Saturday, September 17, 2022

SEBUAH JANJI 29

 

SEBUAH JANJI  29

(Tien Kumalasari)

 

Samadi dan Yanti terbelalak. Nasi yang sudah masuk ke mulut berhamburan karena Samadi mendadak juga terbatuk-batuk, sedangkan Yanti membuat sendok garpunya terjun ke bawah meja.

“Apa lagi yang ingin kamu katakan? Apa lagi?” teriak Minar sambil meraih vas bunga besar yang terletak di sudut ruangan, dan membantingnya sampai hancur berkeping-keping.

“Oh, vas bunga … keekk…kesaayangannkku…” pekik Yanti yang justru memikirkan vas bunganya.

“Apa? Ini hanya vas bunga. Masih beruntung bukan tubuh kamu yang aku banting!”

“Minar, sabar Minar. Mari bicara dengan baik-baik, sayang.”

“Tidak usah bicara baik-baik. Dan jangan sekali lagi memanggil aku sayang. Jijik aku mendengarnya dari mulut kamu yang palsu itu,” teriaknya lagi sambil melemparkan kursi kecil ke arah suaminya. Beruntung Samadi bisa menghindar. Tapi kaki kursi itu patah berserakan.

“Minar!” Hentikan Minar!”

“Aku tidak akan berhenti! Kebohongan kalian, kebusukan kalian sudah tercium sejak lama! Hanya saja aku belum bisa membuktikannya melalui mata kepala aku sendiri. Dan sekarang aku sudah melihatnya. Aku tidak mengira Yanti tega menusuk aku dari belakang.

Tiba-tiba Yanti berdiri, melangkah mendekati Minar, barangkali ingin menenangkannya atau apa, tapi tiba-tiba Minar meraih kepalanya, menjambak rambutnya dan menghempaskannya ke lantai.

“Aaaauhhh …. Maaas, tolong maaaas …” jerit Yanti sambil tangannya melambai ke arah Samadi. Kepalanya terbentur lantai. Pasti lah benjol

“Apa? Mas … mas … ooo… iya… sekarang panggilan itu sudah berubah manis yah? Bagus. Bagus!” kata Minar sambil mendekat ke arah Yanti yang masih terkapar di lantai, dengan rambut awut-awutan. Tangannya sudah bersiap meraih lagi rambut Yanti, tapi Samadi menarik lengannya.

“Hentikan Minar, sudah … ayo kita pulang dan bicara.”

“Tidak. Bicara di sini saja. Perempuan murahan ini sudah bilang dan minta sama Mas bahwa Mas harus menceraikan aku. Lakukan saja. Siapa takut diceraikan oleh laki-laki palsu seperti Mas?” kata Minar sambil berusaha mencakar wajah suaminya. Tapi tentu saja Samadi berhasil mengelak, bahkan kemudian menelikung tangannya.

Minar meronta, berusaha melepaskan cengkeraman Samadi pada tangannya.

“Lepaskan!! Kamu akan membela perempuan tak bermoral itu? Bagus, kalian pasangan yang serasi.”

Yanti berusaha bangkit, tapi Minar yang berada tak jauh darinya, kemudian menendang wajahnya, membuat Yanti kembali terkapar, dengan luka di wajahnya, karena kaki Minar bersepatu dengan hak yang lumayan tinggi.

Melengking jerit Yanti sambil menutupi wajahnya yang terluka.

“Minar!”

Serta merta Samadi melepaskan cekalannya pada Minar, dan memburu Yanti yang menutupi wajahnya.

“Sakit Mas … sakit sekali …”

“Minar, kamu sungguh keterlaluan!”

“Oh ya? Aku yang keterlaluan? Bagaimana dengan kamu?”

“Kamu melukainya.”

“Aku? Apa kamu dan perempuan itu tidak merasa melukai aku? Tapi tidak, aku tidak akan merasa terluka. Aku senang akhirnya bisa membuka tabir aib kamu yang berulang. Dan kali ini mata kepalaku dengan jelas melihatnya. Apa mau kamu Yanti? Samadi menceraikan aku? Tentu dengan senang hati aku melakukannya. Akan segera aku urus perceraian diantara kita. Dan ingat Samadi, kamu harus pergi dari rumah aku, dan seluruh aset perusahaan bukan milik kamu lagi, karena itu adalah milikku, peninggalan dari orang tuaku.”

Minar membalikkan tubuhnya, keluar dari ruangan itu dengan membanting pintu sekeras-kerasnya, sehingga ruangan di sekeliling tempat itu keras bergetar.

Samadi terpaku ditempatnya. Ia membiarkan Yanti yang masih bersimpuh di lantai sambil memegangi wajahnya. Ia baru sadar, bahwa ia akan kehilangan segala-galanya setelah bercerai dari Minar. Ia memang tak punya apa-apa.*

***

Minar pulang ke rumahnya. Begitu memasuki rumah, dia langsung menuju ke kamar kerja suaminya, membuka almari yang berisi surat-surat penting. Dia mengambil semuanya, terlebih yang ada hubungannya dengan perusahaan. Selama ini dia menyerahkan semuanya kepada suaminya untuk dikelola, dan mempercayainya dengan sepenuh hati. Beruntung suaminya hanyalah pejabat pendampingnya, dan pucuk pimpinan masih berada di tangannya. Besok dia akan ke kantor dan menyatakan akan mengambil alih kekuasaan atas perusahaan yang selama ini dipercayakan kepada suaminya.

Ia memasukkan semua berkas ke dalam sebuah tas yang sudah disiapkannya, lalu membawanya ke kamar, memasukkan ke dalam almarinya sendiri dan menguncinya. Ia memanggil tukang kunci untuk mengganti kunci rumahnya di saat itu juga, agar suaminya tak bisa masuk ke dalam rumah. Tak ada air mata penyesalan, tak ada duka tampak pada wajahnya. Ia bahkan merasa lega bisa mengetahui kebusukan itu, dan dengan rela akan segera melepaskan suaminya.

Tapi benarkah tak ada duka tersirat di wajahnya?

***

Minar memasuki ruangan kerjanya di warung ketika hari hampir sore. Lalu ia duduk di sofa. Matanya menatap kosong, tapi tak ada air mata bergulir dari sepasang matanya. Ari yang merasa cemas melihat keadaan Minar, kemudian mendekatinya. Sahabatnya itu biarpun diam tapi tampak tidak wajar.

“Minar, apa yang terjadi?”

“Selesai. Semuanya sudah selesai,” gumam Minar dengan mata menatap langit-langit.

Ari mengambil air dari dalam kulkas, lalu menyerahkannya pada sahabatnya.

“Minumlah. Agar hati kamu tenang.”

Minar menerima botol itu dan meneguknya beberapa teguk.

Ari mengelus punggungnya lembut.

“Maukah bercerita? Apakah kamu sedang sedih? Atau marah? Menangislah, agar bebanmu terasa lebih enteng."

“Tidak akan ada air mata. Aku akan dengan gagah menghadapinya,” gumamnya lagi.

Ari masih mengelus punggungnya. Ia mulai menduga-duga. Beberapa hari ini Minar hanya datang ke warung saat hari menjelang sore, dan mengatakan bahwa suaminya sudah ada di rumah. Dia terus membuntuti kepergian suaminya sejak pagi hingga pulang, dan kemudian mengatakan bahwa sang suami tidak pergi ke mana-mana.

Tapi hari ini sangat berbeda. Apakah Samadi sudah lelah berpura-pura? Lalu Minar melihat semuanya? Minar belum mau menjawabnya.

“Baiklah, apa kamu mau makan? Aku tadi mencicipi masakan bakso di belakang, enak lho.”

Minar tak menjawab, tapi dia tak mencegah ketika Ari memesan 2 mangkuk bakso ke dapur melalui interkom.

“Usaha ini sudah kelihatan hasilnya. Jauh lebih maju dari bulan-bulan sebelumnya. Kamu harusnya senang kan Min?”

Seorang pelayan membawakan dua mangkuk bakso, dan meletakkannya di meja sofa.

“Hm, baunya sedap. Kamu mau pakai nasi?”

Minar menggeleng, lalu perlahan ia merosot duduk di lantai, menghadapi mangkuk bakso yang terletak di meja yang pastinya berposisi rendah. Ari tersenyum, mengikutinya. Mereka makan dengan kaki bersimpuh di lantai.

Senyuman Ari semakin lebar, melihat Minar makan dengan lahap.

“Mau tambah lagi?”

Tak disangka, Minar mengangguk.

“Pakai nasi ya?”

“Tidak usah.”

Ari kembali memesan semangkuk bakso.

“Kamu lapar ya? Pasti seharian belum makan.”

“Memang belum. Aku membayangkan sedang memakan tubuh suamiku dan Yanti, aku lumatkan sampai hancur.”

Ari membelalakkan matanya. Dan Minar memang menghabiskan semangkuk bakso berikutnya. Ari membiarkannya, dan menunggu sampai Minar mau bercerita. Ia hanya bisa menduga-duga.

“Aku akan cerita, setelah aku lumatkan dua mangkuk bakso ini,” kata Minar dengan mata menyala. Ari tahu, sebenarnya Minar sedang menahan perasaannya.

***

Samadi membawa Yanti ke rumah sakit terdekat. Ia tak mengikuti kepergian istrinya, karena Yanti terus memegangi lengannya dan merintih kesakitan.

“Jangan pergi, jangan tinggalkan aku,” rengeknya.

“Kamu sudah diobati, sakitnya pasti berkurang.”

“Tapi aku tidak mau sendirian. Semuanya sudah kepalang tanggung. Dia sudah tahu, dan dia bersedia bercerai dari kamu. Mau apa lagi kamu?”

“Aku mau menenangkan dia, supaya marahnya reda.”

“Kan dia sudah bilang mau bercerai? Itu memudahkan kita bukan? Aku juga sudah lama tidak ke warung, aku berhenti saja, aku sudah punya kamu.”

Samadi sedikit kesal. Yanti sama sekali tidak mengerti, ketika Minar mengatakan akan mengusirnya, dan tak lagi memberinya kekuasaan di perusahaan, berati dia akan kehilangan semuanya. Perusahaan itu milik Minar. Punya apa Samadi kalau Minar menceraikannya, bahkan memecatnya?”

“Kamu tidak mengerti. Kalau kami bercerai, aku tidak akan punya apa-apa.”

“Apa maksudnya?”

“Perusahaan itu milik Minar, bukan milik aku.”

“Tapi kan kamu masih punya banyak uang?”

“Uang yang aku pakai juga uang perusahaan. Kalau Minar turun tangan, dia akan tahu semuanya.”

“Duuh, rumit. Sekarang tolong pijit kepalaku. Pusing sekali. Tadi terbentur lantai. Bukan hanya wajahku yang luka, tapi kepalaku juga sakit,” rintihnya.

Samadi tak menjawab, ia juga tak mau memijit kepala Yanti.

“Maaas, berarti Mas masih cinta ya sama Minar?”

“Ini bukan masalah cinta, tapi masalah harta!” kesal Samadi.

“Mas kekurangan harta?”

Samadi berdiri, kemudian beranjak keluar. Ia baru mengerti, bahwa istri mudanya sangat bodoh dan tidak bisa mengerti.

“Mas !”

“Aku pergi dulu, minum  obat penghilang sakitnya,” katanya sambil keluar, menghampiri mobilnya dan berlalu.

Yanti mengikutinya sampai ke depan, dan mengomel karena Samadi tidak mempedulikannya. Ia mengira Samadi masih banyak uang, walau harus bercerai dari istrinya. Ia sama sekali tidak mengerti bahwa Samadi terancam tidak akan punya harta sama sekali.

***

Samadi turun dari mobil, dan melihat mobil istrinya tidak ada di halaman, berarti Minar belum pulang. Ia terus menuju ke arah rumah, tapi dengan heran dia tak bisa membuka pintu rumahnya. Diotak-atiknya, tetap saja tak bisa. Dia baru sadar bahwa kunci rumahnya telah berganti. Samadi menghempaskan tubuhnya di kursi teras. Pikirannya kacau tiba-tiba. Apa yang diucapkan Minar telah dibuktikannya. Surat-surat perusahaan sudah dikuasainya kembali. Samadi menunggu diteras. Ia masih punya keahlian merayu untuk meluluhkan hati istrinya. Tapi sampai hari menjelang malam, Minar belum tampak pulang.

“Kemana dia? Hm, pasti di warung,” gumamnya sambil bangkit.

Tapi ketika sampai di warung, Minar sudah tak ada di sana. Demikian juga Ari. Tentu saja mereka sudah pulang karena hari telah malam. Samadi mencoba menelpon, tapi ponselnya juga dimatikan.

Samadi pergi ke kantor, ia harus melakukan sesuatu.

Tapi ketika dia sampai di kantor, ruang kerjanya terkunci, dengan kunci yang baru, sehingga diapun tak bisa membukanya.

Samadi menuju pulang, Satpam yang berjaga menatapnya tak acuh, bukan seperti biasanya setiap kali melihatnya, dia selalu membungkukkan badannya sambil mengucapkan salam. Apa Minar telah mengumbar aib suaminya?

Samadi mulai menduga-duga apa yang terjadi.

“Minar benar-benar melakukannya. Ia membunuhku,” gumamnya putus asa.

***

Samadi merasa kesal dan sedih. Ia tak pulang ke rumah Yanti semalaman, dan seperti frustasi dia hanya berputar-putar, kemudian tidur di mobil yang diparkir di jalanan, sampai pagi.

Dipagi itu,  Samadi langsung pergi ke rumahnya. Ia harus menemui istrinya, kalau perlu ia akan bersujud dihadapannya dan meminta maaf. Dia akan meninggalkan Yanti kalau perlu. Beribu ucapan dan janji sudah disiapkannya, dan akan diucapkannya sambil bersimpuh dihadapan istrinya. Ia tak sanggup kehilangan gelimang harta yang selama ini dinikmatinya.

Ia memasuki halaman, saat hari masih sangat pagi. Pintu rumah masih terkunci, dan ia tahu bahwa dia tak akan bisa membukanya. Melalui pintu sampingpun tak mungkin karena dia tak punya kunci samping rumah.

Ketika Samadi sedang berpikir, muncullah pembantu rumah tangga, yang memang datang setiap pagi dan pulang saat sore hari. Ia pasti membawa kunci masuk lewat pintu belakang.

“Lho, kok Bapak ada diluar?” sapa sang pembantu, heran.

“Iya, nggak bawa kunci, aku ikut kamu saja,” kata Samadi yang mengikuti pembantunya ke arah belakang, sambil mengingat-ingat rancangan kalimat yang akan diucapkannya kepada sang istri nanti.

Ketika ia masuk, ia melihat pintu kamarnya masih terkunci. Tampaknya Minar belum bangun dari tidurnya. Samadi dengan hati gelisah, duduk di sofa ruang tengah, kemudian melepas sepatunya, lalu menyandarkan tubuhnya. Ia sungguh merasa lelah. Lelah lahir dan batinnya. Dan sekarang ia sedang berusaha merebut kembali hati istrinya. Ia kembali menyusun kata-kata semanis mungkin. Biasanya sang istri tergiur dengan rayuan mautnya, lalu melupakan amarahnya.

“Minum Pak, kopi kesukaan Bapak,” sang pembantu membawakannya secangkir kopi hangat.

Samadi mengangkat tubuhnya, sebelah tangannya meraih cangkir kopi. Ia memang membutuhkannya. Barangkali secangkir kopi hangat akan meredakan kegelisahannya.

Tapi sebelum kopi itu sampai di mulutnya, tiba-tiba terdengar suara kasar yang mengejutkannya.

“Siapa menyuruh kamu duduk di situ dan meminum kopi di rumahku?”

Samadi terkejut, kopi yang dipegangnya tumpah mengenai celana dan tembus ke pahanya.

“Augh,” keluh Samadi karena kepanasan.

“Minar,” kata Samadi sambil meletakkan cangkir kopi yang telah kosong.

“Ini bukan tempatmu lagi, sebaiknya kamu pergi,” katanya dingin, kemudian kembali masuk ke kamarnya.

Samadi bangkit, memburunya. Ia berusaha membuka pintu kamar, tapi Minar telah menguncinya.

Barangkali hati Minar juga telah terkunci rapat, entahlah, tapi Samadi masih akan berusaha merayunya seperti biasa.

“Minar, sayang. Tolong buka pintunya.”

***

Besok lagi ya.

53 comments:

  1. Replies
    1. Juara baru. Selamat heng Hermina Jyaea 1.... Sprinterku kalah.... Padahal sdh diatas kereta

      Delete
    2. Alhamdulilah..
      Ini mah kebetulan pakde..
      Pdhl td mau copas kalimat.. tp gatot hehe..

      Delete
    3. Pas ga ad signal yah kakek kl di lht jam nya sama tuh

      Delete
    4. Terima kasih, ibu Tien cantiiik.... Tambah seru, tambah penasaran....

      Delete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Perang sementara selesai, Minar pemenangnya. Apa ya usaha Samad selanjutnya...
      Sekar ditunggu tidak nongol, tapi biarlah, besok lagi ya...
      Salam sehat dan sukses mbak Tien yang selalu ADUHAI.

      Delete
  3. Alhamdulillah, maturnuwun, sehat selalu bunda Tien . .

    ReplyDelete
  4. Iyeess...
    Matur nuwun bunda Tien...🙏🙏

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah
    Terimakasih bu tien
    Semoga bu tien sehat2 selalu

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah .....
    Yg ditunggu2 sdh datang...
    Matur nuwun bu Tien ...
    Semoga sehat selalu....
    Tetap semangat

    ReplyDelete
  7. Htr nuhun bunda Tien.. yg ditunggu sdh hadir..
    Semoga bunda sehat dan bahagia selalu
    Salam kangeen dari jauuh..

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah eSJe_29 ssh tayang.
    Yesssss.
    Matur nuwun bu Tien, selamat bermalam minggu,

    ReplyDelete
  9. Terima kasih, bu Tien...yang ditunggu sudah datang.🙏😀

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah SEBUAH JANJI~29 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah SEBUAH JANJI 29 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah Maturnuwun.kian Aduhai

    ReplyDelete
  13. matur nuwun bu Tien SJ.29 sampun tayang

    ReplyDelete
  14. Luar biasa...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  15. Hadeeh Samadi trnyt gembel makanan
    Rasain Yanti perempuan bloon gak tau malu....
    Di kira Samad tuh bos trnyt tmbh ok
    Hati nya yg bos ok harta punya istrinya kok mw di kuasai

    Horee Yanti udah gugat cerai pak Win trnyt Samad juga mw di gugat cerai Minar

    Mksh bunda Tien yg telah meng aduk2 perasaan pembaca,bikin selalu penasaran

    Sehat selalu bunda dan ttp ADUHAI

    ReplyDelete
    Replies
    1. Untuk eSJe 29 ini saya pastikan pembaca pada senyum "...

      Delete
  16. Alhamdulillah SJ 29 sdh tayang suwun bu Tien, semoga sll sehat dan bahagia. Aamiin yra

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah sj 29 dah muncul...
    Terimakasih Bu Tien...

    Moga sehat selalu...

    ReplyDelete
  18. Rasain Samad....
    Sok kamu...
    MTur nuwun bu Tien
    Salam Sehat dan Aduhai dari mBatul

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah , Terima kasih bunda Tien
    Akhirnya bisa masuk 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  20. Wah bahaya istri Samadi tahu👍👍🙏🙏🤲

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah, Sebuah Janji Eps 29 sudah tayang. Matur nuwun mbak Tien Kumalasari.
    Salam sehat dan salam hangat selalu.

    ReplyDelete
  22. Wow
    Minar wonder woman; keren
    Rupanya.
    Begitu ya, jadi Minar dengar usulan Yanti menyarankan Samad menceraikan Minar.
    Jêbul Samad kuwi mung juli, piyé; genah saiki wis September lho kok Juli waé, arêp nåmpå bonus på kelingané mung kuwi..
    Habis sudah
    Minar jadi artis majalah anak-anak; bibi tutup pintu.
    Iya ya
    Samad
    Beralasan apa lagi; jelas jelas Yanti orang nggak punya rasa, silahkan milih Yanti; yang suami nya sakit tidak di perhatikan, paling nanti kalau kamu sakit apa lagi sekarat akan diperlakukan seperti itu.
    Minar sudah kamu bohongi seperti ini.
    Minar sudah nggak percaya; kapok ora kowé nglenthung, bali dadi pemulung kowé.
    Nggak punya akses di perusahaan lagi.
    Yaudah lah mau mu gitu; jangan maèn kayu!


    Terimakasih Bu Tien,
    Sebuah janji yang kedua puluh sembilan sudah tayang,
    Sehat sehat selalu doaku,
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  23. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman

    ReplyDelete
  24. Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip shg SJ 29 hadir bagi kami para penggandrungnya.

    Walau malam ini Sekar dan Barno tidak tampil, perang tanding Minar, Yanti dan Samad cukup bikin sesak hati. Begitulah kalau terburu buru mengikuti bisikan halus iblis, akhirnya Samad dan Yanti mengunduh buah dosa2nya.

    Wah nunggu SJ 30 masih lama rasanya 2 hr lagi... Matur sembah nuwun ibu Tien, Berkah Dalem.

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien
    Semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  26. Rasain tuh Samad ma Yanti.
    Makasih mba Tien

    ReplyDelete
  27. mksih SJ 29 nya bunda..rasain tuh si Samad dan yanti..jdi geregetan jg..slm sehatdan aduhai unk bunda driskbmi🙏🥰🌹

    ReplyDelete
  28. Deg deg an....
    Minar yg tegar, dan tetap berfikir jernih..Bu Tien bisa bikin emosi ini tersulut...

    ReplyDelete
  29. iya betul SJ 30 besok mlm..minggu libur bunda Tiennya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mestinya malam ini ya....
      Menanti sebuah janji...😁😁😁

      Delete
  30. Alhamdulillah
    Semoga sehat selalu
    danbtetap semangat

    ReplyDelete
  31. SJ30 belum nongol. Semoga mbak Tien sehat-sehat saja

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...