SEBUAH JANJI 33
(Tien Kumalasari)
Berdebar hati Sekar mendengar nama itu. Sungguh luar
biasa, Barno bekerja di sana? Masih dibawah perusahaan pak Ridwan juga? Perlahan
dia meletakkan dua cangkir kopi ke meja.
“Barno dari sini? Dia berangkat ke Batam bersamaan
harinya dengan Bapak?” tanya Seno yang juga agak terkejut.
“Kamu tahu dari mana?”
“Sekar, dengar, mungkin Barno yang di maksud bapak,
adalah Barno anaknya bibik.”
“Benarkah?”
“Kalian kenal?”
“Barno itu anaknya bibik, pembantu di rumah Sekar ini
Pak.”
“Lho … benarkah?”
“Bibik bukan pembantu, dia juga keluarga kami,” Sekar
meralatnya. Tak suka bibik yang sudah banyak berjasa itu disebut pembantu.
“Maaf, maksud Seno, dia keluarga pak Winarno, ayahnya
Sekar, yang selalu membantu keluarga mereka. Maksud Seno, bukan asisten rumah
tangga, begitu Pak,” Seno juga meralat ucapannya, sambil menatap Sekar dengan
rasa penuh maaf.
Sekar tersenyum, meletakkan baki di atas kursi,
kemudian duduk kembali di kursi kerjanya.
“Jadi … kalian mengenalnya?” tanya pak Ridwan.
“Sangat mengenalnya. Begitu dia lulus, segera mendapatkan
tawaran untuk bekerja di sana.”
“Wah … waaah, dia itu sangat luar biasa. Pintar,
cerdas, rajin. Abu bilang sangat menyukainya, dan menjanjikannya untuk
menempati kedudukan yang lebih baik nanti, setelah masa percobaan selama tiga bulan selesai dijalaninya."
“Syukurlah,” kata Seno sambil menatap Sekar yang
mendengarkan percakapan itu sambil tersenyum cerah. Diam-diam Seno bertanya-tanya,
apakah ada hubungan istimewa diantara Sekar dan Barno? Memang benar dia anaknya
bibik, tapi kalau dia berhasil dalam kariernya, itu akan membuat dirinya punya
saingan yang agak berat. Atau bahkan sangat berat.
“Hei, mengapa kamu diam? Ayo kita lanjutkan percakapan
kita,” kata pak Ridwan yang agak heran melihat Seno tiba-tiba memperhatikan
Sekar.
“Oh ya, mari diminum dulu kopinya Pak,” kata Seno
sambil meraih cangkirnya.
“Kamu tidak membuat untuk kamu sendiri Sekar?” tanya
pak Ridwan.
“Saya sudah minum, silakan Bapak saja,” kata Sekar.
Lalu pak Ridwan dan Seno tampak berbincang mengenai
bisnis mereka, dari bagaimana mengembangkan sayap yang lebih lebar, dan
usaha-usaha yang akan mereka rintis bersama. Sekar tak begitu memperhatikannya.
Ia sibuk menekuni tugasnya yang bertumpuk di atas meja. Tapi ada keinginan
untuk segera pulang, agar bisa menceritakan tentang Barno yang bekerja di bawah
atap yang sama dengan dirinya, walau berjauhan tempatnya.
***
“Bibiiiiik …” teriak Sekar begitu memasuki rumah. Ia
tak melihat ayahnya, yang pastinya ada di dalam kamar.
“Non ini kenapa sih, teriak-teriak begitu. Nih tangan
bibik hampir kesiram air panas gara-gara terkejut,” tegur bibik.
“Ya ampun Bik, maaf ya …”
“Nggak apa-apa, cuma hampir. Sana, non mandi dan ganti
baju dulu, kenapa malah teriak-teriak sih Non?”
“Ada berita bagus tentang Barno Bik, itu sebabnya aku
teriak-teriak memanggil Bibik.”
"Barno menelpon Non? Tadi dia juga menelpon bibik.”
“Tidak Bik, bukan Barno menelpon Sekar. Aduh, harus
dari mana nih mulainya.”
“Non gimana sih, mau cerita kok bingung mulainya dari
mana? Ya sudah, minum teh hangat ini saja dulu,” kata bibik sambil meletakkan
secangkir teh hangat di meja dapur. Sekar tersenyum, lalu duduk menghadapi teh
yang wanginya sudah menusuk hidung.
“Tapi bibik nggak suka deh, harusnya Non cuci kaki
tangan dulu,” omel bibik yang selalu meminta agar begitu memasuki rumah harus
segera cuci kaki tangan dulu.
Sekar meleletkan lidahnya, kemudian beranjak ke kamar
mandi.
Bibik tersenyum, tapi sebenarnya dia ingin segera
mendengar apa yang dikatakan non cantik tentang Barno. Bukankah tadi Barno
menelpon? Dia tidak mengatakan apa-apa yang luar biasa. Yang bisa
mengejutkannya. Dan Non cantik tampak begitu gembira.
“Ada apa sih Non, apa yang ingin Non katakan, bibik
penasaran nih.”
“Sebentar Bik, aku minum dulu teh nya ya,” kata Sekar
sambil menghirup teh hangatnya.
“Hm, tadi buru-buru mau cerita, sekarang
ditunda-tunda,” gerutu bibik sambil cemberut, membuat Sekar terkekeh lucu.
“Itu lho bik, tiba-tiba saya mendengar dari pak Ridwan
tentang Barno. Ternyata Barno itu bekerja di perusahaannya pak Ridwan juga.”
“Pak Ridwan itu siapa sih Non?”
“Pak Ridwan itu ayahnya mas Seno.”
“Lhoh, kan Barno ada di Batam? Tadi siang barusan dia
telpon,” kata bibik bingung.
“Perusahaan yang di Batam itu punya pak Ridwan juga
Bik. Baru kemarin pak Ridwan kembali ke sini, lalu tadi datang ke kantor, lalu
cerita tentang Barno.”
“Ooh, ya ampuuun, nggak nyangka ya Non? Lalu apa kata
pak Ridwan? Apa Barno bekerja dengan baik?”
“Itulah yang ingin aku katakan Bik, pimpinan Barno di
sana sangat suka sama Barno. Pekerjaannya memuaskan, katanya.”
“Benarkah? Ya ampun, terima kasih ya Allah.” dan bibikpun berlinang air mata.
“Jangan menangis Bik, ini kan berita yang menyenangkan?”
“Tentu saja Non, bibik terharu, Barno bisa melakukan
hal baik dalam pekerjaannya.”
“Iya Bik, bahkan dijanjikan akan segera diberi
kedudukan yang lebih tinggi kalau nanti masa percobaannya sudah habis,
pastinya.”
“Syukurlah Non. Kok tadi Barno tidak cerita apa-apa,
malah nitip salam untuk Non Sekar.”
“Nanti setelah istirahat, aku akan menelpon Barno.”
“Baiklah, sekarang Non ganti baju dulu, bibik mau
masak untuk makan malam.”
“Nanti aku bantuin Bik.”
Sekar bergegas masuk ke dalam kamarnya, tapi sebelum
masuk dia berpapasan dengan ayahnya yang tampaknya sudah selesai mandi.
“Ada apa, kok heboh sekali di dapur?”
Sekar tertawa.
“Itu Pak, Sekar memberi tahu bibik bahwa Barno
ternyata bekerja di perusahaannya pak Ridwan juga.”
“Lhoh, pak Ridwan yang ayahnya nak Seno?”
“Iya, kebetulan pak Ridwan ke Batam dan ketemu Barno.
Sekar memberi tahu bibik, bibik senang sekali karena Barno di sukai oleh
atasannya.”
“Oh ya, syukurlah.”
“Bapak minum teh hangatnya dulu, Sekar mau mandi,
nanti Sekar mau cerita lebih banyak.”
“Baiklah, mandilah, kamu pasti capek.”
***
“Bilang apa Elsa sama kamu?” tanya pak Ridwan saat
malam harinya sedang bersantai dengan sang istri.
“Sebetulnya aku tuh ya Pak, kasihan bener sama Elsa.”
“Memangnya kenapa kamu harus merasa kasihan? Iya juga sih,
dia kan calon menantu kesayangan kamu, jadi sedikit saja dia mengeluh, lalu
timbullah rasa kasihan kamu.”
“Bapak jangan begitu. Bapak harusnya mendukung aku
dong, bukannya terus menyalahkan aku.”
“Kamu itu kan sok ngeyel. Sejak dulu aku tidak setuju,
tapi kamu nekat, gara-gara ibunya anak itu adalah teman kamu. Tapi kan bukan
dari situ harusnya ibu memilihnya. Soalnya orang berjodoh, berumah tangga,
bukan sekedar suka terus ambil, kayak orang beli makanan saja. Dilihat, bagaimana
pekertinya, bagaimana dia bersikap kepada orang tua, bagaimana perilaku
sehari-harinya. Lha Elsa itu masih menganut pergaulan bebas, main ke sana, main
kemari, hura-hura bersama teman-temannya di kelap-kelap malam, dan itu aku
sudah tahu sejak dulu, karena aku pernah melihatnya ngakak-ngakak dipinggir
jalan bersama teman-temannya, yang beberapa diantaranya adalah laki-laki, lalu
melihat mereka memasuki sebuah café remang-remang, aduuuh. Tapi memang aku
tidak mengatakannya, hanya bilang bahwa aku kurang suka, tapi ibu nekat, bahkan
memaksa Seno agar bersedia bertunangan sama dia. Padahal ibu tahu kan, Seno
tidak suka sama gadis itu.”
“Iya sih, ada sisi buruk yang sesungguhnya ibu tidak
suka, tapi kan semua sudah terlanjur, dan kalau terlanjur itu, satu-satunya
jalan adalah memperbaikinya.”
“Oh ya? Coba kamu katakan, bagaimana cara
memperbaikinya.”
“Bagaimana kalau Elsa disuruh menjadi sekretaris Seno?”
“Apa? Seno sudah punya sekretaris, dan dia pintar.”
“Bukankah bisa dipindahkan ke bagian lain? Maksud ibu
adalah, agar mereka bisa sering bertemu, dan Elsa juga bisa mempelajari, apa
yang tidak disukai Seno, sehingga dia bisa merubahnya.”
“Itu kan gambaran yang kamu bayangkan. Merubah itu
tidak gampang.”
“Kalau Seno punya niat baik, pasti dia bisa
melakukannya.”
“Mengapa ibu masih ngotot? Nggak mau, aku nggak
ikutan, yang aku pikirkan sangat banyak, dan masalah gadis itu entah bagaimana
nanti saja,” kata pak Ridwan sambil meninggalkan istrinya.
Bu Ridwan tampak cemberut. Tapi dia akan terus
berusaha, kalau perlu membujuk Seno agar mau menerima Elsa menjadi
sekretarisnya.
***
Malam itu Sekar menelpon Barno, seperti janjinya
kepada bibik. Sebenarnya sungkan menelpon lebih dulu, tapi kalau menunggu Barno
melakukannya, juga susah. Barno mana berani mendahului menelponnya. Kan ada
bibik yang kalau ada apa-apa cukup disampaikannya kepada simboknya.
Berdebar hati Sekar ketika kemudian Barno mengangkat
panggilan telponnya.
“Hallo, ini Non bukan?” tanya Barno dari seberang,
yang mengangkat panggilan itu dengan dada berdebar.
“Iya Barno, apa kabar?” dan Sekarpun menyambutnya
dengan debar yang sama.
“Kabar saya baik, Non juga baik kan?”
“Atas doa kamu, aku baik.”
“Bapak sehat kan?”
“Bapak sehat, dan tampak gembira. Besok kalau aku
libur mau aku ajak jalan-jalan.”
“Bagus Non, saya senang mendengarnya.”
“Barno, kamu tahu nggak? Sebenarnya kita itu bekerja
dibawah atap yang sama.”
“Apa maksudnya Non?”
“Barusan kamu ketemu pak Ridwan kan?”
“Lhoh, kok Non tahu?”
“Ketemu tidak?”
“Iya, ketemu, dia juga pemilik perusahaan dimana saya
bekerja.”
“Nah, pak Ridwan itu ayahnya mas Seno.”
“Apa?”
“Iya, tadi di kantor cerita-cerita, nah kok nyebut
nama Barno, aku dan mas Seno terkejut, karena kan juga mengenal yang namanya
Barno.”
“Ya ampun, saya tidak mengira.”
“Sebuah kebetulan yang mengejutkan aku.”
“Saya juga terkejut Non. Lalu apa kata pak Ridwan
tentang saya?”
“Pokoknya kesan mereka terhadapmu sangat baik.”
“Benarkah?”
“Iya, masa aku berbohong?”
“Alhamdulillah.”
“Barno …. “ lalu Sekar tiba-tiba kehabisan kata-kata
untuk melanjutkan perbincangan itu. Mendengar suara Barno saja sudah membuatnya
berdebar tak karuan.
“Non mau cerita apa lagi?”
“Mm … apa ya?”
“Non sudah mulai kuliah?”
“Dua hari lagi Barno, aku di UT saja, supaya tidak
mengganggu pekerjaan aku.”
“Oh, bagus Non, di UT atau manapun sama saja. Saya
doakan Non sukses dalam karya, dan berhasil dalam kuliah Non.”
“Terima kasih Barno.”
“Ini sudah malam, Non harus istirahat bukan?”
“Iya Barno, kamu juga kan?”
Pembicaraan itu berhenti setelah saling mengatakan
selamat malam, tapi kata-kata yang mereka ingin katakan, hanya tersimpan dibibir, kemudian
sama-sama terlontar ketika ponsel itu ditutup.
“Aku merindukanmu ….”
Aduhai.
***
Siang itu pak Ridwan memanggil Seno agar masuk ke
dalam ruangannya. Seno meninggalkan berkas-berkas di meja Sekar sebelum
meninggalkan ruangannya. Tapi ketika sampai di pintu, Seno menoleh ke arahnya.
“Sekar, besok kan hari Minggu, bolehkah aku main ke
rumah kamu?”
Sekar terkejut, menatap bos ganteng yang berdiri di
depan pintu sambil tersenyum ke arahnya.
“Bolehkah?”
“Mm … itu Pak, mm … maaf, saya sudah berjanji pada
Bapak untuk bepergian,” kata Sekar gugup.
“Oh, ya sudah, barangkali lain kali,” katanya, lalu
membuka pintu dan menutupkannya kembali setelah sampai di luar.
Sekar terpaku di tempatnya.
“Mengapa juga mas Seno mau main ke rumah? Bukankah
hari libur harusnya pergi bersama tunangannya? Kalau dia mengijinkannya,
bagaimana kalau tunangannya tahu? Pasti Elsa akan membencinya. Ia teringat
sinar mata kebencian yang dilontarkan padanya sebelum keluar dari ruangan, kemudian membanting pintu.
Tidak, Sekar tak akan melakukannya. Betapa baik dan
gantengnya sang atasan, tapi Sekar tak mau menjadi pengganggu pertunangan
mereka. Bukankah dia sudah punya Barno? Apaa?? Sekar memarahi dirinya sendiri
atas batin yang mengucapkan kata-kata itu. Barno hanyalah sahabat baik, terlalu
baik, sehingga saat jauhpun dia merindukannya. Apakah Barno punya perasaan yang
sama? Lalu Sekar teringat saat di bandara, dan terlontar dari mulutnya bahwa
dia akan merindukannya, lalu Barno berlari kembali mendekatinya, mengucapkan
kata yang sama. Apa arti semua itu? Apa? Sekar menutupi wajahnya dengan ke dua
tangan.
“Wahai hati, kemana kamu membawaku pergi?” bisiknya.
***
Hari itu Sekar memang mengajak ayahnya jalan-jalan.
Pergi ke mal untuk membeli segala kebutuhan ayahnya. Seperti celana dalam yang
hampir usang, kaos, dan juga baju.
“Kamu belanja untuk bapak sangat banyak, Sekar.”
“Tidak apa-apa. Kan ini semua bapak butuhkan. Masa
celana dan baju tidak diganti, nanti penampilannya jelek dong. Nggak ganteng
dong,” canda Sekar.
“Bapak sudah tua, mau ganteng dari mana?”
“Ee, siapa bilang Bapak sudah tua? Bapak masih gagah
dan ganteng kok. Sekarang kita makan di restoran ya.”
“Sekar, kamu menghabiskan uang kamu, seperti tidak
punya kebutuhan lain saja. Kamu harus bayar kuliah juga kan?”
“Bapak tidak usah memikirkan semuanya, itu urusan
Sekar. Yang penting Sekar tidak kekurangan. Sekali-sekali boleh dong, mengajak
bapak makan di restoran,” kata Sekar sambil menarik tangan ayahnya, kemudian
mengajaknya memasuki sebuah restoran.
Mereka duduk agak di sudut, karena saat makan siang
restoran itu cukup padat pembeli.
“Setelah masing-masing memilih menu, keduanya duduk
menunggu. Tiba-tiba dari arah pintu, muncul lima orang anak muda, tiga
perempuan dan yang dua laki-laki.
“Heran juga kamu, ngajakin kami makan, dan susah
mengenalkan calon suami kamu pada kami,” kata salah seorang diantara mereka.
Sekar mengenal salah seorang diantara gadis itu. Elsa.
Dan celakanya, mereka duduk tak jauh dari mejanya. Sekar segera menggeser
kursinya agar tak berhadapan dengan mereka.
“Bukannya aku tak mau ngenalin, calon suamiku itu
tidak suka yang rame-rame begini. Tadi juga aku mengajaknya, dia bilang nggak
mau.”
“Sedih dong tidak bisa selalu bersama tunangan.”
“Nggak, sebentar lagi aku akan menjadi sekretarisnya,
segera setelah sekretarisnya yang kampungan itu dipecat.”
Lalu terdengar tawa urakan dari mereka.
Sekar sangat terkejut. Yang dimaksud sekretaris kampungan
pastilah dirinya, karena Elsa pernah mengatakannya saat di kantor.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeleteWow keren deh...nih dia
Mksh bunda Tien sayang
Sehat selalu doaku dan ttp ADUHAI
Yg di tunggu2 eSJe 33 tayang deh
Yuuk mojok ajah
Horeee....
Terima kasih, ibu Tien cantiiik... Sehat selalu, yaa...
DeleteKalah cepet lagi pas during nganggo sepatu isih sarungan, ana tulisan Monggo Siap Tayang,....,
DeleteYa kalah, wong kok dibanding-bandingke
Yessss. Alhamdulillah eSJe_32 sdh tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien salam SEROJA dan tetap ADUHAI
Makasih mbak Tien
ReplyDeleteAlhamdulilah, suwun
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulilah..
ReplyDeleteTks bunda Tien..Sekar sdh tayang
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteMakin gayeng critane pembaca terhanyut dgn jalan crita yang amazing matur nuwun ibu tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien
Semoga sehat selalu
Matur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang.
ReplyDeleteAlhamdulillah.....matur nuwun Bu Tien
ReplyDeletealhamdulillah🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah SEBUAH JANJI~33 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
ReplyDeleteAku ketinggalan terus Sugeng dalu jeng Tien matur nuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah .....
ReplyDeleteYg ditunggu2 sdh datang...
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Tetap semangat
Matur nuwun sanget Bunda
ReplyDeleteWeee SDH tayang SJ 33
ReplyDeleteMatur suwun bunda Tien
Kakek kok kalah terus sama mbak Iin...hehehehe ...kalah banter larine....
Salam Tahes Ulales bunda Tien dari bumi Arema Malang dan selalu tetap Aduhaiii
Aku tuh gak lagi mbak
DeleteJare Ojol di bandingke....yoh mesti kalah...
Gak usah di pikirin tenang ajah
Yg pntg bunda Tien ttp sehat jd selalu siap menghibur kita mbak
Alhamdulillah mksh Bu Tien smg sehat selalu
ReplyDeleteTrims Bu Tien....,
ReplyDeleteJadi sekretaris modalnya berhura-hura, siapa mau.
ReplyDeleteKalau sekretaris kampungan yang satu ini pandai bekerja dan menjadi 'rebutan' dihati penggemarnya.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Posisi sekretaris diincar Elsa sm bu Ridwan..
DeleteAduuh... tenang aja ya Sekar..
Smoga Seno bs mempertahankan posisi Sekar di sisinya..
utk kemajuan perusahaan pa Ridwan..dan lainnya...
tunggu nanti mlm lg..
Tks bunda Tien..
Salam sehat selalu dan.. Aduhaiii
Alhamdulillah
ReplyDeleteTrimakasih Bu Tien .... semoga bu Tien selalu sehat. Salam aduhai
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah dah d baca nakasih bunda
ReplyDeleteAsyiik...sudah tayang eps.33, mojok ah...makasih, bu Tien. Semoga sehat selalu ya...🙏🙏🙏😀
ReplyDeleteAlhamdulillah SEBUAH JANJI 33 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bu tien
Semoga bu tien sehat2 selalu
Alhamdulillah Sebuah Janji Eps 33 telah tayang, terima kasih bu Tien Kumalasari.
ReplyDeleteSalam sehat dan salam hangat.
Alhamdulillah matur nuwun bu Tien.
ReplyDeleteSalam sehat dan aduhai dari mBantul
Terima kasih Bu Tien SJ 33 sdh hadir ... ceritanya makin asyik n seru ... Smg bu Tien & kelrg sll sehat & bahagia .
ReplyDeleteMakasih mba Tien .
ReplyDeleteSalam sehat selalu. Aduhai
Maksih bu Tien.
ReplyDeleteSelalu jaga kesehatan...Aamiin
Alhamdulillah, matursuwun bu Tien, semoga sehat selalu
ReplyDeleteRamai
ReplyDeleteGimana nggak senang; pujian itu diungkapkan bos atas rekomendasi pak Abu membawa sebuah nama yang dirindukan kembali melayang memenuhi angan sampai di rumah pun ingin segera melaporkan ke simbok, biasanya ya gitu hasil nguping bikin heboh, nggak peduli tentang apa, apa lagi ini nama yang dirindukan.
ReplyDeleteYå åjå tå mosok Abu bapaké Elsa; entèk no.
Nalaré; jaré Ridwan elsa: èlèk sakabèhé. Bapaké awu, rak entèk tå.
Halah otak atik gathuk kuwi.
Maunya ingin menemani Winarno melihat dunia luar biar agak ada semangat menjalani hidup gitu, tahunya mendengar rencana Elsa, nggak tahu Elsa mendapatkan sponsor dari siapa, kalau lihat tradisi keluarga seeh nggak mungkin; kan urusan pekerjaan nggak bisa di intervensi, baru Elsa mencoba mendatangi kantor Seno sudah di semprot.
Padhaké nyamuk, kasihan Elsa; terus mulai menghilangkan jejak berpetualang mencari kambing hitam dengan menjejak pengalihan status; mana bisa, tinggal dua puluh lima persen, ektabilitasnya, aduh kaya mau nyapres.
Cuma rebutan posisi sekretaris aja heboh serumah.
Wah ini perlu pembuktian, Bu Ridwan turun gunung, wow, kandidatnya kan.
Malah mumêt déwé, di onyok onyokaké, têtêp waé Seno mbegegeg ugeg ugeg.
Semoga Seno nggak nyruduk Sekar buat barikade menolak kandidat emaknya.
Mulai lagunya Abah Lala terngiang..
Terimakasih Bu Tien,
Sebuah janji yang ketiga puluh tiga sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku.
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Terima kasih B Tien...
ReplyDeleteSemoga Barno tidak di"Wahyudi"kan....macam di BUKAN MILIKKU...
Kesihaan...
Salam sehat penuh semangat dari Rewwin🌿
Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteAku merindukanmu,,,Aduhai sekali
Sama dg sy bu Tien ,,belum pernah jumpa dg bu Tien,,,🌸🤗🥰 in syaa Allah jumps fans 4 di Jakarta
Salam sehat wal'afiat bu Tien,salam 🤗
terima ksih SJ nya bundaqu..sangat..sangat penasaran dgn hubungan Sekar dgn Barno ataukan dgn Seno..smg terakhir bahagia dgb Barno..slm sht sll🙏🥰🌹
ReplyDeleteBelagu Elsa sapa yg mau jadikan Sekretaris...Bocah nakal Org Seno juga gak respek...Terima kasih ya bu Tien ,sehat selalu
ReplyDeleteIya mba yanti..semoga aja Elsa menjauh dari Seno..
DeleteBisa saja Elsa 'kecelakaan' krn pergaulan bebas.
Delete