempat biasa dia kencan. Dia langsung menyuruh Yanti masuk ke mobil.

“Mau kemana kita? Apa yang akan kamu tunjukkan?” kata Yanti yang sudah ber ‘kamu’ ria saat bicara dengan Samadi.

“Pokoknya sesuatu.”

“Nggak mau, katakan dulu.”

“Rumah.”

“Rumah?”

“Kita akan melihat rumah. Kalau kamu suka, aku akan langsung membayarnya.”

“Di mana?”

“Agak jauh, tapi tempatnya nyaman. Tidak dekat dengan keramaian.”

“Di desa?”

“Pokoknya kamu akan tenang dan senang. Kita akan sering berada di rumah itu.”

“Hm, kamu memberi hadiah mobil kepada istri kamu, lalu membeli rumah untuk aku?”

“Ya, begitulah. Tapi lebih mahal harga rumahnya lho, karena aku sayang sama kamu,” kata Samadi sambil tersenyum licik.

Yanti pun tersenyum.

Ini adalah awal Samadi memberikan hadiah untuknya, setelah membebaskannya dari hutang yang membelitnya.

“Tapi nanti malam kamu tidak boleh pulang.”

“Aku harus kemana?”

“Cari alasan agar kamu tidak kembali ke warung. Setelah melihat rumah, kita akan bersenang-senang.”

“Oh, begitu ya.”

“Tapi lihat dulu rumahnya. Aku yakin kamu akan suka. Tidak begitu besar, tapi nyaman.”

Yanti tersenyum. Dengan diketahuinya bahwa suaminya sakit, Yanti merasa lebih leluasa untuk jarang-jarang pergi ke warung.

“Kamu sudah menemukan alasan untuk pergi dari warung siang ini?”

“Sudah. Kalau tidak masa aku bisa menemui kamu.”

Tiba-tiba ponsel Samadi berdering. Wajahnya tampak kesal, yang menelpon adalah istrinya. Ia meletakkan jari telunjuk ke bibirnya sebagai isyarat untuk Yanti supaya tidak bicara, kemudian dia mengangkat ponselnya.

“Ada apa Minar?”

“Mas di mana?”

“Kamu masih bertanya lagi, ya bekerja lah, tolong mengertilah, jangan sering-sering menelpon saat aku bekerja.”

“Aku hanya ingin memberitahu bahwa_”

“Sudah, nanti kalau aku di rumah saja ngomongnya, aku sedang sibuk,” katanya penuh kesal, lalu mematikan ponselnya.

“Minar bilang apa?”

“Tidak apa-apa. Semakin lama dia semakin menyebalkan,” omelnya sambil terus menjalankan mobilnya. Yanti hanya tersenyum menanggapi.

“Dia tidak seperti kamu, selalu tampak manis dan menyenangkan, sekaligus menggairahkan,” rayuan Samadi memang selalu membuat perempuan terlena. Bahkan istrinya sendiri, walau sedang kesal hatinya, selalu luluh setiap kali Samadi merayunya.  Demikian juga Yanti. Lama kelamaan hatinya terhanyut oleh rayuan Samadi. Sudah beberapa tahun terakhir ini, suaminya tak lagi begitu suka menyentuhnya. Barangkali karena penyakitnya, entahlah. Yang jelas Yanti merasa bahwa langkahnya untuk mengikuti kemauan Samadi adalah hal terbaik yang akan dilakukannya.

***

Barno dan Sekar masih duduk di sebuah taman, tak jauh dari perumahan yang salah satu rumahnya membuat mereka suka, namun harus dibatalkannya.

Barno sedang mengotak-atik ponselnya, untuk mencari informasi tentang rumah yang dijual. Beberapa kali gagal, ada yang terlalu besar, terlalu kecil, atau bahkan terlalu mahal. Mereka harus mencari yang terjangkau, karena uangnya yang terbatas.

“Bapak pasti sedang menunggu kita,” kata Barno.

“Tapi kita harus mendapatkan rumah lain sebelum kembali ke rumah sakit, supaya bapak tidak kecewa.”

“Tapi tidak bisa kita langsung mendapatkannya.”

“Kita bisa melihat-lihat dulu kan. Lihat, ini bagus No,” kata Sekar sambil menunjukkan sebuah rumah yang ditawarkan.

“Pasti mahal, sepertinya besar.”

“Tidak, lihat saja, luas tanahnya hanya 90 meter persegi, rumahnya type 60. Ini lumayan. Ayo kita ke sana sekarang.” Kata Sekar bersemangat.

“Ada harganya tidak?”

“Tidak dicantumkan sih, kita bisa ke sana. Ini bukan perumahan, tapi di dalam kampung. Agak di luar kota.”

“Tampaknya bagus, ada tanah untuk menanam sesuatu.”

“Bunga … aku suka bunga No.”

Barno tersenyum melihat non cantiknya tampak bersemangat. Ia tahu sang non cantik suka bunga. Ia harus mewujudkan apa yang menjadi kesukaan non cantik yang sangat dikaguminya, yang oleh ayahnya dititipkan padanya untuk dijaganya. Barno senang walaupun belum sepenuhnya bisa mencerna maksud dari pesan yang diterimanya.

“Tapi aku haus,” keluh Sekar yang mulai berpeluh.

“Baiklah, kita cari minum dulu di seberang sana, Itu ada mini market, kita beli minuman botol saja,” kata Barno.

Namun sebelum mereka berdiri, dilihatnya mobil melintas. Barno mengingat mobil itu, seperti yang tadi mengantarkan pemilik rumah yang urung dibelinya. Mobil itu berhenti di mini market, di mana Barno dan Sekar ingin mengobati rasa hausnya dengan membeli minuman di sana. Samadi turun, tapi kali ini Samadi tidak sendiri. Barno dan Sekar terpaku di tempat duduknya.

“Itu kan ibu?”

“Benar, itu bu Yanti. Mereka memasuki warung itu. Dan mereka bergandengan tangan mesra sekali?”

“Ya Tuhan. Sangat tidak pantas kelakuannya itu,” keluh Sekar sedih. Ia teringat pada ayahnya. Bagaimana perasaan ayahnya kalau mengetahui kelakuan isterinya.

“Ayo kita pergi,” kata Sekar.

“Katanya haus. Tunggu mereka pergi, lalu kita beli minuman di sana.”

“Cari tempat lain saja,” kata Sekar.

Barno kembali memboncengkan non cantik menjauh dari sana.

“Aku tahu No, laki-laki itu membeli rumah untuk ibu. Bukankah mereka menuju ke arah sana?” kata Sekar dalam perjalanan mereka.

“Kemungkinan besar iya. Tadi kata pemilik perumahan itu, Samadi membelikan untuk istri mudanya dan ingin mengajaknya untuk melihat-lihat.”

“Astaga naga, istri mudanya itu ibu tiriku?”

“Ya sudah Non, jangan dipikirkan. Anggap saja dia tidak ada.”

“Apakah aku harus mengatakannya pada bapak?”

“Jangan dulu Non, bapak kan masih sakit. Bagaimana nanti saja, sekarang kita pikirkan rumah ini dulu.”

“Kamu benar No,” kata Sekar sedih.

***

“Lhoh, kenapa gambar yang kamu tunjukkan ini berbeda dengan tadi?” tanya pak Winarno ketika Sekar menunjukkan gambar rumah yang baru dilihatnya.

“Iya Pak, yang tadi Sekar kirimkan ke bibik, adalah yang pertama kali Sekar lihat. Ini ada lagi lebih bagus Pak.”

“Sepertinya agak besar?”

“Benar, dan ada pekarangannya, lumayan untuk menanam bunga,” kata Sekar.

“Kamu suka yang mana?”

“Kalau Sekar, suka yang ini Pak. Bapak suka tidak?”

“Kalau kamu suka, Bapak juga suka. Lebih mahal? Cukupkah uangnya?”

“Tidak Pak, hanya terpaut sedikit. Itu karena ini agak di pinggiran, tapi nyaman Pak.”

“Baiklah, lakukan yang kamu suka. Jangan lama-lama. Kalau bisa yang siap huni, sehingga bisa langsung ditempati. Ah, ya, perabot, bisa ambil saja dari rumah lama,” perintah pak Winarno.

“Gampang Pak, nanti bisa beli perabotan baru, tidak usah yang mahal dulu, uangnya masih sisa, apalagi kalau nanti harga rumahnya bisa ditawar.”

“Lakukan yang terbaik. Aku serahkan sama kamu dan Barno, kalian pasti tahu apa yang harus kalian lakukan.”

Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu. Bibik membukanya.

“Selamat siang,” sapa seorang laki-laki tampan yang muncul dari balik pintu.

“Siang. Mau mencari siapa ya Pak?” tanya bibik.

“Saya Seno, mau ketemu Sekar.”

Tiba-tiba Sekar muncul, dan terkejut melihatnya.

“Mas Seno?”

***

 Besok lagi ya.

51 comments:

  1. Replies
    1. Lha gantian juarane, selamat uti Nani.... Jeng Iin lagi mudun saja kreta ya'e, dadi ora sempat balapan.

      Delete
    2. Td sholat isya' dulu yah biar gak kelamaan telat jadinya hutang waktu

      Mksh bunda Tien, moga sehat selalu doaku

      Delete
  2. Alhamdulillah SEBUAH JANJI~22 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  3. Matur suwun bunda Tien, tayang gasik....salam Tahes Ulales bunda dari bumi Arema Malang Mugi tansah aduhaiiii....

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah.... Terima kasih Bu Tien.

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun bunda Tien.....
    Siap golek sisik melik.
    Sugeng dalu sugeng istirahat.
    Tetap ADUHAI

    ReplyDelete
  6. Matur nuwun bunda...
    Sebuah janji sdh tayang
    Mojok ah, penasaran ma Samadi nih...

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah... Bunda sehat ya... Matursuwun

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah...bisa ngikut hadir lebih awal...🥰

    Matur nuwun bunda Tien...🙏🙏
    Memang ADUHAI sekali bun...🥰

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah.... matur nuwun bunda sdh ditayangkan gasik ... salam sehat dan sllu aduhai

    ReplyDelete
  10. Alhamdullilah SJ 22 sdh hadir.. Slmtmlm dan slmsht sll unk bunda Tien..

    ReplyDelete
  11. 🙏🙏😘😘😍😍🥰🥰🌹🌹

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah .....
    Yg ditunggu2 sdh datang gasik...
    Matur nuwun bu Tien ...
    Semoga sehat selalu....
    Tetap semangat

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah......
    Matur nuwun Bu Tien sebuah janji sampun tayang gasik sugeng ndalu sugeng istirahat mugi sht2 sll

    ReplyDelete
  14. Makasih mba Tien.
    Semakin asik nih...
    Sehat dan tetap semangat. Aduhai.

    ReplyDelete
  15. Matur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang.
    Ada tokoh baru rupanya, jangan jangan naksir sama Sekar.
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah ...
    Tambah seru nich dg hadirnya Seno ..
    Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah SEBUAH JANJI 22 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah, maturnuwun, sehat selalu bunda Tien ..

    ReplyDelete
  19. Wah dijenguk Seno; wow Barno dapat saingan nich.
    Kelamaan nggak masuk kerja jadi teman yang simpati sama Sekar penasaran terpaksa mengunjungi Sekar, wah dimana ini ya, ngkali membuntuti sampai rumah sakit ya, nggak tahu tadi Sekar nggak begitu jelas mau kemana keburu kepingin mbonceng motor andalan tukang ojek yang kini tersaingi ojol, memangnya Sekar pesan opang ya, bisa juga kan banyak pilihan transportasi.
    Biasa demi anak; bibik nguping juga pembicaraan Seno sama Sekar, wah Seno anak Samadi ya ha ha ha.
    Muter-muter
    Nggak tahu tuh yang jelas Aryanti sama Samad; alasan kerumah sakit beloknya cari warung eh katanya bos; restauran yå, makan siang dulu, sempat juga Barno dan Sekar melihat mereka kåyå mobil beban; gandengan wiw, mesra kata Barno.
    Ya sudah yang penting menyampaikan Aryanti kalau pacar Sekar mau beli rumah disitu.
    Siapa dia, mudah-mudahan Samad nggak tahu kalau itu Barno, yang pasti Samad pernah berkelahi sama pacarnya anak tiri Aryanti, blegitu pemahamannya.
    Ada aktor baru yang ngriwuki tugas Barno hé hé hé, sampai simbok curi dengar
    Selamat menebak nebak.

    ADUHAI


    Terimakasih Bu Tien,

    Sebuah janji yang kedua puluh dua sudah tayang,
    Sejahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Samadi ngga punya anak pak Nanang, makanya dia cari sasaran Mekar, tapi gagal , terpaksa Yantilah target berikutnya ...... bunda Tien mengeluarkan jurus baru, menampilkan Seno, karena geregetan Barno telmi , sudah diberi mandataris masih ragu terus.....dikasih sainganlah biar gregetnya muncul ......ayo tunjukkan isi hatimu Barno ...jangan ragu dan malu, biar kamu anak pembantu tapi kan bisa saja jadi menantu .....maju terus Barno ....he he he ceritera semakin seru.

      Delete
  20. Alhamdulillah, cerbung Sebuah Janji Eps. 22 sudah tayang.
    Matur nuwun mbak Tien Kumalasari.
    Salam sehat dan salam hangar.

    ReplyDelete
  21. Trimakasih Bu Tien Sebuah Janji sdh tayang semoga bu Tien sehat selalu

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah SJ 22 sdh hadir
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia bersama keluarga tercinta.
    Aamiin

    ReplyDelete
  23. Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip sehingga SJ 22 hadir gasik bagi kami penggandrungnya.

    Kehadiran yg tiba2 mas Seno bikin kepikiran tersendiri bagi bibik pastinya juga Barno..

    Bikin penasaran terus ibu Tien ini, monggo dilanjut aja, matur nuwun Berkah Dalem. Salam ADUHAI...

    ReplyDelete
  24. Matur nuwun saya sudah disapa lagi oleh ibu Tien pada hallo awal. alinea ke 2 ...
    Salam ADUHAI...

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah SJ 22 sdh tayang, matursuwun bu Tien
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah SJ 22 sdh mengorbit
    Terima kasih bu tien
    Semoga bu tien selalu sehat n senantiasa dlm lindungan Allah SWT

    ReplyDelete
  27. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina,

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah..matur nuwun bu Tien.
    Salam sehat dari mBantul

    ReplyDelete
  29. Bibik maupun Barno gak usah kepikiran apa2 tentang kehadiran mas Seno.
    Pak Winarno bukan orang matre, sudah percaya pada Barno anak yg baik, bahkan sudah titip Sekar untuk menjaganya..

    ReplyDelete
  30. Matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang, sampun tayang KJ nya, smoga jenengan sehat sll dan tetep semangat, salam aduhaai dari ,Lampung

    ReplyDelete
  31. Terima kasih ..bu Tien ..lo sopo Seno tp bp sdh janji sama Barno kok lepasss

    ReplyDelete
  32. Terimakasih Bu Tien, wah ada tokoh baru Seno orang nya tampan mencari Sekar......hmm Barno cemburu nih pasti. Memang Bu Tien selalu membuat kita penasaran diakhir episode.......salam sehat selalu Bu Tien

    ReplyDelete
  33. Konflik ditambah agar cerita tambah seru...
    Mbak Tien memang luar biasa...
    Makasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  34. Lah siapa ya Seno jangan bikin narno cemburu....trims Bu tien

    ReplyDelete
  35. Matur nuwun bunda...smg selalu sehat...

    ReplyDelete
  36. Nah lo .....ada mas Seno ......siapakah dia ? Kelihatannya pengagum berat Sekar ......Barno ...saatnya tunjukkan eksistensimu .....jangan mengalah .....mandataris pak Winarno ada ditanganmu .....ayo segera baca teks proklamasi 🤣🤣🤣🤣 he he he seru....!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mas Seno yg khususon mencari Sekar..??
      Waah siapa dia?
      tambah penasaran aja..
      tunggu bsk lg/nanti malam ..

      Delete
  37. Alhamdulilah..
    Terimakasih bunda Tien...

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 01

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...