SEBUAH JANJI 34
(Tien Kumalasari)
“Sekar, makanannya sudah siap, ayo makan,” tiba-tiba
kata pak Winarno, mengejutkan Sekar yang sedang melamun.
“Oh, iya … ayo makan Pak, soalnya tiba-tiba Sekar agak
mengantuk.”
“Tuh, sebenarnya kamu kecapekan, kenapa nekat mengajak
bapak jalan-jalan?”
“Enggak Pak, memang sudah Sekar rencanakan sejak
kemarin-kemarin. Bapak kan juga perlu merasakan udara segar. Besok kalau ada
kesempatan lagi, kita akan jalan-jalan ke luar kota, melihat pemandangan indah.”
“Waaah, tampaknya menyenangkan,” kata pak Winarno
sambil menyendok makanannya.
“Tentu saja menyenangkan, kita juga akan mengajak
bibik.”
“Kalau bertiga mana bisa kita naik sepeda motor?”
“Kita bisa naik taksi, atau menyewa mobil untuk
jalan-jalan.”
“Wah, butuh uang banyak tuh.”
“Tidak apa-apa. Apa artinya uang, kalau dibandingkan
dengan kesenangan yang kita dapatkan?” kata Sekar bijak.
“Yah, kamu benar. Sebanyak apapun uang yang kita
miliki, tak akan ada artinya selama hati kita tidak senang.”
“Enak makanannya?”
“Enak sekali. Tapi nanti bibik pasti kecewa kalau kita
tidak makan masakannya.”
“Tidak apa-apa, nanti kita makan sore hari atau
malamnya. Lagi pula tadi Sekar sudah bilang sama bibik bahwa kita akan makan di
luar.”
“Pasti bibik kecewa.”
“Tidak, bibik senang Bapak mau Sekar ajak jalan-jalan.
Bibik bilang, mau masak nanti sore saja untuk makan malam.”
“Syukurlah. Sekarang segera selesaikan makan kamu,
lalu pulang. Bapak risih mendengar candaan di meja belakang itu, mana pantas
anak perempuan tertawa sekeras itu, bicaranya juga nggak pantas didengar,” kata
pak Winarno berbisik.
Sekar mengangguk, dia setuju segera angkat kaki dari
sana. Hatinya tiba-tiba juga merasa tak enak, mendengar perkataan Elsa tentang
dirinya yang akan menggantikan kedudukan sekretaris di kantor pak Ridwan.
Sambil menghabiskan makanan itu Sekar mulai berpikir,
apa yang akan dilakukan setelah ini. Tampaknya Elsa sangat membencinya,
sementara dia adalah tunangan Seno. Sekar tak mau terjadi keributan lagi di
kantor, juga tak mau membuat hubungan Seno dan Elsa menjadi renggang karena
dirinya. Mungkin Seno tidak suka pada tunangannya, seperti Seno pernah mengatakannya.
Tapi Sekar sadar bahwa Elsa tampak sangat membencinya. Ucapan demi ucapan yang
didengarnya, jelas sekali mengenai dirinya. Dia selalu mengatakan sekretaris
kampungan, dan itu dikatakannya berkali-kali. Beruntung ayahnya tak memperhatikan,
ataupun kalau mendengar juga tak tahu apa maksudnya.
Setelah melambai ke arah pelayan yang kemudian
menyerahkan bil nya, Sekar membayarnya, kemudian mengajak ayahnya keluar sambil
menyembunyikan wajahnya dari arah meja, di mana Elsa sedang asyik bercanda
dengan teman-temannya.
***
“Kamu tidak pergi ke mana-mana Seno? Ini kan hari
Minggu?” sapa ayahnya ketika melihat Seno baru saja turun dari lantai atas.
“Tidak Pak, Seno capek,” jawabnya singkat sambil duduk
diantara ayah dan ibunya di ruang tengah.
“Kenapa tidak mengajak Elsa jalan-jalan,” sambung
ibunya.
“Kan Seno sudah bilang capek Bu,”
sergah Seno dengan wajah masam.
“Setiap hari kerja, kalau libur bilang capek. Kapan
kamu bisa dekat dengan tunangan kamu?” kata ibunya lagi.
Seno tak menjawab, dia menatap ke arah televisi yang
sejak tadi sudah dinyalakan ayahnya.
“Seno, ibu mengajak kamu bicara,” kata ibunya kesal.
“Iya Bu, Seno mendengarnya.”
“Lalu apa jawab kamu?”
“Ibu sudah tahu apa yang Seno pikirkan,” jawab Seno
sambil siap beranjak dari sana. Ia merasa, sang ibu akan menekannya tentang
hubungannya dengan Elsa.
“Baiklah, kamu tidak suka karena kamu tidak mencoba
untuk mendekatinya. Kalau kamu sudah dekat, lama-lama kamu pasti akan
menyukainya. Ibu mengusulkan ada ayahmu, agar menjadikan Elsa sekretaris kamu.”
Seno terkejut. Dipandanginya ibunya dengan kening
berkerut.
“Apa maksud Ibu? Seno sudah punya sekretaris yang baik,”
kata Seno sedikit keras.
“Kalau kamu mau, sekretaris kamu bisa dipindahkan ke
bagian lain. Bisa kan?”
“Tidak bisa Bu.”
“Bu, kamu itu tidak mengerti bagaimana menata sebuah perusahaan.
Setiap yang ditempatkan dalam suatu divisi, pasti memiliki sesuatu atau
dipandang bisa melakukan tugasnya di situ. Bukan sembarang memindahkan, lalu
memasukkan orang,” sambung pak Ridwan.
“Ibu hanya ingin supaya Seno berdekatan dengan Elsa. Selama ini dia menolaknya.”
“Mendekatkan seseorang dengan merubah posisi karyawan?
Kamu itu tidak tahu apa-apa tentang perusahaan,” kesal pak Ridwan.
Bu Ridwan merengut.
“Lalu apa yang harus kita lakukan untuk mendekatkan
mereka? Menurut Elsa, Seno menyukai sekretarisnya itu. Dia bisa bicara lembut
dan manis kepadanya, tapi begitu kasar kepada Elsa.
Seno benar-benar beranjak pergi, kembali menaiki
tangga dan masuk ke dalam kamarnya.
“Sudahlah Bu, jangan mengganggu bapak dengan
ucapan-ucapan kamu tentang Elsa. Sudah jelas tidak bisa memasukkan Elsa ke
kantor kita. Bisa apa dia?”
“Bapak dan anak sama saja,” gerutu bu Ridwan sambil
pergi menjauh. Kesal sekali usulnya ditolak oleh suami dan anaknya. Apa
jawabnya nanti kalau Elsa datang dan mengulangi permintaannya?
***
Sore itu, saat pak Winarno beristirahat, Sekar
membantu bibik memasak di dapur.
“Non apa tidak capek, pulang jalan-jalan kok
ngebantuin bibik di dapur?”
“Enggak Bik, cuma begitu saja kok capek. Lagian Sekar
senang, bapak juga merasa terhibur.”
“Syukurlah, bibik juga senang mendengarnya.”
Lalu Sekar mengambil brokoli yang akan dimasak bibik.
Dipotong-potongnya brokoli itu, kemudian di rendamnya dengan air garam. Begitu
kata bibik ketika Sekar membantunya sebelum ini. Kata bibik, kalau di rendam
dulu di air garam, kalau barangkali ada serangga atau hewan-hewan kecil, bahkan
cacing yang nyungsep di dalamnya, akan keluar atau mati, sehingga lebih sehat
untuk dimakan.
Tapi bibik heran, sebenarnya wajah non cantiknya tidak
secerah biasanya. Dia mengatakan senang karena ayahnya bisa terhibur, tapi wajah
non cantik tidak menampakkan itu. Lagi pula Sekar lebih banyak diam, tidak
mengatakan apa-apa kalau bibik tidak mengajaknya bicara. Tak tahan membatin dan
mengira ira, bibik bertanya. Itu dilakukannya setelah ia mencuci brokoli yang
sudah direndam oleh Sekar beberapa saat lagi.
“Non cantik kok tidak banyak bicara hari ini?”
Sekar menatap bibik, dan tersenyum. Lalu ia menoleh ke
arah ruang tengah, barangkali ayahnya sedang duduk di sana. Tapi tidak ada,
karena pak Winarno langsung beristirahat.
“Sedang ada yang Non pikirkan?”
“Sebenarnya, Sekar ingin resign saja dari pekerjaan.”
“Resain itu apa sih Non?” tentu saja bibik tidak mengerti.
“Maksud Sekar, ingin keluar dari pekerjaan.”
“Lhoh, Non itu gimana? Punya atasan begitu baik, kok
mau keluar? Dulu Non bilang, bekerja untuk membiayai kuliah Non. Bagaimana
kalau keluar? Bukankah Non butuh uang untuk biaya kuliah?”
“Biaya kuliah aku tidak begitu mahal. Lagi pula aku akan
mencari pekerjaan lain.”
“Mencari pekerjaan itu tidak mudah lho Non.”
“Benar, tapi aku
akan mencoba mencari dulu, kalau sudah dapat, baru mau keluar. Supaya Bapak
tidak bertanya-tanya.”
“Iya Non, kalau Non belum mendapat pekerjaan,
sementara sudah keluar, pasti bapak akan bertanya, ada apa, kenapa … Ya kan?”
“Iya Bik, nanti aku akan mulai mencari-cari dulu.”
“Tapi Non, bukankah atasan Non memperlakukan Non
dengan baik? Apa Non melakukan kesalahan dan mendapat teguran? Lalu Non merasa
sakit hati?”
“Ya tidak Bik. Kalau orang melakukan kesalahan dan mendapat
teguran, itu sudah selayaknya. Mengapa harus merasa sakit hati?”
“Jadi, kenapa Non memilih keluar?”
“Ada sesuatu yang membuat aku memilih keluar.”
Simbok sudah selesai meracik bumbu, lalu menyiapkan sayuran.
Mereka akan membuat ca brokoli, kesukaan pak Winarno.
“Mas Seno itu sebenarnya sudah punya tunangan,” kata
Sekar seperti bergumam.
“Non sedih karena itu? Apa … maaf … Non suka sama pak
Seno?” tuduh bibik.
“Ya ampun Bik, ya tidak. Bukan karena aku suka,
kemudian kecewa, atau patah hati. Tidak Bik. Aku sama mas Seno tidak ada
hubungan apa-apa.
Sekar tidak tahu, si bibik tiba-tiba menghela napas
lega.
“Tunangan mas Seno sepertinya tidak suka sama aku.”
“O, berarti tunangan pak Seno itu cemburu sama Non.
Habisnya pak Seno selalu baik sama Non. Lagi pula Non kan cantik, siapa yang
tidak cemburu?”
Bibik mulai menumis bumbunya, aroma harum sudah
memenuhi ruangan dapur.
“Bibik bisa saja,” kata Sekar sambil tersenyum tipis.
“Itu benar kan?”
“Jadi karena itu-lah maka aku harus siap mengundurkan
diri, daripada merusak hubungan mereka.”
“Ya Non, memang benar yang akan Non lakukan. Tapi cari
pekerjaan dulu Non, supaya Non tidak menganggur.”
“Baiklah Bik. Mana bik, biar aku masukkan sayurnya.”
Sekar merasa lega sudah berbagi perasaan gelisahnya
kepada bibik. Beban di dadanya terasa lebih enteng.
***
Malam itu juga Sekar mulai mencari-cari lowongan dari
ponselnya, bahkan dari koran yang bertumpuk di meja. Sekar memang berlangganan
koran, karena ayahnya suka membaca koran, tidak hanya melihat berita di
televisi.
“DICARI SEORANG TERAPIS PEREMPUAN YANG ….”
“Oh tidak, terapis? Mana bisa aku melakukannya?”
“DICARI SEORANG ADMINISTRASI UNTUK PERUSAHAAN,
BERSEDIA DITEMPATKAN DI LUAR KOTA.”
“Tidak, aku tidak bisa meninggalkan bapak.”
Sekar menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
Ternyata tidak mudah mencari pekerjaan. Ia menghela napas, membaringkan
tubuhnya di ranjang. Lelah. Lahir dan batinnya. Sebenarnya dia sudah nyaman
bekerja di perusahaan pak Ridwan, tapi ada sesuatu yang membuatnya tidak
nyaman, apalagi dia mungkin akan dipindahkan ke bagian lain, atau malah akan dikeluarkan.
Lagi pula apa enaknya hidup dalam kebencian seseorang?
Ia membuka buka ponselnya. Dibacanya deretan lowongan
pekerjaan yang satu persatu dibacanya, barangkali ada yang cocok baginya.
“DICARI PELAYAN RESTORAN RAMEN, YANG BERSEDIA BEKERJA
MALAM.”
“O, tidak. Menjadi pelayan restoran tidak masalah,
tapi bekerja malam?” gumamnya kecewa.
Mana mungkin
dia bekerja malam hari? Pasti ayahnya akan menentangnya.
Sekar memejamkan matanya, merasa lelah, kemudian
terlelap karena malam memang sudah agak larut.
***
Sekar melangkah dengan cepat, karena jam kerja
karyawan telah lewat. Dia hampir menabrak seseorang karena tidak melihat jalan.
“Maaf … maaf,” katanya gugup.
Dilihatnya pak Ridwan berjalan bersama seorang wanita
setengah tua yang cantik, hendak keluar dari kantor.
“Maaf,” katanya sekali lagi.
“Sekar, kamu kenapa?”
“Ss … saya … datang kesiangan Pak, karena ….”
“O, adakah sesuatu? Biasanya kamu datang lebih pagi?”
tanya pak Ridwan penuh perhatian, karena Sekar seorang karyawan yang baik.
“Karyawan datang seenaknya begitu, mengapa masih
dipekerjakan?” sergah bu Ridwan dengan wajah muram. Ia mendengar suaminya
menyapa dengan panggilan Sekar, dan bu Ridwan segera tahu bahwa gadis itu
adalah sekretaris anaknya yang membuat Elsa cemburu.
“Pasti ada alasan mengapa kamu terlambat, biasanya
kamu rajin,” kata pak Ridwan masih tetap ramah.
“Saya … agak kurang enak badan, Pak,” sahut Sekar
sambil menunduk.
“Huhh, alasan!” ketus bu Ridwan lagi.
“O, ya? Kalau memang sakit, minta ijin untuk tidak
bekerja dulu.”
“Tidak apa-apa Pak, sudah baikan. Saya permisi,” kata
Sekar dengan perasaan semakin kalut menyaksikan sikap bu Ridwan yang nyinyir
terhadapnya.
“Ya, ya … tampaknya Seno sudah menunggu kamu,” kata pak Ridwan sambil menarik lengan istrinya menjauh, dengan menahan rasa kesalnya mendengar kata-kata istrinya yang benar-benar menampakkan rasa ketidak senangannya kepada Sekar.
Sekar juga heran melihat bu Ridwan datang bersama suaminya ke kantor.
Sekar mengetuk pintu, lalu masuk mendengar sahutan
Seno dari dalam.
“Selamat pagi Mas, maaf saya terlambat.”
“Kamu tidak apa-apa?”
“Tidak, sesungguhnya saya bangun kesiangan. Maaf.”
“Baiklah. Tadi kamu ketemu bapak sama ibuku? Mereka
baru saja keluar dari sini.”
“Ya, saya bertemu.”
“Ada undangan saudara dari luar kota, yang membuat
bapak sama ibu harus pergi pagi-pagi, tapi menyempatkan ke kantor sebentar
karena ada yang harus di selesaikan,” terang Seno.
Sekar hanya mengangguk. Sikap bu Ridwan tadi masih
terasa mengiris iris perasaannya. Sudah jelas bu Ridwan tidak suka padanya. Oh
ya, Sekar teringat, ketika Elsa ribut dengan Seno di kantor, Elsa pernah
mengancam Seno untuk mengadukannya pada ibunya. Mungkin karena Elsa mengadu
itu, lalu bu Ridwan menjadi membencinya juga. Tak peduli sikap suaminya begitu
baik, bu Ridwan tetap mengomelinya.
Ini yang harus kamu buat Sekar, selesaikan hari ini
ya?” kata Seno setelah Sekar duduk di kursi kerjanya.
“Baik, Mas.”
“Kamu seperti tidak bersemangat, kamu sakit?”
“Tidak, saya baik-baik saja.”
“Baiklah, kamu boleh pulang kalau memang kamu merasa
sakit.”
“Tidak, sungguh.”
“Ya sudah, aku mau keluar dulu,” kata Seno yang sejak
tadi menatap wajah Sekar yang sedikit pucat.
“Benar ya, jangan dipaksakan kalau kamu sakit.”
“Iya, saya baik-baik saja kok,” kata Sekar.
Seno keluar dari ruangan, dan kembali menoleh ke arah
Sekar sambil membuka pintu. Sekar menatapnya, dan Seno meninggalkan senyumnya
yang khas. Manis dan hangat.
Sekar menundukkan wajahnya, sampai Seno menutupkan
kembali pintunya.
Tiba-tiba Sekar menatap sesuatu di meja sofa. Sebuah
koran yang tampaknya sudah dibaca, tapi dilipat sekenanya, lalu terbaca olehnya
sebuah iklan.
SEBUAH PERUSAHAAN YANG BARU BERDIRI, SEDANG MEREKRUT
KARYAWAN UNTUK DI TEMPATKAN DI BAGIAN ….. bla … bla … bla.
Sekar berdiri dan memungut koran itu, lalu membacanya
dengan seksama. Senyumnya mengembang.
***
Besok lagi ya.
Yes
ReplyDeleteAlhamdulillah
DeleteMatur nuwun bunda Tien 🙏😍
Mbk Iin....Juara 1
DeleteMatur sembah nuwun Mbak Tienku sayang. Salam sehat dan Aduhai selalu.
DeleteYess
ReplyDeleteAlhamdulillah SJ34 sdh tayang. Matur nuwun Bu Tien. Salam sehat selalu 🙏🌹🦋
DeleteJuara mbak Iin
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang
ReplyDeleteYessss
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah Sebuah Janji Eps 34 telah tayang, terima kasih bu Tien Kumalasari.
ReplyDeleteSemoga mbak Tien tetap sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin YRA.
Salam sehat dan salam hangat.
Yeeeees....... tayang gasik
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah .....
ReplyDeleteYg ditunggu2 sdh datang...
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Tetap semangat
alhamdulillah
ReplyDeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagida family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen Rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik, Tita, Willa Sulivan, Mimin NP, Suprilina, Endang Mashuri, Rin, Amethys, Adelina, Sari Usman
maturnuwun bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteTerimakasih Bu Tien Kumala...
Sal sehat selalu nggih....
Wah... pindah pekerjaan, ide bagus untuk Sekar. Sedikit mengalah dari pada ada rasa tidak nyaman.
ReplyDeleteMungkin ganti Seno yang tidak bisa menerima kenyataan.
Salam sukses mbak Tien, semoga selalu sehat. ADUHAI ahhh...
Alhamdulillah SEBUAH JANJI~34 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah... Sehat selalu bund...
ReplyDeleteJangan jangan perusahaan baru yang akan dirintis Samadi ya... makin asyik tentunya.
ReplyDeleteSekar msh hrs ujian pak Latief
DeleteSabar dulu...kl mang bnr itu usaha yg Samad pegang
Kan bs cabut juga jgn lanjutin dong
Tp itu mau kita....
Perkiraan sy jg pak. Makin aduhai tentunya
DeleteMksh bunda Tien moga sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah yg di tunggu2 tayang deh eSJe 34
Hadeeh bu Ridwan udah mulai gusar seh tersentuh rengekan Elsa
Sementara pak Ridwan yg bijaksana menghadapi mslh dgn tenang
Krn lht sikap Seno yg gak suka dgn sikap ibunya
Bunda Tien dgn piawai bikin kepo pembaca
Horeee....ADUHAI....ADUHAI
Alhamdulillah
ReplyDeleteJangan² perusahaan pak Ridwan lagi...
ReplyDeleteMakasih mba Tien
Matur nuwun bu Tien,
ReplyDeletesalam sehat dan aduhai dari mBantul
Terima kasih mbak Tien semoga mbak Tien sehat selalu.
ReplyDeleteElsa jadi biang kerok, bu ridwan ikut²an membenci sekar. Cerita mulai seru.
ReplyDeleteAlhamdulillah yg ditunggu sdh hadir, mksh Bu Tien smg sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bu tien esje 34 sdh hadir
Salam sehat , bahagia n aduhai selalu
Rasanya selalu tak sabar menanti Sebuah Janji. Aduhai.
ReplyDeleteMakasih, bu Tien 💟💟
Alhamdulillah,, matur nuwun bu Tien 🤗🥰
ReplyDeleteSabaaar ya Sekar,,,,lepas ibu Tiri ,,,sekarang ibunya Seno ,,,
Salam sehat wal'afiat bu Tien
Kasihan Sekar.. br menikmati pekerjaannya sdh ada gangguan.
DeleteSemoga Seno bs mempertahankannya..
Janganlah ikut gabung dg kntornya Samad yg tdk profesional..
Serreem...
Kalau masih jadi bawahan Seno tetap tidak nyaman. Kalau jadi bawahan Samad makin runyam.
DeleteIkut prihatin sm Sekar..bu Tien sdh menyiapkan yg terbaik buat ya pa Latief..
DeleteTunggu nanti mlm..
Terima kasih mbak Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteJangan2 perusahaan pak Ridwan juga hahaha.....trims Bu tien
ReplyDeleteAsal tidak sekantor dengan Seno malah bagus.
DeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAda yg sdkit 'ngganjel' bu tien.
ReplyDeleteEnggak Pak, memang sudah.... Bapak kan juga perlu melihat udara segar. Besok ... ke luar kota, melihat pemandangan indah.”
Kalo 'melihat udara segar', tentu sulit. Lebih tepat merasakan. Jadi ingat lagu tanjung perak, didi kempot alm.
...
Waktu terang bulan
Udara bersinar terang
Teranglah sekali
Di kota lah Surabaya ...
Udara bersinar terang. Mungkin biar enak iramanya. Maaf bu tien jk kurang berkenan.
Iya pak Danar udah diganti. Matur nuwun koreksinya ya.. salam hangat dari Solo
DeleteAda perubahan raut muka Sekar itu ditengarai simbok ada apa, kaya terbeban gitu.
ReplyDeleteMembantu masak simbok tidak seceria biasanya, ketahuan dari cerita Sekar; kalau Seno sudah tunangan tapi tidak menyukai nya, nah Bu Ridwan rupanya yang jadi sponsor Elsa, madam gitu loh. Sikap memojokkan itu yang terlihat jelas pro perubahan, sejalan dengan proyek pdkt Elsa dan Seno, yang diusulkannya.
Nah ijin untuk keluar untuk keperluan melamar pekerjaan yang didapatkan dari iklan koran itu di jajakinya, tentu dengan alasan lain.
Beberapa hari tidak masuk ada kemungkinan sakit betulan kaya dulu, eh dikunjungi di rumah kata Winarno berangkat kerja, kerja dimana?
Simbok yang bilang kalau Sekar nggak mau jadi penghalang hubungan pertunangan Elsa dan Seno, mendadak resign itu yang jadi nambahin pusing Seno. Hmm.
Terimakasih Bu Tien,
Sebuah janji yang ketiga puluh empat sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama dengan keluarga tercinta
🙏
Terima kasih bu Tien ..semoga up dan semangat trus
ReplyDeleteterimakasih bu Tien
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien..
ReplyDeleteterima ksih bunda TienSJnya..makin menghrp kebahagiaan unk sekar dan barno..slm sht sll dri skbmi🙏🥰🌹
ReplyDelete