SEBUAH JANJI 32
(Tien Kumalasari)
Sekar kembali menatap ke arah laptop, risih melihat
pemandangan itu. Tapi kemudian terdengar suara yang sedikit gaduh.
“Apa-apaan kamu ini?” hardik Seno.
“Seno, apakah salah seseorang memeluk tunangannya?”
“Hentikan omong kosong itu, dan jaga sikap kamu. Ini
di kantor, bukan di kelap malam kesukaan kamu.”
“Seno, bisakah bersikap sedikit manis sama aku? Kamu
selalu membuat aku kesal.”
“Dan kedatangan kamu kemari lebih membuat aku kesal
lagi. Cepat pergi karena ada banyak hal yang harus aku lakukan.”
“Seno, sebentar lagi saat makan siang, aku akan menemani
kamu.”
“Aku ada meeting dengan orang penting, tidak ada waktu
untuk bersenang-senang.”
Lalu Seno menatap lagi ke arah laptop, membiarkan Elsa
yang kemudian duduk di depannya.
“Bisakah kamu pergi?”
“Seno, ayo makan siang bersama aku. Aku bisa kok
menunggu.”
“Tidak, dan tidak!”
“Seno ….”
“Kalau kamu tidak mau pergi juga, aku akan menyuruh
satpam untuk memaksamu keluar dari tempat ini,” ancam Seno.
“Ya ampun Seno, sama calon istri mengapa begitu kasar?
Dan kamu itu kejam, tahu nggak sih?”
“Siapa calon istri?”
“Kamu lupa bahwa kita akan segera menikah?”
“Tidak akan ada pernikahan diantara kita.”
“Seno!” lalu Elsa benar-benar menangis di depan meja
kerja Seno, membuat Seno bertambah geram saja.
“Apa-apaan kamu ini? Kamu pikir air mata kamu bisa
meruntuhkan belas kasihan aku?”
“Kalau kamu tidak mau makan siang bersama aku, aku
akan tetap di sini.”
“Terserah kamu saja.”
Lalu Seno menatap ke arah Sekar.
“Sekar, kalau kamu sudah selesai, kita bisa berangkat
sekarang,” perintahnya.
“Ya.”
Elsa menoleh ke arah Sekar. Sakit sekali hatinya mendengar suara Seno begitu lembut ketika bicara dengannya.
“Hm, dia cantik. Tapi kampungan. Dan Seno betah ber
jam-jam bersama dia di tempat ini?” kata batin Elsa.
“Kamu tidak beranjak juga?”
“Kamu akan pergi bersama dia? Gadis kampungan yang
tidak pantas berjajar dengan kamu, Seno.”
“Apa katamu? Kamu yang kampungan. Berpendidikan, tapi
tidak tahu cara bertata krama.”
“Seno.”
“Pergilah sekarang. Atau aku panggilkan satpam?” ancam
Seno sambil mengangkat interkom.
“Kamu memilih bergi bersama dia dan mengusir aku?”
“Kami pergi karena pekerjaan.”
“Akan aku adukan kamu sama ibu kamu,” sentak Elsa
kemudian berdiri lalu bergegas ke arah pintu. Sebelum membuka pintu ia sempat
menoleh ke arah Sekar dan menatapnya penuh kebencian.
Sekar pura-pura
sibuk dengan pekerjaannya.
Lalu dia terperanjat ketika mendengar daun pintu
dibanting keras.
“Benar-benar keterlaluan,” gerutu Seno sambil
melanjutkan pekerjaannya.
Sekar mengangkat wajahnya sekilas, untuk melihat
atasannya, tapi saat itu Seno juga sedang menatapnya.
“Apakah kamu terganggu?”
Sekar mencoba tersenyum, untuk menenangkan atasannya
dengan memperlihatkan sikap seakan dia tidak terganggu.
“Tidak apa-apa,” katanya sambil kembali menatap ke
arah laptopnya.
“Dia itu keterlaluan, selalu membuat aku kesal,” Seno
masih mengomel.
“Dan hari ini, dia malah berani menyusul ke kantor,
membuat suasana jadi keruh seperti ini.”
Sekar hanya menatap atasannya sekilas.
“Maaf ya,” kata Seno kemudian.
“Mengapa Mas Seno meminta maaf?” kali ini Sekar
menatapnya lebih lama.
“Suasana tadi, bohong kalau kamu tidak merasa
terganggu.”
“Sungguh, saya tidak apa-apa.”
“Aku yang ‘apa-apa’.”
Lalu Seno meneguk minuman didalam gelas di ujung meja kerjanya,
kemudian menyandarkan tubuhnya.
“Benar, dia tunangan aku,” kemudian Seno bergumam.
“Mengapa Mas Seno tidak suka dia datang kemari?”
akhirnya Sekar berkomentar.
“Kami dijodohkan. Tapi aku tidak suka.”
“Bukankah dia cantik sekali? Tubuhnya bagus, wajahnya
halus dengan sepasang mata indah, hidung mancung, bibir_”
“Stop Sekar. Itu tidak cukup untuk membuat seorang
laki-laki jatuh cinta.”
Sekar diam, tak melanjutkan komentarnya yang ternyata
tidak berkenan bagi sang atasan ganteng.
“Dia itu lulusan sekolah luar negri. Pergaulan bebas,
senang hura-hura, aduuuh, maaf ya, aku kok jadi ngejelekin orang. Ya sudah,
lupakan saja dia. Kamu siap berangkat meeting? Lebih baik kita datang duluan,
biar santai dan banyak kesempatan berbincang.
Sekar hanya bisa mengangguk meng ‘iya’ kan. Kemudian dia
merapikan meja kerjanya, lalu berdiri mengikuti sang atasan yang lebih dulu
keluar dari ruangan.
***
Elsa masih menangis sesenggukan di depan calon
mertuanya. Bu Ridwan sudah berusaha menenangkannya, tapi tak berhasil. Kemudian
ia mengambil sebotol minuman dingin dari dalam kulkas, diberikannya kepada
Elsa.
“Minumlah, biar hatimu lebih tenang.”
“Elsa benar-benar sakit hati bu, Seno marah-marah di
kantor, di depan sekretarisnya pula.”
“Kalau ibu boleh bicara, sebenarnya yang salah itu
kamu,” akhirnya kata bu Ridwan, setelah Elsa meneguk minumannya dan terlihat
agak tenang.
“Aku yang salah?”
“Kamu datang ke kantor, dan itu Seno pasti tidak suka.”
“Elsa hanya ingin menemaninya makan siang Bu.”
“Tapi kedatangan kamu ke kantor itu membuatnya
terganggu. Lain kali bilang kalau mau menemuinya, atau mengajaknya makan. Kalau
dia bersedia, lakukan, kalau tidak, ya jangan memaksa. Seno itu hatinya susah
ditebak. Terkadang gampang, terkadang susah. Kalau kamu mau mengambil hatinya,
ya harus bersabar.”
“Dia kasar sama Elsa, pasti karena ada sekretarisnya
itu,” rengek Elsa.
“Sekretaris? Siapa? Simon?”
“Bukaaan, perempuan.”
“Perempuan?” bu Ridwan heran, karena tidak tahu bahwa
Simon sudah dipindah tugaskan di bagian produksi, dan Sekar dijadikan sekretarisnya.
“Iya, namanya Sekar, Elsa dengar Seno memanggilnya
begitu.”
“O, Sekar itu karyawan lama, ibu nggak tahu kalau dia
menjadi sekretaris Seno.”
“Ibu tahu nggak, Seno berbicara sangat lembut pada sekretarisnya,
sedangkan saya dibentak-bentak.”
“Kesalahan kamu ya itu tadi, kamu membuat pekerjaan
mereka jadi terganggu.”
“Ibu, bolehkah saya saja yang menjadi sekretaris Seno?
Dengan demikian saya bisa berdekatan setiap saat, dan lama-lama Seno benar-benar
akan jatuh cinta sama saya.”
“Kamu?”
“Elsa bisa Bu, bolehkah?”
“Ibu tidak bisa menjanjikan, karena ibu tidak pernah
ikut campur dalam urusan pekerjaan. Nanti ibu bicara dulu sama bapak, kalau
bapak sudah kembali dari Batam.”
“Sungguh ya Bu, Elsa kira ini satu-satunya jalan agar
Elsa bisa dekat sama Seno.”
“Kita lihat saja nanti.”
***
Bibik sedang melayani pak Winarno ketika ponselnya
berdering.
“Tuh, pasti dari anak kamu, angkat dulu sana,” perintah
pak Winarno.
Bibik bergegas ke kamarnya, lalu mengangkat ponselnya.
“Barno, ini kamu kan?”
“Iya Mbok. Apa kabar simbok?”
“Simbok baik-baik saja, ini tadi sedang melayani bapak
makan.”
“Non Sekar ada?”
“Gimana sih, ini hari kerja, tentu saja non Sekar
bekerja. Kamu juga sedang kerja kan?”
“Sedang istirahat Mbok, tiba-tiba kangen sama Simbok.”
“Simbok juga kangen dong No, tapi kan kamu bekerja baru
seminggu, ya sabar dulu. Bagaimana pekerjaan kamu? Kamu menyukainya kan?”
“Iya Mbok, Barno suka.”
“Syukurlah. Karena orang bekerja itu, nomor satu harus
menyukai pekerjaannya. Kalau tidak, tak akan bisa mengerjakan semuanya dengan
baik. Lalu gampangnya saja, tidak kerasan, lalu mencari pekerjaan lain, begitu
kan?”
“Iya, benar Mbok. Tapi Barno suka, dan juga kerasan.
Barno masih tinggal di asrama yang disediakan perusahaan, jadi Barno tidak
perlu menyewa tempat tinggal.”
“Sukurlah. Kamu masih punya uang?”
“Masih Mbok, kalau siang makan di kantor, diberi oleh
kantor. Jadi lebih irit.”
“Baiklah, tapi kalau kamu kehabisan uang, nanti simbok
kirimin. Gaji simbok kan tidak simbok pakai untuk beli apa-apa.”
“Gampang Mbok, nanti kalau Barno sudah punya gaji,
gantian Simbok yang Barno kirimin.”
Simbok tertawa.
“Kamu jangan memikirkan simbok. Simbok tidak
kekurangan apapun. Kalau punya uang, tabung saja, buat kalau nanti kamu
menikah.”
“Oh ya Mbok, kabarnya non Sekar bagaimana?” mendengar kata 'menikah', tiba-tiba Barno teringat non cantiknya.
“Baik kok. Dia itu beruntung, mendapat pekerjaan,
dimana pimpinannya sangat memperhatikannya. Beberapa hari yang lalu simbok
jiuga dapat oleh-oleh makanan.”
“Dari mas Seno?”
“Iya, siapa lagi?”
“Mas Seno sering datang kemari?”
“Tidak, hanya satu dua kali.”
Barno tampak terdiam untuk beberapa saat.
“Le, apa yang kamu pikirkan? Apa kamu masih
mengharapkan non Sekar?” kata simbok pelan, takut pak Winarno mendengarnya.
“Ah, simbok kok gitu.”
“Simbok tahu apa yang kamu pikirkan. Sudahlah, jangan
memikirkan yang akan susah kamu dapatkan. Saingan kamu sungguh berat. Pikirkan
saja pekerjaan kamu.”
“Ya sudah Mbok, saya akan mulai bekerja lagi, saat
istirahat sudah selesai.”
“Ya sudah, bekerja baik-baik ya le, jadilah orang yang
berhasil.”
“Doakan ya Mbok. Salam saya untuk non Sekar. Oh ya,
sungkem untuk bapak juga.”
Bibik menutup pembicaraan itu, lalu mengusap matanya
yang membasah. Ia tahu anaknya mencintai non cantik, tapi bibik juga tahu, ada
pak Seno yang tampaknya juga menaruh hati padanya.
“Biik, aku sudah selesai,” teriakan pak Winarno dari
ruang makan mengejutkannya. Bibik sekali lagi mengusap matanya, lalu bergegas
mendekati sang majikan.
“Sudah selesai telponnya?”
“Sudah Pak, dia titip sungkem untuk Bapak.”
“Nanti kalau dia menelpon lagi, katakan terima kasih.
Bagaimana keadaannya?”
“Baik Pak, tampaknya dia juga sudah kerasan dan
menyukai pekerjaannya.”
“Syukurlah. Apa dia menelpon karena butuh uang?”
“Tidak Pak, tadi saya juga sudah menawarkan, katanya
uangnya masih cukup.”
“Ya sudah, bilang kalau dia butuh uang.”
“Baik Pak,” kata bibik sambil mengangkat piring-piring
kotor, sementara pak Winarno beranjak ke ruang tengah. Ia menyelakan televisi,
dan duduk bersandar menikmatinya.
Tak lama kemudian bibik datang dengan membawa segelas
jus alpukat, lalu diletakkannya di meja.
“Oh iya Pak, lupa bilang, ketika bibik belanja dan
melewati rumah Bapak yang lama, sepertinya ada orang lain yang tinggal di rumah
itu.”
“Benarkah? Berarti Yanti sudah menjualnya.”
“Mungkin Pak.”
“Biarkan saja. Memang sudah aku berikan sama dia,
supaya dia tidak menuntut macam-macam.”
“Benar Pak,” kata bibik yang kemudian berlalu. Agak lega hatinya, karena melihat pak Winarno tak bereaksi apapun ketika mendengar laporannya.
***
"Jadi ini, anak baru itu?”
Barno yang sedang asyik dengan pekerjaannya, terkejut
ketika tiba-tiba dua orang laki-laki masuk ke dalam ruangannya.
Barno menghentikan pekerjaannya, berdiri dari kursi
kerjanya, karena yang datang adalah pimpinan perusahaan dan seseorang yang
belum pernah di kenalnya. Barno mengangguk hormat.
“Barno, ini pak Ridwan dari kota Solo. Dia juga ikut
memiliki perusahaan ini,” kata sang pimpinan sambil menunjuk ke arah laki-laki
setengah tua yang masih tampak gagah itu.
Barno membungkukkan badannya lagi.
“Masih muda, dan kata pak Abu, kamu dengan cepat bisa
menguasai apa yang menjadi tugas kamu,” kata pak Ridwan.
“Terima kasih Pak.”
“Bagus, tingkatkan prestasi kamu,” kata pak Ridwan,
yang kemudian keluar dari ruangan bersama pak Abu, pimpinan perusahaan itu.
Barangkali untuk melihat ruang divisi lain yang ada di sana.
Barno kembali duduk, dan merasa senang mendapat pujian,
tapi bukan berarti dia harus berpuas diri. Ia baru saja melangkah, dan berharap
akan bisa lebih meningkatkannya lagi.
Tiba-tiba sebuah teriakan nyaring kembali terngiang di
telinganya.
“Barno … aku akan merindukanmu ….”
“Aduh, mengapa berpikir soal pekerjaan, lalu aku jadi
teringat akan dia lagi? Apa sebenarnya arti dari kata ‘merindukanmu’ yang terlontar
dari bibir non cantik? Apakah dia juga menyukai aku? Tapi kata simbok, aku
mendapat saingan berat. Pastilah mas Seno. Iya lah, berat. Dia tampan, gagah,
mapan. Sedangkan aku? Ah ya, lebih baik menekuni pekerjaan aku saja. Tapi apabila aku berhasil menjadi
orang, apakah bisa semua itu menjadi senjata untuk berebut cinta dengan mas
Seno?” gumamnya pelan.
Lalu Barno mengibaskan semua perasaan yang membuatnya
gelisah. Barno menyadari, bahwa perjuangannya ini, bukan hanya untuk
simboknya, tapi juga untuk merebut cinta non cantiknya.
“Semoga aku berhasil,” bisiknya sekali lagi.
***
Hari itu pak Ridwan sudah pulang dari Batam, langsung
pergi ketempat kerjanya. Ia memasuki ruang kerja Seno dan duduk di sofa.
Sekar berdiri dan menyalaminya. Pak Ridwan sudah tahu
bahwa Sekar menjadi sekretaris pribadi Seno, dan diapun suka karena Sekar selalu
mengerjakan semua tugasnya dengan baik.
“Apa kabar Sekar?”
“Baik Pak. Bolehkah saya buatkan kopi untuk Bapak?”
kata Sekar.
“Boleh-boleh.”
“Aku juga mau Sekar,” kata Seno yang kemudian duduk di
depan ayahnya.
“Baik,” jawab Sekar sambil beranjak keluar.
Ayah dan anak itu berbincang asyik tentang usaha mereka,
juga berita tentang usahanya di Batam yang semakin maju.
“Abu punya pegawai baru di bagian keuangan, dia itu
dari kota ini lho ,” kata pak Ridwan.
“Oh ya?”
“Dia itu baik, pintar. Kelihatannya Abu suka sama
pekerjaannya. Dia akan melihatnya sebulan ini, barangkali kalau benar-benar
memuaskan, maka dia akan naik jabatan. Tapi nanti, baru akan dilihat dulu.”
“Syukurlah. Kok bisa dapat orang sini ya?”
“Entahlah, aku tidak tahu. Nama anak itu Barno.”
Saat itulah Sekar masuk sambil membawa nampan dan dua
cangkir kopi.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah mksh bunda Tien
ReplyDeleteSehat selalu doaku dan ttp ADUHAI
Yg di tunggu2 eSJe 32 tayang deh
Yuuk mojok ajah
Horeee....
Mbk Iin.....juara 1
DeleteSprinter juara 1 dibayangi pembuat woro² eM eS Te
DeleteMatur nuwun bunda Tien
Dalam SEROJA penuh semangat.
Di bayangi spt sepak bola ajah
DeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSiip
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAsyiikk...
ReplyDeletematur nuwun bunda Tien...🙏
Matur suwun bunda Tien
ReplyDeleteSalam Tahes Ulales bunda dari bumi Arema Malang dan selalu Aduhaiiii
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien SJ 32 sudah hadir ,semoga bunda sehat sehat dan semakin penasaran kelanjutannya ,baca dulu yuuuk
ReplyDeleteAlhamdulillah SEBUAH JANJI~32 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
ReplyDeleteAlhamdulilah yg di tunggu telah hadir, terima kasih Bunda, Sebuah Janji selalu menemani hari" ku , smg Bunda Tien Kumalasari pinaringan sehat wilujeng selalu, Aamiiin
ReplyDeleteAlhamdulillah .....
ReplyDeleteYg ditunggu2 sdh datang...
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Tetap semangat
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah akhirnya non cantik Sekar datang juga....
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien....
Moga sehat selalu dan dimudahkan rezeki nya...
Aamiin ....
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron Mbak Tien🌹🌹🌹🌹🌹
Alhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman
Alhamdulillah...
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien. Semoga sehat selalu.🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah Sebuah Janji Eps 32 telah tayang, terima kasih bu Tien Kumalasari.
ReplyDeleteSalam sehat dan salam hangat.
Alhamdulilah sj sdh tayang... salam sehat bi tien
ReplyDeletealhamdulillah 🙏
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam sehat selalu. Aduhai
Alhamdulillah ..terima kasih bu Tien ...Semangat
ReplyDeleteAlhamdulillah..
ReplyDeleteTerimskasih bu Tien..
Salam sehat dan aduhai dari mBantul
Terima kasih mbak Tien...
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang.
ReplyDeletePersaingan yang ketat dengan cara unik. Betapa tidak, yang jauh dimata dekat dihati, yang dekat dimata hatinya masih jauh.
He he he he.. menunggu nasib Yanti juga, mudah mudahan tidak buruk buruk amat, kasihan pak Petir yang ngefans.
Sukses selalu mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Ha haa.. Pak Latif bs aja..
Deletepak Petirnya blm hadir pak..
Maaf pak Petir, dari group WA terbawa ke blog.
DeleteAlhamdulillah.. Sehat selalu bund... Mtnw
ReplyDeleteWah sekar dengar obrolan pak ridwan bahwa barno kerja di tempat usahanya. Terima kasih bu tien
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien, salam sehat selalu dan aduhai..
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAmpun keseso Bu Tien....
ReplyDeleteSeno Bu .....
Sanes Barno.....🙏🙏
Inggih mas Apip. Matur nuwun
DeletePuji Tuhan ibu Tien tetap sehat, semangat dan produktip shg SJ32 tersaji bagi kami penggandrungnya.
ReplyDeleteBerkat dan ujian memang silih berganti, setidaknya yg dialami Barno maupun Sekar. Keduanya sudah bisa bekerja bahkan di tempat menyenangkan, namun berjauhan, saling merindu bahkan ada saingan..
Ada cinta segitiga Barno-Sekar-Seno.
Ada konflik segitiga juga : Seno-Elsa-bu Ridwan, Yanti- Minar-Samad
Makin penasaran aja, siap nunggu besok. Matur nuwun Berkah Dalem.
Nggak tenang ya No, disana mikir sini, masih terngiang ya, dirindukan si non, rindu yang menderu deru.
ReplyDeleteSantai waé No, biasané dårå yå ngono; mabur kalangan dhisik lagi golèk pénclokan.
Anggêr kêtêmu gèk mbèkur, nggolèk gupon.
Piyiké bèn diurus liyan, mugå-mugå kopèn.
Tuh bapak sama anak lagi ngomongin karyawan baru pak Abu yang berasal orang sini, malah nggak terasa masuk dilingkaran usahanya pak Ridwan.
Bener No kayanya Seno tertarik sama Sekar, soalnya Sekar lebih lemah lembut (tapi bukan pasir lho).
Namanya naksir paké kagum lagi, semuanya terlihat baiklah, menilai juga susah, lha belum-belum sudah kagum.
Tuh ada nama Barno disebut sang bos.
Sekar tak sengaja mendengarkan hmm
Terimakasih Bu Tien,
Sebuah janji yang ketiga puluh dua sudah tayang,t
Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien
ReplyDeleteSemoga bu Tien sehat selalu
Makin aduhai bu.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun eSJe 31 nya Bu Tien,
ReplyDeleteSehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
terima ksih bunda sjnya..smgsht sll bundanya..slmsht sll dri skbmi🙏🥰🌹
ReplyDelete