SEBUAH JANJI 28
(Tien Kumalasari)
Yanti mengangkat telponnya, sambil
mengunyah cemilan yang sejak tadi dinikmatinya.
“Halloooo,” jawabnya seenaknya.
Tapi di seberang sana, terkaget-kaget
mendengar suara itu.
“Lhooh, ini kamu? Ini kamu kan?” pekiknya
emosi.
“Apa sih ini, kok tiba-tiba marah?”
“Kamu Yanti bukan?”
Dan si bodoh itu tetap tidak begitu
saja mengenali suara yang menyambutnya.
“Kok kamu tahu?”
Dan saat itulah tiba-tiba Samadi
muncul dari belakang, langsung merebut ponselnya dari tangan Yanti.
“Hallo, Minar?”
“O, ternyata begitu ya? Benar dugaan
aku bahwa Mas ada main sama Yanti? Ternyata Mas sembunyikan Yanti di suatu
tempat. Katakan di mana tempat ini, biar aku datang dan menghajarnya,” teriak
Minar tak terkendali.
“Minar, sayang, sabar dulu. Dengar
penjelasan aku.”
“Tidak ada penjelasan lagi, semuanya
sudah jelas. Kamu sembunyikan di mana dia?”
“Sayangku, aku baru saja ketemu dia
di sebuah rumah makan. Aku baru ke toilet ketika kamu menelpon, sehingga dia
mengangkatnya.”
“Bohooong!” jeritnya.
“Tidak sayang, aduh … jangan marah
begitu dong. Kalau kamu marah, duniaku bisa runtuh,” Samadi masih berusaha
merayu.
“Omong kosong! Aku tidak akan
mempercayai kamu lagi Mas, biarpun Mas merayuku setinggi langit. Aku sudah
tahu, kalian benar-benar jahat dan berhati busuk!”
“Minar, ini aku sudah selesai dan mau
langsung pulang, soalnya sudah tidak ada pekerjaan lagi di kantor. Aku makan di
luar karena tahu kalau kamu belum pulang. Tapi sekarang aku mau pulang dan
istirahat. Bisakah kamu juga pulang dan menemani aku? Kangen tiba-tiba nih.”
“Tidaaak. Aku tidak percaya!!”
Katakan di mana rumah makannya, aku mau ke sana!”
“Ini jauh dari tempat kamu sayang, dan
Yanti juga sudah pulang kok. Sungguh tadi kami hanya kebetulan bertemu. Malah
aku belum sempat bicara sama dia. Tuh, dia sudah pergi,” kata Samadi sambil
meletakkan jari telunjuknya di mulut, menahan Yanti agar tidak bersuara.
“Kamu bohong!! Aku tidak percaya! Aku
tidak percaya!! Sekarang aku tahu, kamu membelikan aku mobil, supaya aku diam,
dan membiarkan kamu kemanapun, tanpa harus mengantar dan menjemputku setiap
hari, agar kamu bebas melakukan apa saja. Ya kan?”
“Ya ampun Minar, baiklah aku
nyamperin kamu di warung ya.”
“Tidak, coba tunjukkan warung apa
yang kata Mas ketemu Yanti dengan tidak sengaja.”
“Hanya warung kecil,” saat itu Samadi
bergegas keluar dari rumah, berjalan ke arah warung yang berada tak jauh dari
sana.
“Pokoknya tunjukkan. Fotoin
warungnya.”
“Sayang, kamu membuat aku sedih,”
Samadi berjalan sambil terus merayu.
“Tunjukin warungnya.”
Dan sambil terus mendendangkan
rayuan, Samadi akhirnya sampai di warung yang letaknya hanya sekitar 50 an
meter dari sana.
“Mas! Tunjukkan kalau memang Mas
tidak bohong!! Susah amat sih!”
Lalu Samadi duduk di sebuah bangku di
warung itu. Seperti sedang menghibur anak kecil yang sedang rewel, Samadi
membuka foto di ponselnya, dan menunjukkan suasana warung yang tampak satu dua
pembeli sedang makan.
Rupanya sang iblis masih ingin
bermain-main, berhasil menutupi aib sepasang manusia yang diharapkan menjadi
hambanya.
“Sudah kan?”
“Mengapa tidak ada makanan di meja
itu?”
“Kan aku bilang bahwa aku sudah mau
pulang? Ya sudah, jangan rewel dong cantik, aku mau pulag beneran nih.”
Samadi menutup ponselnya lalu
menghempaskan napas kasar. Ditatapnya Yanti yang kemudian mengikutinya dengan
pandangan kesal.
“Mengapa kamu lancang mengangkat
panggilan telpon di ponsel aku?” tegurnya sedikit kasar.
“Ya ampun Pak, aku kan tidak tahu
kalau itu tadi dari Minar.”
“Kalau mau mengangkat pasti kamu
melihat siapa penelponnya dong.”
“Maaf, aku tidak melihatnya, aku
mengangkatnya sambil makan.”
“Ya sudah, ayo kembali ke rumah. Aku
terpaksa harus pulang dulu untuk menghentikan kemarahan Minar,” kata Samadi
sambil menarik tangan Yanti.
Memang benar, Yanti cantik, tapi
sedikit kurang pintar. Ia selalu salah dalam melangkah, selalu tak bisa
menangkap sesuatu yang seharusnya semua orang tahu.
***
Minar menelungkupkan wajahnya di meja
kerjanya. Ari menghiburnya, tapi tak digubris olehnya.
“Sudahlah, bukankah dia bilang hanya
kebetulan ketemu Yanti?”
“Mengapa kamu selalu membela Yanti?
Bagaimanapun aku tetap tidak percaya. Dia menunjukkan foto sebuah warung, dan
bilang kalau Yanti sudah pergi, siapa percaya? Bisa saja Yanti berada di
sekitar tempat itu dan tak terjangkau oleh kameranya. Yanti boleh jadi bodoh,
tapi mas Samadi tidak. Dia sungguh pintar berdalih. Dasar mata keranjang. Aku
tak bisa memaafkannya.”
“Minar, bersabarlah, bukankah dia mau
segera pulang?”
“Pulang dengan segala kebohongan yang
terulang. Itu sudah sering dilakukannya.”
“Baiklah, tapi jangan dulu memvonis
selingkuh pada suami kamu dan Yanti, kamu belum benar-benar membuktikannya kan?
Kalau dia mengangkat panggilan kamu di ponsel pak Samadi, bukan berarti dia
sedang bersamanya. Bisa jadi memang kebetulan mereka ketemu.”
“Kalau kebetulan ketemu, mengapa
dengan beraninya dia mengangkat ponsel mas Samadi?”
“Mungkin dia hanya_”
“Sudahlah, aku tidak percaya,” kata
Minar sambil berdiri.
“Kamu mau ke mana?”
“Aku mau pergi, aku tidak mau ketemu
mas Samadi disini. Aku bisa ngamuk dan memecahkan semua perabotan di warung
ini.”
“Aduuuh, Minar,” Ari yang begitu
sabar, kali ini tak bisa meredakan kemarahan sahabatnya.
“Tunggu Minar, dan dengar. Kalau kamu
terus menuduh tanpa menemukan bukti nyata, suami kamu, seandainya benar
melakukan perselingkuhan, pasti akan bisa berdalih ini dan itu.”
Minar kembali duduk, sambil mengusap
air matanya.
“Lalu aku harus bagaimana?”
“Ikuti dia, dan buktikan bahwa dugaan
kamu itu benar. Sebelum itu, pak Samad pasti akan terus bisa berdalih.”
Minar tampak berpikir.
“Kamu benar. Akan aku lakukan itu
besok pagi saat dia pergi. Tapi aku tidak akan memakai mobilku sendiri. Aku
akan menyewa mobil saja.”
“Bagus, itu yang terbaik. Jadi kamu
harus bersabar dulu ya.”
Tetapi mengerti bahwa istrinya
mencurigainya, dan yakin bahwa dia akan menguntitnya setiap dia pergi, dengan
pintarnya Samadi tidak lagi pergi menemui Yanti. Dari rumah dia langsung ke
kantor, lalu pulang sore dan langsung bersenang-senang dengan istrinya. Samadi
tentu saja sudah mengabari Yanti bahwa dia sedang ingin menenangkan istrinya,
sehingga untuk beberapa waktu lamanya dia tidak bisa menemuinya. Bagi Yanti,
itu bukan perkara penting. Samadi memberinya banyak uang, dan dia bebas
berbelanja atau pergi kemanapun yang disukainya.
***
Ketika itu Pak Winarno sudah menempati rumah barunya, merasa puas karena didapatkannya ketenangan di rumah baru itu. Sekar sudah kembali masuk bekerja, dan Barno sudah selesai menjalani ujian skripsinya. Mereka memerlukan menghadiri saat Barno di wisuda.
Tangis
bibik tak terbendung, ketika akhirnya menyadari bahwa dirinya berhasil
menjadikan anaknya orang yang punya pendidikan tinggi.
“Terima kasih telah membuat simbok
bangga, le,” isaknya sambil merangkul anaknya.
“Barno yang seharusnya berterima
kasih pada simbok, karena membuat Barno merasa menjadi ‘orang’,” tukas Barno
yang juga tak bisa menahan air matanya.
“Berterima kasihlah juga kepada pak
Winarno dan non Sekar, karena mereka juga ikut membantu kamu dan memperjuangkan
pendidikan kamu.”
Barnopun menyalami pak Winarno,
mencium tangannya, yang disambut pak Winarno dengan penuh haru.
“Selamat ya Barno, akhirnya kamu
berhasil,” kata Sekar sambil tersenyum.
Barno menerima jabat erat dan hangat
itu dengan berbagai perasaan yang memenuhi dadanya. Bunga cantik yang selalu
menawan, dan membuatnya selalu membawa wajah itu dalam mimpi ataupun jaga,
apakah dia akan berhasil memetiknya? Pandangan mata yang penuh pendar itu
diterima Sekar dengan debar yang tak kalah kencangnya.
“Non, jadi melanjutkan kuliah kan?”
“Aku akan berusaha. Kuliah sambil
bekerja adalah impian aku. Nanti aku bilang sama mas Seno, agar dia
mengijinkannya, dan memberi aku banyak waktu.”
Tapi disebutnya nama Seno, membuat
hati Barno surut. Sebentar lagi dia akan pergi, dan mas Seno akan selalu berada
didekat non cantiknya. Ketakutan akan kehilangan itu membuat sinar matanya
meredup, dan itu tak lepas dari pandangan simboknya. Dengan lembut ditepuknya
tangan anaknya. Barno menatap sang simbok, dan sinar mata teduh itu sedikit
menenangkannya.
***
Malam itu langit bertabur bintang.
Pak Winarno sudah lama terlelap dalam istirahatnya, simbok sedang duduk
ngelesot di karpet sambil melihat acara televisi.
Sekar duduk di bangku taman
sendirian. Ditatapnya permadani biru yang terhampar di atas sana, dengan
taburan kerlip bintang yang tak lelah untuk berkedip. Sepotong rembulan muncul
dari balik mega, dan tiba-tiba Sekar melihat wajah ibunya membayang di sana.
“Ya Tuhan, tiba-tiba aku rindu pada
ibuku, bisiknya pelan.
Tak terasa air matanya menitik. Dia
masih kecil saat ibunya meninggal karena sakit. Ia masih ingat wajah cantik
dengan mata penuh kasih sayang itu, yang selalu membelai setiap malam sebelum
tidur, dengan dongeng-dongeng yang terdengar indah. Seorang pangeran berkuda
mendatangi sang putri, lalu menaikkannya ke atas kudanya. Kuda itu berwarna
putih dan gagah, dan pangeran itu membawa sang putri terbang tinggi, menembus mega, memetik bintang.
Aduhai.
“Ibu, aku rindu ibu…”
Air matanya menetes. Ibu pengganti
yang diharapkan bisa menggantikannya, ternyata mengasihi hanya lahirnya
saja. Sepenuhnya, bibik lah yang merawatnya. Tapi ia menerima itu dengan rasa
syukur, dan berharap bahwa kebaikan yang diterima dari ibu sambung itu tulus
adanya. Ternyata tidak. Ia bahkan pernah nyaris dijual kepada lelaki setengah
tua, yang akhirnya malah menjadi suaminya sekarang ini.
“Non, kok belum tidur?” suara lembut
itu terdengar. Barno tiba-tiba sudah duduk di depannya.
Senyum Sekar merekah. Dengan ujung jarinya,
ia mengusap air mata yang masih tersisa.
“Barno, kamu juga belum tidur?”
“Tidak bisa tidur Non, mengingat
minggu depan saya sudah harus berangkat ke Batam.”
“Oh, iya. Begitu cepat waktu berlalu.
Betapa akan sepinya nanti, kalau kamu sudah tidak ada,” kata Sekar sendu. Ia benar-benar
sedih mengingat perpisahan itu.
“Mau bagaimana lagi Non, saya kan
harus berjuang untuk hidup.”
“Semoga kamu berhasil Barno. Kamu
adalah kebanggaan bibik.”
“Aamiin. Tapi mengapa tadi Non
menangis?”
Sekar tersenyum.
“Tiba-tiba aku teringat almarhumah ibu.
Alangkah bahagianya kalau ibu masih ada diantara aku dan bapak.”
“Doakan ibu Non. Almarhumah sudah
tenang di sana.”
“Iya, tentu saja.”
“No ….”
“Ya Non.”
“Kamu akan sering pulang kemari,
bukan? Maksudku, menengok simbok?”
“Tentu saja Non, begitu ada liburan,
saya pasti akan pulang. Saya akan merindukan simbok, dan juga … Non,” kata
Barno sambil menatap Non cantiknya.
Sekar tersenyum. Bulan bersinar
sangat terang, dan Barno bisa melihat wajah non cantiknya memerah.
Tak ada kata cinta diucapkan, tapi
mata yang bertaut sudah bicara. Kemudian masing-masing saling menundukkan
kepala, menyembunyikan gejolak batin yang meledak-ledak.
“Saya sudah berjanji … akan selalu
menjaga Non,” itu bisik lirih yang keluar dari bibir Barno, dan membuat Sekar
kemudian mengangkat wajahnya.
“Terima kasih Barno, aku akan selalu
mengingatnya.”
Dan kembali kedua mata mereka bertaut,
memercikkan api-api kecil yang mampu mengurai rasa yang menyesak di dada.
***
Yanti begitu senang karena proses
perceraian berjalan lancar, dan ia mendapatkan rumah yang tadinya ditinggali
bersama suami dan anak tirinya. Tapi dia tidak menempati rumah itu, bahkan ia
bermaksud menjualnya. Bukankah dia sudah mendapatkan rumah dari Samadi dan
dicukupi segala kebutuhannya?
Beberapa hari ini mereka tidak saling
bertemu, Hanya saja Samadi selalu menelponnya.
Tapi setelah seminggu ini, Samadi tak
bisa lagi menahan kerinduannya. Ia datang saat Yanti akan keluar untuk makan.
“Aku membawa makanan, kita makan di
rumah saja,” kata Samadi sambil mengeluarkan bungkusan nasi dan makanan.
“Kamu sudah berani keluar?”
“Tampaknya Minar sudah melupakannya.
Tadi aku berkali-kali menoleh ke arah belakang, dan tak melihat dia mengikuti
aku. Hal yang tadinya aku kira pasti dilakukannya.”
“Kamu pandai merayu perempuan.”
“Dan itu sebabnya kamu juga tergoda,
dan jatuh cinta sama aku bukan?”
Yanti tersenyum senang. Mereka makan
dengan lahap sambil berbincang.
“Mas Samad,” Yanti sudah mengganti
pula panggilannya dengan ‘mas’.
“Hm?”
“Apakah benar kamu mencintai aku?”
“Tentu saja aku mencintai kamu.
Apakah kamu masih belum percaya? Apa yang aku lakukan semua ini kan karena aku
cinta sama kamu?”
“Bukankah tadinya kamu bilang bahwa
kamu ingin punya anak?”
“Siapa tahu kamu akan bisa mengandung
anakku.”
“Aku sudah hampir limapuluh tahun.”
“Semua itu mungkin terjadi. Mengapa
tidak?”
“Semoga saja.”
“Kamu juga mau kan?”
“Aku mau. Tapi ada yang masih mengganjal
di hatiku.”
“Apa itu?”
“Bagaimana kalau kamu menceraikan
Minar?”
Tiba-tiba sebuah pintu dibanting dari
arah depan, dan Minar muncul diantara mereka, dengan mata seakan menyemburkan
api.
***
Besok lagi ya.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulillah....
DeleteMtnuwun mbk Tien 🙏🙏
ReplyDelete
Selamat Uti Nani Juara lari cepat.
DeleteTerima kasih bu Tien, sehat selalu nggih..,,,,
Alhamdulillah mb Nani juara 1
DeleteIni lg di tlp cucu heboh
Juara 1 dan 2 diborong dari Sragentina
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang
ReplyDelete...dan perangpun pecah antara Minar melawan Samad dan Yanti. Menang siapa???
DeleteSalam sukses mbak Tien yang selalu ADUHAI, semoga selalu sehat. Aamiin.
“Bagaimana kalau kamu menceraikan Minar?”
DeleteTiba-tiba sebuah pintu dibanting dari arah depan, dan Minar muncul diantara mereka, dengan mata seakan menyemburkan api.
Gubrakkkkkk........
Genderang perang mulai bertalu......
Yuk kita "bakar klasa" konon katanya akan makin membuat serunya sebuah pertarungan......
Bu Tien memang aduhai.......
Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip shg SJ 28 hadir bagi kami para penggandrungnya.
DeleteWaduh, terjadi perang hebat segitiga.
Semoga ada pertobatan pak Samad maupun Yanti shg semuanya kembali tentram damai. Pak Win sdh tentram dirumah baru tanpa Yanti.
Makin penasaran aja nih. Matur nuwun ibu Tien yg lihai merangkai kata2..
Salam Germas mbak Yustinhar...
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah dah tayang
ReplyDeleteSyukron Mbak Tien..
ReplyDelete🌷🌷🌷🌷🌷
Kalah banter dg bu Nani
Yesss
ReplyDeleteYeeessss
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah SJ 28 sudah tayang terimakasih bunda Tien ,salam sehat selalu
ReplyDeleteHallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono
Alhamdulillah Maturnuwun.Semoga selalu Sehat dan tetap Semangat.Salam Aduhai Ibu
DeleteAlhamdulillah tayang gasik
ReplyDeleteAlhamdulillah SEBUAH JANJI 28 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah, mtr nuwun bunda Tien..
ReplyDeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman
Terimakasih bunda Tien...
DeleteSalam aduhai.. dan tetap semangat..
Wah.... geger ini.....🤣🤣
ReplyDeleteAlhamdulillah SEBUAH JANJI~28 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
ReplyDeleteWaduh rame nich...😁
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...tayang awal 🙏🙏
Ketangkep basah deh...gimana ya selanjutnya.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Sehat dan semangat teruus.
Alhamdulillah .....
ReplyDeleteYg ditunggu2 sdh muncul...
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Tetap semangat
Alhamdulillah.. sdh tayang SJ 28, waduh.. Minar marah besar.. apa yg terjadi selanjutnya
ReplyDeletepasti seruuu..🙂🙂. Terimakasih bunda Tien salam sehat selalu dan aduhai...
Alhamdulillah dah tayang makasih mbak Tien
ReplyDeletealhamdulillah 🙏
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
ReplyDelete..
Alhamdulillah... Sudah hadir... Salam sehat bund... Mtsw
ReplyDeleteWaduh kok udah ketahuan ya ...trims Bu tien
ReplyDeleteHhmmm baguslah minar memergokinya
ReplyDeleteAlhamdulillaah....semoga bunda Tien Kumalasari selalu sehat 🙏🙏
ReplyDeleteAlhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteSemoga Allah SWT senantiasa melindungi bu tien kumalasari sekelg & selalu memberikan kesehatan yg prima ..... aamiin yra
Hemmm... seruuuu...ditunggu part berikutnya.... trma kasih.. seht² sllubersma keluarga
ReplyDeleteterima ksih bunda SJ nya..slmt mlm dan slnt istrhat..slm aduhai sll dri skbmi🙏🥰🌹
ReplyDeleteTuh kan maèn kucing kucingan, padahal mana ada kucing kawin penuh romantisme syahdu belai mesra, huh ..
ReplyDeleteYang ada ya kaya orang orang pada demo teriak teriak bikin gaduh, macet lagi ih ..
Maunya diperhatikan minta spesialisasi, wuah persyaratan dan ketentuan berlaku, kan ber hak, mempopulerkan diri harus begini begitu; ya kasih solusi donk, jangan trik saja kan basi, gampang ditebak, nah lho Minar aja dipinterin ngerti solusinya, nyéwa mobil biar tidak merasa kalau di ikuti, wuah ramé jadinya, ketemu ya kucingnya, yang haus belaian. Kacian deh elu.
Cari aèr; siram tuh yang pada maèn kucing kucingan biar bubar ha ha ha ha ha
Wuah gempar lagi Ari di undang via share loc, buat jadi saksi biar nggak ikutan ngrayu Minar agar bersabar.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien,
Sebuah janji yang kedua puluh delapan sudah tayang,
Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah.....
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien....
Barakallah....
Moga Allah menggantikan dengan segala kebaikan.....
Aamiin.......
Kali ini Samad mati kutu...
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
Akhirnya ketahuan juga Pak Samadi kencan dng Yanti,bakal ada perang besar nih.Sayang sudah besok lagi bikin penasaran nih Mbak Tien.
ReplyDeleteSalam Aduhai mbak Tien dari Neni Tegal
Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga selalu sehat, aamiin...
ReplyDeleteMatur suwun bunda Tien
ReplyDeletePerang segera terjadi....seruuuu
Hantam saja Minar...Yanti yg tak tahu maluuu itu....tendang saja Samadi yang mata keranjang...
Hhhh..hhhh ..gemes...
Bikin baper n penisirin saja
Salam Tahes Ulales bunda Tien dari bumi Arema Malang dan selalu Aduhaiiii..
Saya masih takjub dgn ibu Tien yg pandai membuat cerita, alur yg bagus, pilihan kata2 sangat enak dan cocok dgn kenyataan, mudah dipahami, bikin emosi dsb...
ReplyDeletePuji Tuhan, kemampuannya luar biasa...
Betul bu Yustin.. Sy juga bangga dan sgt bersyukur bs bc dan mengikuti cerbung" bunda Tien.. Alhamdulilah
DeleteAlhamdulillah SJ 28 sdh tayang, matursuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat selalu
Alhamdulillah.. Suwun bu Tien. Tayang cepet. Semakin penasaran nih..
ReplyDeleteAlhamdulillah ..Makasih bu Tien
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien.. Sekar sdh tayang
ReplyDeleteAlhamdulilah..
Semoga sehat selalu..
Ayo Yanti kepalang basah, lebih baik mati berkalang tanah dari pada hidup bau bangkai .....siapa yang kuat bisa mempertahankan Samadi ( Samad )
ReplyDeleteYanti..tambah semangat deh.. ada supurternya..dari tangsel hihii...
DeleteTambah seru ceritanya, kapok mu kapan dasar istri tak tau diuntung, habisin saja mbakyu hihihi..
ReplyDeleteSalam penisirin mulu dari Lampung sehat selalu ya mbakyuku sayang di Solo, wassalam...
Ra jedul² tak sholat disik ach hehehe..
ReplyDeleteMbakyuku sayang bgmn miracle nya masih adakah untuk mas Widayat?
Janji 29 belum nongol
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteGalau menanti SJ 29 🙏
Deleteslmt siang bunda..terima ksih SJ 28 nya..slm sht sll dan aduhai unk bunda Tien driskbmi🙏🙏🥰🥰🌹🌹
ReplyDelete