Friday, September 16, 2022

SEBUAH JANJI 28

 

SEBUAH JANJI  28

(Tien Kumalasari)        

 

Yanti mengangkat telponnya, sambil mengunyah cemilan yang sejak tadi dinikmatinya.

“Halloooo,” jawabnya seenaknya.

Tapi di seberang sana, terkaget-kaget mendengar suara itu.

“Lhooh, ini kamu? Ini kamu kan?” pekiknya emosi.

“Apa sih ini, kok tiba-tiba marah?”

“Kamu Yanti bukan?”

Dan si bodoh itu tetap tidak begitu saja mengenali suara yang menyambutnya.

“Kok kamu tahu?”

Dan saat itulah tiba-tiba Samadi muncul dari belakang, langsung merebut ponselnya dari tangan Yanti.

“Hallo, Minar?”

“O, ternyata begitu ya? Benar dugaan aku bahwa Mas ada main sama Yanti? Ternyata Mas sembunyikan Yanti di suatu tempat. Katakan di mana tempat ini, biar aku datang dan menghajarnya,” teriak Minar tak terkendali.

“Minar, sayang, sabar dulu. Dengar penjelasan aku.”

“Tidak ada penjelasan lagi, semuanya sudah jelas. Kamu sembunyikan di mana dia?”

“Sayangku, aku baru saja ketemu dia di sebuah rumah makan. Aku baru ke toilet ketika kamu menelpon, sehingga dia mengangkatnya.”

“Bohooong!” jeritnya.

“Tidak sayang, aduh … jangan marah begitu dong. Kalau kamu marah, duniaku bisa runtuh,” Samadi masih berusaha merayu.

“Omong kosong! Aku tidak akan mempercayai kamu lagi Mas, biarpun Mas merayuku setinggi langit. Aku sudah tahu, kalian benar-benar jahat dan berhati busuk!”

“Minar, ini aku sudah selesai dan mau langsung pulang, soalnya sudah tidak ada pekerjaan lagi di kantor. Aku makan di luar karena tahu kalau kamu belum pulang. Tapi sekarang aku mau pulang dan istirahat. Bisakah kamu juga pulang dan menemani aku? Kangen tiba-tiba nih.”

“Tidaaak. Aku tidak percaya!!” Katakan di mana rumah makannya, aku mau ke sana!”

“Ini jauh dari tempat kamu sayang, dan Yanti juga sudah pulang kok. Sungguh tadi kami hanya kebetulan bertemu. Malah aku belum sempat bicara sama dia. Tuh, dia sudah pergi,” kata Samadi sambil meletakkan jari telunjuknya di mulut, menahan Yanti agar tidak bersuara.

“Kamu bohong!! Aku tidak percaya! Aku tidak percaya!! Sekarang aku tahu, kamu membelikan aku mobil, supaya aku diam, dan membiarkan kamu kemanapun, tanpa harus mengantar dan menjemputku setiap hari, agar kamu bebas melakukan apa saja. Ya kan?”

“Ya ampun Minar, baiklah aku nyamperin kamu di warung ya.”

“Tidak, coba tunjukkan warung apa yang kata Mas ketemu Yanti dengan tidak sengaja.”

“Hanya warung kecil,” saat itu Samadi bergegas keluar dari rumah, berjalan ke arah warung yang berada tak jauh dari sana.

“Pokoknya tunjukkan. Fotoin warungnya.”

“Sayang, kamu membuat aku sedih,” Samadi berjalan sambil terus merayu.

“Tunjukin warungnya.”

Dan sambil terus mendendangkan rayuan, Samadi akhirnya sampai di warung yang letaknya hanya sekitar 50 an meter dari sana.

“Mas! Tunjukkan kalau memang Mas tidak bohong!! Susah amat sih!”

Lalu Samadi duduk di sebuah bangku di warung itu. Seperti sedang menghibur anak kecil yang sedang rewel, Samadi membuka foto di ponselnya, dan menunjukkan suasana warung yang tampak satu dua pembeli sedang makan.

Rupanya sang iblis masih ingin bermain-main, berhasil menutupi aib sepasang manusia yang diharapkan menjadi hambanya.

“Sudah kan?”

“Mengapa tidak ada makanan di meja itu?”

“Kan aku bilang bahwa aku sudah mau pulang? Ya sudah, jangan rewel dong cantik, aku mau pulag beneran nih.”

Samadi menutup ponselnya lalu menghempaskan napas kasar. Ditatapnya Yanti yang kemudian mengikutinya dengan pandangan kesal.

“Mengapa kamu lancang mengangkat panggilan telpon di ponsel aku?” tegurnya sedikit kasar.

“Ya ampun Pak, aku kan tidak tahu kalau itu tadi dari Minar.”

“Kalau  mau mengangkat pasti kamu melihat siapa penelponnya dong.”

“Maaf, aku tidak melihatnya, aku mengangkatnya sambil makan.”

“Ya sudah, ayo kembali ke rumah. Aku terpaksa harus pulang dulu untuk menghentikan kemarahan Minar,” kata Samadi sambil menarik tangan Yanti.

Memang benar, Yanti cantik, tapi sedikit kurang pintar. Ia selalu salah dalam melangkah, selalu tak bisa menangkap sesuatu yang seharusnya semua orang tahu.

***

Minar menelungkupkan wajahnya di meja kerjanya. Ari menghiburnya, tapi tak digubris olehnya.

“Sudahlah, bukankah dia bilang hanya kebetulan ketemu Yanti?”

“Mengapa kamu selalu membela Yanti? Bagaimanapun aku tetap tidak percaya. Dia menunjukkan foto sebuah warung, dan bilang kalau Yanti sudah pergi, siapa percaya? Bisa saja Yanti berada di sekitar tempat itu dan tak terjangkau oleh kameranya. Yanti boleh jadi bodoh, tapi mas Samadi tidak. Dia sungguh pintar berdalih. Dasar mata keranjang. Aku tak bisa memaafkannya.”

“Minar, bersabarlah, bukankah dia mau segera pulang?”

“Pulang dengan segala kebohongan yang terulang. Itu sudah sering dilakukannya.”

“Baiklah, tapi jangan dulu memvonis selingkuh pada suami kamu dan Yanti, kamu belum benar-benar membuktikannya kan? Kalau dia mengangkat panggilan kamu di ponsel pak Samadi, bukan berarti dia sedang bersamanya. Bisa jadi memang kebetulan mereka ketemu.”

“Kalau kebetulan ketemu, mengapa dengan beraninya dia mengangkat ponsel mas Samadi?”

“Mungkin dia hanya_”

“Sudahlah, aku tidak percaya,” kata Minar sambil berdiri.

“Kamu mau ke mana?”

“Aku mau pergi, aku tidak mau ketemu mas Samadi disini. Aku bisa ngamuk dan memecahkan semua perabotan di warung ini.”

“Aduuuh, Minar,” Ari yang begitu sabar, kali ini tak bisa meredakan kemarahan sahabatnya.

“Tunggu Minar, dan dengar. Kalau kamu terus menuduh tanpa menemukan bukti nyata, suami kamu, seandainya benar melakukan perselingkuhan, pasti akan bisa berdalih ini dan itu.”

Minar kembali duduk, sambil mengusap air matanya.

“Lalu aku harus bagaimana?”

“Ikuti dia, dan buktikan bahwa dugaan kamu itu benar. Sebelum itu, pak Samad pasti akan terus bisa berdalih.”

Minar tampak berpikir.

“Kamu benar. Akan aku lakukan itu besok pagi saat dia pergi. Tapi aku tidak akan memakai mobilku sendiri. Aku akan menyewa mobil saja.”

“Bagus, itu yang terbaik. Jadi kamu harus bersabar dulu ya.”

Tetapi mengerti bahwa istrinya mencurigainya, dan yakin bahwa dia akan menguntitnya setiap dia pergi, dengan pintarnya Samadi tidak lagi pergi menemui Yanti. Dari rumah dia langsung ke kantor, lalu pulang sore dan langsung bersenang-senang dengan istrinya. Samadi tentu saja sudah mengabari Yanti bahwa dia sedang ingin menenangkan istrinya, sehingga untuk beberapa waktu lamanya dia tidak bisa menemuinya. Bagi Yanti, itu bukan perkara penting. Samadi memberinya banyak uang, dan dia bebas berbelanja atau pergi kemanapun yang disukainya.

***

Ketika itu Pak Winarno sudah menempati rumah barunya, merasa puas karena didapatkannya ketenangan di rumah baru itu. Sekar sudah kembali masuk bekerja, dan Barno sudah selesai menjalani ujian skripsinya. Mereka memerlukan menghadiri saat Barno di wisuda. 

Tangis bibik tak terbendung, ketika akhirnya menyadari bahwa dirinya berhasil menjadikan anaknya orang yang punya pendidikan tinggi.

“Terima kasih telah membuat simbok bangga, le,” isaknya sambil merangkul anaknya.

“Barno yang seharusnya berterima kasih pada simbok, karena membuat Barno merasa menjadi ‘orang’,” tukas Barno yang juga tak bisa menahan air matanya.

“Berterima kasihlah juga kepada pak Winarno dan non Sekar, karena mereka juga ikut membantu kamu dan memperjuangkan pendidikan kamu.”

Barnopun menyalami pak Winarno, mencium tangannya, yang disambut pak Winarno dengan penuh haru.

“Selamat ya Barno, akhirnya kamu berhasil,” kata Sekar sambil tersenyum.

Barno menerima jabat erat dan hangat itu dengan berbagai perasaan yang memenuhi dadanya. Bunga cantik yang selalu menawan, dan membuatnya selalu membawa wajah itu dalam mimpi ataupun jaga, apakah dia akan berhasil memetiknya? Pandangan mata yang penuh pendar itu diterima Sekar dengan debar yang tak kalah kencangnya.

“Non, jadi melanjutkan kuliah kan?”

“Aku akan berusaha. Kuliah sambil bekerja adalah impian aku. Nanti aku bilang sama mas Seno, agar dia mengijinkannya, dan memberi aku banyak waktu.”

Tapi disebutnya nama Seno, membuat hati Barno surut. Sebentar lagi dia akan pergi, dan mas Seno akan selalu berada didekat non cantiknya. Ketakutan akan kehilangan itu membuat sinar matanya meredup, dan itu tak lepas dari pandangan simboknya. Dengan lembut ditepuknya tangan anaknya. Barno menatap sang simbok, dan sinar mata teduh itu sedikit menenangkannya.

***

Malam itu langit bertabur bintang. Pak Winarno sudah lama terlelap dalam istirahatnya, simbok sedang duduk ngelesot di karpet sambil melihat acara televisi.

Sekar duduk di bangku taman sendirian. Ditatapnya permadani biru yang terhampar di atas sana, dengan taburan kerlip bintang yang tak lelah untuk berkedip. Sepotong rembulan muncul dari balik mega, dan tiba-tiba Sekar melihat wajah ibunya membayang di sana.

“Ya Tuhan, tiba-tiba aku rindu pada ibuku, bisiknya pelan.

Tak terasa air matanya menitik. Dia masih kecil saat ibunya meninggal karena sakit. Ia masih ingat wajah cantik dengan mata penuh kasih sayang itu, yang selalu membelai setiap malam sebelum tidur, dengan dongeng-dongeng yang terdengar indah. Seorang pangeran berkuda mendatangi sang putri, lalu menaikkannya ke atas kudanya. Kuda itu berwarna putih dan gagah, dan pangeran itu membawa sang putri terbang  tinggi, menembus mega, memetik bintang. Aduhai.

“Ibu, aku rindu ibu…”

Air matanya menetes. Ibu pengganti yang diharapkan bisa menggantikannya, ternyata mengasihi hanya lahirnya saja. Sepenuhnya, bibik lah yang merawatnya. Tapi ia menerima itu dengan rasa syukur, dan berharap bahwa kebaikan yang diterima dari ibu sambung itu tulus adanya. Ternyata tidak. Ia bahkan pernah nyaris dijual kepada lelaki setengah tua, yang akhirnya malah menjadi suaminya sekarang ini.

“Non, kok belum tidur?” suara lembut itu terdengar. Barno tiba-tiba sudah duduk di depannya.

Senyum Sekar merekah. Dengan ujung jarinya, ia mengusap air mata yang masih tersisa.

“Barno, kamu juga belum tidur?”

“Tidak bisa tidur Non, mengingat minggu depan saya sudah harus berangkat ke Batam.”

“Oh, iya. Begitu cepat waktu berlalu. Betapa akan sepinya nanti, kalau kamu sudah tidak ada,” kata Sekar sendu. Ia benar-benar sedih mengingat perpisahan itu.

“Mau bagaimana lagi Non, saya kan harus berjuang untuk hidup.”

“Semoga kamu berhasil Barno. Kamu adalah kebanggaan bibik.”

“Aamiin. Tapi mengapa tadi Non menangis?”

Sekar tersenyum.

“Tiba-tiba aku teringat almarhumah ibu. Alangkah bahagianya kalau ibu masih ada diantara aku dan bapak.”

“Doakan ibu Non. Almarhumah sudah tenang di sana.”

“Iya, tentu saja.”

“No ….”

“Ya Non.”

“Kamu akan sering pulang kemari, bukan? Maksudku, menengok simbok?”

“Tentu saja Non, begitu ada liburan, saya pasti akan pulang. Saya akan merindukan simbok, dan juga … Non,” kata Barno sambil menatap Non cantiknya.

Sekar tersenyum. Bulan bersinar sangat terang, dan Barno bisa melihat wajah non cantiknya memerah.

Tak ada kata cinta diucapkan, tapi mata yang bertaut sudah bicara. Kemudian masing-masing saling menundukkan kepala, menyembunyikan gejolak batin yang meledak-ledak.

“Saya sudah berjanji … akan selalu menjaga Non,” itu bisik lirih yang keluar dari bibir Barno, dan membuat Sekar kemudian mengangkat wajahnya.

“Terima kasih Barno, aku akan selalu mengingatnya.”

Dan kembali kedua mata mereka bertaut, memercikkan api-api kecil yang mampu mengurai rasa yang menyesak di dada.

***

Yanti begitu senang karena proses perceraian berjalan lancar, dan ia mendapatkan rumah yang tadinya ditinggali bersama suami dan anak tirinya. Tapi dia tidak menempati rumah itu, bahkan ia bermaksud menjualnya. Bukankah dia sudah mendapatkan rumah dari Samadi dan dicukupi segala kebutuhannya?

Beberapa hari ini mereka tidak saling bertemu, Hanya saja Samadi selalu menelponnya.

Tapi setelah seminggu ini, Samadi tak bisa lagi menahan kerinduannya. Ia datang saat Yanti akan keluar untuk makan.

“Aku membawa makanan, kita makan di rumah saja,” kata Samadi sambil mengeluarkan bungkusan nasi dan makanan.

“Kamu sudah berani keluar?”

“Tampaknya Minar sudah melupakannya. Tadi aku berkali-kali menoleh ke arah belakang, dan tak melihat dia mengikuti aku. Hal yang tadinya aku kira pasti dilakukannya.”

“Kamu pandai merayu perempuan.”

“Dan itu sebabnya kamu juga tergoda, dan jatuh cinta sama aku bukan?”

Yanti tersenyum senang. Mereka makan dengan lahap sambil berbincang.

“Mas Samad,” Yanti sudah mengganti pula panggilannya dengan ‘mas’.

“Hm?”

“Apakah benar kamu mencintai aku?”

“Tentu saja aku mencintai kamu. Apakah kamu masih belum percaya? Apa yang aku lakukan semua ini kan karena aku cinta sama kamu?”

“Bukankah tadinya kamu bilang bahwa kamu ingin punya anak?”

“Siapa tahu kamu akan bisa mengandung anakku.”

“Aku sudah hampir limapuluh tahun.”

“Semua itu mungkin terjadi. Mengapa tidak?”

“Semoga saja.”

“Kamu juga mau kan?”

“Aku mau. Tapi ada yang masih mengganjal di hatiku.”

“Apa itu?”

“Bagaimana kalau kamu menceraikan Minar?”

Tiba-tiba sebuah pintu dibanting dari arah depan, dan Minar muncul diantara mereka, dengan mata seakan menyemburkan api.

***

Besok lagi ya.

61 comments:

  1. Replies
    1. Alhamdulillah....
      Mtnuwun mbk Tien 🙏🙏

      ReplyDelete

      Delete
    2. Selamat Uti Nani Juara lari cepat.
      Terima kasih bu Tien, sehat selalu nggih..,,,,

      Delete
    3. Alhamdulillah mb Nani juara 1
      Ini lg di tlp cucu heboh

      Delete
    4. Juara 1 dan 2 diborong dari Sragentina

      Delete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang

    ReplyDelete
    Replies
    1. ...dan perangpun pecah antara Minar melawan Samad dan Yanti. Menang siapa???
      Salam sukses mbak Tien yang selalu ADUHAI, semoga selalu sehat. Aamiin.

      Delete
    2. “Bagaimana kalau kamu menceraikan Minar?”

      Tiba-tiba sebuah pintu dibanting dari arah depan, dan Minar muncul diantara mereka, dengan mata seakan menyemburkan api.

      Gubrakkkkkk........
      Genderang perang mulai bertalu......
      Yuk kita "bakar klasa" konon katanya akan makin membuat serunya sebuah pertarungan......
      Bu Tien memang aduhai.......

      Delete
    3. Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip shg SJ 28 hadir bagi kami para penggandrungnya.

      Waduh, terjadi perang hebat segitiga.
      Semoga ada pertobatan pak Samad maupun Yanti shg semuanya kembali tentram damai. Pak Win sdh tentram dirumah baru tanpa Yanti.

      Makin penasaran aja nih. Matur nuwun ibu Tien yg lihai merangkai kata2..


      Delete
    4. Salam Germas mbak Yustinhar...

      Delete
  3. Syukron Mbak Tien..
    🌷🌷🌷🌷🌷
    Kalah banter dg bu Nani

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah SJ 28 sudah tayang terimakasih bunda Tien ,salam sehat selalu

    ReplyDelete
  5. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo, Subagyo, Bam's, Mbah Wi, Tjoekherisubiyandono

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah Maturnuwun.Semoga selalu Sehat dan tetap Semangat.Salam Aduhai Ibu

      Delete
  6. Alhamdulillah SEBUAH JANJI 28 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  7. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih bunda Tien...
      Salam aduhai.. dan tetap semangat..

      Delete
  8. Alhamdulillah SEBUAH JANJI~28 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  9. Waduh rame nich...😁
    Matur nuwun bunda Tien...tayang awal 🙏🙏

    ReplyDelete
  10. Ketangkep basah deh...gimana ya selanjutnya.
    Makasih mba Tien.
    Sehat dan semangat teruus.

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah .....
    Yg ditunggu2 sdh muncul...
    Matur nuwun bu Tien ...
    Semoga sehat selalu....
    Tetap semangat

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah.. sdh tayang SJ 28, waduh.. Minar marah besar.. apa yg terjadi selanjutnya
    pasti seruuu..🙂🙂. Terimakasih bunda Tien salam sehat selalu dan aduhai...

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah dah tayang makasih mbak Tien

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah... Sudah hadir... Salam sehat bund... Mtsw

    ReplyDelete
  15. Waduh kok udah ketahuan ya ...trims Bu tien

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillaah....semoga bunda Tien Kumalasari selalu sehat 🙏🙏

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Semoga Allah SWT senantiasa melindungi bu tien kumalasari sekelg & selalu memberikan kesehatan yg prima ..... aamiin yra

    ReplyDelete
  18. Hemmm... seruuuu...ditunggu part berikutnya.... trma kasih.. seht² sllubersma keluarga

    ReplyDelete
  19. terima ksih bunda SJ nya..slmt mlm dan slnt istrhat..slm aduhai sll dri skbmi🙏🥰🌹

    ReplyDelete
  20. Tuh kan maèn kucing kucingan, padahal mana ada kucing kawin penuh romantisme syahdu belai mesra, huh ..
    Yang ada ya kaya orang orang pada demo teriak teriak bikin gaduh, macet lagi ih ..
    Maunya diperhatikan minta spesialisasi, wuah persyaratan dan ketentuan berlaku, kan ber hak, mempopulerkan diri harus begini begitu; ya kasih solusi donk, jangan trik saja kan basi, gampang ditebak, nah lho Minar aja dipinterin ngerti solusinya, nyéwa mobil biar tidak merasa kalau di ikuti, wuah ramé jadinya, ketemu ya kucingnya, yang haus belaian. Kacian deh elu.

    Cari aèr; siram tuh yang pada maèn kucing kucingan biar bubar ha ha ha ha ha
    Wuah gempar lagi Ari di undang via share loc, buat jadi saksi biar nggak ikutan ngrayu Minar agar bersabar.
    ADUHAI


    Terimakasih Bu Tien,
    Sebuah janji yang kedua puluh delapan sudah tayang,
    Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah.....
    Matur nuwun Bu Tien....
    Barakallah....
    Moga Allah menggantikan dengan segala kebaikan.....

    Aamiin.......

    ReplyDelete
  22. Kali ini Samad mati kutu...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  23. Akhirnya ketahuan juga Pak Samadi kencan dng Yanti,bakal ada perang besar nih.Sayang sudah besok lagi bikin penasaran nih Mbak Tien.
    Salam Aduhai mbak Tien dari Neni Tegal

    ReplyDelete
  24. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu sekeluarga selalu sehat, aamiin...

    ReplyDelete
  25. Matur suwun bunda Tien

    Perang segera terjadi....seruuuu
    Hantam saja Minar...Yanti yg tak tahu maluuu itu....tendang saja Samadi yang mata keranjang...
    Hhhh..hhhh ..gemes...

    Bikin baper n penisirin saja

    Salam Tahes Ulales bunda Tien dari bumi Arema Malang dan selalu Aduhaiiii..

    ReplyDelete
  26. Saya masih takjub dgn ibu Tien yg pandai membuat cerita, alur yg bagus, pilihan kata2 sangat enak dan cocok dgn kenyataan, mudah dipahami, bikin emosi dsb...

    Puji Tuhan, kemampuannya luar biasa...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul bu Yustin.. Sy juga bangga dan sgt bersyukur bs bc dan mengikuti cerbung" bunda Tien.. Alhamdulilah

      Delete
  27. Alhamdulillah SJ 28 sdh tayang, matursuwun bu Tien
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah.. Suwun bu Tien. Tayang cepet. Semakin penasaran nih..

    ReplyDelete
  29. Terimakasih bunda Tien.. Sekar sdh tayang
    Alhamdulilah..
    Semoga sehat selalu..

    ReplyDelete
  30. Ayo Yanti kepalang basah, lebih baik mati berkalang tanah dari pada hidup bau bangkai .....siapa yang kuat bisa mempertahankan Samadi ( Samad )

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yanti..tambah semangat deh.. ada supurternya..dari tangsel hihii...

      Delete
  31. Tambah seru ceritanya, kapok mu kapan dasar istri tak tau diuntung, habisin saja mbakyu hihihi..
    Salam penisirin mulu dari Lampung sehat selalu ya mbakyuku sayang di Solo, wassalam...

    ReplyDelete
  32. Ra jedul² tak sholat disik ach hehehe..
    Mbakyuku sayang bgmn miracle nya masih adakah untuk mas Widayat?

    ReplyDelete
  33. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  34. slmt siang bunda..terima ksih SJ 28 nya..slm sht sll dan aduhai unk bunda Tien driskbmi🙏🙏🥰🥰🌹🌹

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...