SEBUAH JANJI 27
(Tien Kumalasari)
“Yanti !”
Yanti berhenti melangkah. Terkejut sekali ketika
menyadari tiba-tiba bertemu Ari. Ia memutar otaknya dan dalam sekejap menemukan
jawaban atas pertanyaan yang kemungkinan dilontarkan sahabatnya.
“Kamu mau kemana?”
“Mau ke rumah sakit. Ini pesanan makanan suami aku.”
“Kamu tuh pintar sekali berbohong ya? Katakan yang
sebenarnya, sebenarnya kamu mau kemana.”
“Mengapa menuduh aku berbohong? Kamu kan tahu bahwa
suami aku ada di rumah sakit?
“Tapi kamu kan tidak pernah datang ke rumah sakit. Ya
kan?”
Yanti menatap Ari dengan pandangan aneh.
“Apa kamu ahli nujum?” elaknya.
“Aku kemarin ke rumah sakit bersama Minar.”
“Apa?”
“Kami bertemu suami kamu. Dan dia bilang kamu tidak
pernah menungguinya di rumah sakit.”
“Bohong. Dia itu pintar bohong Ari. Jangan mempercayai
dia, dia sudah sangat benci sama aku.”
“Kamu lah yang bohong bukan? Katakan terus terang.
Kami semua bingung atas sikap kamu yang tidak jelas.”
“Ya sudah, itu bukan urusan kamu. Biarkan aku pergi.”
“Tidak, katakan dulu apa yang terjadi.”
“Itu bukan urusan kamu. Hentikan memojokkan aku,” kata
Yanti yang segera membuka pintu taksinya.
“Jangan pergi dulu.”
“Kamu tidak berhak mengurusi aku.”
“Apa kamu lupa bahwa kami ini sahabat kamu? Kalau kamu
kesusahan, kami juga ingin ikut merasakannya. Kamu berprasangka buruk sama aku,
sementara aku sebenarnya sangat memperhatikan kamu.”
“Ya sudah, biarkan aku pergi dulu. Ceritanya panjang.”
“Yanti,” Ari ingin menahan Yanti, tapi Yanti segera
menutup pintunya dan memerintahkan pengemudi taksi itu untuk berlalu.
Ari merasa kesal. Ia bergegas menghampiri mobilnya
sendiri, lalu memacunya mengikuti mobil yang dikendarai Yanti.
***
Ternyata Yanti kembali ke rumah, dan taksi itu masih
menunggunya. Ia bergegas masuk, dan kesal melihat pintu rumahnya terkunci. Lalu
ia teringat, setiap kali ada yang pergi, maka kunci pasti diselipkan di bawah
taplak meja teras. Tapi Yanti kecewa, kunci rumah tak ada di sana. Ia menggedor-gedor
pintu, tak bisa terbuka. Kesal sekali rasanya.
Lalu ia kembali dan meminta tolong kepada pengemudi
taksi.
“Pak, kunci rumah tidak saya bawa, mungkin dibawa
pembantu saya. Bisakah Bapak menolong saya?”
“Menolong bagaimana Bu?”
“Tolong bukakan pintu itu.”
“Kalau memang tidak ada kuncinya, mana bisa saya
membukanya Bu?”
“Bagaimana kalau buka dengan paksa? Bapak punya alat
tidak, untuk membuka pintu itu?”
“Tidak punya dan tidak berani Bu.”
“Saya pemilik rumah ini, Bapak kira saya mau merampok?”
kata Yanti marah.
“Maaf Bu, saya tidak bisa. Mengapa Ibu tidak menelpon
anggauta keluarga yang lain, yang barangkali membawa kuncinya? Kalau saya
disuruh membuka paksa, sungguh saya tidak mau.”
“Yanti merasa kesal. Ia kemudian menelpon bibik.”
“Ya, ini Ibu?”
“Apa maksud kamu mengunci pintu dan tidak meninggalkan
kuncinya di tempat biasa? Memangnya hanya kamu yang boleh memasuki rumah ini?”
“Maaf Bu, kunci terbawa oleh saya.”
“Kamu ada di mana?”
“Di rumah sakit Bu, kasihan bapak.”
“Kamu gila Bik. Biar aku jebol pintu rumah ini ya,”
kata Yanti yang kemudian menuju intu dan mendobrak pintunya.
Tiba-tiba sebuah mobil meluncur, memasuki halaman.
Yanti merasa semakin kesal. Rupanya Ari membuntutinya.
Akhirnya Yanti menghentikan perbuatannya menjebol
pintu. Ia duduk di kursi teras, menunggu Ari mendatanginya.
“Yanti, apa sebenarnya yang terjadi?”
Tiba-tiba Yanti menjatuhkan kepalanya di meja, lalu
menangis sesenggukan.
“Yanti … ada apa sebenarnya?”
“Aku ini merasa sial. Sungguh, aku lebih baik menjauh
dari dia, dan hidup sendirian,” katanya diantara isak.
“Menjauh dari siapa?”
“Siapa lagi kalau bukan suami aku?”
“Apa yang terjadi? Sikap kamu membuat kami
bertanya-tanya. Katakan apakah aku bisa menolong kamu? Kenapa kamu banyak
berbohong kepada kami?”
Yanti masih menelungkupkan kepalanya dan terguguk di
sana.
Tiba-tiba pengemudi taksi yang merasa telah menunggu
terlalu lama itu mendekat.
“Bu, apakah saya masih harus menunggu?” tanyanya.
“Oh tidak, berapa ongkosnya?” tanya Ari sambil membuka
tas yang dibawanya.
“Tadi dari_”
“Tidak, biar aku saja yang membayarnya,” kata Yanti
yang tiba-tiba bangkit, lalu mengambil tas tangannya sendiri, kemudian
menyerahkan selembar uang ratusan kepada pengemudi taksi itu.”
“Tapi ini kurang Bu, tadi kan dari_”
“Oh baiklah, kurang ya? Ini aku tambahin,” lalu Yanti
menambahkan seratus ribuan lagi ke arah si pengemudi taksi.
“Kembaliannya ambil saja, sudah … tinggalkan saja aku
di sini.”
Tukang taksi segera mengucapkan terima kasih dan
berlalu bersama mobilnya.
Ari heran. Yanti seakan mencegah sang pengemudi taksi
untuk mengatakan sesuatu, mungkin arah dari mana Yanti memakai taksinya.
“Sebenarnya dari mana kamu?”
Yanti kembali duduk.
“Kamu menyembunyikan sesuatu,” tuduh Ari.
Yanti tak menjawab. Rekaan jawaban semula terpatahkan
karena Ari mengatakan bahwa dia sudah ketemu suaminya di rumah sakit. Pasti
sang suami sudah banyak bercerita tentangnya, bahkan tentang ketidak
peduliannya selama suaminya sakit. Ia memutar otaknya, lalu kembali meneteskan
air mata.
“Suami kamu sudah membaik, ketika kami datang, dia
bahkan sedang duduk, dan wajahnya tampak cerah. Mengapa kamu bilang bahwa suami
kamu tidak boleh dijenguk? Mengapa kamu bilang bahwa setiap hari kamu
menungguinya di rumah sakit? Bahkan kamu juga bilang bahwa aku tidak perlu
menjemput kamu karena kamu berangkat dari rumah sakit. Kamu juga pamit pulang
awal karena harus segera ke rumah sakit. Rentetan kebohongan kamu ini
sebenarnya apa artinya Yanti?”
“Kalian tidak tahu bagaimana penderitaanku selama
menjadi istrinya. Kalian hanya menyalahkan aku. Kebohongan yang aku lakukan
adalah semata-mata untuk menutupi keadaan rumah tangga aku yang berantakan.”
“Kamu sebenarnya menderita?”
“Sejak dia berjanji akan memberi aku uang, ternyata
dia bohong, aku sangat terluka. Aku tahu dia punya uang banyak, tapi
disembunyikannya. Apa tidak sakit hatiku Ar, sebagai istrinya tapi tidak tahu
menahu mengenai uang yang dimilikinya? Kamu tidak tahu perasaanku, hanya
menyalahkan aku. Suamiku bersekongkol dengan anak tiriku, untuk memusuhi aku. Yang
jelas, aku sudah tidak mau lagi hidup bersamanya. Aku akan menggugat cerai.”
Mata Ari terbelalak.
“Itukah yang harus kamu lakukan?”
“Daripada aku menderita Ar, sudahlah, aku minta maaf
karena memang banyak membohongi kalian, tapi stop, jangan menyalahkan aku lagi.
Aku tak bisa membeberkan semuanya. Ini rahasia keluargaku,” kata Yanti sambil
menampakkan wajah sendu.
Ketika Ari berpamit pergi, sebuah ojol berhenti, dan
bibik turun dari boncengan. Ari menyapanya.
“Bibik ?”
“Oh, bu Ari ada di sini rupanya. Ini, saya disuruh non
Sekar untuk pulang, karena bu Yanti membutuhkan kunci rumah, saya lupa telah
membawanya ke rumah sakit.”
“Non Sekar itu putrinya pak Winarno?”
“Betul Bu, saya permisi dulu, mau menyerahkan kunci
rumah, pastinya bu Yanti sudah lama menunggu.”
“Baiklah Bik, aku juga permisi mau pulang dulu.”
Bibik terus melangkah ke arah rumah. Yanti masih duduk
di teras. Matanya menatap bibik tajam, tak senang melihat bibik dan Ari
berbincang.
“Kamu bicara apa sama Ari?”
“Tidak bicara apa-apa Bu, bu Ari menyapa, saya hanya
mengatakan sedang membawa kunci rumah yang terbawa oleh saya, tadi.”
“Ya sudah, cepat buka pintunya,” perintahnya kasar.
Bibik membukanya.
“Apa ibu mau makan? Akan saya masakkan sebentar,” kata
bibik.
“Tidak, aku hanya mau mengambil barang-barang aku,”
katanya sambil menuju ke arah kamarnya.
Bibik menghela napas, ia membuatkan minum lalu
diletakkan di ruang tengah. Saat itu bibik melihat sang nyonya sedang menarik
sebuah kopor besar, keluar dari kamar.
“Saya buatkan minum Bu,” kata bibik.
Yanti tak menjawab, tapi ia memang kehausan. Ia
meletakkan kopornya di teras, bersama bungkusan yang tadi dibawanya, lalu
menuju ke arah ruang tengah, meraih cangkir yang berisi minuman hangat,
dihabiskannya.
Bibik pergi ke arah belakang, enggan bertanya tentang
kopor yang dibawanya. Bibik melihat sang majikan mengotak-atik ponselnya,
tampaknya memanggil taksi online.
***
“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Minar pada
keesokan harinya.
“Nggak jelas, dia hanya menangis dan mengatakan bahwa
dirinya sangat menderita.”
“Oh ya? Dia tampak begitu ceria setiap datang ke
warung, dan dia mengatakan bahwa sangat menderita?”
“Itu yang dikatakannya, dan kebohongannya katanya
hanya untuk menutupi rumah tangganya yang berantakan. Dia akan menggugat cerai.”
“Ya ampun. Sampai sebegitunya?”
Ari mengangkat bahunya. Sesungguhnya dia tak percaya
bahwa suami dan anak tiri Yanti begitu jahat sama dirinya. Kata-katanya begitu
santun, mata Sekar juga tampak teduh dan menampakkan tabiat yang baik. Tapi
entahlah, Ari tidak bisa menebak apa yang sebenarnya terjadi, dan seperti apa
sesungguhnya suami dan anak tiri Yanti.
“Apakah dia belum bermaksud untuk ikut bekerja lagi?”
“Entahlah, dia seperti tidak tinggal di rumah itu,
entah dia tinggal di mana.”
“Kenapa tidak kamu ikuti dia supaya kamu tahu?”
“Aku mengikutinya sejak dari toko roti, ternyata dia
pulang ke rumahnya, dan sedang ribut karena rumahnya terkunci. Rupanya terbawa
oleh pembantunya ke rumah sakit. Tapi saat aku pulang, si pembantu itu sudah
datang membawakan kuncinya.”
“Ada apa dia sebenarnya?”
***
Hari-hari sudah berlalu, dan dokter sudah mengijinkan
pak Winarno untuk pulang. Seperti dikatakannya, dia tak ingin pulang ke
rumahnya, dan ingin pulang ke rumah baru anaknya.
Sekar dan bibik, dibantu Barno, telah membawa semua
barang-barang pak Winarno ke rumah baru.
Bibik sedang pulang untuk mengambil barang-barang yang
tertinggal, karena mereka akan langsung pindah ke sana.
Pak Winarno sedang berdiri di jendela ruang rawat
inapnya, berpakaian rapi dan tampak segar. Ia merasa seperti keluar dari dalam
gua yang sangat gelap. Menatap keluar, melihat dunia benderang yang penuh
hijaunya daun dan mekarnya kembang beraneka warna, mengelilingi kolam kecil
dengan kecipak ikan yang berenang di dalamnya. Senyumnya mengembang. Ia menoleh
kearah Sekar.
“Sekar, apakah kamu juga akan menanam bunga-bunga di
halaman rumah kamu?” tanyanya sambil tersenyum.
“Iya Pak, kemarin Barno sudah membeli beberapa bibit
bunga, nanti Sekar akan merawatnya.”
“Tapi kamu juga harus segera kembali bekerja, sudah
terlalu lama absen. Pimpinan perusahaan sangat baik, jadi kamu juga harus
bersikap baik.”
“Iya.”
“Atur bagaimana kamu akan melanjutkan kuliah juga,
agar tidak terlalu lama putus.”
“Iya Pak.”
“Dan Barno, segera setelah kamu lulus, jalani bekerja
dimanapun kamu mendapatkannya. Ia akan menjadi pengalaman hidup yang berharga.
Barangkali susah menapak diatas tanah berbatu dan berdebu, tapi bukankah ada
pepatah berakit-rakit dahulu berenang-renang ke tepian?”
“Baik Pak.”
“Satu lagi, jangan lupa janji kamu.”
“Tentu Pak.”
Barno melirik sekilas ke arah Sekar, yang saat itu
juga sedang memandangnya. Sebentuk percikan api meloncat dari dalam hati-hati
mereka, memerahkan wajah yang kemudian saling memalingkannya.
Sekar dan Barno tidak begitu paham arti kata pak
Winarno yang selalu mengatakan ‘janji’, tapi bahwa untuk menjaga Sekar, pasti
ia akan melakukannya tanpa diminta.
Sekar merasa dadanya berdegup kencang. Pandangan Barno
terasa aneh, tapi entah mengapa, membuatnya senang. Dan tiba-tiba saja, ingatan
bahwa Barno akan pergi jauh setelah lulus nanti, membuatnya sedih.
Sekar sudah menyelesaikan urusan administrasi di rumah
sakit itu, tinggal menunggu bibik datang, lalu mereka akan berangkat pulang ke rumah
baru.
Tiba-tiba bibik muncul dengan membawa surat bersampul
coklat, diberikannya kepada pak Winarno.
“Ada surat untuk Bapak, entah surat apa,” kata bibik.
Pak Winarno menerima surat itu, lalu duduk di kursi,
membukanya sekilas, lalu tersenyum.
“Yanti menggugat cerai,” gumamnya tanpa beban.
Sekar menatap ayahnya. Lega tak tampak ada luka memancar
dari sana.
“Ini memudahkan aku, untuk tidak usah mengurusnya.
Biarkan berjalan seperti kemauannya. Ayo kita pulang, Sekar.” Kata pak Winarno
bersemangat.
“Saya panggil taksi dulu Pak,” kata Sekar.
Barno dan bibik mengangkut semua barang yang harus
dibawa.
***
Yanti sedang berada di rumah yang belum lama dibeli
Samadi. Ia senang rumah itu tampak semarak dengan perabotan-perabotan baru yang
sudah beberapa hari lalu selesai ditatanya. Ia tak peduli kalau Samadi menemaninya
setiap hari tanpa mau tidur bermalam bersamanya, dengan alasan agar tak
dicurigai istrinya. Yang penting bagi Yanti adalah dia merasa senang dan
berkecukupan. Samadi juga berjanji akan membelikannya mobil.
Sore itu Samadi sedang mandi, dan Yanti menunggunya di
ruang tengah setelah selesai menyeduh kopi untuk berdua.
Tiba-tiba ponsel Samadi berdering, dan dengan segala
kebodohan yang ada, Yanti mengangkatnya.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
DeleteHoreeee....Mbk Iin lagi juaranya
DeleteAlhamdulillah,
DeleteNderekke mb Iin yg no.1
Yesssss !!!
DeleteSebuah Janji 27 sdh tayang.
Matur nuwun bu Tien,...
Salam SEROJA dan tetap ADUHAI.
Pek dewe wae lainnya Juara 1 nya....
DeleteYang lain jadi penonton dipinggir arena pertandingan
Alhamdulillah....
ReplyDeleteYess
ReplyDeleteAlhamdulillah SEBUAH JANJI 27 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Matur nuwun jeng Tien
ReplyDeleteJeng Iin.nomer siji
Alhamdulillah, matur nuwun, sehat selalu bunda Tien ..
ReplyDeleteHallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono
Alhamdulillah
DeleteMatur nuwun bu
Alhamdulillah SEBUAH JANJI~27 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSJ 37 sdh tayang. Terimakasih bu tien
Semoga bu tien sehat2 selalu
Aphamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwum
Alhamdulillah......
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman
Terimakasih bunda Tien.. Sekar sdh tayang..
DeleteWaaah bgmn klo yanti lngsung menerima telp? apkh dari Minar ?Bisa gawat nih.. tambah curiga sm suaminya yg ktnya sdg sibuk buka cabang bisnis..
Kita tunggu lanjutannya...
Semoga bunda Tien sehat dan berbahagia selalu..
Salam paling Aduhai..
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah SJ 27 sudah tayang
ReplyDeleteMatursuwun bu Tien, salam sehat selalu
Alhamdulillah.. Mtnw Bunda, sehat selalu njih...
ReplyDeleteMet malam bu tien, salam sehat dan bahagia selalu ya bu ...
ReplyDeleteWaaw SJ 27 SDH hadir
ReplyDeleteMatur suwun bunda Tien
Yanti yg bego...hahhaha telpon e Samadi diangkat...hadeww...
OOO...kamu ketahuan...
Semakin penisirin....
Salam Tahes Ulales bunda Tien dari bumi Arema Malang dan tetap selalu Aduhaiii
Alhamdulillah.. jumpa lagi dengan karya bunda Tien yang selalu ditunggu SJ 27, sakam sehat selalu.
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang.
ReplyDeleteTerbongkarnya rahasia Yanti segera diepisode 27, mudah mudahan...
Kalau Sekar kembali bekerja, bagaimana pendekatan Seno bisa diatasi, kasihan Barno.
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
𝐍𝐚𝐡 𝐤𝐞𝐭𝐚𝐡𝐮𝐚𝐧 𝐤𝐚𝐦𝐮 𝐚𝐧𝐠𝐤𝐚𝐭 𝐭𝐞𝐥𝐩𝐨𝐧 𝐧𝐲𝐚 𝐒𝐚𝐦𝐚𝐝𝐢 𝐩𝐚𝐝𝐚𝐡𝐚𝐥 𝐭𝐞𝐥𝐩 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐢𝐬𝐭𝐫𝐢𝐧𝐲𝐚...𝐀𝐦𝐛𝐲𝐚𝐫𝐫𝐫 𝐰𝐨𝐧𝐠 𝐤𝐨𝐲𝐨 𝐧𝐠𝐞𝐧𝐞 𝐤𝐨𝐤 𝐝𝐢 𝐛𝐚𝐧𝐝𝐢𝐧𝐠 𝐛𝐚𝐧𝐝𝐢𝐧𝐠𝐤𝐞 ..𝐬𝐚𝐢𝐧𝐠² 𝐤𝐞 𝐲𝐨 𝐦𝐞𝐬𝐭𝐢 𝐤𝐚𝐥𝐚𝐡...😄😄
ReplyDelete𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐮𝐭𝐤 𝐛𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧🙏🙏🙏
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien ... mugi tandah pinaringan sehat Aamiin🌷🌷🌷🌷🌷
Alhamdulillah, terimakasih bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat selalu
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteTrims Bu Tien..,sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah akhirnya SJ 27 dah tayang....
ReplyDeleteTerimakasih Bu Tien..
Moga sehat selalu nggih...dan dimudahkan rejekinya ..
Aamiin....
ReplyDeleteSatpam kantor baru Samadi ternyata perempuan, dan suara itu sangat dikenalinya waow.
Sayang alamat kantor cabang yang baru Samadi, Minar tidak tau persisnya.
Blaik Minar gêtêm gêtêm tênan, sidå nggawakaké munthu åpå ora?!
Ya terpaksa cuma kakinya di hentak² bumi kaya mau manggil anak Bima.
Ternyata stèmpêl kurang cêrdas dan malas mulai di sematkan pada Aryanti, sejak salah kirim perabotan dan selalu makan di luar; karena nggak bisa masak.
Mulai bingung, masalah selalu bertambah; membebani Aryanti, ternyata kemerdekaan itu hak segala bangsa, bukan sendiri hé hé hé.
Mau balik ke rumah lama nggak punya kunci.
Sudah Yan, dirumah lama, pelan pelan mbukak kos kosan; lama lama nambah beberapa pintu kan lumayan.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien,
Sebuah janji yang kedua puluh tujuh sudah tayang,
Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Matur nuwun bunda Tien..🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah SJ 27 sdh hadir
ReplyDeleteYaa Yanti ketahuan...
Terima kasi Bu Tien, semoga Ibu sehat selalu dan bahagia bersama keluarga.
Aamiin
Alhamdulillah .... trimakasih bu Tien sugeng dalu....semoga selalu sehat
ReplyDeletealhamdullilah..slmt mlm slmt istrhat bunda..mksih SJ nya .slm seroja dri skbmi🙏🙏🥰🥰🌹🌹
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga panjenengan dan keluarga selalu diberikan kesehatan dan kebahagiaan oleh Alloh SWT...Aamiin.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam sehat dan semangat selalu
alhamdulillah🙏
ReplyDeleteYanti, kamu ketahuan...
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip sehingga SJ 27 hadir bagi kami para penggandrungnya.
ReplyDeleteKeteledoran Yanti angkat telpon Samadi mempercepat terbongkarnya skandal perselingkuhannya. Sebenarnya apa yg kamu cari Yanti?
Minar akan marah pada suaminya, dan Yanti terkena imbasnya...
Selamat malam bu tien terima kasih cerbungnya, salam sehat
ReplyDeleteTerima kasih bu Tien..br baca euy
ReplyDeleteAlhamdulillah mbak Tien , semoga cerbung sebuah *janji* lancar sll sehat²
ReplyDeletealhamdullilah SJ 28 sdh hadir .terima ksih bunda sayang..slmt mlm dan slmt istrhat .slm seroja dri sukabumi🙏🥰🌹
ReplyDeleteNice post
ReplyDeleteNews Update
Nabi