Friday, July 1, 2022

KEMBANG CANTIKKU 10

 

KEMBANG CANTIKKU  10

(Tien Kumalasari)                       

 

“Nah, ini Yud, namanya Murni. Adiknya Murti, tapi agak galak dia,” kata Nano sambil tertawa.

Murni merengut, tapi ia mengulurkan tangannya ketika Wahyudi menyalaminya.

“Wahyudi …” kata Wahyudi sambil terus memandangi Murni, membuat Murni tersipu lalu menundukkan kepala.

“Aku buatkan minum dulu ya Mas,” kata Murti.

“Biar aku saja,” kata Murni yang kemudian langsung berlari ke dalam rumah. Rupanya dia mendapatkan jalan untuk menghindari tatapan Wahyudi yang membuatnya risih dan malu.

Tapi ketika sampai di belakang, ternyata ibunya sudah membuatkan minum untuk tamu-tamu di rumahnya.

“Ini Murni, sudah ibu buatkan, langsung bawa ke depan sana.”

“Iih, aku malu Bu,” kata Murni yang kemudian malah duduk di kursi.

“Gimana sih kamu ini,  cuma menyajikan minum saja kok malu. Lagian apa kamu nggak kenal sama calon ipar kamu?” tegur ibunya.

“Kalau mas Nano aku kenal, satunya itu …””

“Lha kalau belum kenal ya kenalan dulu, Kalau sudah kenalan kan pasti kenal.”

“Malu aku Bu, dilihatin terus. Apa dia belum pernah melihat manusia ya ?”

“Sudah, ayo bawa ke depan, sama ada singkong  goreng itu, dibawa sekalian,” ibunya memaksa.

Murni mengambil nampan yang sudah disiapkan ibunya, dengan beberapa gelas minuman teh di atasnya.

Ia menyajikannya dengan wajah masam.

Tapi Murti melihatnya sambil tersenyum. Ia membantu meletakkan gelas-gelas minum itu di meja. Lalu Murni kembali ke belakang. Ia heran, jantungnya terasa berdebar lebih kencang.

“Apa sih ini, kenapa aku berdebar-debar?” kata batinnya.

“Ini singkong gorengnya, bawa sekalian,” perintah ibunya.

“Hiih, kenapa tadi nggak sekalian? Aku harus bolak-balik ketemu dia dong.”

Sang ibu tertawa.

“Memangnya kalau ketemu kenapa?”

“Aku ganti baju dulu ya Bu.”

“Lha iya, tadi ibu juga mau bilang, dari tadi masih pakai seragam sekolah.”

Bu Lasmi, sang ibu, hanya tersenyum melihat Murni berlari-lari kecil masuk ke dalam kamarnya.

Bu Lasmi seorang janda, yang mengandalkan keahliannya menjahit, demi mencukupi kebutuhan keluarganya. Ia melakukannya sejak suaminya meninggal tujuh tahun yang lalu, dimana kemudian dia harus membesarkan dan menyekolahkan ke dua anaknya. Almarhum suaminya adalah seorang guru SD yang uang pensiunnya tidak seberapa, sehingga ia harus mencari tambahan dengan menerima jahitan. Murti anak sulungnya sudah lulus dua tahun yang lalu, dan sudah siap menikah ketika Marno melamarnya. Murni sudah kelas tiga SMA dan sebentar lagi diharapkannya lulus.

Dikampung itu, seorang gadis berumur tujuh belas sudah pantas untuk menikah. Kalau lebih malah dianggap tidak laku, dan itu sangat memalukan. Itu sebabnya, kedatangan Nano bersama seorang pria gagah itu membuat bu Lasmi berharap agar pria itu juga menyukai gadis bungsunya.

“Mana Bu, yang harus dibawa lagi? Ini ya?” tanya Murni yang sudah menggantikan seragam sekolahnya dengan baju rumahan.

“Iya, kan sudah ibu siapkan, kamu tinggal membawanya. Ingat, kamu harus bersikap baik kepada tamu kita,” pesan bu Lasmi wanti-wanti, karena Murni terkadang menampakkan sifatnya yang sedikit galak.

“Iya, aku tahu,” jawab Murni dengan cemberut.

“Senyum dong, kalau cemberut begitu, tamunya bisa takut.”

Murni menarik bibirnya, agar kelihatan seperti tersenyum.

“Masa sih, aku harus senyum-senyum di depan orang yang baru aku kenal. Nanti aku dikira kegenitan, bagaimana?” kata Murni dalam hati, karena dia tak berani membantah perkataan ibunya.

Murni muncul dan meletakkan sepiring singkong goreng, lalu Murti menariknya agar duduk di sebelahnya.

Murni mengerucutkan mulutnya, tapi ia menurut ketika kakaknya menyuruhnya duduk.

“Silakan diminum, dan itu singkong goreng dari kebun,” kata Murti mempersilakan.

“Baiklah, terima kasih. Ayo di minum,” ajaknya sambil menoleh ke arah Wahyudi yang sejak tadi diam saja.

Wahyudi mengangguk, lalu meraih gelas minumnya, sambil melirik ke arah Murni yang lebih banyak menunduk.

Wahyudi heran, ketika kemudian dia tiba-tiba menilai gadis kecil yang baru dikenalnya. Murni memang cantik. Ia tampak lebih dewasa ketika sudah berganti pakaian rumahan, bukan seragam sekolah yang dipakai sebelumnya. Wahyudi tersenyum tipis.

“Dik Murni klas berapa?” tanya Wahyudi yang bingung harus bicara apa.

“Tiga,” jawabnya lirih.

“Berapa? Yang keras dong, nggak dengar aku,” kata Wahyudi yang timbul rasa kocaknya ketika melihat gadis kecil yang duduk sambil malu-malu di hadapannya.

“Tiga,” jawabnya lebih keras.

“O, tiga, habis tadi suaranya nggak kedengaran. Sudah hampir lulus dong.”

“Ya.”

“Bagaimana kalau kita jalan-jalan?” ajak Nano.

“Jalan-jalan Mas? Kemana?”

“Namanya juga jalan-jalan, ya kemana saja, yang penting jalan. Lagian aku juga mau beli sesuatu untuk ibu, tadi tidak sempat belanja,” kata Nano.

“Soalnya Nano keburu ingin segera ketemu pacarnya,” kata Wahyudi.

Nano memukul lengan Wahyudi pelan.

“Tahu aja kamu.”

“Tahu dong. Kelihatan kan, orang kalau lagi terburu-buru.”

“Baiklah, bagaimana, kalian mau kan?”

“Kalian? Berarti aku, sama Murni juga?”

“Iya dong, kita berempat, jadi dua pasang, asyik kan?” kata Nano.

“Aku nggak mau,” kata Murni tiba-tiba.

“Eh, kamu harus mau, masa aku perempuan sendiri.”

“Tapi …”

“Sudah, ayo ganti baju, lalu pamit sama ibu,” Murti memaksa, dan Murni tak bisa apa-apa.

***

Nano membeli dua potong baju untuk calon ibu mertuanya, dan untuk Murti dan Murni, masing-masing satu potong.

Wahyudi merasa aneh, berdekatan dengan Murni seperti ada yang mengusik jiwanya. Kebekuan hatinya karena melupakan masa lalunya, perlahan cair. Keramahan Murti dan celoteh Murni yang mulai bisa menanggapi setiap canda yang dilontarkannya, membuat hatinya terasa lain.

“Gadis kecil ini selain cantik, juga menarik, apa salahnya kalau aku suka?”” kata batin Wahyudi.

Tapi tiba-tiba Wahyudi teringat bahwa dia sudah punya calon istri. Wajahnya muram tiba-tiba.

“Tapi di mana sekarang calon istriku?” Wahyudi masih berbicara dengan batinnya.

Selesai berbelanja, mereka mampir di sebuah warung mie di dekat pasar.

“Aku selalu suka makan di sini. Mie nya enak. Atau karena aku jarang makan mie ya?” gumam Nano saat mereka makan.

“Ini satu-satunya warung mie di dekat pasar. Tapi memang enak.”

“Aku setuju, ini memang enak,” sambung Wahyudi.

“Kok Murni tidak komentar?”

“Aku sudah sering beli mie di sini, mau komentar apa?” kata Murni.

“Ya sesuka kamu lah, enak atau kurang banyak porsinya, begitu,” kata Wahyudi sekenanya.

“Aku sudah tahu kalau enak. Tapi masalah porsi, wah … ini juga sudah membuat aku kekenyangan,” kata Murni yang tak berani bertatap muka langsung dengan pria di depannya.

“Benar, anak gadis nggak boleh makan terlalu banyak, nanti perutmu bisa gendut, lalu badan ikut gemuk seperti bola,” sambung Nano.

“Menggelinding dong aku,” kata Murni yang mulai lancar bicara.

“Bagus kalau kamu bulat seperti bola, aku bisa main bola setiap hari,” kata Murti.

“Iih, nggak bakalan aku gemuk seperti bola. Tiap hari aku minum jamu, tahu,” sungut Murni.

“Haa, jamu? Aku ingin sekali minum jamu,” kata Wahyudi.

“Kalau pagi di sini ada yang jual jamu,” kata Murti.

“Jamu apa saja?” tanya Nano.

“Jamu macam-macam.”

“Jamu macam-macam itu untuk mengobati apa?” canda Wahyudi.

“Namanya bukan jamu macam-macam Mas, jamu itu macamnya banyak. Jamu kates campur temulawak, itu untuk menambah nafsu makan, jamu galian putri, itu untuk gadis dan wanita, supaya selalu kelihatan singset. Ada jamu kunyit asem, jamu beras kencur…”

“Kok kamu sudah seperti bakul jamu sih?” kata Nano.

Murti tertawa, tapi Wahyudi lebih tertarik melihat tawa Murni, yang menampakkan deretan gigi putih yang tampak rapi.

“Gadis kecil ini ternyata benar-benar cantik,” kata batin Wahyudi lagi.

Mereka pulang setelah kenyang, tapi tampaknya kedua pria tampan itu belum ingin beranjak pulang ke rumah majikan mereka.

***

“Mas, kita makan siang di rumah ibu saja ya?” ajak Qila ketika saat istirahat makan siang.

“Tumben kamu tidak ingin makan di restoran.”

“Ibu kemarin cerita, simbok masakannya enak sekali, aku jadi ingin makan di sana.”

“Kamu kan sudah tahu kalau simbok masakannya enak, kenapa baru sekarang ingin makan di rumah?”

“Tiba-tiba saja aku ingin.”

“Ya sudah, terserah kamu saja,”

“Kalau begitu sekarang saja, tunggu apa lagi?”

“Iya, aku selesaikan ini dulu. Kenapa sih kamu ini, tiba-tiba ingin cepat-cepat pergi? Kamu kan tahu aku harus menyelesaikan ini?”

“Soalnya aku sudah lapar Mas,” rengek Qila.

“Kalau tidak bisa menahan lapar ya makan saja di kantin, sana.”

“Ogah, kan aku pengin makan di rumah ibu.”

“Kalau begitu hentikan ocehan kamu biar ini segera rampung,” kesal Wisnu.

Qila menyandarkan tubuhnya di sofa sambil memejamkan matanya. Bohong kalau dia ingin mencicipi masakan simbok, Ada yang lebih menarik hatinya dan itu tak bisa ditahannya.

***

Bu Kartiko yang sedang melayani suaminya, terkejut melihat Wisnu dan Qila muncul di ruang makan.

“Kalian?” kata pak Kartiko heran.

“Qila ingin makan masakan simbok, jadi kami datang kemari,” kata Wisnu.

“Benar begitu, Qila?” tanya bu Kartiko.

Qila tidak menjawab, karena dia asyik melihat ke sekeliling. Ada yang dicarinya, tapi tidak tampak juga.

“Qila, kamu itu sedang apa? Kok longak longok nggak jelas, ditanya ibu tuh,” tegur suaminya.

“Oh.. eh.. apa Bu? Saya sedang … mencari Mila, kok nggak kelihatan,” elak Qila.

“Mila tidur di kamar. Setelah makan dia langsung tidur,” jawab bu Kartiko.

“Oh, mm … Ibu tadi bilang apa?”

“Apa benar kamu pengin makan masakan simbok?”

“Iya Bu, ingin sekali,” katanya sambil duduk di samping suaminya.

“Mbook, tolong tambahin piring untuk pak Wisnu dan istrinya,” teriak bu Kartiko.

“Masak apa simbok hari ini?”

“Hanya sayur bening, sama tahu tempe bacem, tapi ada ayam bakar juga.”

Qila mengernyitkan hidungnya. Sayur bening, dia mana suka? Tapi ia tak berani komentar, masih untung ada ayam bakar.

Simbok datang membawa tambahan piring dan sendok untuk Wisnu serta istrinya.

“Kenapa hanya masak sayur bening Mbok? Aku ingin garang asem, atau rawon,” celetuk Qila.

“Saya tidak tahu kalau bu Qila mau datang. Bapak sama ibu kan suka sayur bening.”

“Bapak tidak boleh terlalu banyak makan santan dan yang pedas-pedas, kalau kamu ingin dimasakin sesuatu, bilang saja sama simbok kapan kamu mau datang kemari,” kata Bu Kartiko.

“Iya, saya mau setiap hari makan di sini Bu, bukankah begitu Mas? Kalau Mas tidak mau, biar aku sendiri saja yang makan di sini.,” kata Qila sambil mencomot sepotong paha ayam dan dimakannya begitu saja.”

“Terserah kamu saja,” kata Wisnu yang kemudian mulai makan.

“Bu, besok saya mau dimasakin rawon, sama telur asin ya,” kata Qila tanpa malu-malu.

“Iya, nanti aku bilang sama simbok, sekarang makanlah. Bapak sudah selesai, aku mau menyiapkan obatnya.

“Mengapa Ibu sendiri yang menyiapkan obat? Bukankah ada … Wahyudi?” akhirnya tak tahan Qila untuk tidak mengatakannya

“Hari ini Wahyudi dan Nano libur. Sepertinya mereka pergi berboncengan, nggak tahu pergi kemana,” kata bu Kartiko.

“Libur? Apa bukan Minggu mereka mendapat jatah libur?” tanya Wisnu, sementara wajah Qila langsung muram tertutup mendung.

“Ternyata si ganteng itu libur? Susah payah aku kemari agar bisa bertemu dia,” kata batinnya.

“Mereka tidak selalu libur Minggu, karena kemarin aku ada perlu dan butuh Nano untuk mengantarkan aku, jadi liburnya hari ini,” terang bu Kartiko.

“Kan Nano yang liburnya diundur, kenapa Wahyudi ikutan libur hari ini?” tanya Qila.

“Aku sama bapakmu setuju meliburkan mereka di hari yang sama, supaya mereka bisa berlibur bersama. Kalau sendiri-sendiri, barangkali mereka kurang senang, apalagi Wahyudi yang masih bingung.”

“Ibu sangat memanjakan karyawan,” celetuk Qila.

“Bukan memanjakan, hanya mencoba membuat mereka nyaman, dan tidak merasa diperbudak, karena mereka ibu anggap sebagai keluarga,” terang bu Kartiko lagi.

“Kamu ingin makan masakans simbok, tapi makan hanya sedikit?” tegur Wisnu kepada istrinya.

“Aku sudah makan ayam bakar, kenyang. Aku kan tidak suka sayur bening,” kilah Qila.

“Ya sudah, kalau begitu cepatlah, kita harus segera kembali ke kantor.”

Qila hanya mengangguk tak bersemangat.

“Semoga nanti sore saat menjemput Mila, Wahyudi sudah kembali,” kata batinnya.

***

Sore itu ketika mereka menjemput Mila, Qila berjalan ke arah belakang. Ia melihat sepeda motor Nano sudah terparkir di samping rumah, berarti Wahyudi juga sudah kembali. Wajah Qila berseri. Ia pura-pura mencari Mila di taman belakang, dengan melewati kamar Wahyudi.

Sepi tak ada suara, tampaknya Nano dan Wahyudi sedang tidur kelelahan.

Qila berendap-endap, hanya ingin melihat wajah Wahyudi sedikit saja, entah nanti dengan alasan apa. Tiba-tiba Qila terkejut, mendengar suara dari dalam kamar Wahyudi.

“Qila … Qila .,..”

***

Besok lagi ya.

32 comments:

  1. Replies
    1. Alhamdulillah KaCe episode ke 10 sdh tayang.
      Matur nuwun bu Tien.
      Sal SEROJA tetap semangat dan ADUHAI.....

      SELAMAT BUAT SANG JUARA 1

      Delete
  2. Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU ~10 sudah hadir.. maturnuwun bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah
    Terimakasih bu Tien

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU 10 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  5. Makasih Bunda sehat selalu dan tetap semangat

    ReplyDelete
  6. Yang d tunggu” tiba alhamdulillaah makadih bunda

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah... Terimakasih bubda Tien🙏😊

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah sdh tayang...suwun Bu Tien 🙏
    Salam sehat selalu....😊🙏

    ReplyDelete
  9. Matur nuwun mbak Tien-ku Kembang Cantikku sudah berkunjung.
    Gawat ni... Wahyudi mengigau nama Qila, kebetulan Qila besar mendengar.
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah, mtr nuwun, sehat & bahagia selalu bunda Tien ..

    ReplyDelete
  11. Hatur nuhun bunda Tien KCnya tambah penasaran dgn Qila yg centil itu siapa sbnrnya. Slm sht sll

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah KC10 telah tayang , terima kasih mbak Tien, sehat dan bahagia bersama keluarga. Aamiin

    ReplyDelete
  13. Yaa.... Ada Julaiha lagi deh, runyammm

    ReplyDelete
  14. Qila merasa besar kepala, dia kira Wahyudi menginginkannya...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  15. Terima kasih mbak Tien. Semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  16. Qila pasti salah paham nih.
    Makasih mba Tien

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah, Matur nuwun bu Tien
    Nyebelin ya Qila,,,wah repot nih urusannya. ,,tambah GR Qila

    Salam sehat wal'afiat ya bu Tien🤗🥰
    Aamiin

    ReplyDelete
  18. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  19. Bu Tein makasih ini kenapa HP pada Error yaa ..semoga sehat2 selalu.yaa.Wahyudi cepat ingat..pasti ingat wkt Qila Baby 2 hr yaa gara2 kakek nya dan Istri mas Sapto

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah sudah bisa baca KC, matursuwun bu Tien
    Matursuwun juga paket bukunya sdh sampai.
    Semoga sehat selalu. Aamiin

    ReplyDelete
  21. Bagi para penggemar Cerbung Tien Kumalasari yang mau mengkoleksi karya bu Tien, ada stok nich.
    Buruan persediaan terbatas

    1. LASTRI (10);0
    2. KEMBANG TITIPAN (10);
    3. Sepenggal Kisah (3);
    4. Saat Hati Bicara (4);
    5. Sekeping Cinta Menunggu Purnama (1)

    silakan order langsung ke bunda Tien Kumalasari WA 082226322364.

    ReplyDelete
  22. Makasih Bunda untuk cerbungnya, met istirahat dihari minggu

    ReplyDelete

BULAN HANYA SEPARUH

BULAN HANYA SEPARUH (Tien Kumalasari) Awan tipis menyelimuti langit Lalu semua jadi kelabu Aku tengadah mencari-cari Dimana bulan penyinar a...