Tuesday, August 9, 2022

KEMBANG CANTIKKU 43

 

KEMBANG CANTIKKU 43

(Tien Kumalasari)

 

Qila tampak menangis, sepertinya dia kesakitan, dan terlihat wanita itu menenangkannya dengan menepuk-nepuk punggungnya.

“Nggak apa-apa sayang, mana yang sakit?” tanya wanita itu.

“Iniiii… iniiii ….” Qila menunjuk ke arah lututnya yang berdarah.

Wanita itu menurunkannya untuk melihat lukanya, sementara Wahyudi sudah sampai di dekat mereka. Wahyudi terkejut melihat wanita itu.

“Kamu? Bukankah kamu yang …  yang … mengacaukan acara saya bukan? Kamu yang bernama Kori?”

“Maaf, aku ingin mengobati luka anak ini dulu,” katanya sambil membuka tasnya, lalu mengambil pleter dari dalamnya.

Ia mengambil kapas dan cairan berwarna kuning dari dalam tas itu juga.

“Lukanya dibersihkan dulu ya …” kata Kori sambil membasahi kapas itu dengan cairan kuning, lalu pelan-pelan dibersihkannya luka Qila. Qila menjerit-jerit.

“Sakit sedikit sayang.”

“Hei, cairan apa yang kamu pakai itu? Jangan-jangan racun,” kata Wahyudi sambil merebut botol cairan.

“Aku pernah melakukan hal buruk, aku mengerti kalau kamu tidak mempercayai aku. Tapi ini cairan yang namanya Rivanol, aku mempergunakannya untuk membersihkan lukanya.”

“Apa kamu dokter?”

“Bukan, aku pernah terluka, lalu membeli obat di apotek. Ini kebetulan masih ada di dalam tasku,” katanya sambil menutup luka kecil Qila dengan plester.

“Sudah tidak sakit kan?” tanyanya kepada Qila yang kemudian merangkul Wahyudi yang segera menggendongnya.

“Makanya jangan lari-lari,” tegur Wahyudi sambil menciumi pipi Qila.

“Qila mau main petak umpet,” katanya sambil mengusap air matanya.

“Terima kasih telah menolong Qila,” kata Wahyudi kepada wanita yang diketahuinya sebagai bekas istri Sapto.

“Di mana orang tuanya?”

“Di rumahnya.”

“Oh, baiklah, saya permisi,” katanya sambil menowel pipi Qila, lalu membalikkan tubuhnya, menjauh.

Tapi sebelum jauh melangkah, didengarnya sebuah panggilan.

“Kori !!”

Kori menoleh. Dilihatnya Sapto berjalan bersama Retno, bergegas mendatanginya. Ia menghentikan langkahnya.

“Apa yang kamu lakukan pada anakku?”

 Rupanya Sapto melihat saat Kori menurunkan Qila dari gendongannya,

“Tidak ada. Dia terjatuh dan aku hanya mengobati lukanya,” katanya lalu membalikkan tubuhnya.

Sapto menatap Wahyudi yang kemudian mengangguk.

“Tunggu,” kali ini yang berteriak adalah Retno. Kori kembali berhenti, menatap wanita cantik yang perutnya membuncit dengan perasaan tak menentu.

“Terima kasih ya.”

“Sama-sama,” jawabnya sambil tersenyum.

“Mau kemana, kok ada di sini?”

“Sedang jalan-jalan saja, kebetulan melihat anak kecil terjatuh, ternyata Qila.”

“Oh …”

“Apa kamu mencurigai aku akan berbuat jahat?”

“Tidak … “

“Baiklah, aku pergi dulu. Anakmu cantik, maaf aku pernah membuatnya sakit saat bayi,” katanya. Retno merasa trenyuh melihat air mata mengambang di sepasang mata beningnya.

“Sudah, lupakanlah.”

“Salam untuk suami kamu, dan juga anakmu,” katanya, kemudian berlalu.

“Tunggu.”

Kembali Kori berhenti.

“Di mana kamu tinggal? Aku tahu rumah kamu masih dikontrak orang.”

“Aku tinggal di rumah Qila, selama dia ditahan, dan mungkin akan dipenjara,” lalu Kori benar-benar melangkah pergi. Retno menatapnya sampai dia menghilang di pengkolan jalan.

Ketika Retno membalikkan tubuhnya,dilihatnya Qila sudah ada dipangkuan ayahnya, yang duduk berdampingan dengan Wahyudi di bangku taman.

“Ngapain kamu mengejar dia?”

“Hanya omong-omong saja. Kasihan ya dia.”

“Ah, kamu itu. Ayo kita ajak mas Wahyudi jalan-jalan. Sudah lama kita tidak jalan bersama kan?” ajak Sapto.

Tentu saja Wahyudi tak bisa menolaknya.

***

Malam itu Retno berbincang dengan suaminya, tentang Kori. Walaupun Sapto agak kesal, tapi ia mendengarkan apa yang Retno katakan.

“Aku kasihan sama Kori.”

“Apa maksudmu?”

“Kasihan. Dia itu kan sudah tidak punya siapa-siapa, tidak punya rumah tinggal juga.”

“Mengapa kamu peduli sama dia? Kamu lupa pada semua yang pernah dilakukannya?”

“Manusia itu kan punya hati. Dan kalau punya hati pasti dia juga punya kata maaf yang bisa ditumpahkannya dengan segala keikhlasan.”

“Bagaimana kalau dia menjahati kamu?”

“Biarkanlah orang lain berbuat jahat, asalkan kita bisa membersihkan diri kita dengan perilaku bersih. Bukankah menanam kebaikan juga akan berbuah kebaikan?”

“Aku tidak mengerti arah pembicaraan kamu. Baiklah, kita sudah memaafkan apa yang pernah dia lakukan, toh dia sudah mendapatkan hukumannya. Lalu apa?”

“Aku ingat waktu acara lamaran mas Wahyudi, dia masih berharap kembali pada Mas bukan?”

“Iya, kan aku yang mengatakannya sama kamu.”

“Mengapa Mas menolaknya?”

“Apa maksudmu Retno? Tentu saja aku menolaknya.”

“Karena sudah ada aku?”

“Bukan hanya itu.”

“Karena Mas tidak bisa memaafkannya?”

“Retno, sebenarnya apa yang kamu pikirkan?”

“Aku kasihan sama dia.”

“Lalu …?”

“Tidak apa-apa seandainya Mas mau menerimanya kembali.”

“Apa?” Sapto membulatkan matanya.

“Bukankah dulunya dia juga istri Mas, dan aku hanyalah istri muda? Bukankah dia sudah meminta maaf?”

“Kamu tidak bisa membicarakan masalah itu dengan begitu mudahnya. Banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam setiap langkah yang akan kita lakukan.”

“Misalnya?”

“Sebuah permintaan maaf bukan berarti dia akan bisa melakukan hal baik di masa mendatang.”

“Mas tidak mempercayainya?”

“Tentu saja tidak. Ini tidak hanya menyangkut pemberian sebuah kebaikan atau pemberian maaf. Akan ada nyawa dipertaruhkan.”

“Ya ampun Mas, sebegitunya sih ….”

“Itu benar, karena dia pernah melakukannya. Tega menyiksa bayi yang belum lama lahir. Tidak menyiksanya secara langsung, tapi perbuatannya nyaris menghilangkan nyawa anak kita. Aku … maaf … tidak bisa begitu saja menerimanya. Kalau kamu ingin berbaik hati, terimalah dia dengan sikap baikmu, atau menolongnya apabila dia membutuhkan pertolongan, tapi jangan membawanya ke dalam kehidupan kita.”

“Tapi Mas.”

“Sudah, hentikan omong kosong ini. Dan ingat, jangan terlalu dekat sama dia, jangan membawanya ke rumah ini, lebih-lebih membawanya kedalam kehidupan kita.”

Retno menghela napas. Niat baiknya ditolak mentah-mentah oleh suaminya. Tapi mungkin suaminya benar, tidak mudah begitu saja mempercayai seseorang yang nyaris menghilangkan nyawa anak bayinya.

***

Siang hari itu Kori berjalan menyusuri pusat pertokoan. Ia kemudian masuk ke sebuah warung yang sepi pengunjung. Bukan hanya merasa lapar, tapi ia sedang ingin merenung. Pertemuannya dengan Sapto saat di acara pertunangan Wahyudi, lalu di taman saat dia menolong Qila kecil yang terjatuh, membuahkan pemikiran yang sesungguhnya terasa menyakitkan. Keterlukaan hatinya saat dia keluar dari penjara, dan melarikannya dengan mabuk-mabukan, tak membuahkan kepuasan seperti yang diharapkannya. Ia bahkan berlaku seperti orang gila, lalu rasa sakit kembali meremas-remas hatinya. Sakit itu lebih terasa ketika melihat sikap Sapto yang menatapnya tanpa belas, dan bahkan menolaknya ketika dia mencoba mengemis cintanya. Ia tahu, belum ada yang mau mempercayainya setelah dia melakukan kejahatan menjadi dalang penculikan bayi Qila, walau dia telah menerima hukumannya. Berusaha menolongpun, dicurigainya juga,

Ketika pesanan makanan sederhana dan minum teh manis telah terhidang, ia masih belum ingin menjamahnya. Ia masih berusaha menyaring, menimbang, dan kemudian mengerti, bahwa sebuah kejahatan yang dilakukan ternyata tidak akan membuatnya tenang, selama dia masih ingin mengejar sesuatu yang bergejolak dihatinya ketika sakit dan dendam masih mengusiknya. Tidak, dia ingin lebih merasa tenang. Dia tak menginginkan apa-apa lagi kecuali hidup tenang dan menyembuhkan rasa sakit yang masih selalu mengikutinya.

Lalu ia menyantap makanan yang dipesannya, meneguk habis minuman setelahnya, kemudian berdiri setelah meninggalkan sejumlah uang di meja, di mana dia makan.

“Oh ya, aku kan harus mengirimi Qila makan juga,” gumamnya. Lalu ia memesan makanan untuk Qila, baru kemudian menuju ke tempat di mana Qila ditahan.

***

“Qila ingin menjual mobilnya, ia menelpon dari kantor polisi,” kata Wisnu kepada ayahnya.

“Bagaimana menurut kamu?”

“Biar saja, kan Wisnu sudah memberikannya, tapi kan saat ini mobil itu masih menjadi barang bukti di pengadilan.”

“Menurut bapak, bagaimana kalau kamu saja yang membelinya, jadi mobil itu bisa kembali lagi menjadi milik kamu,” saran pak Kartiko.

“Begitu ya Pak?”

“Ini hanya saran bapak, terserah kamu, apakah kamu setuju atau tidak.”

“Sepertinya saran Bapak sangat bagus, baiklah, setelah selesai perkaranya, saya akan membeli lagi mobil itu, jadi tidak usah balik nama lagi.”

“Nah, begitu lebih baik kan?”

“Ya Pak.”

“Bagaimana tentang saran Bapak tentang Lasmi?”

“Aduh, jangan dulu dong Pak, Wisnu belum akan memikirkan mencari istri, biarlah begini dulu.”

“Baiklah, tapi kan kamu harus ingat, bahwa anak kamu juga butuh seorang ibu.”

“Mengapa Bapak memilih Lasmi?”

“Menurut bapak dia baik, pintar. Kalau dia bisa menerima Karmila, mengapa tidak?”

“Apa dia bisa menerima Wisnu? Kita lihat dulu, seandainya dia menerima Wisnu nanti,  apakah karena Wisnu kaya, atau karena dia memang cinta. Wisnu tidak mau lagi terkecoh dengan kecantikan seseorang, yang hanya cantik luarnya tapi busuk di dalamnya.”

“Itu bagus, bapak akan mendukungmu. Mulai sekarang amatilah dia dan segala sifat-sifatnya. Lalu cobalah sesekali ajak Mila ke kantor kamu, dan lihat bagaimana Lasmi menerimanya.”

“Baiklah Pak, tapi jangan tergesa-gesa ya.”

“Bapak hanya ingin kamu tenang dan bahagia.”

***

“Mengapa lama sekali? Aku lapar, tahu?” kesal Qila ketika Kori datang membawakan makanan saat hari sudah siang.

“Aku habis jalan-jalan.”

“Enak saja, kamu jalan-jalan dan aku mendekam dalam tahanan?”

“Kenapa marah-marah? Bukan aku yang salah,” jawab Kori enteng.

“Kamu tinggal di rumah aku, mengapa keberatan membantu aku?”

“Aku tidak mau kamu memarahi aku seenak perut kamu sendiri. Kalau memang aku tinggal di rumah kamu itu menjadikan kamu merasa bisa memerintah aku seenak kamu, lebih baik aku keluar dari rumah itu.”

“Apa katamu?”

“Besok aku akan memberikan semua uang cash kamu yang ada, juga kunci rumah,” kata Kori sambil beranjak pergi.

“Kori, jangan begitu. Baiklah, aku salah, tapi aku butuh seseorang, dan itu kamu. Jangan meninggalkan aku. Aku minta maaf, tetaplah tinggal di rumah aku,” kata Qila memohon.

“Terimalah yang kamu alami ini sebagai pelajaran untuk kamu. Dalam merenung, aku mulai menyadari bahwa kelakuan yang pernah aku lakukan, akhirnya juga menyakiti hati aku sendiri. Sakit karena merasa berbeda dengan orang lain. Sakit karena banyak orang merendahkan bekas pesakitan seperti aku. Sakit karena kepercayaan setiap orang terhadap aku sudah luntur dan susah untuk diperbaiki kembali.”

Qila tak menjawab, ia mencoba mengurai apa yang diucapkan sahabat barunya. Melihat dengan mata hatinya, adakah luka dan rasa sakit yang dirasakannya sebagai akibat dari perbuatannya?

***

Hari bagai berlari begitu cepat, ketika saat yang ditunggu itu tiba.

Perhelatan itu sudah dilakukan. Hari itu Wahyudi resmi menjadi suami Murni setelah mengucapkan akad nikah yang sudah lama ingin dilakukannya.

“Aku terima nikahnya Murni binti Sarwono, dengan mas kawin seperangkat alat sholat.”

Lalu seperti biasa ungkapan kata ‘SAH’ menggema di seluruh ruangan, dibarengi dengan rasa syukur diantara seluruh keluarga.

***

Bahagia itu sederhana. Bahagia itu adalah ketika sebuah perahu di dayung menyusuri alur, lalu berlabuh di sebuah muara yang diimpikan.

Kemudian menatap langit penuh bintang, dengan sepotong bulan menyala dengan manisnya,

“Malam ini aku yakin, bahwa aku bukanlah perjaka tua, karena aku sudah memiliki kembang cantik yang aku boleh menyebutnya, ‘isteriku.’

“Iya. Aku melakukannya karena aku kasihan sama Mas, yang selalu aku sebut sebagai perjaka tua,” kata Murni sambil tersenyum.

“Jadi kamu mau menjadi istriku karena kasihan? Bukan cinta?”

“Kasih tahu nggak ya,” ya ampuun, Murni masih ingin menggoda suaminya.

“Jawab dong Murni.”

“Adakah seorang yang terpaksa melakukan, tapi menjalaninya sambil tersenyum dan tertawa-tawa?”

“Hm, pintar berteka-teki ya. Tapi aku kan harus mendengar dengan jelas walau aku sudah tahu jawabnya. Hayo katakan, cinta tidak sama aku?”

Murni tunduk tersipu, malam itu, di dalam kamar pengantin, Wahyudi masih menanyakan sesuatu yang sebenarnya sudah tahu apa jawabnya.

“Jawab Murni, cinta atau tidak?” tanya Wahyudi mendesak, sambil semakin mendekati istrinya.

“Baiklah … baiklah … iya, aku cinta, tapi malam ini aku mau tidur di kamar ibu,” kata Murni sambil beranjak menjauh, kemudian lari keluar dari kamar.

Wahyudi menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Tentu saja bu Lasminah terkejut, ketika Murni tiba-tiba masuk ke kamarnya dan merangkulnya.

“Murni, apa yang kamu lakukan?”

“Ibu, ijinkan aku tidur bersama Ibu.”

“Apa maksudmu? Pengantin harus tidur bersama suaminya.”

“Tolonglah Bu, aku masih takut,” rengeknya sambil bersembunyi di balik ketiak ibunya.

Bu Lasminah tersenyum mengerti, anaknya masih belia.

***

T A M A T.

 

************************

 

Pada suatu hari, seorang pangeran menunggang kuda putih menghampiri seorang putri yang duduk merenung di sebuah danau.

“MAUKAH KAMU MENJADI ISTRIKU?"

Seperti sebuah dongeng ya.

Tapi ternyata jawaban sang putri adalah TIDAK.

 Ikutilah kisahnya dalam SEBUAH JANJI.

Yuuk, besok-besok lagi ya.

 

**************************

43 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Kembang Cantikku sudah berkunjung

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah selesai sudah cerbung KC di episode 43. Sekali lancung ke ujian seumur hidup orang tak percaya.
      Salam sehat mbak Tien, kami tunggu Sebuah Janji dengan sabar.
      Semoga mbak Tien sukses selalu... aamiin.

      Delete
  2. Alhamdulillah KC~43 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien πŸ™

    ReplyDelete
  3. alhamdulilah...akhirnya yg ditunggu hadir...

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah sudah tayamg KC episode 43
    Terimakasih bunda Tien Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat walafiat bersama keluarga tercinta aamiin

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU 43 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  6. Wah, sudah tamat...terima kasih, ibu Tien...siap menunggu "Sebuah Janji".πŸ˜€

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah ..... sdh tayang. Trimakasih bu Tien..... Sehat selalu

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah....KC 43 dah tayang sekaligus Tamat...mksh Bu Tien selamat malam selamat rehat...kami tunggu cerita selanjutnya..

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah, terimakasih bund, salam sehat...

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah
    Terimakasih bu Tien.
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  11. Wah kembang cantikku akirnya tamat jg.Tks mbak Tien.
    Ditunggu Sebuah janji nya lho.
    Salam aduhai dari Tegal

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah, sudah tamat. Matur nuwun, sehat selalu bunda Tien ..

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah, Kembang Cantikku sudah tamat pada Eps. 43 dengan happy ending. Matur nuwun buTien Kumalasari, semoga tetap sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin YRA.

    ReplyDelete
  14. Terima kasih bu tien cerbungnya, saya tunggu cerbung berikutnya

    ReplyDelete
  15. Maturnuwun ibu Tien, siap menunggu karya ibu selanjutnya, semoga sehat selalu dan sukses

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah KC-43 sdh tayang dan tyt eps tamat. Mlm bahagia tanpa kembang cantiknya... Kebahagiaan Wahyudi berhsl mempersunting Murni smg samawa smp jannahnya nti.. tdk ditikung oleh kumbang kampus ketika berhsl menikmati masa2 kuliahnya nti spt janji Wahyudi memberi kesempatan Murni kuliah. Inikah Sebuah Janji dimasa depan? Trmksh mb Tien ditunggu tayangnya SJ πŸ₯°πŸ€—πŸ™

    ReplyDelete
  17. Akhir yg bahagia...matur nuwun bunda Tien..
    ditunggu SEBUAH JANJI yg tentunnya semakin ADUHAI..

    ReplyDelete
  18. Terima ksih bunda Tien..akhirnya penuh kebahagian..ending yg sangat bagus..smf bunda sht sll dan tetap berkarya cerbung2 yg sangat oke..shr sll y bundaqu sayang..πŸ™πŸŒΉπŸ₯°

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah hapoy ending ... matur nuwun bunda.... sllu dinanti cerita baru selanjutnya. Salam sehat dan salam aduhai...

    ReplyDelete
  20. Tamat ya, syukurlah berakhir bahagia.
    Makasih mba Tien.
    Ditunggu cerita barunya.

    ReplyDelete
  21. Horeee....tamat...dan semua bahagiaaah
    Terimakasih mbak Tien atas cerbung nya...byk hikmah dan pelajaran yg bisa dipetik
    Menunggu cerita yang terbaru....Tayang☺️

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah KC sdh tamat dengan akhir yg menyenangkan.....
    Terima kasih Bu Tien, ditunggu cerbung lainya....πŸ˜ŠπŸ™πŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  23. Kasihan Wahyudi tak bisa menikmati malam pertama karena cerbung keburu habis. πŸ˜€
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah,, matur nuwun bu Tienku
    Senangnya semua berakhir bahagia πŸ˜ŠπŸ™
    Asyik cerbung baru ,matur nuwun

    Salam sehat wal'afiat bu Tien

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah, suwun bu Tien semua berakhir bahagia
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  26. Terima kasih sdh hatam di episode 43 dgn dua mantan istri yg gak jelas bagaimana kelanjutan nasibnya....πŸ˜‚

    ReplyDelete
  27. Matur nuwun Bi Tien, Kembang Cantikku sdh tamat. Menunggu Sebuah Janji....

    ReplyDelete
  28. Sentuhan hati memanggil rasa damai agar tenang menjalani kehidupan yang masih harus ditempuh bisakah sentuhan lembut bahkan kabut kasih sayang menyentuh idaman hati; disana ada rindu yang digapai, buah hati, bisakah kasih tulusnya terlukis lekat dikedalaman hati?!
    Hanya kerinduan yang menuntut


    Terimakasih Bu Tien,

    Kembang cantikku yang ke empat puluh tiga sudah tayang;
    Sebuah ending cerita yang indah penuh harap dari orang² yang terjepit di sudut pandang.
    Sehat-sehat selalu doaku, sejahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    πŸ™

    ReplyDelete
  29. Sayang ya malam pertama Wahyudi keburu cutheelll ... semoga nanti ada kelanjutannya khusus eps Wahyudi....Matur suwun Bu Tien tetap sehat dan semangat...

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 01

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...