SEBUAH JANJI 31
(Tien Kumalasari)
Sekar tertegun. Dipandanginya laki-laki gagah
atasannya itu, yang tersenyum sangat menawan, menatapnya lembut. Sekar
mengibaskan perasaan kacau di benaknya.
“Kok kamu ada di sini?” tanya Seno.
“Iy ..iya Mas, nganterin Barno mau berangkat ke Batam.”
“Ooh, Barno yang itu, aku ingat, anaknya bibik kan?”
“Iya Mas.”
“Sudah dapat pekerjaan di sana?”
“Iya Mas. Kok Mas Seno juga ada di sini?”
“Mengantarkan Bapak, kebetulan juga mau ke Batam, ada
rekan bisnisnya di sana.”
“Oh, pasti mereka se pesawat. Hanya saja saling tidak
kenal.”
“Iya, pastinya. Ini kamu mau ke mana?”
“Pulang Mas, baru mau memanggil taksi.”
“Ayo bareng aku saja.”
“Tapi_”
“Ayo, aku juga sedang tidak ada pekerjaan. Mumpung
Minggu, bisa jalan-jalan sama kamu.”
“Tapi_”
“Dari tadi tapi-tapi terus, Ayo, ini perintah, tidak
boleh dibantah,” canda Seno sambil tertawa.
Tak urung Sekar mengikutinya karena sungkan.
“Bagaimana keadaan bapak?”
“Sangat baik.”
“Syukurlah, nanti aku ketemu bapak, boleh kan?”
“Tentu saja boleh.”
Mereka berbincang akrab sambil berjalan ke arah
parkiran. Sekar menjadi sungkan saat Seno membukakan pintu untuknya, dan
mempersilakannya masuk. Sepertinya Seno sangat menghargainya, bukan seperti
kalau di kantor, Sekar lah yang selalu terbungkuk-bungkuk setiap kali berhadapan
dengannya.
***
Sekar terkejut ketika Seno memberhentikan mobilnya di
sebuah rumah makan.
“Kita makan dulu ya?”
Sekar menatapnya tanpa berkata apapun.
“Temani aku makan, nggak enak makan sendiri.”
Akhirnya Sekar hanya mengangguk, dan buru-buru turun
sebelum Seno kembali melayaninya, membuka pintu dan membantunya turun.
Seno tersenyum, lalu mereka memasuki rumah makan itu
bersama-sama.
Agak sedikit canggung ketika Sekar duduk berhadapan
dengan atasannya. Biarpun sudah kenal dekat, tapi atasan dan bawahan tetap saja
ada batasannya bukan?
“Mau pesen apa?”
“Terserah Mas Seno saja. Yang lapar kan Mas Seno.”
“Siang-siang begini, bagaimana kalau pesan salad? Beef
steak salad … itu segar ada sayurannya. Kecuali itu juga sehat.”
“Terserah Mas Seno saja.”
“Hm, baiklah, apa minumannya juga terserah aku?”
senyum Seno.
Sekar mengangguk dan membalas senyuman itu.
Seno menuliskan pesanannya dan melambai ke arah
pelayan.
“Kamu kok seperti canggung begitu, seperti baru kenal
saja sama aku.”
“Iya sih.”
“Iya sih bagaimana?”
“Mas Seno kan atasan saya, mana bisa saya bersikap
biasa?”
“Minggu depan, kamu sudah menjadi sekretaris saya. Sudah
dibicarakan dalam rapat bukan?”
“Tetap saja Mas Seno atasan saya.”
“Baiklah, calon sekretaris aku memang pintar mendebat.
Jadi sekarang begini. Aku atasan kamu saat di kantor, tapi aku teman kamu saat
di luar. Bagaimana?”
“Ini perintah?” akhirnya Sekar bisa membalas canda
Seno sebelum mengajaknya pulang bareng.
Seno tertawa agak keras.
“Tuh, kamu tahu.”
Sekar tersenyum. Ia tahu, bahwa dibalik keseriusan
atasannya yang satu ini, ada banyak canda yang disimpannya, dan suatu saat
dilontarkannya, sehingga terkadang membuat anak buahnya juga tersenyum-senyum. Tapi
Suseno memang dikenal sebagai pimpinan yang baik. Dia masih muda, cakap,
bijaksana dan tidak arogan, serta selalu terbuka untuk menerima usulan-usulan
yang baik demi perusahaannya.
Ketika pesanan mereka terhidang, Seno segera
mempersilakan Sekar agar segera menikmatinya.
Seno sedang menyedot jus jambu yang dipesannya, ketika
tiba-tiba ponselnya berdering. Agak lama Seno tidak mengangkatnya.
“Mengapa tidak diangkat?”
Dengan enggan Seno mengangkatnya.
“Ya, ada apa?”
“Seno, kamu di mana?”
“Di jalan, habis mengantar bapak ke bandara.”
“Mengapa tidak mengajak aku sih?”
“Tidak ada waktu, tadi kami terburu-buru.
“Ini hari Minggu, ayuk nanti malam kita jalan …”
“Oh, maaf, aku ada acara malam nanti.”
“Acara apa sih, kamu selalu menghindari aku. Apa kamu
lupa bahwa aku ini tunangan kamu?”
“Tidak lupa, tapi bukan berarti kamu bisa mengatur
waktuku. Aku selalu sibuk.”
“Acara apa nanti malam?”
“Dengan klient.”
“Kalau begitu sorenya saja?”
“Tidak, aku sangat lelah. Ya sudah ya.”
Seno mematikan ponselnya, lalu memasukkannya ke dalam
saku nya.
Sekar tak ingin bertanya, siapa yang menelponnya. Ia
merasa tak berhak ikut campur. Hanya saja ia melihat wajah Seno sangat muram
saat bertelpon. Pasti dengan orang yang tidak disukainya, entahlah.
“Ayo kita makan, mengapa diam saja?”
“Menunggu Mas Seno.”
“Baiklah, ayo kita makan. Nanti aku mau pesan untuk
bapak juga ya.”
“Tidak, jangan repot-repot.”
“Aku tidak repot. Oh ya, juga untuk bibik.”
Sekar tak bisa membantah, takut kalau mas Seno nya
mengatakan bahwa itu adalah perintah.
***
Pak Winarno menerima kedatangan Seno dengan suka cita.
Bukan karena oleh-oleh yang dibawanya, tapi karena memang Seno adalah pemuda
yang baik, penuh sopan santun, dan juga menghargai bibik yang walaupun hanya
pembantu, tapi diperlakukan dengan sangat baik di keluarga itu.
“Lain kali nak Seno tidak boleh terlalu repot untuk
keluarga saya, jadi sungkan saya,” kata pak Winarno yang menemui Seno di ruang
tamu.
“Bukan repot Pak, kebetulan tadi saya minta agar Sekar
menemani saya makan, kemudian saya pesan sekalian untuk Bapak dan bibik.”
“Terima kasih lho Nak, dan terima kasih juga karena mengijinkan
Sekar bekerja sambil kuliah.”
“Iya Pak, kan tidak setiap hari kuliah sampai penuh
seharian. Itu sebabnya saya jadikan Sekar sekretaris pribadi saya, sehingga
kalau ada apa-apa, urusannya sama saya.”
“Barangkali saya akan pindah kuliah di UT saja kok
Pak, sehingga tidak begitu mengganggu pekerjaan saya,” kata Sekar yang keluar
bersama bibik, sambil membawa dua gelas minuman. Sekar menyajikannya di meja.
“Pak Seno, terima kasih sudah membawakan oleh-oleh untuk
bibik juga,” kata bibik sambil beringsut mundur. Tidak berani dia ikutan memanggil 'mas', karena jelas-jelas seno adalah atasan non cantiknya.
“Sama-sama Bik, hanya oleh-oleh ala kadarnya,” jawab
Seno.
“Enak luar biasa, Pak Seno,” kata bibik sambil
mengacungkan jempolnya, kemudian berlalu.
Sekar duduk di samping ayahnya.
“Kamu mau kuliah seperti semula kan tidak apa-apa,
Sekar,” kata Seno lagi.
“Tidak Mas, saya UT saja, supaya bisa sepenuhnya
bekerja. Nggak enak juga, biarpun Mas Seno mengijinkan, lalu saya seringkali
absen. Nanti bagaimana kata karyawan lain.”
“Iya Nak, benar apa yang dikatakan Sekar. Pasti tidak
enak mengganggu pekerjaan di kantor. Terserah Sekar saja, dia pasti sudah bisa
memilih yang terbaik untuk dirinya sendiri.”
“Ya sudah, terserah kamu saja Sekar, yang jelas aku
selalu mendukung kamu.”
“Terima kasih Mas.”
“Sekar, kamu itu tidak pantas memanggil nak Seno
dengan panggilan ‘mas’, dia kan atasan kamu? Harusnya ‘Pak’, begitu. Nanti dikira
tidak menghargai,” tegur pak Winarno.
“Tidak apa-apa Pak, Sekar mengenal saya sebelum saya
aktif di perusahaan. Jadi dia sejak dulu memang memanggil saya begitu. Tidak
apa-apa sampai sekarang saya tetap menjadi mas Seno untuk dia,” kata Seno
sambil tertawa.
“Iya tuh pak, kadang juga ingin mengganti
panggilannya, tapi karena sudah terbiasa jadi susah,” kata Sekar membela diri.
Memang susah mengganti cara memanggil seseorang untuk berbeda dengan
sebelumnya.
“Ya sudah, terserah kalian saja, yang penting kamu
harus tetap menghormati nak Seno sebagai atasan kamu.”
“Iya Pak,” jawab Sekar sambil mempersilakan Seno untuk
meminum hidangannya.
***
“Mengapa lama sekali Seno belum datang ya Bu,” tanya
Elsa kepada bu Ridwan, ibunya Seno.
“Kamu sudah menelponnya?”
“Tadi tersambung, dia sedang di jalan ketika pulang
dari bandara, setelah itu ponselnya mati.”
“Dia tidak bilang mau ke mana … gitu?”
“Tidak Bu, dia selalu bilang sibuk ….” gerutu Elsa
dengan mulut cemberut.
“Kamu harus sabar Elsa, Seno itu sangat gigih dalam
bekerja. Dia persis seperti ayahnya. Banyak hal dikesampingkan, kalau dia sedang
menekuni suatu pekerjaan. Bahkan saat ibu melahirkan Seno, dia datang
terlambat. Seno sudah lahir, ayahnya baru datang,” kata bu Ridwan seakan
mengeluh.
“Aduuh, susah juga ya Bu, padahal Elsa tuh kalau
pacaran sukanya berdua-dua kemanapun.”
“Memangnya Elsa sudah pernah punya pacar?”
“Ya sudah Bu, teman-teman kuliah Elsa semuanya punya
pacar, jadi Elsa ikutan saja rame-rame. Hanya saja cuma pacaran pura-pura,
iseng … tidak ada yang serius.”
“Oo…”
Bu Ridwan agak kurang suka mendapat jawaban Elsa.
Pacaran, iseng, sejauh apa ya orang pacaran di luar negri? Tapi tak bisa
dipungkiri, bu Ridwan sangat menyukai Elsa. Dia cantik, menarik, pintar, anak pengusaha
juga. Jadi kalau berbesan, sepadan lah.
Elsa kembali memutar nomor ponsel Seno, tapi tetap
tidak tersambung. Elsa akhirnya merasa bosan dan kesal. Ia tidak suka duduk
berlama-lama dengan orang tua. Bicaranya jadi tidak nyambung menurutnya.
“Ya sudah Bu, kalau begitu Elsa mau pamit saja,” katanya
sambil berdiri.
“Lho, ditungguin sebentar lagi dong El, sebentar lagi
pasti sudah sampai.”
“Nanti saja kalau Seno sudah pulang, Ibu suruh menelpon
Elsa ya,” katanya sambil berlalu begitu saja.
Bu Ridwan menatap punggung semampai itu tak berkedip.
Langkah gontainya bak langkah seorang peragawati. Sungguh Elsa seorang calon
menantu yang sempurna. Tapi kenapa ya, Seno sepertinya tidak tertarik? Padahal
mereka kan sudah tunangan.
Bu Ridwan terus menatap kejalanan, walaupun mobil Elsa
sudah menghilang dibalik pagar. Tapi tak lama kemudian dilihatnya mobil Seno
memasuki halaman.
“Tuh kan, menunggu sebentar saja dia tidak mau,”
gerutu bu Ridwan.
Seno melangkah ke arah rumah, heran melihat ibunya
masih berdiri di teras.
“Kok ibu berdiri di sini?”
“Elsa baru saja pulang.”
“Oo,” singkat jawab Seno, tak peduli.
“Dia menunggui kamu sudah berjam-jam yang lalu. Dia
menelpon kamu bukan?”
“Ya, mengajak jalan, tapi Seno tidak bisa.”
“Kamu, mengapa sering menolak ajakannya? Kamu kan tidak
lupa bahwa dia tunangan kamu?”
“Tidak. Tapi Seno tidak suka kebiasaan hura-hura yang
selalu dilakukannya.”
“Seno, kamu bisa menasehatinya. Katakan apa yang kamu
tidak suka, sehingga dia bisa merubahnya,” bujuk sang ibu.
“Ah, susah menasehati pekerti yang sudah mendarah
daging,” kata Seno sambil berlalu.
“Kalau begini terus, kalian akan menikah kapan?” tanya
bu Ridwan sambil mengikuti anaknya dari belakang.
“Seno belum ingin menikah Bu,” kata Seno sambil duduk
di ruang tengah.
“Kalian kan sudah tunangan?”
“Ibu dulu kan bilang, tunangan dulu, sambil menjajagi hati
masing-masing. Ya sudah, Seno sudah tahu siapa dan bagaimana dia, sebaliknya
dia juga sudah tahu siapa dan bagaimana Seno.”
“Lalu …?”
“Seno tidak suka dia. Seno ingin putus saja Bu.”
“Jangan begitu dong Seno, kamu baru melihat satu sisi
dari dia yang kamu anggap kurang baik, tapi pasti ada sisi lainnya yang
menarik. Bukankah dia itu cantik, pintar, anak seorang pengusaha. Dia sepadan
berdampingan sama kamu.”
“Mana bisa Bu.”
“Kamu hanya melihat sisi buruknya.”
“Yang namanya hidup bersama, harus punya pilihan. Sisi
buruk, boleh saja, tapi sisi yang seperti apa? Kalau itu sebuah perangai, pasti
akan terbawa selamanya. Dan itu tidak akan membawa ketenangan, apalagi kebahagiaan.”
Bu Ridwan menghela napas.
“Nggak enak dong, sama orang tua Elsa, kami kan
bersahabat baik.”
“Karena sebuah persahabatan, Ibu harus mengorbankan
anak Ibu sendiri?”
“Ya ampun Seno, kamu berlebihan. Menikah bukanlah berarti menjadi korban.”
“Kalau pendampingnya buruk, itu namanya korban.”
“Seno, pokoknya pikirkanlah sekali lagi. Aku akan
mengatakan pada Elsa, agar bisa bersikap lebih menarik untuk kamu.”
Seno berdiri, kemudian bergegas naik ke tangga.
“Kamu belum makan, Seno.”
“Seno sudah makan tadi Bu, di jalan,” kata Seno
kemudian menghilang di balik pintu kamarnya.
Bu Ridwan menyandarkan tubuhnya di sofa. Kesal.
“Apakah pilihanku salah? Aneh juga ya, masa sih Seno
tidak tertarik pada gadis secantik Elsa? Tapi tampaknya mas Ridwan juga kurang
suka pada Elsa. Aduh, aku kan sudah berjanji sama keluarganya Elsa, bahwa akan
segera menikahkan mereka. Pusing kalau Seno masih juga menolaknya.
***
Pagi hari itu Sekar sedang berkutat dengan
berkas-berkas yang harus dikerjakannya. Sudah tiga hari dia menjadi sekretaris
pribadi Suseno, dan dia mulai menyukai pekerjaannya. Ia juga sudah akan mulai
kuliah bulan depan. Itu menyenangkannya. Dia berharap bisa mewujudkan cita-cita
ayahnya, yang juga cita-citanya sendiri.
“Sekar, nanti ikuti meeting di luar, pelajari script
yang sudah aku serahkan kemarin,” kata Seno sambil tetap menatap ke arah laptop
di hadapannya.
“Iya Mas, sudah siap semuanya.”
Tapi tiba-tiba pintu ruangan Seno terbuka, dan Elsa
muncul di tengah pintu.
Seno menatapnya tak senang.
“Mau apa kamu datang kemari, Elsa?”
“Ya ampun Seno, sama tunangan sendiri, kenapa kasar
begitu sih?” katanya sambil melirik ke arah Sekar yang duduk di depan meja
kerjanya, dan sedang asyik dengan pekerjaannya. Tapi mendengar bahwa yang baru
datang adalah tunangan Seno, Sekar mengangkat wajahnya, lalu memalingkan
mukanya ketika melihat Elsa memeluk Seno.
***
Besok lagi ya.
Asik
ReplyDeleteAsik....juara 1 mbk Wik
DeleteSelamat jeng Wiwik juara 1
DeleteSaya nonton saja yang sdg balapan.
Sugeng dalu bu Tien, matur nuwun ..
manusang bu Tien, SJ nya makin menarik dan pembuat tanda tanya yg selalu ditunggu. slm ADUHAI
DeleteMatur nuwun, ibu Tien cantiiik.....sehat selalu, yaa....
DeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien 🙏🙏
Yess
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien. Salam sehat selalu...🙏🌹🦋
DeleteAlhamdulillah, mtr nuwun, sehat selalu bunda Tien . .
ReplyDeleteAlhamdulillah SEBUAH JANJI~31 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah, terima kasih Bunda, malam ini bisa komentblagi di blog , smg sehat slapu bunda , Aamiiin
ReplyDeleteAamiin,maturnuwun ibu Mundjiati.
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah SEBUAH JANJI 31 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Yes... tayang...
ReplyDelete😍😍
Alhamdulillah .....
ReplyDeleteYg ditunggu2 sdh datang...
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Tetap semangat
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman
Alhamdulilah... Tks bunda Tien
ReplyDeleteMatur nuwun sampun tayang gasik, smoga mbakyu Tien sekelg sehat² injih, salam kangen sll dari Lampung
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...tp 🙏🥰
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien
Alhamdulillah akhirnya Bu Tien hadir kembali bersama non cantik Sekar nya...
ReplyDeleteSalam sehat selalu....
Terinakasih bunda Tien salam sehat selalu
ReplyDeleteBarno apa Seno ya jodohnya Sekar?
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam sehat selalu, aduhai
Trimakasih Bu Tien .... Salam Aduhai dan semoga sehat selalu
ReplyDeleteTahu kalau Seno sudah punya tunangan, bisa dipastikan Sekar berfikir tiga kali untuk berdekatan dengan Seno.
ReplyDeleteTerus Yanti - Samad bagaimana ya...
Besok lagi ya...
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI , semoga selalu sehat.
Alhamdulillah
ReplyDeleteSemoga Sekar bs nyaman kerja sambil kuliah..
ReplyDeleteSemoga tercapai cita"nya pengen kuliah lg.. mumpung msh muda demi masa depan yg lbh baik..
Semoga bunda Tien sehat dan berbahagia selalu..
Selamat mlm, dan selamat beristirahat bunda..
Salam Aduhai.. dari Sukabumi
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah, smg bu Tien sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillaah makasih bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah, mks Bund..
ReplyDeleteAssalamualaikum bu Tien, suwun cerbungnya sudah tayang. Tetap sehat dan semangat.
ReplyDeleteassalamualaikum wr wb..slmt mlm bunda Tien..terima ksih SJ nya..slmt istrhat dan slm sehat sll dri skbmi🙏🥰🌹
DeleteKok sepertinya ceritanya semakin pendek saja, atau cerita ini yang menarik sehingga terasa pendek?
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
Puji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip shg SJ31 hadir bagi kami para penggandrungnya.
ReplyDeleteAda saja liku2 kehidupan bercinta, tetap tabah Sekar kamu kan punya teman baik Barno..
Makin penasaran. Monggo lanjut ibu...
Matur nuwun Berkah Dalem...
Alhamdulillah ...
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien ... semoga sehat selalu Aamiin.🌹🌹🌹🌹🌹
Terima kasih Mbak Tien ... SJ 31 sudah tayang ... makin asyik aja ceritanya ... Smg sehat dan bahagia sll ... Salam Aduhai
ReplyDeleteMatur nuwun Bunda Tien cantik. Salam sehat selalu...❤😘❤
ReplyDeleteAduh jadi mas masan, ternyata Seno sebelum aktif di kantor bapaknya sudah mengenal karyawati nya yang namanya Sekar, yang kemudian menghilang dan ketahuan menunggu bapaknya yang dirawat di rumah sakit, ditemani orang orang baik yang perhatian pada keprihatinan Sekar.
ReplyDeleteSuatu kebetulan ketemuan hari itu; masing masing habis mengantarkan kepergian Barno dan pak Ridwan ke Batam, ada kesempatan Seno untuk bersama dengan Sekar.
Sekar pun lega karena Seno atasannya mengijinkan untuk memenuhi cita cita nya; kuliah lagi.
Rupanya Seno lebih tertarik pada Sekar yang kini jadi sekretaris pribadi Seno.
Kegundahan Bu Ridwan akan kelangsungan pertunangan yang diharapkan karena sebuah janji ibu mereka untuk melanggengkan hubungan antara sahabat.
Adakah Bu Ridwan menelusuri penyebab kenapa itu bisa bertahan sebagai tunangan dan enggan bila diteruskan pada jenjang pernikahan, bahkan Seno mulai mengambil sikap menolak dengan alasan Elsa punya kesukaan yang di klasifikasi kan hura hura.
Tahulah Sekar pagi itu disaat Elsa datang ke kantor Seno dan menyatakan dirinya adalah tunangan Seno.
Sayang Sekar bukan salah satu anggota grup teletabis jadi tidak ikutan berpelukan..
Aturan bisa bertiga yaa..
Bahkan membuang muka tak rela mas Seno nya di unyel uyel sama Elsa.
Terimakasih Bu Tien,
Sebuah janji yang ketiga puluh satu sudah tayang,
Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Alhamdulillah .... terima kasih bu tien untuk tayangan SJ 31
ReplyDeleteSemoga bu tien sehat2 selalu
Trims Bu Tien..sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah ..dan Terima kasih
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah SJ 31 sudah hadir
ReplyDeleteWah semakin rame dan seru ceritanya
Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Ampun keseso Bu Tien.....
ReplyDeleteSeno Bu.....
Sanes Barno......🙏🙏