SEBUAH JANJI 29
(Tien Kumalasari)
Samadi dan Yanti terbelalak. Nasi yang sudah masuk ke
mulut berhamburan karena Samadi mendadak juga terbatuk-batuk, sedangkan Yanti
membuat sendok garpunya terjun ke bawah meja.
“Apa lagi yang ingin kamu katakan? Apa lagi?” teriak
Minar sambil meraih vas bunga besar yang terletak di sudut ruangan, dan
membantingnya sampai hancur berkeping-keping.
“Oh, vas bunga … keekk…kesaayangannkku…” pekik Yanti
yang justru memikirkan vas bunganya.
“Apa? Ini hanya vas bunga. Masih beruntung bukan tubuh
kamu yang aku banting!”
“Minar, sabar Minar. Mari bicara dengan baik-baik,
sayang.”
“Tidak usah bicara baik-baik. Dan jangan sekali lagi
memanggil aku sayang. Jijik aku mendengarnya dari mulut kamu yang palsu itu,”
teriaknya lagi sambil melemparkan kursi kecil ke arah suaminya. Beruntung Samadi bisa menghindar. Tapi kaki kursi itu patah berserakan.
“Minar!” Hentikan Minar!”
“Aku tidak akan berhenti! Kebohongan kalian,
kebusukan kalian sudah tercium sejak lama! Hanya saja aku belum bisa membuktikannya
melalui mata kepala aku sendiri. Dan sekarang aku sudah melihatnya. Aku tidak
mengira Yanti tega menusuk aku dari belakang.
Tiba-tiba Yanti berdiri, melangkah mendekati Minar,
barangkali ingin menenangkannya atau apa, tapi tiba-tiba Minar meraih
kepalanya, menjambak rambutnya dan menghempaskannya ke lantai.
“Aaaauhhh …. Maaas, tolong maaaas …” jerit Yanti
sambil tangannya melambai ke arah Samadi. Kepalanya terbentur lantai. Pasti lah benjol
“Apa? Mas … mas … ooo… iya… sekarang panggilan itu sudah berubah manis yah? Bagus. Bagus!” kata Minar sambil mendekat ke arah Yanti yang masih terkapar di lantai, dengan rambut awut-awutan. Tangannya sudah bersiap meraih lagi rambut Yanti, tapi Samadi menarik lengannya.
“Hentikan Minar, sudah … ayo kita pulang dan bicara.”
“Tidak. Bicara di sini saja. Perempuan murahan ini
sudah bilang dan minta sama Mas bahwa Mas harus menceraikan aku. Lakukan saja.
Siapa takut diceraikan oleh laki-laki palsu seperti Mas?” kata Minar sambil
berusaha mencakar wajah suaminya. Tapi tentu saja Samadi berhasil mengelak, bahkan
kemudian menelikung tangannya.
Minar meronta, berusaha melepaskan cengkeraman Samadi
pada tangannya.
“Lepaskan!! Kamu akan membela perempuan tak bermoral
itu? Bagus, kalian pasangan yang serasi.”
Yanti berusaha bangkit, tapi Minar yang berada tak
jauh darinya, kemudian menendang wajahnya, membuat Yanti kembali terkapar, dengan
luka di wajahnya, karena kaki Minar bersepatu dengan hak yang lumayan tinggi.
Melengking jerit Yanti sambil menutupi wajahnya yang
terluka.
“Minar!”
Serta merta Samadi melepaskan cekalannya pada Minar,
dan memburu Yanti yang menutupi wajahnya.
“Sakit Mas … sakit sekali …”
“Minar, kamu sungguh keterlaluan!”
“Oh ya? Aku yang keterlaluan? Bagaimana dengan kamu?”
“Kamu melukainya.”
“Aku? Apa kamu dan perempuan itu tidak merasa melukai
aku? Tapi tidak, aku tidak akan merasa terluka. Aku senang akhirnya bisa
membuka tabir aib kamu yang berulang. Dan kali ini mata kepalaku dengan jelas
melihatnya. Apa mau kamu Yanti? Samadi menceraikan aku? Tentu dengan senang
hati aku melakukannya. Akan segera aku urus perceraian diantara kita. Dan ingat
Samadi, kamu harus pergi dari rumah aku, dan seluruh aset perusahaan bukan
milik kamu lagi, karena itu adalah milikku, peninggalan dari orang tuaku.”
Minar membalikkan tubuhnya, keluar dari ruangan itu
dengan membanting pintu sekeras-kerasnya, sehingga ruangan di sekeliling tempat
itu keras bergetar.
Samadi terpaku ditempatnya. Ia membiarkan Yanti yang
masih bersimpuh di lantai sambil memegangi wajahnya. Ia baru sadar, bahwa ia
akan kehilangan segala-galanya setelah bercerai dari Minar. Ia memang tak punya
apa-apa.*
***
Minar pulang ke rumahnya. Begitu memasuki rumah, dia
langsung menuju ke kamar kerja suaminya, membuka almari yang berisi surat-surat
penting. Dia mengambil semuanya, terlebih yang ada hubungannya dengan
perusahaan. Selama ini dia menyerahkan semuanya kepada suaminya untuk dikelola,
dan mempercayainya dengan sepenuh hati. Beruntung suaminya hanyalah pejabat pendampingnya,
dan pucuk pimpinan masih berada di tangannya. Besok dia akan ke kantor dan
menyatakan akan mengambil alih kekuasaan atas perusahaan yang selama ini
dipercayakan kepada suaminya.
Ia memasukkan semua berkas ke dalam sebuah tas yang
sudah disiapkannya, lalu membawanya ke kamar, memasukkan ke dalam almarinya
sendiri dan menguncinya. Ia memanggil tukang kunci untuk mengganti kunci
rumahnya di saat itu juga, agar suaminya tak bisa masuk ke dalam rumah. Tak ada
air mata penyesalan, tak ada duka tampak pada wajahnya. Ia bahkan merasa lega
bisa mengetahui kebusukan itu, dan dengan rela akan segera melepaskan suaminya.
Tapi benarkah tak ada duka tersirat di wajahnya?
***
Minar memasuki ruangan kerjanya di warung ketika hari
hampir sore. Lalu ia duduk di sofa. Matanya menatap kosong, tapi tak ada air
mata bergulir dari sepasang matanya. Ari yang merasa cemas melihat keadaan
Minar, kemudian mendekatinya. Sahabatnya itu biarpun diam tapi tampak tidak
wajar.
“Minar, apa yang terjadi?”
“Selesai. Semuanya sudah selesai,” gumam Minar dengan
mata menatap langit-langit.
Ari mengambil air dari dalam kulkas, lalu
menyerahkannya pada sahabatnya.
“Minumlah. Agar hati kamu tenang.”
Minar menerima botol itu dan meneguknya beberapa
teguk.
Ari mengelus punggungnya lembut.
“Maukah bercerita? Apakah kamu sedang sedih? Atau marah?
Menangislah, agar bebanmu terasa lebih enteng."
“Tidak akan ada air mata. Aku akan dengan gagah
menghadapinya,” gumamnya lagi.
Ari masih mengelus punggungnya. Ia mulai menduga-duga.
Beberapa hari ini Minar hanya datang ke warung saat hari menjelang sore, dan
mengatakan bahwa suaminya sudah ada di rumah. Dia terus membuntuti kepergian
suaminya sejak pagi hingga pulang, dan kemudian mengatakan bahwa sang suami
tidak pergi ke mana-mana.
Tapi hari ini sangat berbeda. Apakah Samadi sudah
lelah berpura-pura? Lalu Minar melihat semuanya? Minar belum mau menjawabnya.
“Baiklah, apa kamu mau makan? Aku tadi mencicipi masakan
bakso di belakang, enak lho.”
Minar tak menjawab, tapi dia tak mencegah ketika Ari
memesan 2 mangkuk bakso ke dapur melalui interkom.
“Usaha ini sudah kelihatan hasilnya. Jauh lebih maju
dari bulan-bulan sebelumnya. Kamu harusnya senang kan Min?”
Seorang pelayan membawakan dua mangkuk bakso, dan
meletakkannya di meja sofa.
“Hm, baunya sedap. Kamu mau pakai nasi?”
Minar menggeleng, lalu perlahan ia merosot duduk di
lantai, menghadapi mangkuk bakso yang terletak di meja yang pastinya berposisi
rendah. Ari tersenyum, mengikutinya. Mereka makan dengan kaki bersimpuh di lantai.
Senyuman Ari semakin lebar, melihat Minar makan dengan
lahap.
“Mau tambah lagi?”
Tak disangka, Minar mengangguk.
“Pakai nasi ya?”
“Tidak usah.”
Ari kembali memesan semangkuk bakso.
“Kamu lapar ya? Pasti seharian belum makan.”
“Memang belum. Aku membayangkan sedang memakan tubuh
suamiku dan Yanti, aku lumatkan sampai hancur.”
Ari membelalakkan matanya. Dan Minar memang menghabiskan
semangkuk bakso berikutnya. Ari membiarkannya, dan menunggu sampai Minar mau
bercerita. Ia hanya bisa menduga-duga.
“Aku akan cerita, setelah aku lumatkan dua mangkuk
bakso ini,” kata Minar dengan mata menyala. Ari tahu, sebenarnya Minar sedang
menahan perasaannya.
***
Samadi membawa Yanti ke rumah sakit terdekat. Ia tak
mengikuti kepergian istrinya, karena Yanti terus memegangi lengannya dan
merintih kesakitan.
“Jangan pergi, jangan tinggalkan aku,” rengeknya.
“Kamu sudah diobati, sakitnya pasti berkurang.”
“Tapi aku tidak mau sendirian. Semuanya sudah kepalang
tanggung. Dia sudah tahu, dan dia bersedia bercerai dari kamu. Mau apa lagi
kamu?”
“Aku mau menenangkan dia, supaya marahnya reda.”
“Kan dia sudah bilang mau bercerai? Itu memudahkan
kita bukan? Aku juga sudah lama tidak ke warung, aku berhenti saja, aku sudah
punya kamu.”
Samadi sedikit kesal. Yanti sama sekali tidak
mengerti, ketika Minar mengatakan akan mengusirnya, dan tak lagi memberinya
kekuasaan di perusahaan, berati dia akan kehilangan semuanya. Perusahaan itu milik Minar. Punya apa Samadi kalau
Minar menceraikannya, bahkan memecatnya?”
“Kamu tidak mengerti. Kalau kami bercerai, aku tidak akan
punya apa-apa.”
“Apa maksudnya?”
“Perusahaan itu milik Minar, bukan milik aku.”
“Tapi kan kamu masih punya banyak uang?”
“Uang yang aku pakai juga uang perusahaan. Kalau Minar
turun tangan, dia akan tahu semuanya.”
“Duuh, rumit. Sekarang tolong pijit kepalaku. Pusing
sekali. Tadi terbentur lantai. Bukan hanya wajahku yang luka, tapi kepalaku
juga sakit,” rintihnya.
Samadi tak menjawab, ia juga tak mau memijit kepala
Yanti.
“Maaas, berarti Mas masih cinta ya sama Minar?”
“Ini bukan masalah cinta, tapi masalah harta!” kesal
Samadi.
“Mas kekurangan harta?”
Samadi berdiri, kemudian beranjak keluar. Ia baru
mengerti, bahwa istri mudanya sangat bodoh dan tidak bisa mengerti.
“Mas !”
“Aku pergi dulu, minum obat penghilang sakitnya,” katanya sambil
keluar, menghampiri mobilnya dan berlalu.
Yanti mengikutinya sampai ke depan, dan mengomel
karena Samadi tidak mempedulikannya. Ia mengira Samadi masih banyak uang, walau
harus bercerai dari istrinya. Ia sama sekali tidak mengerti bahwa Samadi
terancam tidak akan punya harta sama sekali.
***
Samadi turun dari mobil, dan melihat mobil istrinya
tidak ada di halaman, berarti Minar belum pulang. Ia terus menuju ke arah
rumah, tapi dengan heran dia tak bisa membuka pintu rumahnya. Diotak-atiknya,
tetap saja tak bisa. Dia baru sadar bahwa kunci rumahnya telah berganti. Samadi
menghempaskan tubuhnya di kursi teras. Pikirannya kacau tiba-tiba. Apa yang
diucapkan Minar telah dibuktikannya. Surat-surat perusahaan sudah dikuasainya
kembali. Samadi menunggu diteras. Ia masih punya keahlian merayu untuk
meluluhkan hati istrinya. Tapi sampai hari menjelang malam, Minar belum tampak pulang.
“Kemana dia? Hm, pasti di warung,” gumamnya sambil bangkit.
Tapi ketika sampai di warung, Minar sudah tak ada di
sana. Demikian juga Ari. Tentu saja mereka sudah pulang karena hari telah
malam. Samadi mencoba menelpon, tapi ponselnya juga dimatikan.
Samadi pergi ke kantor, ia harus melakukan sesuatu.
Tapi ketika dia sampai di kantor, ruang kerjanya
terkunci, dengan kunci yang baru, sehingga diapun tak bisa membukanya.
Samadi menuju pulang, Satpam yang berjaga menatapnya tak acuh, bukan seperti biasanya setiap kali melihatnya, dia selalu membungkukkan badannya sambil mengucapkan salam. Apa Minar telah mengumbar aib suaminya?
Samadi mulai menduga-duga apa yang terjadi.
“Minar benar-benar melakukannya. Ia membunuhku,”
gumamnya putus asa.
***
Samadi merasa kesal dan sedih. Ia tak pulang ke rumah
Yanti semalaman, dan seperti frustasi dia hanya berputar-putar, kemudian tidur
di mobil yang diparkir di jalanan, sampai pagi.
Dipagi itu, Samadi langsung pergi ke rumahnya. Ia harus
menemui istrinya, kalau perlu ia akan bersujud dihadapannya dan meminta maaf.
Dia akan meninggalkan Yanti kalau perlu. Beribu ucapan dan janji sudah
disiapkannya, dan akan diucapkannya sambil bersimpuh dihadapan istrinya. Ia tak
sanggup kehilangan gelimang harta yang selama ini dinikmatinya.
Ia memasuki halaman, saat hari masih sangat pagi.
Pintu rumah masih terkunci, dan ia tahu bahwa dia tak akan bisa membukanya.
Melalui pintu sampingpun tak mungkin karena dia tak punya kunci samping rumah.
Ketika Samadi sedang berpikir, muncullah pembantu
rumah tangga, yang memang datang setiap pagi dan pulang saat sore hari. Ia
pasti membawa kunci masuk lewat pintu belakang.
“Lho, kok Bapak ada diluar?” sapa sang pembantu,
heran.
“Iya, nggak bawa kunci, aku ikut kamu saja,” kata
Samadi yang mengikuti pembantunya ke arah belakang, sambil mengingat-ingat
rancangan kalimat yang akan diucapkannya kepada sang istri nanti.
Ketika ia masuk, ia melihat pintu kamarnya masih
terkunci. Tampaknya Minar belum bangun dari tidurnya. Samadi dengan hati gelisah, duduk di sofa ruang tengah, kemudian melepas sepatunya, lalu
menyandarkan tubuhnya. Ia sungguh merasa lelah. Lelah lahir dan batinnya. Dan
sekarang ia sedang berusaha merebut kembali hati istrinya. Ia kembali menyusun
kata-kata semanis mungkin. Biasanya sang istri tergiur dengan rayuan mautnya,
lalu melupakan amarahnya.
“Minum Pak, kopi kesukaan Bapak,” sang pembantu
membawakannya secangkir kopi hangat.
Samadi mengangkat tubuhnya, sebelah tangannya meraih cangkir kopi. Ia memang membutuhkannya. Barangkali secangkir kopi hangat akan meredakan kegelisahannya.
Tapi sebelum kopi itu sampai di mulutnya, tiba-tiba
terdengar suara kasar yang mengejutkannya.
“Siapa menyuruh kamu duduk di situ dan meminum kopi di
rumahku?”
Samadi terkejut, kopi yang dipegangnya tumpah mengenai
celana dan tembus ke pahanya.
“Augh,” keluh Samadi karena kepanasan.
“Minar,” kata Samadi sambil meletakkan cangkir kopi
yang telah kosong.
“Ini bukan tempatmu lagi, sebaiknya kamu pergi,”
katanya dingin, kemudian kembali masuk ke kamarnya.
Samadi bangkit, memburunya. Ia berusaha membuka pintu
kamar, tapi Minar telah menguncinya.
Barangkali hati Minar juga telah terkunci rapat,
entahlah, tapi Samadi masih akan berusaha merayunya seperti biasa.
“Minar, sayang. Tolong buka pintunya.”
***
Besok lagi ya.
Yess
ReplyDeleteJuara baru. Selamat heng Hermina Jyaea 1.... Sprinterku kalah.... Padahal sdh diatas kereta
DeleteAlhamdulilah..
DeleteIni mah kebetulan pakde..
Pdhl td mau copas kalimat.. tp gatot hehe..
Pas ga ad signal yah kakek kl di lht jam nya sama tuh
DeleteTerima kasih, ibu Tien cantiiik.... Tambah seru, tambah penasaran....
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien 🙏🙏
Matur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang
ReplyDeletePerang sementara selesai, Minar pemenangnya. Apa ya usaha Samad selanjutnya...
DeleteSekar ditunggu tidak nongol, tapi biarlah, besok lagi ya...
Salam sehat dan sukses mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah, maturnuwun, sehat selalu bunda Tien . .
ReplyDeleteAlhmdulillah
ReplyDeleteIyeess...
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...🙏🙏
Terima kasih.....
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bu tien
Semoga bu tien sehat2 selalu
Alhamdulillah .....
ReplyDeleteYg ditunggu2 sdh datang...
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Tetap semangat
Htr nuhun bunda Tien.. yg ditunggu sdh hadir..
ReplyDeleteSemoga bunda sehat dan bahagia selalu
Salam kangeen dari jauuh..
Alhamdulillah eSJe_29 ssh tayang.
ReplyDeleteYesssss.
Matur nuwun bu Tien, selamat bermalam minggu,
Terima kasih, bu Tien...yang ditunggu sudah datang.🙏😀
ReplyDeleteAlhamdulillah SEBUAH JANJI~29 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
ReplyDeleteNon Sekar.sdh datang.....
ReplyDeletealhamdulillah🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah SEBUAH JANJI 29 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah Maturnuwun.kian Aduhai
ReplyDeletematur nuwun bu Tien SJ.29 sampun tayang
ReplyDeleteLuar biasa...
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
Hadeeh Samadi trnyt gembel makanan
ReplyDeleteRasain Yanti perempuan bloon gak tau malu....
Di kira Samad tuh bos trnyt tmbh ok
Hati nya yg bos ok harta punya istrinya kok mw di kuasai
Horee Yanti udah gugat cerai pak Win trnyt Samad juga mw di gugat cerai Minar
Mksh bunda Tien yg telah meng aduk2 perasaan pembaca,bikin selalu penasaran
Sehat selalu bunda dan ttp ADUHAI
Untuk eSJe 29 ini saya pastikan pembaca pada senyum "...
DeleteAlhamdulillah SJ 29 sdh tayang suwun bu Tien, semoga sll sehat dan bahagia. Aamiin yra
ReplyDeleteAlhamdulillah sj 29 dah muncul...
ReplyDeleteTerimakasih Bu Tien...
Moga sehat selalu...
Alhamdulillah, suwun Bu Tien
ReplyDeleteRasain Samad....
ReplyDeleteSok kamu...
MTur nuwun bu Tien
Salam Sehat dan Aduhai dari mBatul
Alhamdulillah , Terima kasih bunda Tien
ReplyDeleteAkhirnya bisa masuk 🙏🙏🙏
Wah bahaya istri Samadi tahu👍👍🙏🙏🤲
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah, Sebuah Janji Eps 29 sudah tayang. Matur nuwun mbak Tien Kumalasari.
ReplyDeleteSalam sehat dan salam hangat selalu.
Wow
ReplyDeleteMinar wonder woman; keren
Rupanya.
Begitu ya, jadi Minar dengar usulan Yanti menyarankan Samad menceraikan Minar.
Jêbul Samad kuwi mung juli, piyé; genah saiki wis September lho kok Juli waé, arêp nåmpå bonus på kelingané mung kuwi..
Habis sudah
Minar jadi artis majalah anak-anak; bibi tutup pintu.
Iya ya
Samad
Beralasan apa lagi; jelas jelas Yanti orang nggak punya rasa, silahkan milih Yanti; yang suami nya sakit tidak di perhatikan, paling nanti kalau kamu sakit apa lagi sekarat akan diperlakukan seperti itu.
Minar sudah kamu bohongi seperti ini.
Minar sudah nggak percaya; kapok ora kowé nglenthung, bali dadi pemulung kowé.
Nggak punya akses di perusahaan lagi.
Yaudah lah mau mu gitu; jangan maèn kayu!
Terimakasih Bu Tien,
Sebuah janji yang kedua puluh sembilan sudah tayang,
Sehat sehat selalu doaku,
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹
Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip shg SJ 29 hadir bagi kami para penggandrungnya.
ReplyDeleteWalau malam ini Sekar dan Barno tidak tampil, perang tanding Minar, Yanti dan Samad cukup bikin sesak hati. Begitulah kalau terburu buru mengikuti bisikan halus iblis, akhirnya Samad dan Yanti mengunduh buah dosa2nya.
Wah nunggu SJ 30 masih lama rasanya 2 hr lagi... Matur sembah nuwun ibu Tien, Berkah Dalem.
Alhamdulillah, matursuwun bu Tien
ReplyDeleteSemoga sehat selalu
Terimakasih bu Tien
ReplyDeleteRasain tuh Samad ma Yanti.
ReplyDeleteMakasih mba Tien
mksih SJ 29 nya bunda..rasain tuh si Samad dan yanti..jdi geregetan jg..slm sehatdan aduhai unk bunda driskbmi🙏🥰🌹
ReplyDeleteDeg deg an....
ReplyDeleteMinar yg tegar, dan tetap berfikir jernih..Bu Tien bisa bikin emosi ini tersulut...
SJ 30 masih besok ya.....
ReplyDeleteiya betul SJ 30 besok mlm..minggu libur bunda Tiennya
ReplyDeleteMestinya malam ini ya....
DeleteMenanti sebuah janji...😁😁😁
Alhamdulillah
ReplyDeleteSemoga sehat selalu
danbtetap semangat
Nunggu sebuah janji 30
ReplyDeleteSJ30 belum nongol. Semoga mbak Tien sehat-sehat saja
ReplyDeleteSabar menanti
ReplyDelete