Tuesday, September 20, 2022

SEBUAH JANJI 31

 

SEBUAH JANJI  31

(Tien Kumalasari)

 

Sekar tertegun. Dipandanginya laki-laki gagah atasannya itu, yang tersenyum sangat menawan, menatapnya lembut. Sekar mengibaskan perasaan kacau di benaknya.

“Kok kamu ada di sini?” tanya Seno.

“Iy ..iya Mas, nganterin Barno mau berangkat ke Batam.”

“Ooh, Barno yang itu, aku ingat, anaknya bibik kan?”

“Iya Mas.”

“Sudah dapat pekerjaan di sana?”

“Iya Mas. Kok Mas Seno juga ada di sini?”

“Mengantarkan Bapak, kebetulan juga mau ke Batam, ada rekan bisnisnya di sana.”

“Oh, pasti mereka se pesawat. Hanya saja saling tidak kenal.”

“Iya, pastinya. Ini kamu mau ke mana?”

“Pulang Mas, baru mau memanggil taksi.”

“Ayo bareng aku saja.”

“Tapi_”

“Ayo, aku juga sedang tidak ada pekerjaan. Mumpung Minggu, bisa jalan-jalan sama kamu.”

“Tapi_”

“Dari tadi tapi-tapi terus, Ayo, ini perintah, tidak boleh dibantah,” canda Seno sambil tertawa.

Tak urung Sekar mengikutinya karena sungkan.

“Bagaimana keadaan bapak?”

“Sangat baik.”

“Syukurlah, nanti aku ketemu bapak, boleh kan?”

“Tentu saja boleh.”

Mereka berbincang akrab sambil berjalan ke arah parkiran. Sekar menjadi sungkan saat Seno membukakan pintu untuknya, dan mempersilakannya masuk. Sepertinya Seno sangat menghargainya, bukan seperti kalau di kantor, Sekar lah yang selalu terbungkuk-bungkuk setiap kali berhadapan dengannya.

***

Sekar terkejut ketika Seno memberhentikan mobilnya di sebuah rumah makan.

“Kita makan dulu ya?”

Sekar menatapnya tanpa berkata apapun.

“Temani aku makan, nggak enak makan sendiri.”

Akhirnya Sekar hanya mengangguk, dan buru-buru turun sebelum Seno kembali melayaninya, membuka pintu dan membantunya turun.

Seno tersenyum, lalu mereka memasuki rumah makan itu bersama-sama.

Agak sedikit canggung ketika Sekar duduk berhadapan dengan atasannya. Biarpun sudah kenal dekat, tapi atasan dan bawahan tetap saja ada batasannya bukan?

“Mau pesen apa?”

“Terserah Mas Seno saja. Yang lapar kan Mas Seno.”

“Siang-siang begini, bagaimana kalau pesan salad? Beef steak salad … itu segar ada sayurannya. Kecuali itu juga sehat.”

“Terserah Mas Seno saja.”

“Hm, baiklah, apa minumannya juga terserah aku?” senyum Seno.

Sekar mengangguk dan membalas senyuman itu.

Seno menuliskan pesanannya dan melambai ke arah pelayan.

“Kamu kok seperti canggung begitu, seperti baru kenal saja sama aku.”

“Iya sih.”

“Iya sih bagaimana?”

“Mas Seno kan atasan saya, mana bisa saya bersikap biasa?”

“Minggu depan, kamu sudah menjadi sekretaris saya. Sudah dibicarakan dalam rapat bukan?”

“Tetap saja Mas Seno atasan saya.”

“Baiklah, calon sekretaris aku memang pintar mendebat. Jadi sekarang begini. Aku atasan kamu saat di kantor, tapi aku teman kamu saat di luar. Bagaimana?”

“Ini perintah?” akhirnya Sekar bisa membalas canda Seno sebelum mengajaknya pulang bareng.

Seno tertawa agak keras.

“Tuh, kamu tahu.”

Sekar tersenyum. Ia tahu, bahwa dibalik keseriusan atasannya yang satu ini, ada banyak canda yang disimpannya, dan suatu saat dilontarkannya, sehingga terkadang membuat anak buahnya juga tersenyum-senyum. Tapi Suseno memang dikenal sebagai pimpinan yang baik. Dia masih muda, cakap, bijaksana dan tidak arogan, serta selalu terbuka untuk menerima usulan-usulan yang baik demi perusahaannya.

Ketika pesanan mereka terhidang, Seno segera mempersilakan Sekar agar segera menikmatinya.

Seno sedang menyedot jus jambu yang dipesannya, ketika tiba-tiba ponselnya berdering. Agak lama Seno tidak mengangkatnya.

“Mengapa tidak diangkat?”

Dengan enggan Seno mengangkatnya.

“Ya, ada apa?”

“Seno, kamu di mana?”

“Di jalan, habis mengantar bapak ke bandara.”

“Mengapa tidak mengajak aku sih?”

“Tidak ada waktu, tadi kami terburu-buru.

“Ini hari Minggu, ayuk nanti malam kita jalan …”

“Oh, maaf, aku ada acara malam nanti.”

“Acara apa sih, kamu selalu menghindari aku. Apa kamu lupa bahwa aku ini tunangan kamu?”

“Tidak lupa, tapi bukan berarti kamu bisa mengatur waktuku. Aku selalu sibuk.”

“Acara apa nanti malam?”

“Dengan klient.”

“Kalau begitu sorenya saja?”

“Tidak, aku sangat lelah. Ya sudah ya.”

Seno mematikan ponselnya, lalu memasukkannya ke dalam saku nya.

Sekar tak ingin bertanya, siapa yang menelponnya. Ia merasa tak berhak ikut campur. Hanya saja ia melihat wajah Seno sangat muram saat bertelpon. Pasti dengan orang yang tidak disukainya, entahlah.

“Ayo kita makan, mengapa diam saja?”

“Menunggu Mas Seno.”

“Baiklah, ayo kita makan. Nanti aku mau pesan untuk bapak juga ya.”

“Tidak, jangan repot-repot.”

“Aku tidak repot. Oh ya, juga untuk bibik.”

Sekar tak bisa membantah, takut kalau mas Seno nya mengatakan bahwa itu adalah perintah.

***

Pak Winarno menerima kedatangan Seno dengan suka cita. Bukan karena oleh-oleh yang dibawanya, tapi karena memang Seno adalah pemuda yang baik, penuh sopan santun, dan juga menghargai bibik yang walaupun hanya pembantu, tapi diperlakukan dengan sangat baik di keluarga itu.

“Lain kali nak Seno tidak boleh terlalu repot untuk keluarga saya, jadi sungkan saya,” kata pak Winarno yang menemui Seno di ruang tamu.

“Bukan repot Pak, kebetulan tadi saya minta agar Sekar menemani saya makan, kemudian saya pesan sekalian untuk Bapak dan bibik.”

“Terima kasih lho Nak, dan terima kasih juga karena mengijinkan Sekar bekerja sambil kuliah.”

“Iya Pak, kan tidak setiap hari kuliah sampai penuh seharian. Itu sebabnya saya jadikan Sekar sekretaris pribadi saya, sehingga kalau ada apa-apa, urusannya sama saya.”

“Barangkali saya akan pindah kuliah di UT saja kok Pak, sehingga tidak begitu mengganggu pekerjaan saya,” kata Sekar yang keluar bersama bibik, sambil membawa dua gelas minuman. Sekar menyajikannya di meja.

“Pak Seno, terima kasih sudah membawakan oleh-oleh untuk bibik juga,” kata bibik sambil beringsut mundur. Tidak berani dia ikutan memanggil 'mas', karena jelas-jelas seno adalah atasan non cantiknya.

“Sama-sama Bik, hanya oleh-oleh ala kadarnya,” jawab Seno.

“Enak luar biasa, Pak Seno,” kata bibik sambil mengacungkan jempolnya, kemudian berlalu.

Sekar duduk di samping ayahnya.

“Kamu mau kuliah seperti semula kan tidak apa-apa, Sekar,” kata Seno lagi.

“Tidak Mas, saya UT saja, supaya bisa sepenuhnya bekerja. Nggak enak juga, biarpun Mas Seno mengijinkan, lalu saya seringkali absen. Nanti bagaimana kata karyawan lain.”

“Iya Nak, benar apa yang dikatakan Sekar. Pasti tidak enak mengganggu pekerjaan di kantor. Terserah Sekar saja, dia pasti sudah bisa memilih yang terbaik untuk dirinya sendiri.”

“Ya sudah, terserah kamu saja Sekar, yang jelas aku selalu mendukung kamu.”

“Terima kasih Mas.”

“Sekar, kamu itu tidak pantas memanggil nak Seno dengan panggilan ‘mas’, dia kan atasan kamu? Harusnya ‘Pak’, begitu. Nanti dikira tidak menghargai,” tegur pak Winarno.

“Tidak apa-apa Pak, Sekar mengenal saya sebelum saya aktif di perusahaan. Jadi dia sejak dulu memang memanggil saya begitu. Tidak apa-apa sampai sekarang saya tetap menjadi mas Seno untuk dia,” kata Seno sambil tertawa.

“Iya tuh pak, kadang juga ingin mengganti panggilannya, tapi karena sudah terbiasa jadi susah,” kata Sekar membela diri. Memang susah mengganti cara memanggil seseorang untuk berbeda dengan sebelumnya.

“Ya sudah, terserah kalian saja, yang penting kamu harus tetap menghormati nak Seno sebagai atasan kamu.”

“Iya Pak,” jawab Sekar sambil mempersilakan Seno untuk meminum hidangannya.

***

“Mengapa lama sekali Seno belum datang ya Bu,” tanya Elsa kepada bu Ridwan, ibunya Seno.

“Kamu sudah menelponnya?”

“Tadi tersambung, dia sedang di jalan ketika pulang dari bandara, setelah itu ponselnya mati.”

“Dia tidak bilang mau ke mana … gitu?”

“Tidak Bu, dia selalu bilang sibuk ….” gerutu Elsa dengan mulut cemberut.

“Kamu harus sabar Elsa, Seno itu sangat gigih dalam bekerja. Dia persis seperti ayahnya. Banyak hal dikesampingkan, kalau dia sedang menekuni suatu pekerjaan. Bahkan saat ibu melahirkan Seno, dia datang terlambat. Seno sudah lahir, ayahnya baru datang,” kata bu Ridwan seakan mengeluh.

“Aduuh, susah juga ya Bu, padahal Elsa tuh kalau pacaran sukanya berdua-dua kemanapun.”

“Memangnya Elsa sudah pernah punya pacar?”

“Ya sudah Bu, teman-teman kuliah Elsa semuanya punya pacar, jadi Elsa ikutan saja rame-rame. Hanya saja cuma pacaran pura-pura, iseng … tidak ada yang serius.”

“Oo…”

Bu Ridwan agak kurang suka mendapat jawaban Elsa. Pacaran, iseng, sejauh apa ya orang pacaran di luar negri? Tapi tak bisa dipungkiri, bu Ridwan sangat menyukai Elsa. Dia cantik, menarik, pintar, anak pengusaha juga. Jadi kalau berbesan, sepadan lah.

Elsa kembali memutar nomor ponsel Seno, tapi tetap tidak tersambung. Elsa akhirnya merasa bosan dan kesal. Ia tidak suka duduk berlama-lama dengan orang tua. Bicaranya jadi tidak nyambung menurutnya.

“Ya sudah Bu, kalau begitu Elsa mau pamit saja,” katanya sambil berdiri.

“Lho, ditungguin sebentar lagi dong El, sebentar lagi pasti sudah sampai.”

“Nanti saja kalau Seno sudah pulang, Ibu suruh menelpon Elsa ya,” katanya sambil berlalu begitu saja.

Bu Ridwan menatap punggung semampai itu tak berkedip. Langkah gontainya bak langkah seorang peragawati. Sungguh Elsa seorang calon menantu yang sempurna. Tapi kenapa ya, Seno sepertinya tidak tertarik? Padahal mereka kan sudah tunangan.

Bu Ridwan terus menatap kejalanan, walaupun mobil Elsa sudah menghilang dibalik pagar. Tapi tak lama kemudian dilihatnya mobil Seno memasuki halaman.

“Tuh kan, menunggu sebentar saja dia tidak mau,” gerutu bu Ridwan.

Seno melangkah ke arah rumah, heran melihat ibunya masih berdiri di teras.

“Kok ibu berdiri di sini?”

“Elsa baru saja pulang.”

“Oo,” singkat jawab Seno, tak peduli.

“Dia menunggui kamu sudah berjam-jam yang lalu. Dia menelpon kamu bukan?”

“Ya, mengajak jalan, tapi Seno tidak bisa.”

“Kamu, mengapa sering menolak ajakannya? Kamu kan tidak lupa bahwa dia tunangan kamu?”

“Tidak. Tapi Seno tidak suka kebiasaan hura-hura yang selalu dilakukannya.”

“Seno, kamu bisa menasehatinya. Katakan apa yang kamu tidak suka, sehingga dia bisa merubahnya,” bujuk sang ibu.

“Ah, susah menasehati pekerti yang sudah mendarah daging,” kata Seno sambil berlalu.

“Kalau begini terus, kalian akan menikah kapan?” tanya bu Ridwan sambil mengikuti anaknya dari belakang.

“Seno belum ingin menikah Bu,” kata Seno sambil duduk di ruang tengah.

“Kalian kan sudah tunangan?”

“Ibu dulu kan bilang, tunangan dulu, sambil menjajagi hati masing-masing. Ya sudah, Seno sudah tahu siapa dan bagaimana dia, sebaliknya dia juga sudah tahu siapa dan bagaimana Seno.”

“Lalu …?”

“Seno tidak suka dia. Seno ingin putus saja Bu.”

“Jangan begitu dong Seno, kamu baru melihat satu sisi dari dia yang kamu anggap kurang baik, tapi pasti ada sisi lainnya yang menarik. Bukankah dia itu cantik, pintar, anak seorang pengusaha. Dia sepadan berdampingan sama kamu.”

“Mana bisa Bu.”

“Kamu hanya melihat sisi buruknya.”

“Yang namanya hidup bersama, harus punya pilihan. Sisi buruk, boleh saja, tapi sisi yang seperti apa? Kalau itu sebuah perangai, pasti akan terbawa selamanya. Dan itu tidak akan membawa ketenangan, apalagi kebahagiaan.”

Bu Ridwan menghela napas.

“Nggak enak dong, sama orang tua Elsa, kami kan bersahabat baik.”

“Karena sebuah persahabatan, Ibu harus mengorbankan anak Ibu sendiri?”

“Ya ampun Seno, kamu berlebihan. Menikah bukanlah berarti menjadi korban.”

“Kalau pendampingnya buruk, itu namanya korban.”

“Seno, pokoknya pikirkanlah sekali lagi. Aku akan mengatakan pada Elsa, agar bisa bersikap lebih menarik untuk kamu.”

Seno berdiri, kemudian bergegas naik ke tangga.

“Kamu belum makan, Seno.”

“Seno sudah makan tadi Bu, di jalan,” kata Seno kemudian menghilang di balik pintu kamarnya.

Bu Ridwan menyandarkan tubuhnya di sofa. Kesal.

“Apakah pilihanku salah? Aneh juga ya, masa sih Seno tidak tertarik pada gadis secantik Elsa? Tapi tampaknya mas Ridwan juga kurang suka pada Elsa. Aduh, aku kan sudah berjanji sama keluarganya Elsa, bahwa akan segera menikahkan mereka. Pusing kalau Seno masih juga menolaknya.

***

Pagi hari itu Sekar sedang berkutat dengan berkas-berkas yang harus dikerjakannya. Sudah tiga hari dia menjadi sekretaris pribadi Suseno, dan dia mulai menyukai pekerjaannya. Ia juga sudah akan mulai kuliah bulan depan. Itu menyenangkannya. Dia berharap bisa mewujudkan cita-cita ayahnya, yang juga cita-citanya sendiri.

“Sekar, nanti ikuti meeting di luar, pelajari script yang sudah aku serahkan kemarin,” kata Seno sambil tetap menatap ke arah laptop di hadapannya.

“Iya Mas, sudah siap semuanya.”

Tapi tiba-tiba pintu ruangan Seno terbuka, dan Elsa muncul di tengah pintu.

Seno menatapnya tak senang.

“Mau apa kamu datang kemari, Elsa?”

“Ya ampun Seno, sama tunangan sendiri, kenapa kasar begitu sih?” katanya sambil melirik ke arah Sekar yang duduk di depan meja kerjanya, dan sedang asyik dengan pekerjaannya. Tapi mendengar bahwa yang baru datang adalah tunangan Seno, Sekar mengangkat wajahnya, lalu memalingkan mukanya ketika melihat Elsa memeluk Seno.

***

Besok lagi ya.

48 comments:

  1. Replies
    1. Selamat jeng Wiwik juara 1
      Saya nonton saja yang sdg balapan.

      Sugeng dalu bu Tien, matur nuwun ..

      Delete
    2. manusang bu Tien, SJ nya makin menarik dan pembuat tanda tanya yg selalu ditunggu. slm ADUHAI

      Delete
    3. Matur nuwun, ibu Tien cantiiik.....sehat selalu, yaa....

      Delete
  2. Replies
    1. Matur nuwun Bu Tien. Salam sehat selalu...🙏🌹🦋

      Delete
  3. Alhamdulillah, mtr nuwun, sehat selalu bunda Tien . .

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah SEBUAH JANJI~31 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah, terima kasih Bunda, malam ini bisa komentblagi di blog , smg sehat slapu bunda , Aamiiin

    ReplyDelete
  6. Matur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah SEBUAH JANJI 31 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah .....
    Yg ditunggu2 sdh datang...
    Matur nuwun bu Tien ...
    Semoga sehat selalu....
    Tetap semangat

    ReplyDelete
  9. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman

    ReplyDelete
  10. Matur nuwun sampun tayang gasik, smoga mbakyu Tien sekelg sehat² injih, salam kangen sll dari Lampung

    ReplyDelete
  11. Matur nuwun bunda Tien...tp 🙏🥰

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah akhirnya Bu Tien hadir kembali bersama non cantik Sekar nya...

    Salam sehat selalu....

    ReplyDelete
  13. Terinakasih bunda Tien salam sehat selalu

    ReplyDelete
  14. Barno apa Seno ya jodohnya Sekar?
    Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu, aduhai

    ReplyDelete
  15. Trimakasih Bu Tien .... Salam Aduhai dan semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  16. Tahu kalau Seno sudah punya tunangan, bisa dipastikan Sekar berfikir tiga kali untuk berdekatan dengan Seno.
    Terus Yanti - Samad bagaimana ya...
    Besok lagi ya...
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI , semoga selalu sehat.

    ReplyDelete
  17. Semoga Sekar bs nyaman kerja sambil kuliah..
    Semoga tercapai cita"nya pengen kuliah lg.. mumpung msh muda demi masa depan yg lbh baik..
    Semoga bunda Tien sehat dan berbahagia selalu..
    Selamat mlm, dan selamat beristirahat bunda..
    Salam Aduhai.. dari Sukabumi

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah, smg bu Tien sehat selalu

    ReplyDelete
  19. Assalamualaikum bu Tien, suwun cerbungnya sudah tayang. Tetap sehat dan semangat.

    ReplyDelete
    Replies
    1. assalamualaikum wr wb..slmt mlm bunda Tien..terima ksih SJ nya..slmt istrhat dan slm sehat sll dri skbmi🙏🥰🌹

      Delete
  20. Kok sepertinya ceritanya semakin pendek saja, atau cerita ini yang menarik sehingga terasa pendek?
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  21. Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip shg SJ31 hadir bagi kami para penggandrungnya.

    Ada saja liku2 kehidupan bercinta, tetap tabah Sekar kamu kan punya teman baik Barno..

    Makin penasaran. Monggo lanjut ibu...
    Matur nuwun Berkah Dalem...

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah ...
    Syukron nggih Mbak Tien ... semoga sehat selalu Aamiin.🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  23. Terima kasih Mbak Tien ... SJ 31 sudah tayang ... makin asyik aja ceritanya ... Smg sehat dan bahagia sll ... Salam Aduhai

    ReplyDelete
  24. Matur nuwun Bunda Tien cantik. Salam sehat selalu...❤😘❤

    ReplyDelete
  25. Aduh jadi mas masan, ternyata Seno sebelum aktif di kantor bapaknya sudah mengenal karyawati nya yang namanya Sekar, yang kemudian menghilang dan ketahuan menunggu bapaknya yang dirawat di rumah sakit, ditemani orang orang baik yang perhatian pada keprihatinan Sekar.
    Suatu kebetulan ketemuan hari itu; masing masing habis mengantarkan kepergian Barno dan pak Ridwan ke Batam, ada kesempatan Seno untuk bersama dengan Sekar.
    Sekar pun lega karena Seno atasannya mengijinkan untuk memenuhi cita cita nya; kuliah lagi.
    Rupanya Seno lebih tertarik pada Sekar yang kini jadi sekretaris pribadi Seno.
    Kegundahan Bu Ridwan akan kelangsungan pertunangan yang diharapkan karena sebuah janji ibu mereka untuk melanggengkan hubungan antara sahabat.
    Adakah Bu Ridwan menelusuri penyebab kenapa itu bisa bertahan sebagai tunangan dan enggan bila diteruskan pada jenjang pernikahan, bahkan Seno mulai mengambil sikap menolak dengan alasan Elsa punya kesukaan yang di klasifikasi kan hura hura.
    Tahulah Sekar pagi itu disaat Elsa datang ke kantor Seno dan menyatakan dirinya adalah tunangan Seno.
    Sayang Sekar bukan salah satu anggota grup teletabis jadi tidak ikutan berpelukan..
    Aturan bisa bertiga yaa..
    Bahkan membuang muka tak rela mas Seno nya di unyel uyel sama Elsa.


    Terimakasih Bu Tien,

    Sebuah janji yang ketiga puluh satu sudah tayang,
    Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah .... terima kasih bu tien untuk tayangan SJ 31
    Semoga bu tien sehat2 selalu

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah SJ 31 sudah hadir
    Wah semakin rame dan seru ceritanya
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  28. Ampun keseso Bu Tien.....

    Seno Bu.....

    Sanes Barno......🙏🙏

    ReplyDelete

BULAN HANYA SEPARUH

BULAN HANYA SEPARUH (Tien Kumalasari) Awan tipis menyelimuti langit Lalu semua jadi kelabu Aku tengadah mencari-cari Dimana bulan penyinar a...