Thursday, September 22, 2022

SEBUAH JANJI 33

 

SEBUAH JANJI  33

(Tien Kumalasari)

 

Berdebar hati Sekar mendengar nama itu. Sungguh luar biasa, Barno bekerja di sana? Masih dibawah perusahaan pak Ridwan juga? Perlahan dia meletakkan dua cangkir kopi ke meja.

“Barno dari sini? Dia berangkat ke Batam bersamaan harinya dengan Bapak?” tanya Seno yang juga agak terkejut.

“Kamu tahu dari mana?”

“Sekar, dengar, mungkin Barno yang di maksud bapak, adalah Barno anaknya bibik.”

“Benarkah?”

“Kalian kenal?”

“Barno itu anaknya bibik, pembantu di rumah Sekar ini Pak.”

“Lho … benarkah?”

“Bibik bukan pembantu, dia juga keluarga kami,” Sekar meralatnya. Tak suka bibik yang sudah banyak berjasa itu disebut pembantu.

“Maaf, maksud Seno, dia keluarga pak Winarno, ayahnya Sekar, yang selalu membantu keluarga mereka. Maksud Seno, bukan asisten rumah tangga, begitu Pak,” Seno juga meralat ucapannya, sambil menatap Sekar dengan rasa penuh maaf.

Sekar tersenyum, meletakkan baki di atas kursi, kemudian duduk kembali di kursi kerjanya.

“Jadi … kalian mengenalnya?” tanya pak Ridwan.

“Sangat mengenalnya. Begitu dia lulus, segera mendapatkan tawaran untuk bekerja di sana.”

“Wah … waaah, dia itu sangat luar biasa. Pintar, cerdas, rajin. Abu bilang sangat menyukainya, dan menjanjikannya untuk menempati kedudukan yang lebih baik nanti, setelah masa percobaan selama tiga bulan selesai dijalaninya."

“Syukurlah,” kata Seno sambil menatap Sekar yang mendengarkan percakapan itu sambil tersenyum cerah. Diam-diam Seno bertanya-tanya, apakah ada hubungan istimewa diantara Sekar dan Barno? Memang benar dia anaknya bibik, tapi kalau dia berhasil dalam kariernya, itu akan membuat dirinya punya saingan yang agak berat. Atau bahkan sangat berat.

“Hei, mengapa kamu diam? Ayo kita lanjutkan percakapan kita,” kata pak Ridwan yang agak heran melihat Seno tiba-tiba memperhatikan Sekar.

“Oh ya, mari diminum dulu kopinya Pak,” kata Seno sambil meraih cangkirnya.

“Kamu tidak membuat untuk kamu sendiri Sekar?” tanya pak Ridwan.

“Saya sudah minum, silakan Bapak saja,” kata Sekar.

Lalu pak Ridwan dan Seno tampak berbincang mengenai bisnis mereka, dari bagaimana mengembangkan sayap yang lebih lebar, dan usaha-usaha yang akan mereka rintis bersama. Sekar tak begitu memperhatikannya. Ia sibuk menekuni tugasnya yang bertumpuk di atas meja. Tapi ada keinginan untuk segera pulang, agar bisa menceritakan tentang Barno yang bekerja di bawah atap yang sama dengan dirinya, walau berjauhan tempatnya.

***

“Bibiiiiik …” teriak Sekar begitu memasuki rumah. Ia tak melihat ayahnya, yang pastinya ada di dalam kamar.

“Non ini kenapa sih, teriak-teriak begitu. Nih tangan bibik hampir kesiram air panas gara-gara terkejut,” tegur bibik.

“Ya ampun Bik, maaf ya …”

“Nggak apa-apa, cuma hampir. Sana, non mandi dan ganti baju dulu, kenapa malah teriak-teriak sih Non?”

“Ada berita bagus tentang Barno Bik, itu sebabnya aku teriak-teriak memanggil Bibik.”

"Barno menelpon Non? Tadi dia juga menelpon bibik.”

“Tidak Bik, bukan Barno menelpon Sekar. Aduh, harus dari mana nih mulainya.”

“Non gimana sih, mau cerita kok bingung mulainya dari mana? Ya sudah, minum teh hangat ini saja dulu,” kata bibik sambil meletakkan secangkir teh hangat di meja dapur. Sekar tersenyum, lalu duduk menghadapi teh yang wanginya sudah menusuk hidung.

“Tapi bibik nggak suka deh, harusnya Non cuci kaki tangan dulu,” omel bibik yang selalu meminta agar begitu memasuki rumah harus segera cuci kaki tangan dulu.

Sekar meleletkan lidahnya, kemudian beranjak ke kamar mandi.

Bibik tersenyum, tapi sebenarnya dia ingin segera mendengar apa yang dikatakan non cantik tentang Barno. Bukankah tadi Barno menelpon? Dia tidak mengatakan apa-apa yang luar biasa. Yang bisa mengejutkannya. Dan Non cantik tampak begitu gembira.

“Ada apa sih Non, apa yang ingin Non katakan, bibik penasaran nih.”

“Sebentar Bik, aku minum dulu teh nya ya,” kata Sekar sambil menghirup teh hangatnya.

“Hm, tadi buru-buru mau cerita, sekarang ditunda-tunda,” gerutu bibik sambil cemberut, membuat Sekar terkekeh lucu.

“Itu lho bik, tiba-tiba saya mendengar dari pak Ridwan tentang Barno. Ternyata Barno itu bekerja di perusahaannya pak Ridwan juga.”

“Pak Ridwan itu siapa sih Non?”

“Pak Ridwan itu ayahnya mas Seno.”

“Lhoh, kan Barno ada di Batam? Tadi siang barusan dia telpon,” kata bibik bingung.

“Perusahaan yang di Batam itu punya pak Ridwan juga Bik. Baru kemarin pak Ridwan kembali ke sini, lalu tadi datang ke kantor, lalu cerita tentang Barno.”

“Ooh, ya ampuuun, nggak nyangka ya Non? Lalu apa kata pak Ridwan? Apa Barno bekerja dengan baik?”

“Itulah yang ingin aku katakan Bik, pimpinan Barno di sana sangat suka sama Barno. Pekerjaannya memuaskan, katanya.”

“Benarkah? Ya ampun, terima kasih ya Allah.” dan bibikpun berlinang air mata.

“Jangan menangis Bik, ini kan berita yang menyenangkan?”

“Tentu saja Non, bibik terharu, Barno bisa melakukan hal baik dalam pekerjaannya.”

“Iya Bik, bahkan dijanjikan akan segera diberi kedudukan yang lebih tinggi kalau nanti masa percobaannya sudah habis, pastinya.”

“Syukurlah Non. Kok tadi Barno tidak cerita apa-apa, malah nitip salam untuk Non Sekar.”

“Nanti setelah istirahat, aku akan menelpon Barno.”

“Baiklah, sekarang Non ganti baju dulu, bibik mau masak untuk makan malam.”

“Nanti aku bantuin Bik.”

Sekar bergegas masuk ke dalam kamarnya, tapi sebelum masuk dia berpapasan dengan ayahnya yang tampaknya sudah selesai mandi.

“Ada apa, kok heboh sekali di dapur?”

Sekar tertawa.

“Itu Pak, Sekar memberi tahu bibik bahwa Barno ternyata bekerja di perusahaannya pak Ridwan juga.”

“Lhoh, pak Ridwan yang ayahnya nak Seno?”

“Iya, kebetulan pak Ridwan ke Batam dan ketemu Barno. Sekar memberi tahu bibik, bibik senang sekali karena Barno di sukai oleh atasannya.”

“Oh ya, syukurlah.”

“Bapak minum teh hangatnya dulu, Sekar mau mandi, nanti Sekar mau cerita lebih banyak.”

“Baiklah, mandilah, kamu pasti capek.”

***

“Bilang apa Elsa sama kamu?” tanya pak Ridwan saat malam harinya sedang bersantai dengan sang istri.

“Sebetulnya aku tuh ya Pak, kasihan bener sama Elsa.”

“Memangnya kenapa kamu harus merasa kasihan? Iya juga sih, dia kan calon menantu kesayangan kamu, jadi sedikit saja dia mengeluh, lalu timbullah rasa kasihan kamu.”

“Bapak jangan begitu. Bapak harusnya mendukung aku dong, bukannya terus menyalahkan aku.”

“Kamu itu kan sok ngeyel. Sejak dulu aku tidak setuju, tapi kamu nekat, gara-gara ibunya anak itu adalah teman kamu. Tapi kan bukan dari situ harusnya ibu memilihnya. Soalnya orang berjodoh, berumah tangga, bukan sekedar suka terus ambil, kayak orang beli makanan saja. Dilihat, bagaimana pekertinya, bagaimana dia bersikap kepada orang tua, bagaimana perilaku sehari-harinya. Lha Elsa itu masih menganut pergaulan bebas, main ke sana, main kemari, hura-hura bersama teman-temannya di kelap-kelap malam, dan itu aku sudah tahu sejak dulu, karena aku pernah melihatnya ngakak-ngakak dipinggir jalan bersama teman-temannya, yang beberapa diantaranya adalah laki-laki, lalu melihat mereka memasuki sebuah café remang-remang, aduuuh. Tapi memang aku tidak mengatakannya, hanya bilang bahwa aku kurang suka, tapi ibu nekat, bahkan memaksa Seno agar bersedia bertunangan sama dia. Padahal ibu tahu kan, Seno tidak suka sama gadis itu.”

“Iya sih, ada sisi buruk yang sesungguhnya ibu tidak suka, tapi kan semua sudah terlanjur, dan kalau terlanjur itu, satu-satunya jalan adalah memperbaikinya.”

“Oh ya? Coba kamu katakan, bagaimana cara memperbaikinya.”

“Bagaimana kalau Elsa disuruh menjadi sekretaris Seno?”

“Apa? Seno sudah punya sekretaris, dan dia pintar.”

“Bukankah bisa dipindahkan ke bagian lain? Maksud ibu adalah, agar mereka bisa sering bertemu, dan Elsa juga bisa mempelajari, apa yang tidak disukai Seno, sehingga dia bisa merubahnya.”

“Itu kan gambaran yang kamu bayangkan. Merubah itu tidak gampang.”

“Kalau Seno punya niat baik, pasti dia bisa melakukannya.”

“Mengapa ibu masih ngotot? Nggak mau, aku nggak ikutan, yang aku pikirkan sangat banyak, dan masalah gadis itu entah bagaimana nanti saja,” kata pak Ridwan sambil meninggalkan istrinya.

Bu Ridwan tampak cemberut. Tapi dia akan terus berusaha, kalau perlu membujuk Seno agar mau menerima Elsa menjadi sekretarisnya.

***

Malam itu Sekar menelpon Barno, seperti janjinya kepada bibik. Sebenarnya sungkan menelpon lebih dulu, tapi kalau menunggu Barno melakukannya,  juga susah. Barno mana berani mendahului menelponnya. Kan ada bibik yang kalau ada apa-apa cukup disampaikannya kepada simboknya.

Berdebar hati Sekar ketika kemudian Barno mengangkat panggilan telponnya.

“Hallo, ini Non bukan?” tanya Barno dari seberang, yang mengangkat panggilan itu dengan dada berdebar.

“Iya Barno, apa kabar?” dan Sekarpun menyambutnya dengan debar yang sama.

“Kabar saya baik, Non juga baik kan?”

“Atas doa kamu, aku baik.”

“Bapak sehat kan?”

“Bapak sehat, dan tampak gembira. Besok kalau aku libur mau aku ajak jalan-jalan.”

“Bagus Non, saya senang mendengarnya.”

“Barno, kamu tahu nggak? Sebenarnya kita itu bekerja dibawah atap yang sama.”

“Apa maksudnya Non?”

“Barusan kamu ketemu pak Ridwan kan?”

“Lhoh, kok Non tahu?”

“Ketemu tidak?”

“Iya, ketemu, dia juga pemilik perusahaan dimana saya bekerja.”

“Nah, pak Ridwan itu ayahnya mas Seno.”

“Apa?”

“Iya, tadi di kantor cerita-cerita, nah kok nyebut nama Barno, aku dan mas Seno terkejut, karena kan juga mengenal yang namanya Barno.”

“Ya ampun, saya tidak mengira.”

“Sebuah kebetulan yang mengejutkan aku.”

“Saya juga terkejut Non. Lalu apa kata pak Ridwan tentang saya?”

“Pokoknya kesan mereka terhadapmu sangat baik.”

“Benarkah?”

“Iya, masa aku berbohong?”

“Alhamdulillah.”

“Barno …. “ lalu Sekar tiba-tiba kehabisan kata-kata untuk melanjutkan perbincangan itu. Mendengar suara Barno saja sudah membuatnya berdebar tak karuan.

“Non mau cerita apa lagi?”

“Mm … apa ya?”

“Non sudah mulai kuliah?”

“Dua hari lagi Barno, aku di UT saja, supaya tidak mengganggu pekerjaan aku.”

“Oh, bagus Non, di UT atau manapun sama saja. Saya doakan Non sukses dalam karya, dan berhasil dalam kuliah Non.”

“Terima kasih Barno.”

“Ini sudah malam, Non harus istirahat bukan?”

“Iya Barno, kamu juga kan?”

Pembicaraan itu berhenti setelah saling mengatakan selamat malam, tapi kata-kata yang mereka ingin katakan, hanya tersimpan dibibir, kemudian sama-sama terlontar ketika ponsel itu ditutup.

“Aku merindukanmu ….”

Aduhai.

***

Siang itu pak Ridwan memanggil Seno agar masuk ke dalam ruangannya. Seno meninggalkan berkas-berkas di meja Sekar sebelum meninggalkan ruangannya. Tapi ketika sampai di pintu, Seno menoleh ke arahnya.

“Sekar, besok kan hari Minggu, bolehkah aku main ke rumah kamu?”

Sekar terkejut, menatap bos ganteng yang berdiri di depan pintu sambil tersenyum ke arahnya.

“Bolehkah?”

“Mm … itu Pak, mm … maaf, saya sudah berjanji pada Bapak untuk bepergian,” kata Sekar gugup.

“Oh, ya sudah, barangkali lain kali,” katanya, lalu membuka pintu dan menutupkannya kembali setelah sampai di luar.

Sekar terpaku di tempatnya.

“Mengapa juga mas Seno mau main ke rumah? Bukankah hari libur harusnya pergi bersama tunangannya? Kalau dia mengijinkannya, bagaimana kalau tunangannya tahu? Pasti Elsa akan membencinya. Ia teringat sinar mata kebencian yang dilontarkan padanya sebelum keluar dari ruangan, kemudian membanting pintu.

Tidak, Sekar tak akan melakukannya. Betapa baik dan gantengnya sang atasan, tapi Sekar tak mau menjadi pengganggu pertunangan mereka. Bukankah dia sudah punya Barno? Apaa?? Sekar memarahi dirinya sendiri atas batin yang mengucapkan kata-kata itu. Barno hanyalah sahabat baik, terlalu baik, sehingga saat jauhpun dia merindukannya. Apakah Barno punya perasaan yang sama? Lalu Sekar teringat saat di bandara, dan terlontar dari mulutnya bahwa dia akan merindukannya, lalu Barno berlari kembali mendekatinya, mengucapkan kata yang sama. Apa arti semua itu? Apa? Sekar menutupi wajahnya dengan ke dua tangan.

“Wahai hati, kemana kamu membawaku pergi?” bisiknya.

***

Hari itu Sekar memang mengajak ayahnya jalan-jalan. Pergi ke mal untuk membeli segala kebutuhan ayahnya. Seperti celana dalam yang hampir usang, kaos, dan juga baju.

“Kamu belanja untuk bapak sangat banyak, Sekar.”

“Tidak apa-apa. Kan ini semua bapak butuhkan. Masa celana dan baju tidak diganti, nanti penampilannya jelek dong. Nggak ganteng dong,” canda Sekar.

“Bapak sudah tua, mau ganteng dari mana?”

“Ee, siapa bilang Bapak sudah tua? Bapak masih gagah dan ganteng kok. Sekarang kita makan di restoran ya.”

“Sekar, kamu menghabiskan uang kamu, seperti tidak punya kebutuhan lain saja. Kamu harus bayar kuliah juga kan?”

“Bapak tidak usah memikirkan semuanya, itu urusan Sekar. Yang penting Sekar tidak kekurangan. Sekali-sekali boleh dong, mengajak bapak makan di restoran,” kata Sekar sambil menarik tangan ayahnya, kemudian mengajaknya memasuki sebuah restoran.

Mereka duduk agak di sudut, karena saat makan siang restoran itu cukup padat pembeli.

“Setelah masing-masing memilih menu, keduanya duduk menunggu. Tiba-tiba dari arah pintu, muncul lima orang anak muda, tiga perempuan dan yang dua laki-laki.

“Heran juga kamu, ngajakin kami makan, dan susah mengenalkan calon suami kamu pada kami,” kata salah seorang diantara mereka.

Sekar mengenal salah seorang diantara gadis itu. Elsa. Dan celakanya, mereka duduk tak jauh dari mejanya. Sekar segera menggeser kursinya agar tak berhadapan dengan mereka.

“Bukannya aku tak mau ngenalin, calon suamiku itu tidak suka yang rame-rame begini. Tadi juga aku mengajaknya, dia bilang nggak mau.”

“Sedih dong tidak bisa selalu bersama tunangan.”

“Nggak, sebentar lagi aku akan menjadi sekretarisnya, segera setelah sekretarisnya yang kampungan itu dipecat.”

Lalu terdengar tawa urakan dari mereka.

Sekar sangat terkejut. Yang dimaksud sekretaris kampungan pastilah dirinya, karena Elsa pernah mengatakannya saat di kantor.

***

Besok lagi ya.

45 comments:

  1. Alhamdulillah
    Wow keren deh...nih dia
    Mksh bunda Tien sayang
    Sehat selalu doaku dan ttp ADUHAI
    Yg di tunggu2 eSJe 33 tayang deh
    Yuuk mojok ajah
    Horeee....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih, ibu Tien cantiiik... Sehat selalu, yaa...

      Delete
    2. Kalah cepet lagi pas during nganggo sepatu isih sarungan, ana tulisan Monggo Siap Tayang,....,
      Ya kalah, wong kok dibanding-bandingke

      Delete
  2. Yessss. Alhamdulillah eSJe_32 sdh tayang.
    Matur nuwun bunda Tien salam SEROJA dan tetap ADUHAI

    ReplyDelete
  3. Alhamdulilah..
    Tks bunda Tien..Sekar sdh tayang

    ReplyDelete
  4. Makin gayeng critane pembaca terhanyut dgn jalan crita yang amazing matur nuwun ibu tien

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah
    Terimakasih bu Tien
    Semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  6. Matur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang.

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah.....matur nuwun Bu Tien

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah SEBUAH JANJI~33 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  9. Aku ketinggalan terus Sugeng dalu jeng Tien matur nuwun

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah .....
    Yg ditunggu2 sdh datang...
    Matur nuwun bu Tien ...
    Semoga sehat selalu....
    Tetap semangat

    ReplyDelete
  11. Weee SDH tayang SJ 33
    Matur suwun bunda Tien

    Kakek kok kalah terus sama mbak Iin...hehehehe ...kalah banter larine....

    Salam Tahes Ulales bunda Tien dari bumi Arema Malang dan selalu tetap Aduhaiii

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku tuh gak lagi mbak
      Jare Ojol di bandingke....yoh mesti kalah...

      Gak usah di pikirin tenang ajah
      Yg pntg bunda Tien ttp sehat jd selalu siap menghibur kita mbak

      Delete
  12. Alhamdulillah mksh Bu Tien smg sehat selalu

    ReplyDelete
  13. Jadi sekretaris modalnya berhura-hura, siapa mau.
    Kalau sekretaris kampungan yang satu ini pandai bekerja dan menjadi 'rebutan' dihati penggemarnya.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Posisi sekretaris diincar Elsa sm bu Ridwan..
      Aduuh... tenang aja ya Sekar..
      Smoga Seno bs mempertahankan posisi Sekar di sisinya..
      utk kemajuan perusahaan pa Ridwan..dan lainnya...
      tunggu nanti mlm lg..
      Tks bunda Tien..
      Salam sehat selalu dan.. Aduhaiii

      Delete
  14. Trimakasih Bu Tien .... semoga bu Tien selalu sehat. Salam aduhai

    ReplyDelete
  15. Asyiik...sudah tayang eps.33, mojok ah...makasih, bu Tien. Semoga sehat selalu ya...🙏🙏🙏😀

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah SEBUAH JANJI 33 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah
    Terima kasih bu tien
    Semoga bu tien sehat2 selalu

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah Sebuah Janji Eps 33 telah tayang, terima kasih bu Tien Kumalasari.
    Salam sehat dan salam hangat.

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah matur nuwun bu Tien.
    Salam sehat dan aduhai dari mBantul

    ReplyDelete
  20. Terima kasih Bu Tien SJ 33 sdh hadir ... ceritanya makin asyik n seru ... Smg bu Tien & kelrg sll sehat & bahagia .

    ReplyDelete
  21. Makasih mba Tien .
    Salam sehat selalu. Aduhai

    ReplyDelete
  22. Maksih bu Tien.
    Selalu jaga kesehatan...Aamiin

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien, semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  24. Gimana nggak senang; pujian itu diungkapkan bos atas rekomendasi pak Abu membawa sebuah nama yang dirindukan kembali melayang memenuhi angan sampai di rumah pun ingin segera melaporkan ke simbok, biasanya ya gitu hasil nguping bikin heboh, nggak peduli tentang apa, apa lagi ini nama yang dirindukan.
    Yå åjå tå mosok Abu bapaké Elsa; entèk no.
    Nalaré; jaré Ridwan elsa: èlèk sakabèhé. Bapaké awu, rak entèk tå.
    Halah otak atik gathuk kuwi.
    Maunya ingin menemani Winarno melihat dunia luar biar agak ada semangat menjalani hidup gitu, tahunya mendengar rencana Elsa, nggak tahu Elsa mendapatkan sponsor dari siapa, kalau lihat tradisi keluarga seeh nggak mungkin; kan urusan pekerjaan nggak bisa di intervensi, baru Elsa mencoba mendatangi kantor Seno sudah di semprot.
    Padhaké nyamuk, kasihan Elsa; terus mulai menghilangkan jejak berpetualang mencari kambing hitam dengan menjejak pengalihan status; mana bisa, tinggal dua puluh lima persen, ektabilitasnya, aduh kaya mau nyapres.
    Cuma rebutan posisi sekretaris aja heboh serumah.
    Wah ini perlu pembuktian, Bu Ridwan turun gunung, wow, kandidatnya kan.
    Malah mumêt déwé, di onyok onyokaké, têtêp waé Seno mbegegeg ugeg ugeg.
    Semoga Seno nggak nyruduk Sekar buat barikade menolak kandidat emaknya.
    Mulai lagunya Abah Lala terngiang..

    Terimakasih Bu Tien,
    Sebuah janji yang ketiga puluh tiga sudah tayang.
    Sehat sehat selalu doaku.
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  25. Terima kasih B Tien...

    Semoga Barno tidak di"Wahyudi"kan....macam di BUKAN MILIKKU...
    Kesihaan...

    Salam sehat penuh semangat dari Rewwin🌿

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien

    Aku merindukanmu,,,Aduhai sekali
    Sama dg sy bu Tien ,,belum pernah jumpa dg bu Tien,,,🌸🤗🥰 in syaa Allah jumps fans 4 di Jakarta

    Salam sehat wal'afiat bu Tien,salam 🤗

    ReplyDelete
  27. terima ksih SJ nya bundaqu..sangat..sangat penasaran dgn hubungan Sekar dgn Barno ataukan dgn Seno..smg terakhir bahagia dgb Barno..slm sht sll🙏🥰🌹

    ReplyDelete
  28. Belagu Elsa sapa yg mau jadikan Sekretaris...Bocah nakal Org Seno juga gak respek...Terima kasih ya bu Tien ,sehat selalu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mba yanti..semoga aja Elsa menjauh dari Seno..

      Delete
    2. Bisa saja Elsa 'kecelakaan' krn pergaulan bebas.

      Delete

BULAN HANYA SEPARUH

BULAN HANYA SEPARUH (Tien Kumalasari) Awan tipis menyelimuti langit Lalu semua jadi kelabu Aku tengadah mencari-cari Dimana bulan penyinar a...