Thursday, September 15, 2022

SEBUAH JANJI 27

 

SEBUAH JANJI  27

(Tien Kumalasari)

 

“Yanti !”

Yanti berhenti melangkah. Terkejut sekali ketika menyadari tiba-tiba bertemu Ari. Ia memutar otaknya dan dalam sekejap menemukan jawaban atas pertanyaan yang kemungkinan dilontarkan sahabatnya.

“Kamu mau kemana?”

“Mau ke rumah sakit. Ini pesanan makanan suami aku.”

“Kamu tuh pintar sekali berbohong ya? Katakan yang sebenarnya, sebenarnya kamu mau kemana.”

“Mengapa menuduh aku berbohong? Kamu kan tahu bahwa suami aku ada di rumah sakit?

“Tapi kamu kan tidak pernah datang ke rumah sakit. Ya kan?”

Yanti menatap Ari dengan pandangan aneh.

“Apa kamu ahli nujum?” elaknya.

“Aku kemarin ke rumah sakit bersama Minar.”

“Apa?”

“Kami bertemu suami kamu. Dan dia bilang kamu tidak pernah menungguinya di rumah sakit.”

“Bohong. Dia itu pintar bohong Ari. Jangan mempercayai dia, dia sudah sangat benci sama aku.”

“Kamu lah yang bohong bukan? Katakan terus terang. Kami semua bingung atas sikap kamu yang tidak jelas.”

“Ya sudah, itu bukan urusan kamu. Biarkan aku pergi.”

“Tidak, katakan dulu apa yang terjadi.”

“Itu bukan urusan kamu. Hentikan memojokkan aku,” kata Yanti yang segera membuka pintu taksinya.

“Jangan pergi dulu.”

“Kamu tidak berhak mengurusi aku.”

“Apa kamu lupa bahwa kami ini sahabat kamu? Kalau kamu kesusahan, kami juga ingin ikut merasakannya. Kamu berprasangka buruk sama aku, sementara aku sebenarnya sangat memperhatikan kamu.”

“Ya sudah, biarkan aku pergi dulu. Ceritanya panjang.”

“Yanti,” Ari ingin menahan Yanti, tapi Yanti segera menutup pintunya dan memerintahkan pengemudi taksi itu untuk berlalu.

Ari merasa kesal. Ia bergegas menghampiri mobilnya sendiri, lalu memacunya mengikuti mobil yang dikendarai Yanti.

***

Ternyata Yanti kembali ke rumah, dan taksi itu masih menunggunya. Ia bergegas masuk, dan kesal melihat pintu rumahnya terkunci. Lalu ia teringat, setiap kali ada yang pergi, maka kunci pasti diselipkan di bawah taplak meja teras. Tapi Yanti kecewa, kunci rumah tak ada di sana. Ia menggedor-gedor pintu, tak bisa terbuka. Kesal sekali rasanya.

Lalu ia kembali dan meminta tolong kepada pengemudi taksi.

“Pak, kunci rumah tidak saya bawa, mungkin dibawa pembantu saya. Bisakah Bapak menolong saya?”

“Menolong bagaimana Bu?”

“Tolong bukakan pintu itu.”

“Kalau memang tidak ada kuncinya, mana bisa saya membukanya Bu?”

“Bagaimana kalau buka dengan paksa? Bapak punya alat tidak, untuk membuka pintu itu?”

“Tidak punya dan tidak berani Bu.”

“Saya pemilik rumah ini, Bapak kira saya mau merampok?” kata Yanti marah.

“Maaf Bu, saya tidak bisa. Mengapa Ibu tidak menelpon anggauta keluarga yang lain, yang barangkali membawa kuncinya? Kalau saya disuruh membuka paksa, sungguh saya tidak mau.”

“Yanti merasa kesal. Ia kemudian menelpon bibik.”

“Ya, ini Ibu?”

“Apa maksud kamu mengunci pintu dan tidak meninggalkan kuncinya di tempat biasa? Memangnya hanya kamu yang boleh memasuki rumah ini?”

“Maaf Bu, kunci terbawa oleh saya.”

“Kamu ada di mana?”

“Di rumah sakit Bu, kasihan bapak.”

“Kamu gila Bik. Biar aku jebol pintu rumah ini ya,” kata Yanti yang kemudian menuju intu dan mendobrak pintunya.

Tiba-tiba sebuah mobil meluncur, memasuki halaman.

Yanti merasa semakin kesal. Rupanya Ari membuntutinya.

Akhirnya Yanti menghentikan perbuatannya menjebol pintu. Ia duduk di kursi teras, menunggu Ari mendatanginya.

“Yanti, apa sebenarnya yang terjadi?”

Tiba-tiba Yanti menjatuhkan kepalanya di meja, lalu menangis sesenggukan.

“Yanti … ada apa sebenarnya?”

“Aku ini merasa sial. Sungguh, aku lebih baik menjauh dari dia, dan hidup sendirian,” katanya diantara isak.

“Menjauh dari siapa?”

“Siapa lagi kalau bukan suami aku?”

“Apa yang terjadi? Sikap kamu membuat kami bertanya-tanya. Katakan apakah aku bisa menolong kamu? Kenapa kamu banyak berbohong kepada kami?”

Yanti masih menelungkupkan kepalanya dan terguguk di sana.

Tiba-tiba pengemudi taksi yang merasa telah menunggu terlalu lama itu mendekat.

“Bu, apakah saya masih harus menunggu?” tanyanya.

“Oh tidak, berapa ongkosnya?” tanya Ari sambil membuka tas yang dibawanya.

“Tadi dari_”

“Tidak, biar aku saja yang membayarnya,” kata Yanti yang tiba-tiba bangkit, lalu mengambil tas tangannya sendiri, kemudian menyerahkan selembar uang ratusan kepada pengemudi taksi itu.”

“Tapi ini kurang Bu, tadi kan dari_”

“Oh baiklah, kurang ya? Ini aku tambahin,” lalu Yanti menambahkan seratus ribuan lagi ke arah si pengemudi taksi.

“Kembaliannya ambil saja, sudah … tinggalkan saja aku di sini.”

Tukang taksi segera mengucapkan terima kasih dan berlalu bersama mobilnya.

Ari heran. Yanti seakan mencegah sang pengemudi taksi untuk mengatakan sesuatu, mungkin arah dari mana Yanti memakai taksinya.

“Sebenarnya dari mana kamu?”

Yanti kembali duduk.

“Kamu menyembunyikan sesuatu,” tuduh Ari.

Yanti tak menjawab. Rekaan jawaban semula terpatahkan karena Ari mengatakan bahwa dia sudah ketemu suaminya di rumah sakit. Pasti sang suami sudah banyak bercerita tentangnya, bahkan tentang ketidak peduliannya selama suaminya sakit. Ia memutar otaknya, lalu kembali meneteskan air mata.

“Suami kamu sudah membaik, ketika kami datang, dia bahkan sedang duduk, dan wajahnya tampak cerah. Mengapa kamu bilang bahwa suami kamu tidak boleh dijenguk? Mengapa kamu bilang bahwa setiap hari kamu menungguinya di rumah sakit? Bahkan kamu juga bilang bahwa aku tidak perlu menjemput kamu karena kamu berangkat dari rumah sakit. Kamu juga pamit pulang awal karena harus segera ke rumah sakit. Rentetan kebohongan kamu ini sebenarnya apa artinya Yanti?”

“Kalian tidak tahu bagaimana penderitaanku selama menjadi istrinya. Kalian hanya menyalahkan aku. Kebohongan yang aku lakukan adalah semata-mata untuk menutupi keadaan rumah tangga aku yang berantakan.”

“Kamu sebenarnya menderita?”

“Sejak dia berjanji akan memberi aku uang, ternyata dia bohong, aku sangat terluka. Aku tahu dia punya uang banyak, tapi disembunyikannya. Apa tidak sakit hatiku Ar, sebagai istrinya tapi tidak tahu menahu mengenai uang yang dimilikinya? Kamu tidak tahu perasaanku, hanya menyalahkan aku. Suamiku bersekongkol dengan anak tiriku, untuk memusuhi aku. Yang jelas, aku sudah tidak mau lagi hidup bersamanya. Aku akan menggugat cerai.”

Mata Ari terbelalak.

“Itukah yang harus kamu lakukan?”

“Daripada aku menderita Ar, sudahlah, aku minta maaf karena memang banyak membohongi kalian, tapi stop, jangan menyalahkan aku lagi. Aku tak bisa membeberkan semuanya. Ini rahasia keluargaku,” kata Yanti sambil menampakkan wajah sendu.

Ketika Ari berpamit pergi, sebuah ojol berhenti, dan bibik turun dari boncengan. Ari menyapanya.

“Bibik ?”

“Oh, bu Ari ada di sini rupanya. Ini, saya disuruh non Sekar untuk pulang, karena bu Yanti membutuhkan kunci rumah, saya lupa telah membawanya ke rumah sakit.”

“Non Sekar itu putrinya pak Winarno?”

“Betul Bu, saya permisi dulu, mau menyerahkan kunci rumah, pastinya bu Yanti sudah lama menunggu.”

“Baiklah Bik, aku juga permisi mau pulang dulu.”

Bibik terus melangkah ke arah rumah. Yanti masih duduk di teras. Matanya menatap bibik tajam, tak senang melihat bibik dan Ari berbincang.

“Kamu bicara apa sama Ari?”

“Tidak bicara apa-apa Bu, bu Ari menyapa, saya hanya mengatakan sedang membawa kunci rumah yang terbawa oleh saya, tadi.”

“Ya sudah, cepat buka pintunya,” perintahnya kasar.

Bibik membukanya.

“Apa ibu mau makan? Akan saya masakkan sebentar,” kata bibik.

“Tidak, aku hanya mau mengambil barang-barang aku,” katanya sambil menuju ke arah kamarnya.

Bibik menghela napas, ia membuatkan minum lalu diletakkan di ruang tengah. Saat itu bibik melihat sang nyonya sedang menarik sebuah kopor besar, keluar dari kamar.

“Saya buatkan minum Bu,” kata bibik.

Yanti tak menjawab, tapi ia memang kehausan. Ia meletakkan kopornya di teras, bersama bungkusan yang tadi dibawanya, lalu menuju ke arah ruang tengah, meraih cangkir yang berisi minuman hangat, dihabiskannya.

Bibik pergi ke arah belakang, enggan bertanya tentang kopor yang dibawanya. Bibik melihat sang majikan mengotak-atik ponselnya, tampaknya memanggil taksi online.

***

“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Minar pada keesokan harinya.

“Nggak jelas, dia hanya menangis dan mengatakan bahwa dirinya sangat menderita.”

“Oh ya? Dia tampak begitu ceria setiap datang ke warung, dan dia mengatakan bahwa sangat menderita?”

“Itu yang dikatakannya, dan kebohongannya katanya hanya untuk menutupi rumah tangganya yang berantakan. Dia akan menggugat cerai.”

“Ya ampun. Sampai sebegitunya?”

Ari mengangkat bahunya. Sesungguhnya dia tak percaya bahwa suami dan anak tiri Yanti begitu jahat sama dirinya. Kata-katanya begitu santun, mata Sekar juga tampak teduh dan menampakkan tabiat yang baik. Tapi entahlah, Ari tidak bisa menebak apa yang sebenarnya terjadi, dan seperti apa sesungguhnya suami dan anak tiri Yanti.

“Apakah dia belum bermaksud untuk ikut bekerja lagi?”

“Entahlah, dia seperti tidak tinggal di rumah itu, entah dia tinggal di mana.”

“Kenapa tidak kamu ikuti dia supaya kamu tahu?”

“Aku mengikutinya sejak dari toko roti, ternyata dia pulang ke rumahnya, dan sedang ribut karena rumahnya terkunci. Rupanya terbawa oleh pembantunya ke rumah sakit. Tapi saat aku pulang, si pembantu itu sudah datang membawakan kuncinya.”

“Ada apa dia sebenarnya?”

***

Hari-hari sudah berlalu, dan dokter sudah mengijinkan pak Winarno untuk pulang. Seperti dikatakannya, dia tak ingin pulang ke rumahnya, dan ingin pulang ke rumah baru anaknya.

Sekar dan bibik, dibantu Barno, telah membawa semua barang-barang pak Winarno ke rumah baru.

Bibik sedang pulang untuk mengambil barang-barang yang tertinggal, karena mereka akan langsung pindah ke sana.

Pak Winarno sedang berdiri di jendela ruang rawat inapnya, berpakaian rapi dan tampak segar. Ia merasa seperti keluar dari dalam gua yang sangat gelap. Menatap keluar, melihat dunia benderang yang penuh hijaunya daun dan mekarnya kembang beraneka warna, mengelilingi kolam kecil dengan kecipak ikan yang berenang di dalamnya. Senyumnya mengembang. Ia menoleh kearah Sekar.

“Sekar, apakah kamu juga akan menanam bunga-bunga di halaman rumah kamu?” tanyanya sambil tersenyum.

“Iya Pak, kemarin Barno sudah membeli beberapa bibit bunga, nanti Sekar akan merawatnya.”

“Tapi kamu juga harus segera kembali bekerja, sudah terlalu lama absen. Pimpinan perusahaan sangat baik, jadi kamu juga harus bersikap baik.”

“Iya.”

“Atur bagaimana kamu akan melanjutkan kuliah juga, agar tidak terlalu lama putus.”

“Iya Pak.”

“Dan Barno, segera setelah kamu lulus, jalani bekerja dimanapun kamu mendapatkannya. Ia akan menjadi pengalaman hidup yang berharga. Barangkali susah menapak diatas tanah berbatu dan berdebu, tapi bukankah ada pepatah berakit-rakit dahulu berenang-renang ke tepian?”

“Baik Pak.”

“Satu lagi, jangan lupa janji kamu.”

“Tentu Pak.”

Barno melirik sekilas ke arah Sekar, yang saat itu juga sedang memandangnya. Sebentuk percikan api meloncat dari dalam hati-hati mereka, memerahkan wajah yang kemudian saling memalingkannya.

Sekar dan Barno tidak begitu paham arti kata pak Winarno yang selalu mengatakan ‘janji’, tapi bahwa untuk menjaga Sekar, pasti ia akan melakukannya tanpa diminta.

Sekar merasa dadanya berdegup kencang. Pandangan Barno terasa aneh, tapi entah mengapa, membuatnya senang. Dan tiba-tiba saja, ingatan bahwa Barno akan pergi jauh setelah lulus nanti, membuatnya sedih.

Sekar sudah menyelesaikan urusan administrasi di rumah sakit itu, tinggal menunggu bibik datang, lalu mereka akan berangkat pulang ke rumah baru.

Tiba-tiba bibik muncul dengan membawa surat bersampul coklat, diberikannya kepada pak Winarno.

“Ada surat untuk Bapak, entah surat apa,” kata bibik.

Pak Winarno menerima surat itu, lalu duduk di kursi, membukanya sekilas, lalu tersenyum.

“Yanti menggugat cerai,” gumamnya tanpa beban.

Sekar menatap ayahnya. Lega tak tampak ada luka memancar dari sana.

“Ini memudahkan aku, untuk tidak usah mengurusnya. Biarkan berjalan seperti kemauannya. Ayo kita pulang, Sekar.” Kata pak Winarno bersemangat.

“Saya panggil taksi dulu Pak,” kata Sekar.

Barno dan bibik mengangkut semua barang yang harus dibawa.

***

Yanti sedang berada di rumah yang belum lama dibeli Samadi. Ia senang rumah itu tampak semarak dengan perabotan-perabotan baru yang sudah beberapa hari lalu selesai ditatanya. Ia tak peduli kalau Samadi menemaninya setiap hari tanpa mau tidur bermalam bersamanya, dengan alasan agar tak dicurigai istrinya. Yang penting bagi Yanti adalah dia merasa senang dan berkecukupan. Samadi juga berjanji akan membelikannya mobil.

Sore itu Samadi sedang mandi, dan Yanti menunggunya di ruang tengah setelah selesai menyeduh kopi untuk berdua.

Tiba-tiba ponsel Samadi berdering, dan dengan segala kebodohan yang ada, Yanti mengangkatnya.

***

Besok lagi ya.

49 comments:

  1. Replies
    1. Yesssss !!!
      Sebuah Janji 27 sdh tayang.
      Matur nuwun bu Tien,...
      Salam SEROJA dan tetap ADUHAI.

      Delete
    2. Pek dewe wae lainnya Juara 1 nya....
      Yang lain jadi penonton dipinggir arena pertandingan

      Delete
  2. Alhamdulillah SEBUAH JANJI 27 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun jeng Tien
    Jeng Iin.nomer siji

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah, matur nuwun, sehat selalu bunda Tien ..

    ReplyDelete
  5. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah SEBUAH JANJI~27 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah
    SJ 37 sdh tayang. Terimakasih bu tien
    Semoga bu tien sehat2 selalu

    ReplyDelete
  8. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih bunda Tien.. Sekar sdh tayang..
      Waaah bgmn klo yanti lngsung menerima telp? apkh dari Minar ?Bisa gawat nih.. tambah curiga sm suaminya yg ktnya sdg sibuk buka cabang bisnis..
      Kita tunggu lanjutannya...

      Semoga bunda Tien sehat dan berbahagia selalu..
      Salam paling Aduhai..

      Delete
  9. Alhamdulillah SJ 27 sudah tayang
    Matursuwun bu Tien, salam sehat selalu

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah.. Mtnw Bunda, sehat selalu njih...

    ReplyDelete
  11. Met malam bu tien, salam sehat dan bahagia selalu ya bu ...

    ReplyDelete
  12. Waaw SJ 27 SDH hadir
    Matur suwun bunda Tien

    Yanti yg bego...hahhaha telpon e Samadi diangkat...hadeww...
    OOO...kamu ketahuan...
    Semakin penisirin....

    Salam Tahes Ulales bunda Tien dari bumi Arema Malang dan tetap selalu Aduhaiii

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah.. jumpa lagi dengan karya bunda Tien yang selalu ditunggu SJ 27, sakam sehat selalu.

    ReplyDelete
  14. Matur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang.
    Terbongkarnya rahasia Yanti segera diepisode 27, mudah mudahan...
    Kalau Sekar kembali bekerja, bagaimana pendekatan Seno bisa diatasi, kasihan Barno.
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  15. 𝐍𝐚𝐡 𝐤𝐞𝐭𝐚𝐡𝐮𝐚𝐧 𝐤𝐚𝐦𝐮 𝐚𝐧𝐠𝐤𝐚𝐭 𝐭𝐞𝐥𝐩𝐨𝐧 𝐧𝐲𝐚 𝐒𝐚𝐦𝐚𝐝𝐢 𝐩𝐚𝐝𝐚𝐡𝐚𝐥 𝐭𝐞𝐥𝐩 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐢𝐬𝐭𝐫𝐢𝐧𝐲𝐚...𝐀𝐦𝐛𝐲𝐚𝐫𝐫𝐫 𝐰𝐨𝐧𝐠 𝐤𝐨𝐲𝐨 𝐧𝐠𝐞𝐧𝐞 𝐤𝐨𝐤 𝐝𝐢 𝐛𝐚𝐧𝐝𝐢𝐧𝐠 𝐛𝐚𝐧𝐝𝐢𝐧𝐠𝐤𝐞 ..𝐬𝐚𝐢𝐧𝐠² 𝐤𝐞 𝐲𝐨 𝐦𝐞𝐬𝐭𝐢 𝐤𝐚𝐥𝐚𝐡...😄😄
    𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐮𝐭𝐤 𝐛𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien ... mugi tandah pinaringan sehat Aamiin🌷🌷🌷🌷🌷

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah, terimakasih bu Tien
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah akhirnya SJ 27 dah tayang....

    Terimakasih Bu Tien..
    Moga sehat selalu nggih...dan dimudahkan rejekinya ..
    Aamiin....

    ReplyDelete

  19. Satpam kantor baru Samadi ternyata perempuan, dan suara itu sangat dikenalinya waow.
    Sayang alamat kantor cabang yang baru Samadi, Minar tidak tau persisnya.
    Blaik Minar gêtêm gêtêm tênan, sidå nggawakaké munthu åpå ora?!
    Ya terpaksa cuma kakinya di hentak² bumi kaya mau manggil anak Bima.
    Ternyata stèmpêl kurang cêrdas dan malas mulai di sematkan pada Aryanti, sejak salah kirim perabotan dan selalu makan di luar; karena nggak bisa masak.
    Mulai bingung, masalah selalu bertambah; membebani Aryanti, ternyata kemerdekaan itu hak segala bangsa, bukan sendiri hé hé hé.
    Mau balik ke rumah lama nggak punya kunci.
    Sudah Yan, dirumah lama, pelan pelan mbukak kos kosan; lama lama nambah beberapa pintu kan lumayan.

    ADUHAI


    Terimakasih Bu Tien,
    Sebuah janji yang kedua puluh tujuh sudah tayang,
    Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah SJ 27 sdh hadir
    Yaa Yanti ketahuan...
    Terima kasi Bu Tien, semoga Ibu sehat selalu dan bahagia bersama keluarga.
    Aamiin

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah .... trimakasih bu Tien sugeng dalu....semoga selalu sehat

    ReplyDelete
  22. alhamdullilah..slmt mlm slmt istrhat bunda..mksih SJ nya .slm seroja dri skbmi🙏🙏🥰🥰🌹🌹

    ReplyDelete
  23. Terima kasih Bu Tien, semoga panjenengan dan keluarga selalu diberikan kesehatan dan kebahagiaan oleh Alloh SWT...Aamiin.

    ReplyDelete
  24. Makasih mba Tien.
    Salam sehat dan semangat selalu

    ReplyDelete
  25. Yanti, kamu ketahuan...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  26. Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip sehingga SJ 27 hadir bagi kami para penggandrungnya.

    Keteledoran Yanti angkat telpon Samadi mempercepat terbongkarnya skandal perselingkuhannya. Sebenarnya apa yg kamu cari Yanti?
    Minar akan marah pada suaminya, dan Yanti terkena imbasnya...

    ReplyDelete
  27. Selamat malam bu tien terima kasih cerbungnya, salam sehat

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah mbak Tien , semoga cerbung sebuah *janji* lancar sll sehat²

    ReplyDelete
  29. alhamdullilah SJ 28 sdh hadir .terima ksih bunda sayang..slmt mlm dan slmt istrhat .slm seroja dri sukabumi🙏🥰🌹

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...