Friday, September 23, 2022

SEBUAH JANJI 34

 

SEBUAH JANJI  34

(Tien Kumalasari)

 

“Sekar, makanannya sudah siap, ayo makan,” tiba-tiba kata pak Winarno, mengejutkan Sekar yang sedang melamun.

“Oh, iya … ayo makan Pak, soalnya tiba-tiba Sekar agak mengantuk.”

“Tuh, sebenarnya kamu kecapekan, kenapa nekat mengajak bapak jalan-jalan?”

“Enggak Pak, memang sudah Sekar rencanakan sejak kemarin-kemarin. Bapak kan juga perlu merasakan udara segar. Besok kalau ada kesempatan lagi, kita akan jalan-jalan ke luar kota, melihat pemandangan indah.”

“Waaah, tampaknya menyenangkan,” kata pak Winarno sambil menyendok makanannya.

“Tentu saja menyenangkan, kita juga akan mengajak bibik.”

“Kalau bertiga mana bisa kita naik sepeda motor?”

“Kita bisa naik taksi, atau menyewa mobil untuk jalan-jalan.”

“Wah, butuh uang banyak tuh.”

“Tidak apa-apa. Apa artinya uang, kalau dibandingkan dengan kesenangan yang kita dapatkan?” kata Sekar bijak.

“Yah, kamu benar. Sebanyak apapun uang yang kita miliki, tak akan ada artinya selama hati kita tidak senang.”

“Enak makanannya?”

“Enak sekali. Tapi nanti bibik pasti kecewa kalau kita tidak makan masakannya.”

“Tidak apa-apa, nanti kita makan sore hari atau malamnya. Lagi pula tadi Sekar sudah bilang sama bibik bahwa kita akan makan di luar.”

“Pasti bibik kecewa.”

“Tidak, bibik senang Bapak mau Sekar ajak jalan-jalan. Bibik bilang, mau masak nanti sore saja untuk makan malam.”

“Syukurlah. Sekarang segera selesaikan makan kamu, lalu pulang. Bapak risih mendengar candaan di meja belakang itu, mana pantas anak perempuan tertawa sekeras itu, bicaranya juga nggak pantas didengar,” kata pak Winarno berbisik.

Sekar mengangguk, dia setuju segera angkat kaki dari sana. Hatinya tiba-tiba juga merasa tak enak, mendengar perkataan Elsa tentang dirinya yang akan menggantikan kedudukan sekretaris di kantor pak Ridwan.

Sambil menghabiskan makanan itu Sekar mulai berpikir, apa yang akan dilakukan setelah ini. Tampaknya Elsa sangat membencinya, sementara dia adalah tunangan Seno. Sekar tak mau terjadi keributan lagi di kantor, juga tak mau membuat hubungan Seno dan Elsa menjadi renggang karena dirinya. Mungkin Seno tidak suka pada tunangannya, seperti Seno pernah mengatakannya. Tapi Sekar sadar bahwa Elsa tampak sangat membencinya. Ucapan demi ucapan yang didengarnya, jelas sekali mengenai dirinya. Dia selalu mengatakan sekretaris kampungan, dan itu dikatakannya berkali-kali. Beruntung ayahnya tak memperhatikan, ataupun kalau mendengar juga tak tahu apa maksudnya.

Setelah melambai ke arah pelayan yang kemudian menyerahkan bil nya, Sekar membayarnya, kemudian mengajak ayahnya keluar sambil menyembunyikan wajahnya dari arah meja, di mana Elsa sedang asyik bercanda dengan teman-temannya.

***

“Kamu tidak pergi ke mana-mana Seno? Ini kan hari Minggu?” sapa ayahnya ketika melihat Seno baru saja turun dari lantai atas.

“Tidak Pak, Seno capek,” jawabnya singkat sambil duduk diantara ayah dan ibunya di ruang tengah.

“Kenapa tidak mengajak Elsa jalan-jalan,” sambung ibunya.

“Kan Seno sudah bilang capek Bu,” sergah Seno dengan wajah masam.                                                                                                                                       

“Setiap hari kerja, kalau libur bilang capek. Kapan kamu bisa dekat dengan tunangan kamu?” kata ibunya lagi.

Seno tak menjawab, dia menatap ke arah televisi yang sejak tadi sudah dinyalakan ayahnya.

“Seno, ibu mengajak kamu bicara,” kata ibunya kesal.

“Iya Bu, Seno mendengarnya.”

“Lalu apa jawab kamu?”

“Ibu sudah tahu apa yang Seno pikirkan,” jawab Seno sambil siap beranjak dari sana. Ia merasa, sang ibu akan menekannya tentang hubungannya dengan Elsa.

“Baiklah, kamu tidak suka karena kamu tidak mencoba untuk mendekatinya. Kalau kamu sudah dekat, lama-lama kamu pasti akan menyukainya. Ibu mengusulkan ada ayahmu, agar menjadikan Elsa sekretaris kamu.”

Seno terkejut. Dipandanginya ibunya dengan kening berkerut.

“Apa maksud Ibu? Seno sudah punya sekretaris yang baik,” kata Seno sedikit keras.

“Kalau kamu mau, sekretaris kamu bisa dipindahkan ke bagian lain. Bisa kan?”

“Tidak bisa Bu.”

“Bu, kamu itu tidak mengerti bagaimana menata sebuah perusahaan. Setiap yang ditempatkan dalam suatu divisi, pasti memiliki sesuatu atau dipandang bisa melakukan tugasnya di situ. Bukan sembarang memindahkan, lalu memasukkan orang,” sambung pak Ridwan.

“Ibu hanya ingin supaya Seno berdekatan dengan Elsa. Selama ini dia menolaknya.”

“Mendekatkan seseorang dengan merubah posisi karyawan? Kamu itu tidak tahu apa-apa tentang perusahaan,” kesal pak Ridwan.

Bu Ridwan merengut.

“Lalu apa yang harus kita lakukan untuk mendekatkan mereka? Menurut Elsa, Seno menyukai sekretarisnya itu. Dia bisa bicara lembut dan manis kepadanya, tapi begitu kasar kepada Elsa.

Seno benar-benar beranjak pergi, kembali menaiki tangga dan masuk ke dalam kamarnya.

“Sudahlah Bu, jangan mengganggu bapak dengan ucapan-ucapan kamu tentang Elsa. Sudah jelas tidak bisa memasukkan Elsa ke kantor kita. Bisa apa dia?”

“Bapak dan anak sama saja,” gerutu bu Ridwan sambil pergi menjauh. Kesal sekali usulnya ditolak oleh suami dan anaknya. Apa jawabnya nanti kalau Elsa datang dan mengulangi permintaannya?

***

Sore itu, saat pak Winarno beristirahat, Sekar membantu bibik memasak di dapur.

“Non apa tidak capek, pulang jalan-jalan kok ngebantuin bibik di dapur?”

“Enggak Bik, cuma begitu saja kok capek. Lagian Sekar senang, bapak juga merasa terhibur.”

“Syukurlah, bibik juga senang mendengarnya.”

Lalu Sekar mengambil brokoli yang akan dimasak bibik. Dipotong-potongnya brokoli itu, kemudian di rendamnya dengan air garam. Begitu kata bibik ketika Sekar membantunya sebelum ini. Kata bibik, kalau di rendam dulu di air garam, kalau barangkali ada serangga atau hewan-hewan kecil, bahkan cacing yang nyungsep di dalamnya, akan keluar atau mati, sehingga lebih sehat untuk dimakan.

Tapi bibik heran, sebenarnya wajah non cantiknya tidak secerah biasanya. Dia mengatakan senang karena ayahnya bisa terhibur, tapi wajah non cantik tidak menampakkan itu. Lagi pula Sekar lebih banyak diam, tidak mengatakan apa-apa kalau bibik tidak mengajaknya bicara. Tak tahan membatin dan mengira ira, bibik bertanya. Itu dilakukannya setelah ia mencuci brokoli yang sudah direndam oleh Sekar beberapa saat lagi.

“Non cantik kok tidak banyak bicara hari ini?”

Sekar menatap bibik, dan tersenyum. Lalu ia menoleh ke arah ruang tengah, barangkali ayahnya sedang duduk di sana. Tapi tidak ada, karena pak Winarno langsung beristirahat.

“Sedang ada yang Non pikirkan?”

“Sebenarnya, Sekar ingin resign saja dari pekerjaan.”

“Resain itu apa sih Non?” tentu saja bibik tidak mengerti.

“Maksud Sekar, ingin keluar dari pekerjaan.”

“Lhoh, Non itu gimana? Punya atasan begitu baik, kok mau keluar? Dulu Non bilang, bekerja untuk membiayai kuliah Non. Bagaimana kalau keluar? Bukankah Non butuh uang untuk biaya kuliah?”

“Biaya kuliah aku tidak begitu mahal. Lagi pula aku akan mencari pekerjaan lain.”

“Mencari pekerjaan itu tidak mudah lho Non.”

“Benar,  tapi aku akan mencoba mencari dulu, kalau sudah dapat, baru mau keluar. Supaya Bapak tidak bertanya-tanya.”

“Iya Non, kalau Non belum mendapat pekerjaan, sementara sudah keluar, pasti bapak akan bertanya, ada apa, kenapa … Ya kan?”

“Iya Bik, nanti aku akan mulai mencari-cari dulu.”

“Tapi Non, bukankah atasan Non memperlakukan Non dengan baik? Apa Non melakukan kesalahan dan mendapat teguran? Lalu Non merasa sakit hati?”

“Ya tidak Bik. Kalau orang melakukan kesalahan dan mendapat teguran, itu sudah selayaknya. Mengapa harus merasa sakit hati?”

“Jadi, kenapa Non memilih keluar?”

“Ada sesuatu yang membuat aku memilih keluar.”

Simbok sudah selesai meracik bumbu, lalu menyiapkan sayuran. Mereka akan membuat ca brokoli, kesukaan pak Winarno.

“Mas Seno itu sebenarnya sudah punya tunangan,” kata Sekar seperti bergumam.

“Non sedih karena itu? Apa … maaf … Non suka sama pak Seno?” tuduh bibik.

“Ya ampun Bik, ya tidak. Bukan karena aku suka, kemudian kecewa, atau patah hati. Tidak Bik. Aku sama mas Seno tidak ada hubungan apa-apa.

Sekar tidak tahu, si bibik tiba-tiba menghela napas lega.

“Tunangan mas Seno sepertinya tidak suka sama aku.”

“O, berarti tunangan pak Seno itu cemburu sama Non. Habisnya pak Seno selalu baik sama Non. Lagi pula Non kan cantik, siapa yang tidak cemburu?”

Bibik mulai menumis bumbunya, aroma harum sudah memenuhi ruangan dapur.

“Bibik bisa saja,” kata Sekar sambil tersenyum tipis.

“Itu benar kan?”

“Jadi karena itu-lah maka aku harus siap mengundurkan diri, daripada merusak hubungan mereka.”

“Ya Non, memang benar yang akan Non lakukan. Tapi cari pekerjaan dulu Non, supaya Non tidak menganggur.”

“Baiklah Bik. Mana bik, biar aku masukkan sayurnya.”

Sekar merasa lega sudah berbagi perasaan gelisahnya kepada bibik. Beban di dadanya terasa lebih enteng.

***

Malam itu juga Sekar mulai mencari-cari lowongan dari ponselnya, bahkan dari koran yang bertumpuk di meja. Sekar memang berlangganan koran, karena ayahnya suka membaca koran, tidak hanya melihat berita di televisi.

“DICARI SEORANG TERAPIS PEREMPUAN YANG ….”

“Oh tidak, terapis? Mana bisa aku melakukannya?”

“DICARI SEORANG ADMINISTRASI UNTUK PERUSAHAAN, BERSEDIA DITEMPATKAN DI LUAR KOTA.”

“Tidak, aku tidak bisa meninggalkan bapak.”

Sekar menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Ternyata tidak mudah mencari pekerjaan. Ia menghela napas, membaringkan tubuhnya di ranjang. Lelah. Lahir dan batinnya. Sebenarnya dia sudah nyaman bekerja di perusahaan pak Ridwan, tapi ada sesuatu yang membuatnya tidak nyaman, apalagi dia mungkin akan dipindahkan ke bagian lain, atau malah akan dikeluarkan. Lagi pula apa enaknya hidup dalam kebencian seseorang?

Ia membuka buka ponselnya. Dibacanya deretan lowongan pekerjaan yang satu persatu dibacanya, barangkali ada yang cocok baginya.

“DICARI PELAYAN RESTORAN RAMEN, YANG BERSEDIA BEKERJA MALAM.”

“O, tidak. Menjadi pelayan restoran tidak masalah, tapi bekerja malam?” gumamnya kecewa.

 Mana mungkin dia bekerja malam hari? Pasti ayahnya akan menentangnya.

Sekar memejamkan matanya, merasa lelah, kemudian terlelap karena malam memang sudah agak larut.

***

Sekar melangkah dengan cepat, karena jam kerja karyawan telah lewat. Dia hampir menabrak seseorang karena tidak melihat jalan.

“Maaf … maaf,” katanya gugup.

Dilihatnya pak Ridwan berjalan bersama seorang wanita setengah tua yang cantik, hendak keluar dari kantor.

“Maaf,” katanya sekali lagi.

“Sekar, kamu kenapa?”

“Ss … saya … datang kesiangan Pak, karena ….”

“O, adakah sesuatu? Biasanya kamu datang lebih pagi?” tanya pak Ridwan penuh perhatian, karena Sekar seorang karyawan yang baik.

“Karyawan datang seenaknya begitu, mengapa masih dipekerjakan?” sergah bu Ridwan dengan wajah muram. Ia mendengar suaminya menyapa dengan panggilan Sekar, dan bu Ridwan segera tahu bahwa gadis itu adalah sekretaris anaknya yang membuat Elsa cemburu.

“Pasti ada alasan mengapa kamu terlambat, biasanya kamu rajin,” kata pak Ridwan masih tetap ramah.

“Saya … agak kurang enak badan, Pak,” sahut Sekar sambil menunduk.

“Huhh, alasan!” ketus bu Ridwan lagi.

“O, ya? Kalau memang sakit, minta ijin untuk tidak bekerja dulu.”

“Tidak apa-apa Pak, sudah baikan. Saya permisi,” kata Sekar dengan perasaan semakin kalut menyaksikan sikap bu Ridwan yang nyinyir terhadapnya.

“Ya, ya … tampaknya Seno sudah menunggu kamu,” kata pak Ridwan sambil menarik lengan istrinya menjauh, dengan menahan rasa kesalnya mendengar kata-kata istrinya yang benar-benar menampakkan rasa ketidak senangannya kepada Sekar. 

Sekar juga heran melihat bu Ridwan datang bersama suaminya ke kantor.

Sekar mengetuk pintu, lalu masuk mendengar sahutan Seno dari dalam.

“Selamat pagi Mas, maaf saya terlambat.”

“Kamu tidak apa-apa?”

“Tidak, sesungguhnya saya bangun kesiangan. Maaf.”

“Baiklah. Tadi kamu ketemu bapak sama ibuku? Mereka baru saja keluar dari sini.”

“Ya, saya bertemu.”

“Ada undangan saudara dari luar kota, yang membuat bapak sama ibu harus pergi pagi-pagi, tapi menyempatkan ke kantor sebentar karena ada yang harus di selesaikan,” terang Seno.

Sekar hanya mengangguk. Sikap bu Ridwan tadi masih terasa mengiris iris perasaannya. Sudah jelas bu Ridwan tidak suka padanya. Oh ya, Sekar teringat, ketika Elsa ribut dengan Seno di kantor, Elsa pernah mengancam Seno untuk mengadukannya pada ibunya. Mungkin karena Elsa mengadu itu, lalu bu Ridwan menjadi membencinya juga. Tak peduli sikap suaminya begitu baik, bu Ridwan tetap mengomelinya.

Ini yang harus kamu buat Sekar, selesaikan hari ini ya?” kata Seno setelah Sekar duduk di kursi kerjanya.

“Baik, Mas.”

“Kamu seperti tidak bersemangat, kamu sakit?”

“Tidak, saya baik-baik saja.”

“Baiklah, kamu boleh pulang kalau memang kamu merasa sakit.”

“Tidak, sungguh.”

“Ya sudah, aku mau keluar dulu,” kata Seno yang sejak tadi menatap wajah Sekar yang sedikit pucat.

“Benar ya, jangan dipaksakan kalau kamu sakit.”

“Iya, saya baik-baik saja kok,” kata Sekar.

Seno keluar dari ruangan, dan kembali menoleh ke arah Sekar sambil membuka pintu. Sekar menatapnya, dan Seno meninggalkan senyumnya yang khas. Manis dan hangat.

Sekar menundukkan wajahnya, sampai Seno menutupkan kembali pintunya.

Tiba-tiba Sekar menatap sesuatu di meja sofa. Sebuah koran yang tampaknya sudah dibaca, tapi dilipat sekenanya, lalu terbaca olehnya sebuah iklan.

SEBUAH PERUSAHAAN YANG BARU BERDIRI, SEDANG MEREKRUT KARYAWAN UNTUK DI TEMPATKAN DI BAGIAN ….. bla … bla … bla.

Sekar berdiri dan memungut koran itu, lalu membacanya dengan seksama. Senyumnya mengembang.

***

Besok lagi ya.

50 comments:

  1. Replies
    1. Alhamdulillah SJ34 sdh tayang. Matur nuwun Bu Tien. Salam sehat selalu 🙏🌹🦋

      Delete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah Sebuah Janji Eps 34 telah tayang, terima kasih bu Tien Kumalasari.
    Semoga mbak Tien tetap sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin YRA.
    Salam sehat dan salam hangat.

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah .....
    Yg ditunggu2 sdh datang...
    Matur nuwun bu Tien ...
    Semoga sehat selalu....
    Tetap semangat

    ReplyDelete
  5. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah....
    Terimakasih Bu Tien Kumala...

    Sal sehat selalu nggih....

    ReplyDelete
  7. Wah... pindah pekerjaan, ide bagus untuk Sekar. Sedikit mengalah dari pada ada rasa tidak nyaman.
    Mungkin ganti Seno yang tidak bisa menerima kenyataan.
    Salam sukses mbak Tien, semoga selalu sehat. ADUHAI ahhh...

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah SEBUAH JANJI~34 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah... Sehat selalu bund...

    ReplyDelete
  10. Jangan jangan perusahaan baru yang akan dirintis Samadi ya... makin asyik tentunya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sekar msh hrs ujian pak Latief
      Sabar dulu...kl mang bnr itu usaha yg Samad pegang

      Kan bs cabut juga jgn lanjutin dong
      Tp itu mau kita....

      Delete
    2. Perkiraan sy jg pak. Makin aduhai tentunya

      Delete
  11. Mksh bunda Tien moga sehat selalu

    Alhamdulillah yg di tunggu2 tayang deh eSJe 34

    Hadeeh bu Ridwan udah mulai gusar seh tersentuh rengekan Elsa

    Sementara pak Ridwan yg bijaksana menghadapi mslh dgn tenang

    Krn lht sikap Seno yg gak suka dgn sikap ibunya

    Bunda Tien dgn piawai bikin kepo pembaca

    Horeee....ADUHAI....ADUHAI

    ReplyDelete
  12. Jangan² perusahaan pak Ridwan lagi...
    Makasih mba Tien

    ReplyDelete
  13. Matur nuwun bu Tien,
    salam sehat dan aduhai dari mBantul

    ReplyDelete
  14. Terima kasih mbak Tien semoga mbak Tien sehat selalu.

    ReplyDelete
  15. Elsa jadi biang kerok, bu ridwan ikut²an membenci sekar. Cerita mulai seru.

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah yg ditunggu sdh hadir, mksh Bu Tien smg sehat selalu

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah
    Terima kasih bu tien esje 34 sdh hadir
    Salam sehat , bahagia n aduhai selalu

    ReplyDelete
  18. Rasanya selalu tak sabar menanti Sebuah Janji. Aduhai.
    Makasih, bu Tien 💟💟

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah,, matur nuwun bu Tien 🤗🥰

    Sabaaar ya Sekar,,,,lepas ibu Tiri ,,,sekarang ibunya Seno ,,,

    Salam sehat wal'afiat bu Tien

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kasihan Sekar.. br menikmati pekerjaannya sdh ada gangguan.
      Semoga Seno bs mempertahankannya..
      Janganlah ikut gabung dg kntornya Samad yg tdk profesional..
      Serreem...

      Delete
    2. Kalau masih jadi bawahan Seno tetap tidak nyaman. Kalau jadi bawahan Samad makin runyam.

      Delete
    3. Ikut prihatin sm Sekar..bu Tien sdh menyiapkan yg terbaik buat ya pa Latief..
      Tunggu nanti mlm..

      Delete
  20. Jangan2 perusahaan pak Ridwan juga hahaha.....trims Bu tien

    ReplyDelete
  21. Ada yg sdkit 'ngganjel' bu tien.

    Enggak Pak, memang sudah.... Bapak kan juga perlu melihat udara segar. Besok ... ke luar kota, melihat pemandangan indah.”

    Kalo 'melihat udara segar', tentu sulit. Lebih tepat merasakan. Jadi ingat lagu tanjung perak, didi kempot alm.
    ...
    Waktu terang bulan
    Udara bersinar terang
    Teranglah sekali
    Di kota lah Surabaya ...

    Udara bersinar terang. Mungkin biar enak iramanya. Maaf bu tien jk kurang berkenan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya pak Danar udah diganti. Matur nuwun koreksinya ya.. salam hangat dari Solo

      Delete
  22. Ada perubahan raut muka Sekar itu ditengarai simbok ada apa, kaya terbeban gitu.
    Membantu masak simbok tidak seceria biasanya, ketahuan dari cerita Sekar; kalau Seno sudah tunangan tapi tidak menyukai nya, nah Bu Ridwan rupanya yang jadi sponsor Elsa, madam gitu loh. Sikap memojokkan itu yang terlihat jelas pro perubahan, sejalan dengan proyek pdkt Elsa dan Seno, yang diusulkannya.
    Nah ijin untuk keluar untuk keperluan melamar pekerjaan yang didapatkan dari iklan koran itu di jajakinya, tentu dengan alasan lain.
    Beberapa hari tidak masuk ada kemungkinan sakit betulan kaya dulu, eh dikunjungi di rumah kata Winarno berangkat kerja, kerja dimana?
    Simbok yang bilang kalau Sekar nggak mau jadi penghalang hubungan pertunangan Elsa dan Seno, mendadak resign itu yang jadi nambahin pusing Seno. Hmm.


    Terimakasih Bu Tien,
    Sebuah janji yang ketiga puluh empat sudah tayang.
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama dengan keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  23. Terima kasih bu Tien ..semoga up dan semangat trus

    ReplyDelete
  24. terima ksih bunda TienSJnya..makin menghrp kebahagiaan unk sekar dan barno..slm sht sll dri skbmi🙏🥰🌹

    ReplyDelete

BULAN HANYA SEPARUH

BULAN HANYA SEPARUH (Tien Kumalasari) Awan tipis menyelimuti langit Lalu semua jadi kelabu Aku tengadah mencari-cari Dimana bulan penyinar a...