Monday, September 19, 2022

SEBUAH JANJI 30

 

SEBUAH JANJI  30

(Tien Kumalasari)

 

Samadi menyandarkan kepalanya pada daun pintu yang terkunci, tampak memelas. Simbok dari dapur membawa sebuah cangkir yang dimaksudkan untuk nyonya majikannya. Tapi ia kemudian melihat kopi tertumpah mambasahi karpet dan sofa.

“Pak, minum saja kopi ini dulu, ibu akan saya buatkan lagi,” kata simbok yang merasa kasihan melihat tuannya. Ia tahu majikannya sedang bertengkar. Sejauh ini ia tak pernah melihat sang nyonya marah sampai mengunci pintu segala.

Samadi tak menjawab. Ia memanggil-manggil nama istrinya dengan nada suara yang pelan, sambil tangannya menepuk-nepuk daun pintu.

“Sayang, Minar kecintaanku, tolong bukakan pintunya, aku minta maaf sayang, aku janji tak akan melakukannya lagi. Tolong Minar, buka pintunya dan biarkan aku bersimpuh di kakimu. Tolong sayang,” katanya bertubi-tubi.

Tapi Minar bergeming didalam kamar. Di sanalah air matanya kemudian bercucuran. Ia harus kuat, ia tak akan tersentuh dengan rayuannya lagi. Ia sudah lelah. Rayuan demi rayuan ternyata hanya menyenangkannya sesaat, nyatanya dia melakukannya lagi, dan kali ini lebih parah.

“Sayangku, cintaku … bidadariku … buka dong sayang.”

Tiba-tiba Minar merasa muak. Rayuan busuk itu adalah palsu. Ia tahu Samadi hanya menginginkan kembali kekuasannya di perusahaan. Minar tak lagi sudi dibodohi. Ia mengusap air matanya sampai tuntas, kemudian membuka pintunya. Tak tahu bahwa Samadi bersandar pada pintu itu, ketika ia membuka pintu, maka Samadi jatuh tersungkur ke depan. Beruntung Minar berdiri agak ke samping, sehingga tubuh laki-laki penghianat itu tak sampai menimpa tubuhnya. Samadi tertelungkup dilantai. Tak mengeluh, tapi juga tak hendak bangkit. Minar tahu, Samadi berharap dia akan membantunya bangun, tapi tidak. Minar berjalan keluar sambil melompati tubuh Samadi, lalu duduk di sofa. Ia meneguk kopi hangat yang disajikan simbok.

“Ini, saya buatkan lagi untuk bapak Bu.”

“Siapa yang menyuruh kamu membuatkan lagi? Bawa ke belakang dan minumlah saja.”

Simbok menatap sang nyonya, mencari kepastian.

“Tunggu apa lagi? Bawa kembali dan minum oleh kamu,” katanya sedikit menghardik.

Simbok membawa kembali kopinya ke belakang.

“Kamu mau tidur terus disitu? Bangunlah. Kamu masih hidup kan? Aku beri kamu kesempatan untuk mengambil barang-barang kamu, semuanya. Jangan ada yang tersisa,” katanya sambil menghabiskan kopi di cangkirnya.

Samadi berkutat bangun. Istrinya benar-benar tak mau peduli walau melihatnya terjatuh. Ia bangkit sambil mengelus dahinya yang terantuk lantai, lalu mendekati Minar, dan bersimpuh di hadapannya.

“Minar, aku akan menyembahmu, mohon maafmu,” rintihnya.

“Aku manusia biasa, bodoh kalau kamu menyembah aku. Menyembahlah kepada Allah dan mohon ampun padaNya.”

“Minar, sayang.”

“Hentikan kata-kata sayang itu, aku muak mendengarnya. Aku serius, ambil barang-barang kamu, dan jangan lagi menginjakkan kaki kamu di rumah ini,” katanya dingin.

Samadi masih bersimpuh, meletakkan kepalanya pada pegangan sofa.

Minar tak peduli. Ia kemudian berdiri, masuk ke dalam kamar. Ia mengambil sebuah kopor besar yang ada di sana, lalu memasukkan semua pakaian Samadi ke dalamnya.  Lalu dia menariknya keluar, dan melihat Samadi masih pada posisinya semula. Minar keluar sambil menarik kopor, lalu melemparkannya ke halaman.

Gubrakk.

Kopor itu penyok, tapi masih terkunci. Samadi mengangkat kepalanya, dan wajahnya benar-benar pucat melihat kopor tergeletak di halaman.

“Minar, kamu tega.”

“Sudah, tidak usah drama lagi. Itu barang-barang kamu, tak ada yang tersisa.”

Lalu Minar mendekati mobil, membukanya dan mengambil kunci mobil yang masih tergantung di sana.

Samadi bangkit, masih berusaha mendekati Minar dan mengembangkan tangannya untuk memeluk istrinya, tapi Minar menghindar, membuat Samadi terhuyung ke depan. Beruntung tidak kembali jatuh.

“Apa maksudmu? Jangan menyentuhku dengan tangan kotormu.”

“Minar.”

“Pergi, dan jangan bawa mobil itu!”

Minar masuk ke dalam rumah, membiarkan Samadi terpaku di halaman, kemudian Minar mengunci pintunya dari dalam.

Simbok sedang membersihkan karpet dan sofa dari tumpahan kopi, tapi tak berani menanyakan apapun.

Minar melongok ke arah halaman. Dari kaca pintu depan, ia melihat Samadi menarik kopornya dengan langkah gontai. Ada terbersit rasa iba melihatnya, tapi Minar menguatkan hatinya. Ia sungguh tak akan bisa memaafkan suaminya.

“Mbok, kalau aku pergi, kunci semua pintu dari dalam, dan jangan biarkan dia memasukinya,” perintahnya kepada simbok.

“Baik,” kata simbok sambil mengangguk. Tetap tak berani menanyakan apapun.

***

Pagi itu Minar pergi ke kantor. Ia mengumumkan kepada seluruh karyawan, bahwa sejak hari itu Samadi bukan siapa-siapa. Dia sudah dipecat, dan tampuk kepemimpinan akan dipegangnya sendiri.

Ia juga bertanya, benarkah Samadi telah membeli rumah yang katanya akan dipergunakan untuk membuka cabang? Ternyata tak ada yang tahu. Menurut mereka, Samadi tidak pernah membuka cabang.

“Jadi rumah itu, yang dikatakan cabang? Rumah yang ditinggali Yanti? Aku benar-benar bodoh,” gumamnya berkali-kali.

Minar menghela napas dengan geram. Samadi telah membohonginya tentang banyak hal. Ia juga terkejut membaca laporan keuangan yang  sebagian besar masuk ke rekening Samadi. Minar kemudian merasa semakin bodoh, ketika mempercayakan semuanya kepada Samadi, karena dia sangat mencintainya. Ia menurut saja ketika Samadi melarangnya untuk ikut campur mengurusi perusahaan. Ternyata dia telah mengobrak-abriknya.

Hari itu juga dia memblokir semua akses yang ada hubungannya dengan Samadi. Ia mengadakan rapat bersama seluruh staf, dan mengatur kembali semua tatanan yang dibuat oleh Samadi.

Sampai sore Minar melakukannya. Dia tampak sangat letih ketika memasuki warung, dan melihat Ari sudah bersiap untuk pulang.

“Minar, kamu tampak kucel,” kata Ari yang kemudian kembali duduk, dan minta agar Minar duduk di sampingnya.

“Mau aku pesankan jus buah? Mau makan apa? Kamu pasti belum makan.”

“Terserah kamu saja,” katanya lemah sambil menyandarkan tubuhnya.

Ari memesan jus jambu ke dapur, dan nasi soto ayam satu porsi.

“Bagaimana keadaan kamu?”

“Semuanya sudah selesai.”

“Selesai?”

“Tak ada lagi manusia bernama Samadi itu dalam kehidupan aku. Aku sudah meminta pengacara agar mengurus perceraian aku.”

“Minar, kamu harus kuat ya,” kata Ari sambil mengelus punggung sahabatnya.

“Tentu saja aku kuat. Aku selesaikan semuanya dalam sehari. Mengusir pembohong itu, dan menata kembali perusahaan.”

“Baiklah, sekarang minum jus nya dan makanlah, kamu tampak pucat, dan kucel, seperti orang hilang.”

“Terima kasih telah menjadi sahabat sejatiku, Ari. Bukan sahabat yang menghianati aku.”

“Mana mungkin aku menghianati kamu? Aku akan tetap mendukung kamu.”

“Baiklah, aku makan ya, kamu tidak?”

“Aku sudah makan tadi.”

“Kalau kamu ingin pulang, pulanglah, ini sudah sore.”

“Tidak, aku temani kamu sampai selesai makan.”

Minar mengangguk dan tersenyum. Dalam keadaan hati terpuruk, masih ada sahabat yang sedang setia membesarkan hatinya.

***

Samadi turun dari taksi, dengan uang yang masih tersisa, lalu memasuki rumah, di mana Yanti tinggal di sana. Ia menyeret kopornya memasuki rumah, dan melihat Yanti sedang berbicara di ponselnya.

“Iya, kalau bisa naikkan sedikit dong, itu kan rumah bagus. Bagaimana? Tidak bisa. Tunggu, baiklah, aku minta waktu, akan bicara dulu dengan suami aku. Baik, nanti aku kabari.”

Yanti menutup ponselnya, dan melihat Samadi meletakkan kopor besar, lalu duduk di sofa dengan lesu.

“Kopor siapa itu? Kok penyok begitu?” tanya Yanti heran.

Samadi tak menjawab, dia membuka kulkas dan mengambil sebuah minuman dalam botol, lalu menenggaknya habis.

“Dari mana? Kok dari kemarin sore, sampai sampai sore lagi baru datang?”

“Adakah makanan? Aku belum makan dari kemarin,” katanya lesu.

“Aku tadi beli nasi goreng, masih tersisa, aku ambilkan ya.”

Samadi memejamkan matanya, rasa lelah menggayuti wajahnya. Dari pagi sampai siang, dia duduk di depan sebuah toko, lalu sore hari baru beranjak pulang ke rumah Yanti.

“Ada apa kamu ini? Berhasil merayu istri kamu? Tampaknya tidak. Kelihatan wajahmu kucel kayak baju yang seminggu tidak dicuci,” kata Yanti sambil menyerahkan piring berisi nasi goreng yang sudah dingin.

Samadi menerimanya, lalu memakannya pelan.

"Masih kurang? Aku pesan makanan lagi ya? Kamu mau apa? Tapi kamu yang bayar ya?” kata Yanti sambil mengambil dompet Samadi, dan terbelalak melihat uang duaratus ribu di dalam dompet itu.

“Uangmu tinggal segini?”

“Ceritanya panjang, biar aku makan dulu,” kata Samadi sambil melanjutkan makannya.

“Istri kamu tidak mau memaafkan kamu?”

“Dia sangat marah, dan akan menceraikan aku.”

“Itu bagus. Aku juga tidak mau diduakan,” kata Yanti yang sama sekali tidak mengerti arti kegelisahan Samadi.

“Kita baru nikah siri. Aku mau kita nikah beneran.”

Samadi menghabiskan nasi gorengnya.

“Kamu tadi telpon sama siapa?”

“Orang yang mau membeli rumah aku. Rumah yang diberikan suami aku setelah kami bercerai.”

“Laku berapa?” tanya Samadi penuh harap.

“Baru ditawar limaratus limapuluh juta. Aku minta enamratus juta.”

“Berikan saja. “

“Berikan?”

“Kita akan memulai usaha baru dengan uang itu. Tidak usah bergantung pada perusahaan Minar.”

“Usaha apa?”

“Apa saja. Uang itu bisa kita jadikan modal usaha. Kita akan kembali kaya.”

“Apa kamu sekarang miskin?”

Samadi menghempaskan napas kesal. Yanti ternyata tidak begitu pintar dalam hal apapun. Dia sudah mendengar bahwa perusahaan yang tadinya dipegang olehnya, adalah milik Minar, dan sekarang kembali menjadi milik Minar. Tapi Yanti belum bisa menangkapnya.

“Yanti,” Samadi berusaha bicara pelan-pelan.

Yanti menatap suami siri nya.

“Sekarang ini, aku tidak lagi menjadi pengusaha, karena Minar sudah mengambilnya.”

“Kamu terlalu lemah, harusnya kamu pertahankan.”

“Perusahaan itu memang miliknya, Yanti, aku tak bisa apa-apa selain pasrah.”

Yanti melongo.

“Tapi kita bisa menjadi pengusaha, dengan uang kamu itu. Aku tahu apa yang harus aku lakukan.”

“Lalu kita akan menjadi kaya kan? Eh, mana mobil kamu?” kata Yanti yang tiba-tiba baru sadar bahwa Samadi tidak membawa mobil ketika datang.

“Sudah diminta oleh dia.”

“Ya ampun, aku tidak mengira, Minar sangat keterlaluan,” gumamnya.

“Jadi kamu setuju kan, kalau kita akan membuka usaha baru lagi?”

“Terserah kamu saja.”

“Jadi hubungi pembeli rumah kamu, bilang kamu setuju atas tawaran dia.”

Yanti mengangguk pasrah, tak mengerti apa yang akan dilakukan suami siri nya. Yang penting dia senang akan menjadi pengusaha bersama Samadi.

***

Sekar mengantarkan Barno ke bandara, saat keberangkatannya ke Batam.

Tiba-tiba Sekar sadar, bahwa kepergian Barno membuat seperti ada yang hilang dari hatinya. Air matanya berlinang ketika Barno menyalaminya.

“Barno, hati-hati ya.”

“Doakan saya ya Non,” kata Barno yang merasa teriris melihat air mata non cantiknya.

“Tentu akan aku doakan,” kata Sekar sambil mengusap air matanya.

“Jangan sedih, jangan mengiringi kepergian saya dengan tangis, supaya saya bisa melangkah dengan mantap,” kata Barno.

“Barno, aku menangis karena bahagia, akhirnya kamu segera bisa mendapatkan pekerjaan. Bibik akan bangga sama kamu.”

“Saya akan sering pulang.”

“Pulanglah sesering kamu bisa.”

“Non harus hati-hati ya, saya ada di tempat jauh, tidak bisa menjaga Non seperti kalau saya ada di dekat Non.”

“Tenanglah Barno, aku akan bisa menjaga diriku.”

“Jaga baik-baik bapak, jangan sampai sakit lagi. Buat agar bapak selalu gembira.”

“Iya Barno, akan aku lakukan bersama bibik.”

“Baiklah Non, saya pergi,” kata Barno yang sekali lagi menyalami tangan Sekar, lalu membalikkan tubuhnya dan menjauh.

Sekar menahan jatuhnya kembali air matanya, lalu berteriak tanpa peduli orang-orang di sekitarnya. Bukankah semua orang tahu bahwa perpisahan adalah sesuatu yang menyedihkan?

“Barno … aku akan merindukanmu,” teriak Sekar.

Barno tersentak. Ucapan non cantiknya membuat dadanya gemuruh. Non cantik akan merindukannya? Barno membalikkan tubuhnya, dan setengah berlari mendekati Sekar.

“Non, aku juga akan merindukan Non,” bisiknya, lalu kembali membalikkan tubuhnya dan berlalu, setelah saling tatap dengan perasaan tak menentu.

Sekar mengusap lagi air matanya. Baru disadarinya, ada keterikatan diantara keduanya. Keterikatan rasa yang tak pernah terucap, berhamburan keluar setelah perpisahan itu tiba.

Sekar berlalu sambil terus mengusap air matanya.

“Barno … aku akan merindukanmu,” bisikan itu terlontar lagi dari bibirnya.

Ia memanggil taksi, kemudian berdiri menunggu di lobi.

Tiba-tiba seseorang berteriak memanggilnya.

“Sekar !!”

Sekar menoleh, dan melihat Suseno berjalan mendekatinya.

***

Besok lagi ya.

48 comments:

  1. Alhamdulillah mksh bunda eSJe 30 udah tayang
    Makin seru deh
    Yanti...oh Yanti....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Matur nuwun bu Tien, Sebuah Janji eps 30 sdh hadir.
      Sehat terus dan terus sehat nggih bun. Tetap ADUHAI

      Delete
    2. Matur nuwun Mbak Tien sayang... Doaku smoga selalu sehat ya Mbak. Salam Aduhai selalu.

      Delete
  2. Replies
    1. Alhamdulillah SJ 30 sdh hdr...Matur nuwun Bunda Tien...🙏🦋🌹

      Delete
  3. Alhamdulillah SEBUAH JANJI 30 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah SEBUAH JANJI~30 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang.

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah .....
    Yg ditunggu2 sdh datang...
    Matur nuwun bu Tien ...
    Semoga sehat selalu....
    Tetap semangat

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah SJ 30 tayang penasaran baca dulu ,matur Suwun bunda Tien

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah akhirnya hadir juga....
    SJ 30....

    Matur nuwun Bu Tien....

    Moga sehat selalu dan dimudahkan rezeki nya.....

    Aamiin.....

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah... Sehat selalu bund....

    ReplyDelete
  10. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman

    ReplyDelete
  11. Matur nuwun bu Tuen yang aduhaiii❤❤

    ReplyDelete
  12. Waah tampaknya Suseno akan menjadi batu sandungan cinta sekar dan barno...
    Penasaran saja ini bunda Tien..
    Salam sehat dari mBantul

    ReplyDelete
  13. Yanti terlanjur menjual rumahnya, bagaimana kalau rumah yang ditempati di ambil Minar...
    Barno harusnya bilang " I love you Sekar..."
    Tapi ada Seno yang siap mengisi hati Sekar, bingung nih...
    Salam ADUHAI mbak Tien, semoga selalu sehat. Aamiin.

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Samadi dpt peluang nih ,,mau bergaya dg uangnya Yanti yg rada - rada bagaimana gitu

    Salam sehat wal'afiat ya bu Tien 🤗🥰

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah SJ30 sudah hadir, sedihnya Sekar pisah dengan Barno. Akankah Suseno berhasil mendekati Sekar? Hanya Bu Tien yg tahu...,..

    ReplyDelete
  16. Wouw...Akhirnya Samadi dadi kere lagi...Apakah akan bangkit lagi berbisnis bersama Yanti...???
    Salam sehat utk bu Tien..🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien ...
    Semoga selalu dalam Berkah dan Ridjo Alloh Subhanahu Wa Ta'ala ... Aamiin🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  18. Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip shg SJ30 hadir bagi kami para penggandrungnya.

    Cinta Yanti pd Samadi sebenarnya hanya krn meteri. Bisa langgengkah?
    Rumah Yanti sdh terjual, rumah Samadi disita perusahaan...
    Rumah tangga itu memang tidak sempurna, rumah tangga itu tempat pengampunan, pertobatan yg terus dan terus...

    Barno dan Sekar...
    Luka hati krn cinta, dialami banyak orang. Ujian hidupmu semoga menambah dewasamu...

    Matur nuwun ibu Tien yg super pandai mengaduk hati pembaca...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tks bu Yustin...
      Komennya begitu menginspirasi..
      Sering" ya bu Yustin..
      Sy bc komen ibu sambil mengingat kita sdh ketemu di JF 3 Malang 26-27 Agustus yg lalu..

      Semoga sehat", bahagia selalu dan kita bs ktemu & ngobrol lg ya bu..

      Delete
  19. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien eSJe 30 nya
    Semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  20. Wah tidak terasa kok air mata saya menetes ikutan Sekar nangis berpisah dng Barno,ikut terharu.😭 Lha kok tahu2 ada Seno semoga Sekar tidak tertarik dengan Seno ya mbak Tien Ha ha ha hanya mbak Tien yg tahu yg bisa menghanyutkan perasaan pembaca tks mbak Tien Salam aduhai dari Tegal.

    ReplyDelete
  21. Ceritanya tetap seru...
    Terima kasih mbak Tien...



    ReplyDelete
  22. Mksh mb Tien SJ 30 sdh hadir. Slm seroja utk mb Tien dan para pctk. Akankah Samadi mampu membahagiakan Yanti? Ataukah keduanya terpuruk pd cinta yg memabokkan smp lupa bikin sakit hati istri sahnya.🙏

    ReplyDelete
  23. Siapa ya pilihan Sekar ?
    Makasih mba Tien

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ayoo tebaak..
      kita liat dlu mb Sul, bgmn sifat dan karakter Seno..
      Tambah seruu ..
      klo sdh jodoh tak kan lari dikejar
      Bu Tien sgt piawai mengaduk emosi pembacanya.. Aduhaaiii..

      Delete
  24. Bênêr bênêr melibas Samad dengan segala kekuasaannya di perusahaan.
    Warisan dari ortu,
    Minar anak tunggal lagi.
    Ternyata selama ini banyak dana keluaran tidak jelas peruntukannya.
    Bahkan sering dana besar masuk rekeningnya.
    Perpisahan ini sangat sadar bakal ada yang hilang, entah apa itu, tapi harus dijalani Barno.
    Seno tertegun ternyata Sekar melepas kepergian seorang Barno dengan air mata, berusaha menghapus air mata yang tersisa, hampir lupa memohon diperkenankan kuliah sambil bekerja; apakah Seno mengijinkan.
    Nggak kebayang waktu Sekar diajak kerumah Seno; maunya pamer ini pilihan ku, yakin pak Ridwan setuju aja, lha biyungnya ini yang ngomongnya kaya masak osèng-osèng; sêngak nya minta ampun.
    Mosok seeh ..


    Terimakasih Bu Tien,
    Sebuah janji yang ketiga puluh sudah tayang,
    Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  25. Alhamdulilah...
    Terimakasih bunda Tien.. Sekar sdh tayang
    Semoga bunda sehat dan bahagia selalu
    Salam Aduhai..

    ReplyDelete
  26. Terimakasih bunda Tien.. yg selalu menyapa..

    ReplyDelete
  27. Alhamdulilah sj sdh tayang salam sehat smg bu tien sll dlm lindunganNya dan bahagia

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah...yaa terima kasih ya Allah

    ReplyDelete
  29. terima ksih bunda sj 30 nya..slm sht sll dan aduhai dri skbmi🙏🥰

    ReplyDelete
  30. Matur nuwun bunda Tien.....

    Menanti sebuah janji 31.....

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...