KEMBANG CANTIKKU 43
(Tien Kumalasari)
Qila tampak menangis, sepertinya dia kesakitan, dan
terlihat wanita itu menenangkannya dengan menepuk-nepuk punggungnya.
“Nggak apa-apa sayang, mana yang sakit?” tanya wanita
itu.
“Iniiii… iniiii ….” Qila menunjuk ke arah lututnya
yang berdarah.
Wanita itu menurunkannya untuk melihat lukanya,
sementara Wahyudi sudah sampai di dekat mereka. Wahyudi terkejut melihat wanita
itu.
“Kamu? Bukankah kamu yang … yang … mengacaukan acara saya bukan? Kamu yang
bernama Kori?”
“Maaf, aku ingin mengobati luka anak ini dulu,”
katanya sambil membuka tasnya, lalu mengambil pleter dari dalamnya.
Ia mengambil kapas dan cairan berwarna kuning dari
dalam tas itu juga.
“Lukanya dibersihkan dulu ya …” kata Kori sambil membasahi
kapas itu dengan cairan kuning, lalu pelan-pelan dibersihkannya luka Qila. Qila
menjerit-jerit.
“Sakit sedikit sayang.”
“Hei, cairan apa yang kamu pakai itu? Jangan-jangan
racun,” kata Wahyudi sambil merebut botol cairan.
“Aku pernah melakukan hal buruk, aku mengerti kalau
kamu tidak mempercayai aku. Tapi ini cairan yang namanya Rivanol, aku
mempergunakannya untuk membersihkan lukanya.”
“Apa kamu dokter?”
“Bukan, aku pernah terluka, lalu membeli obat di
apotek. Ini kebetulan masih ada di dalam tasku,” katanya sambil menutup luka
kecil Qila dengan plester.
“Sudah tidak sakit kan?” tanyanya kepada Qila yang
kemudian merangkul Wahyudi yang segera menggendongnya.
“Makanya jangan lari-lari,” tegur Wahyudi sambil
menciumi pipi Qila.
“Qila mau main petak umpet,” katanya sambil mengusap
air matanya.
“Terima kasih telah menolong Qila,” kata Wahyudi
kepada wanita yang diketahuinya sebagai bekas istri Sapto.
“Di mana orang tuanya?”
“Di rumahnya.”
“Oh, baiklah, saya permisi,” katanya sambil menowel
pipi Qila, lalu membalikkan tubuhnya, menjauh.
Tapi sebelum jauh melangkah, didengarnya sebuah
panggilan.
“Kori !!”
Kori menoleh. Dilihatnya Sapto berjalan bersama Retno,
bergegas mendatanginya. Ia menghentikan langkahnya.
“Apa yang kamu lakukan pada anakku?”
Rupanya Sapto melihat saat Kori menurunkan Qila dari gendongannya,
“Tidak ada. Dia terjatuh dan aku hanya mengobati
lukanya,” katanya lalu membalikkan tubuhnya.
Sapto menatap Wahyudi yang kemudian mengangguk.
“Tunggu,” kali ini yang berteriak adalah Retno. Kori
kembali berhenti, menatap wanita cantik yang perutnya membuncit dengan perasaan
tak menentu.
“Terima kasih ya.”
“Sama-sama,” jawabnya sambil tersenyum.
“Mau kemana, kok ada di sini?”
“Sedang jalan-jalan saja, kebetulan melihat anak kecil
terjatuh, ternyata Qila.”
“Oh …”
“Apa kamu mencurigai aku akan berbuat jahat?”
“Tidak … “
“Baiklah, aku pergi dulu. Anakmu cantik, maaf aku
pernah membuatnya sakit saat bayi,” katanya. Retno merasa trenyuh melihat air mata
mengambang di sepasang mata beningnya.
“Sudah, lupakanlah.”
“Salam untuk suami kamu, dan juga anakmu,” katanya,
kemudian berlalu.
“Tunggu.”
Kembali Kori berhenti.
“Di mana kamu tinggal? Aku tahu rumah kamu masih
dikontrak orang.”
“Aku tinggal di rumah Qila, selama dia ditahan, dan
mungkin akan dipenjara,” lalu Kori benar-benar melangkah pergi. Retno
menatapnya sampai dia menghilang di pengkolan jalan.
Ketika Retno membalikkan tubuhnya,dilihatnya Qila sudah
ada dipangkuan ayahnya, yang duduk berdampingan dengan Wahyudi di bangku taman.
“Ngapain kamu mengejar dia?”
“Hanya omong-omong saja. Kasihan ya dia.”
“Ah, kamu itu. Ayo kita ajak mas Wahyudi jalan-jalan.
Sudah lama kita tidak jalan bersama kan?” ajak Sapto.
Tentu saja Wahyudi tak bisa menolaknya.
***
Malam itu Retno berbincang dengan suaminya, tentang
Kori. Walaupun Sapto agak kesal, tapi ia mendengarkan apa yang Retno katakan.
“Aku kasihan sama Kori.”
“Apa maksudmu?”
“Kasihan. Dia itu kan sudah tidak punya siapa-siapa,
tidak punya rumah tinggal juga.”
“Mengapa kamu peduli sama dia? Kamu lupa pada semua
yang pernah dilakukannya?”
“Manusia itu kan punya hati. Dan kalau punya hati
pasti dia juga punya kata maaf yang bisa ditumpahkannya dengan segala keikhlasan.”
“Bagaimana kalau dia menjahati kamu?”
“Biarkanlah orang lain berbuat jahat, asalkan kita
bisa membersihkan diri kita dengan perilaku bersih. Bukankah menanam kebaikan
juga akan berbuah kebaikan?”
“Aku tidak mengerti arah pembicaraan kamu. Baiklah,
kita sudah memaafkan apa yang pernah dia lakukan, toh dia sudah mendapatkan
hukumannya. Lalu apa?”
“Aku ingat waktu acara lamaran mas Wahyudi, dia masih
berharap kembali pada Mas bukan?”
“Iya, kan aku yang mengatakannya sama kamu.”
“Mengapa Mas menolaknya?”
“Apa maksudmu Retno? Tentu saja aku menolaknya.”
“Karena sudah ada aku?”
“Bukan hanya itu.”
“Karena Mas tidak bisa memaafkannya?”
“Retno, sebenarnya apa yang kamu pikirkan?”
“Aku kasihan sama dia.”
“Lalu …?”
“Tidak apa-apa seandainya Mas mau menerimanya kembali.”
“Apa?” Sapto membulatkan matanya.
“Bukankah dulunya dia juga istri Mas, dan aku hanyalah
istri muda? Bukankah dia sudah meminta maaf?”
“Kamu tidak bisa membicarakan masalah itu dengan begitu
mudahnya. Banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam setiap langkah yang akan kita lakukan.”
“Misalnya?”
“Sebuah permintaan maaf bukan berarti dia akan bisa
melakukan hal baik di masa mendatang.”
“Mas tidak mempercayainya?”
“Tentu saja tidak. Ini tidak hanya menyangkut
pemberian sebuah kebaikan atau pemberian maaf. Akan ada nyawa dipertaruhkan.”
“Ya ampun Mas, sebegitunya sih ….”
“Itu benar, karena dia pernah melakukannya. Tega
menyiksa bayi yang belum lama lahir. Tidak menyiksanya secara langsung, tapi
perbuatannya nyaris menghilangkan nyawa anak kita. Aku … maaf … tidak bisa begitu
saja menerimanya. Kalau kamu ingin berbaik hati, terimalah dia dengan sikap
baikmu, atau menolongnya apabila dia membutuhkan pertolongan, tapi jangan
membawanya ke dalam kehidupan kita.”
“Tapi Mas.”
“Sudah, hentikan omong kosong ini. Dan ingat, jangan
terlalu dekat sama dia, jangan membawanya ke rumah ini, lebih-lebih membawanya
kedalam kehidupan kita.”
Retno menghela napas. Niat baiknya ditolak
mentah-mentah oleh suaminya. Tapi mungkin suaminya benar, tidak mudah begitu
saja mempercayai seseorang yang nyaris menghilangkan nyawa anak bayinya.
***
Siang hari itu Kori berjalan menyusuri pusat
pertokoan. Ia kemudian masuk ke sebuah warung yang sepi pengunjung. Bukan hanya
merasa lapar, tapi ia sedang ingin merenung. Pertemuannya dengan Sapto saat di
acara pertunangan Wahyudi, lalu di taman saat dia menolong Qila kecil yang
terjatuh, membuahkan pemikiran yang sesungguhnya terasa menyakitkan.
Keterlukaan hatinya saat dia keluar dari penjara, dan melarikannya dengan
mabuk-mabukan, tak membuahkan kepuasan seperti yang diharapkannya. Ia bahkan berlaku
seperti orang gila, lalu rasa sakit kembali meremas-remas hatinya. Sakit itu
lebih terasa ketika melihat sikap Sapto yang menatapnya tanpa belas, dan bahkan
menolaknya ketika dia mencoba mengemis cintanya. Ia tahu, belum ada yang mau
mempercayainya setelah dia melakukan kejahatan menjadi dalang penculikan bayi
Qila, walau dia telah menerima hukumannya. Berusaha menolongpun, dicurigainya juga,
Ketika pesanan makanan sederhana dan minum teh manis
telah terhidang, ia masih belum ingin menjamahnya. Ia masih berusaha menyaring,
menimbang, dan kemudian mengerti, bahwa sebuah kejahatan yang dilakukan ternyata
tidak akan membuatnya tenang, selama dia masih ingin mengejar sesuatu yang
bergejolak dihatinya ketika sakit dan dendam masih mengusiknya. Tidak, dia
ingin lebih merasa tenang. Dia tak menginginkan apa-apa lagi kecuali hidup
tenang dan menyembuhkan rasa sakit yang masih selalu mengikutinya.
Lalu ia menyantap makanan yang dipesannya, meneguk
habis minuman setelahnya, kemudian berdiri setelah meninggalkan sejumlah uang
di meja, di mana dia makan.
“Oh ya, aku kan harus mengirimi Qila makan juga,”
gumamnya. Lalu ia memesan makanan untuk Qila, baru kemudian menuju ke tempat di
mana Qila ditahan.
***
“Qila ingin menjual mobilnya, ia menelpon dari kantor
polisi,” kata Wisnu kepada ayahnya.
“Bagaimana menurut kamu?”
“Biar saja, kan Wisnu sudah memberikannya, tapi kan
saat ini mobil itu masih menjadi barang bukti di pengadilan.”
“Menurut bapak, bagaimana kalau kamu saja yang
membelinya, jadi mobil itu bisa kembali lagi menjadi milik kamu,” saran pak
Kartiko.
“Begitu ya Pak?”
“Ini hanya saran bapak, terserah kamu, apakah kamu
setuju atau tidak.”
“Sepertinya saran Bapak sangat bagus, baiklah, setelah
selesai perkaranya, saya akan membeli lagi mobil itu, jadi tidak usah balik
nama lagi.”
“Nah, begitu lebih baik kan?”
“Ya Pak.”
“Bagaimana tentang saran Bapak tentang Lasmi?”
“Aduh, jangan dulu dong Pak, Wisnu belum akan
memikirkan mencari istri, biarlah begini dulu.”
“Baiklah, tapi kan kamu harus ingat, bahwa anak kamu
juga butuh seorang ibu.”
“Mengapa Bapak memilih Lasmi?”
“Menurut bapak dia baik, pintar. Kalau dia bisa
menerima Karmila, mengapa tidak?”
“Apa dia bisa menerima Wisnu? Kita lihat dulu, seandainya dia menerima Wisnu nanti, apakah karena Wisnu kaya, atau karena dia memang
cinta. Wisnu tidak mau lagi terkecoh dengan kecantikan seseorang, yang hanya
cantik luarnya tapi busuk di dalamnya.”
“Itu bagus, bapak akan mendukungmu. Mulai sekarang
amatilah dia dan segala sifat-sifatnya. Lalu cobalah sesekali ajak Mila ke kantor
kamu, dan lihat bagaimana Lasmi menerimanya.”
“Baiklah Pak, tapi jangan tergesa-gesa ya.”
“Bapak hanya ingin kamu tenang dan bahagia.”
***
“Mengapa lama sekali? Aku lapar, tahu?” kesal Qila
ketika Kori datang membawakan makanan saat hari sudah siang.
“Aku habis jalan-jalan.”
“Enak saja, kamu jalan-jalan dan aku mendekam dalam
tahanan?”
“Kenapa marah-marah? Bukan aku yang salah,” jawab Kori
enteng.
“Kamu tinggal di rumah aku, mengapa keberatan membantu
aku?”
“Aku tidak mau kamu memarahi aku seenak perut kamu
sendiri. Kalau memang aku tinggal di rumah kamu itu menjadikan kamu merasa bisa
memerintah aku seenak kamu, lebih baik aku keluar dari rumah itu.”
“Apa katamu?”
“Besok aku akan memberikan semua uang cash kamu yang
ada, juga kunci rumah,” kata Kori sambil beranjak pergi.
“Kori, jangan begitu. Baiklah, aku salah, tapi aku
butuh seseorang, dan itu kamu. Jangan meninggalkan aku. Aku minta maaf,
tetaplah tinggal di rumah aku,” kata Qila memohon.
“Terimalah yang kamu alami ini sebagai pelajaran untuk
kamu. Dalam merenung, aku mulai menyadari bahwa kelakuan yang pernah aku
lakukan, akhirnya juga menyakiti hati aku sendiri. Sakit karena merasa berbeda
dengan orang lain. Sakit karena banyak orang merendahkan bekas pesakitan
seperti aku. Sakit karena kepercayaan setiap orang terhadap aku sudah luntur
dan susah untuk diperbaiki kembali.”
Qila tak menjawab, ia mencoba mengurai apa yang
diucapkan sahabat barunya. Melihat dengan mata hatinya, adakah luka dan rasa
sakit yang dirasakannya sebagai akibat dari perbuatannya?
***
Hari bagai berlari begitu cepat, ketika saat yang
ditunggu itu tiba.
Perhelatan itu sudah dilakukan. Hari itu Wahyudi resmi
menjadi suami Murni setelah mengucapkan akad nikah yang sudah lama ingin
dilakukannya.
“Aku terima nikahnya Murni binti Sarwono, dengan mas
kawin seperangkat alat sholat.”
Lalu seperti biasa ungkapan kata ‘SAH’ menggema di
seluruh ruangan, dibarengi dengan rasa syukur diantara seluruh keluarga.
***
Bahagia itu sederhana. Bahagia itu adalah ketika
sebuah perahu di dayung menyusuri alur, lalu berlabuh di sebuah muara yang
diimpikan.
Kemudian menatap langit penuh bintang, dengan sepotong
bulan menyala dengan manisnya,
“Malam ini aku yakin, bahwa aku bukanlah perjaka tua,
karena aku sudah memiliki kembang cantik yang aku boleh menyebutnya, ‘isteriku.’
“Iya. Aku melakukannya karena aku kasihan sama Mas,
yang selalu aku sebut sebagai perjaka tua,” kata Murni sambil tersenyum.
“Jadi kamu mau menjadi istriku karena kasihan? Bukan cinta?”
“Kasih tahu nggak ya,” ya ampuun, Murni masih ingin
menggoda suaminya.
“Jawab dong Murni.”
“Adakah seorang yang terpaksa melakukan, tapi
menjalaninya sambil tersenyum dan tertawa-tawa?”
“Hm, pintar berteka-teki ya. Tapi aku kan harus
mendengar dengan jelas walau aku sudah tahu jawabnya. Hayo katakan, cinta tidak
sama aku?”
Murni tunduk tersipu, malam itu, di dalam kamar
pengantin, Wahyudi masih menanyakan sesuatu yang sebenarnya sudah tahu apa
jawabnya.
“Jawab Murni, cinta atau tidak?” tanya Wahyudi
mendesak, sambil semakin mendekati istrinya.
“Baiklah … baiklah … iya, aku cinta, tapi malam ini
aku mau tidur di kamar ibu,” kata Murni sambil beranjak menjauh, kemudian lari
keluar dari kamar.
Wahyudi menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Tentu saja bu Lasminah terkejut, ketika Murni tiba-tiba
masuk ke kamarnya dan merangkulnya.
“Murni, apa yang kamu lakukan?”
“Ibu, ijinkan aku tidur bersama Ibu.”
“Apa maksudmu? Pengantin harus tidur bersama suaminya.”
“Tolonglah Bu, aku masih takut,” rengeknya sambil
bersembunyi di balik ketiak ibunya.
Bu Lasminah tersenyum mengerti, anaknya masih belia.
***
T A M A T.
************************
Pada suatu hari, seorang pangeran menunggang kuda
putih menghampiri seorang putri yang duduk merenung di sebuah danau.
“MAUKAH KAMU MENJADI ISTRIKU?"
Seperti sebuah dongeng ya.
Tapi ternyata jawaban sang putri adalah TIDAK.
Ikutilah
kisahnya dalam SEBUAH JANJI.
Yuuk, besok-besok lagi ya.
**************************
Horéé
ReplyDeleteHorree....mbk Iin juara 1
DeleteSelamat kancilku.....
DeleteBerhasil lagi juara 1
Terima jasih bunda Tien,
Matur nuwun mbak Tien-ku Kembang Cantikku sudah berkunjung
ReplyDeleteNah selesai sudah cerbung KC di episode 43. Sekali lancung ke ujian seumur hidup orang tak percaya.
DeleteSalam sehat mbak Tien, kami tunggu Sebuah Janji dengan sabar.
Semoga mbak Tien sukses selalu... aamiin.
Yees...
ReplyDeleteAlhamdulillah KC~43 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien π
ReplyDeleteAlhamdulillah Matirnuwun
ReplyDeletealhamdulilah...akhirnya yg ditunggu hadir...
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAsyik sdh tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah sudah tayamg KC episode 43
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat walafiat bersama keluarga tercinta aamiin
Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU 43 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah
ReplyDeleteWah, sudah tamat...terima kasih, ibu Tien...siap menunggu "Sebuah Janji".π
ReplyDeleteAlhamdulillah ..... sdh tayang. Trimakasih bu Tien..... Sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah....KC 43 dah tayang sekaligus Tamat...mksh Bu Tien selamat malam selamat rehat...kami tunggu cerita selanjutnya..
ReplyDeleteAlhamdulillah, terimakasih bund, salam sehat...
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien.
Salam sehat selalu
Wah kembang cantikku akirnya tamat jg.Tks mbak Tien.
ReplyDeleteDitunggu Sebuah janji nya lho.
Salam aduhai dari Tegal
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah, sudah tamat. Matur nuwun, sehat selalu bunda Tien ..
ReplyDeleteAlhamdulillah, Kembang Cantikku sudah tamat pada Eps. 43 dengan happy ending. Matur nuwun buTien Kumalasari, semoga tetap sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin YRA.
ReplyDeleteTerima kasih bu tien cerbungnya, saya tunggu cerbung berikutnya
ReplyDeleteMaturnuwun ibu Tien, siap menunggu karya ibu selanjutnya, semoga sehat selalu dan sukses
ReplyDeleteTrims Bu Tien....lah udah tamat
ReplyDeleteAlhamdulillah KC-43 sdh tayang dan tyt eps tamat. Mlm bahagia tanpa kembang cantiknya... Kebahagiaan Wahyudi berhsl mempersunting Murni smg samawa smp jannahnya nti.. tdk ditikung oleh kumbang kampus ketika berhsl menikmati masa2 kuliahnya nti spt janji Wahyudi memberi kesempatan Murni kuliah. Inikah Sebuah Janji dimasa depan? Trmksh mb Tien ditunggu tayangnya SJ π₯°π€π
ReplyDeleteAkhir yg bahagia...matur nuwun bunda Tien..
ReplyDeleteditunggu SEBUAH JANJI yg tentunnya semakin ADUHAI..
Terima ksih bunda Tien..akhirnya penuh kebahagian..ending yg sangat bagus..smf bunda sht sll dan tetap berkarya cerbung2 yg sangat oke..shr sll y bundaqu sayang..ππΉπ₯°
ReplyDeleteAlhamdulillah hapoy ending ... matur nuwun bunda.... sllu dinanti cerita baru selanjutnya. Salam sehat dan salam aduhai...
ReplyDeleteTamat ya, syukurlah berakhir bahagia.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Ditunggu cerita barunya.
Tamat.trima kasih bu Tien
ReplyDeleteHoreee....tamat...dan semua bahagiaaah
ReplyDeleteTerimakasih mbak Tien atas cerbung nya...byk hikmah dan pelajaran yg bisa dipetik
Menunggu cerita yang terbaru....Tayang☺️
Alhamdulillah KC sdh tamat dengan akhir yg menyenangkan.....
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, ditunggu cerbung lainya....ππππ
Kasihan Wahyudi tak bisa menikmati malam pertama karena cerbung keburu habis. π
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
Alhamdulillah,, matur nuwun bu Tienku
ReplyDeleteSenangnya semua berakhir bahagia ππ
Asyik cerbung baru ,matur nuwun
Salam sehat wal'afiat bu Tien
Alhamdulillah, suwun bu Tien semua berakhir bahagia
ReplyDeleteSalam sehat selalu
Wah sudah tamat
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih sdh hatam di episode 43 dgn dua mantan istri yg gak jelas bagaimana kelanjutan nasibnya....π
ReplyDeleteMatur nuwun Bi Tien, Kembang Cantikku sdh tamat. Menunggu Sebuah Janji....
ReplyDeleteSentuhan hati memanggil rasa damai agar tenang menjalani kehidupan yang masih harus ditempuh bisakah sentuhan lembut bahkan kabut kasih sayang menyentuh idaman hati; disana ada rindu yang digapai, buah hati, bisakah kasih tulusnya terlukis lekat dikedalaman hati?!
ReplyDeleteHanya kerinduan yang menuntut
Terimakasih Bu Tien,
Kembang cantikku yang ke empat puluh tiga sudah tayang;
Sebuah ending cerita yang indah penuh harap dari orang² yang terjepit di sudut pandang.
Sehat-sehat selalu doaku, sejahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
π
Sayang ya malam pertama Wahyudi keburu cutheelll ... semoga nanti ada kelanjutannya khusus eps Wahyudi....Matur suwun Bu Tien tetap sehat dan semangat...
ReplyDelete