KEMBANG CANTIKKU
10
(Tien Kumalasari)
“Nah, ini Yud, namanya Murni. Adiknya
Murti, tapi agak galak dia,” kata Nano sambil tertawa.
Murni merengut, tapi ia mengulurkan
tangannya ketika Wahyudi menyalaminya.
“Wahyudi …” kata Wahyudi sambil terus
memandangi Murni, membuat Murni tersipu lalu menundukkan kepala.
“Aku buatkan minum dulu ya Mas,” kata
Murti.
“Biar aku saja,” kata Murni yang kemudian
langsung berlari ke dalam rumah. Rupanya dia mendapatkan jalan untuk menghindari
tatapan Wahyudi yang membuatnya risih dan malu.
Tapi ketika sampai di belakang,
ternyata ibunya sudah membuatkan minum untuk tamu-tamu di rumahnya.
“Ini Murni, sudah ibu buatkan,
langsung bawa ke depan sana.”
“Iih, aku malu Bu,” kata Murni yang
kemudian malah duduk di kursi.
“Gimana sih kamu ini, cuma menyajikan minum saja kok malu. Lagian
apa kamu nggak kenal sama calon ipar kamu?” tegur ibunya.
“Kalau mas Nano aku kenal, satunya
itu …””
“Lha kalau belum kenal ya kenalan
dulu, Kalau sudah kenalan kan pasti kenal.”
“Malu aku Bu, dilihatin terus. Apa
dia belum pernah melihat manusia ya ?”
“Sudah, ayo bawa ke depan, sama ada singkong goreng itu, dibawa sekalian,” ibunya memaksa.
Murni mengambil nampan yang sudah
disiapkan ibunya, dengan beberapa gelas minuman teh di atasnya.
Ia menyajikannya dengan wajah masam.
Tapi Murti melihatnya sambil
tersenyum. Ia membantu meletakkan gelas-gelas minum itu di meja. Lalu Murni
kembali ke belakang. Ia heran, jantungnya terasa berdebar lebih kencang.
“Apa sih ini, kenapa aku
berdebar-debar?” kata batinnya.
“Ini singkong gorengnya, bawa sekalian,”
perintah ibunya.
“Hiih, kenapa tadi nggak sekalian?
Aku harus bolak-balik ketemu dia dong.”
Sang ibu tertawa.
“Memangnya kalau ketemu kenapa?”
“Aku ganti baju dulu ya Bu.”
“Lha iya, tadi ibu juga mau bilang,
dari tadi masih pakai seragam sekolah.”
Bu Lasmi, sang ibu, hanya tersenyum
melihat Murni berlari-lari kecil masuk ke dalam kamarnya.
Bu Lasmi seorang janda, yang
mengandalkan keahliannya menjahit, demi mencukupi kebutuhan keluarganya. Ia
melakukannya sejak suaminya meninggal tujuh tahun yang lalu, dimana kemudian
dia harus membesarkan dan menyekolahkan ke dua anaknya. Almarhum suaminya adalah
seorang guru SD yang uang pensiunnya tidak seberapa, sehingga ia harus mencari
tambahan dengan menerima jahitan. Murti anak sulungnya sudah lulus dua tahun
yang lalu, dan sudah siap menikah ketika Marno melamarnya. Murni sudah kelas
tiga SMA dan sebentar lagi diharapkannya lulus.
Dikampung itu, seorang gadis berumur
tujuh belas sudah pantas untuk menikah. Kalau lebih malah dianggap tidak laku,
dan itu sangat memalukan. Itu sebabnya, kedatangan Nano bersama seorang pria
gagah itu membuat bu Lasmi berharap agar pria itu juga menyukai gadis
bungsunya.
“Mana Bu, yang harus dibawa lagi? Ini
ya?” tanya Murni yang sudah menggantikan seragam sekolahnya dengan baju
rumahan.
“Iya, kan sudah ibu siapkan, kamu
tinggal membawanya. Ingat, kamu harus bersikap baik kepada tamu kita,” pesan bu
Lasmi wanti-wanti, karena Murni terkadang menampakkan sifatnya yang sedikit
galak.
“Iya, aku tahu,” jawab Murni dengan
cemberut.
“Senyum dong, kalau cemberut begitu,
tamunya bisa takut.”
Murni menarik bibirnya, agar
kelihatan seperti tersenyum.
“Masa sih, aku harus senyum-senyum di
depan orang yang baru aku kenal. Nanti aku dikira kegenitan, bagaimana?” kata
Murni dalam hati, karena dia tak berani membantah perkataan ibunya.
Murni muncul dan meletakkan sepiring
singkong goreng, lalu Murti menariknya agar duduk di sebelahnya.
Murni mengerucutkan mulutnya, tapi ia
menurut ketika kakaknya menyuruhnya duduk.
“Silakan diminum, dan itu singkong
goreng dari kebun,” kata Murti mempersilakan.
“Baiklah, terima kasih. Ayo di minum,”
ajaknya sambil menoleh ke arah Wahyudi yang sejak tadi diam saja.
Wahyudi mengangguk, lalu meraih gelas
minumnya, sambil melirik ke arah Murni yang lebih banyak menunduk.
Wahyudi heran, ketika kemudian dia tiba-tiba menilai gadis kecil yang baru dikenalnya. Murni memang cantik.
Ia tampak lebih dewasa ketika sudah berganti pakaian rumahan, bukan seragam
sekolah yang dipakai sebelumnya. Wahyudi tersenyum tipis.
“Dik Murni klas berapa?” tanya
Wahyudi yang bingung harus bicara apa.
“Tiga,” jawabnya lirih.
“Berapa? Yang keras dong, nggak
dengar aku,” kata Wahyudi yang timbul rasa kocaknya ketika melihat gadis kecil
yang duduk sambil malu-malu di hadapannya.
“Tiga,” jawabnya lebih keras.
“O, tiga, habis tadi suaranya nggak
kedengaran. Sudah hampir lulus dong.”
“Ya.”
“Bagaimana kalau kita jalan-jalan?”
ajak Nano.
“Jalan-jalan Mas? Kemana?”
“Namanya juga jalan-jalan, ya kemana
saja, yang penting jalan. Lagian aku juga mau beli sesuatu untuk ibu, tadi
tidak sempat belanja,” kata Nano.
“Soalnya Nano keburu ingin segera
ketemu pacarnya,” kata Wahyudi.
Nano memukul lengan Wahyudi pelan.
“Tahu aja kamu.”
“Tahu dong. Kelihatan kan, orang kalau
lagi terburu-buru.”
“Baiklah, bagaimana, kalian mau kan?”
“Kalian? Berarti aku, sama Murni
juga?”
“Iya dong, kita berempat, jadi dua
pasang, asyik kan?” kata Nano.
“Aku nggak mau,” kata Murni
tiba-tiba.
“Eh, kamu harus mau, masa aku perempuan
sendiri.”
“Tapi …”
“Sudah, ayo ganti baju, lalu pamit
sama ibu,” Murti memaksa, dan Murni tak bisa apa-apa.
***
Nano membeli dua potong baju untuk
calon ibu mertuanya, dan untuk Murti dan Murni, masing-masing satu potong.
Wahyudi merasa aneh, berdekatan
dengan Murni seperti ada yang mengusik jiwanya. Kebekuan hatinya karena
melupakan masa lalunya, perlahan cair. Keramahan Murti dan celoteh Murni yang
mulai bisa menanggapi setiap canda yang dilontarkannya, membuat hatinya terasa
lain.
“Gadis kecil ini selain cantik, juga menarik,
apa salahnya kalau aku suka?”” kata batin Wahyudi.
Tapi tiba-tiba Wahyudi teringat bahwa
dia sudah punya calon istri. Wajahnya muram tiba-tiba.
“Tapi di mana sekarang calon istriku?”
Wahyudi masih berbicara dengan batinnya.
Selesai berbelanja, mereka mampir di
sebuah warung mie di dekat pasar.
“Aku selalu suka makan di sini. Mie
nya enak. Atau karena aku jarang makan mie ya?” gumam Nano saat mereka makan.
“Ini satu-satunya warung mie di dekat
pasar. Tapi memang enak.”
“Aku setuju, ini memang enak,”
sambung Wahyudi.
“Kok Murni tidak komentar?”
“Aku sudah sering beli mie di sini,
mau komentar apa?” kata Murni.
“Ya sesuka kamu lah, enak atau kurang
banyak porsinya, begitu,” kata Wahyudi sekenanya.
“Aku sudah tahu kalau enak. Tapi
masalah porsi, wah … ini juga sudah membuat aku kekenyangan,” kata Murni yang
tak berani bertatap muka langsung dengan pria di depannya.
“Benar, anak gadis nggak boleh makan
terlalu banyak, nanti perutmu bisa gendut, lalu badan ikut gemuk seperti bola,”
sambung Nano.
“Menggelinding dong aku,” kata Murni
yang mulai lancar bicara.
“Bagus kalau kamu bulat seperti bola,
aku bisa main bola setiap hari,” kata Murti.
“Iih, nggak bakalan aku gemuk seperti
bola. Tiap hari aku minum jamu, tahu,” sungut Murni.
“Haa, jamu? Aku ingin sekali minum
jamu,” kata Wahyudi.
“Kalau pagi di sini ada yang jual
jamu,” kata Murti.
“Jamu apa saja?” tanya Nano.
“Jamu macam-macam.”
“Jamu macam-macam itu untuk mengobati
apa?” canda Wahyudi.
“Namanya bukan jamu macam-macam Mas,
jamu itu macamnya banyak. Jamu kates campur temulawak, itu untuk menambah nafsu
makan, jamu galian putri, itu untuk gadis dan wanita, supaya selalu kelihatan
singset. Ada jamu kunyit asem, jamu beras kencur…”
“Kok kamu sudah seperti bakul jamu sih?”
kata Nano.
Murti tertawa, tapi Wahyudi lebih
tertarik melihat tawa Murni, yang menampakkan deretan gigi putih yang tampak
rapi.
“Gadis kecil ini ternyata benar-benar
cantik,” kata batin Wahyudi lagi.
Mereka pulang setelah kenyang, tapi
tampaknya kedua pria tampan itu belum ingin beranjak pulang ke rumah majikan mereka.
***
“Mas, kita makan siang di rumah ibu
saja ya?” ajak Qila ketika saat istirahat makan siang.
“Tumben kamu tidak ingin makan di
restoran.”
“Ibu kemarin cerita, simbok masakannya
enak sekali, aku jadi ingin makan di sana.”
“Kamu kan sudah tahu kalau simbok
masakannya enak, kenapa baru sekarang ingin makan di rumah?”
“Tiba-tiba saja aku ingin.”
“Ya sudah, terserah kamu saja,”
“Kalau begitu sekarang saja, tunggu
apa lagi?”
“Iya, aku selesaikan ini dulu. Kenapa
sih kamu ini, tiba-tiba ingin cepat-cepat pergi? Kamu kan tahu aku harus
menyelesaikan ini?”
“Soalnya aku sudah lapar Mas,” rengek
Qila.
“Kalau tidak bisa menahan lapar ya
makan saja di kantin, sana.”
“Ogah, kan aku pengin makan di rumah
ibu.”
“Kalau begitu hentikan ocehan kamu
biar ini segera rampung,” kesal Wisnu.
Qila menyandarkan tubuhnya di sofa
sambil memejamkan matanya. Bohong kalau dia ingin mencicipi masakan simbok, Ada
yang lebih menarik hatinya dan itu tak bisa ditahannya.
***
Bu Kartiko yang sedang melayani
suaminya, terkejut melihat Wisnu dan Qila muncul di ruang makan.
“Kalian?” kata pak Kartiko heran.
“Qila ingin makan masakan simbok,
jadi kami datang kemari,” kata Wisnu.
“Benar begitu, Qila?” tanya bu
Kartiko.
Qila tidak menjawab, karena dia asyik
melihat ke sekeliling. Ada yang dicarinya, tapi tidak tampak juga.
“Qila, kamu itu sedang apa? Kok
longak longok nggak jelas, ditanya ibu tuh,” tegur suaminya.
“Oh.. eh.. apa Bu? Saya sedang …
mencari Mila, kok nggak kelihatan,” elak Qila.
“Mila tidur di kamar. Setelah makan
dia langsung tidur,” jawab bu Kartiko.
“Oh, mm … Ibu tadi bilang apa?”
“Apa benar kamu pengin makan masakan
simbok?”
“Iya Bu, ingin sekali,” katanya
sambil duduk di samping suaminya.
“Mbook, tolong tambahin piring untuk
pak Wisnu dan istrinya,” teriak bu Kartiko.
“Masak apa simbok hari ini?”
“Hanya sayur bening, sama tahu tempe
bacem, tapi ada ayam bakar juga.”
Qila mengernyitkan hidungnya. Sayur
bening, dia mana suka? Tapi ia tak berani komentar, masih untung ada ayam bakar.
Simbok datang membawa tambahan piring
dan sendok untuk Wisnu serta istrinya.
“Kenapa hanya masak sayur bening Mbok?
Aku ingin garang asem, atau rawon,” celetuk Qila.
“Saya tidak tahu kalau bu Qila mau
datang. Bapak sama ibu kan suka sayur bening.”
“Bapak tidak boleh terlalu banyak
makan santan dan yang pedas-pedas, kalau kamu ingin dimasakin sesuatu, bilang
saja sama simbok kapan kamu mau datang kemari,” kata Bu Kartiko.
“Iya, saya mau setiap hari makan di
sini Bu, bukankah begitu Mas? Kalau Mas tidak mau, biar aku sendiri saja yang
makan di sini.,” kata Qila sambil mencomot sepotong paha ayam dan dimakannya
begitu saja.”
“Terserah kamu saja,” kata Wisnu yang
kemudian mulai makan.
“Bu, besok saya mau dimasakin rawon,
sama telur asin ya,” kata Qila tanpa malu-malu.
“Iya, nanti aku bilang sama simbok,
sekarang makanlah. Bapak sudah selesai, aku mau menyiapkan obatnya.
“Mengapa Ibu sendiri yang menyiapkan
obat? Bukankah ada … Wahyudi?” akhirnya tak tahan Qila untuk tidak
mengatakannya
“Hari ini Wahyudi dan Nano libur. Sepertinya
mereka pergi berboncengan, nggak tahu pergi kemana,” kata bu Kartiko.
“Libur? Apa bukan Minggu mereka
mendapat jatah libur?” tanya Wisnu, sementara wajah Qila langsung muram
tertutup mendung.
“Ternyata si ganteng itu libur? Susah
payah aku kemari agar bisa bertemu dia,” kata batinnya.
“Mereka tidak selalu libur Minggu,
karena kemarin aku ada perlu dan butuh Nano untuk mengantarkan aku, jadi
liburnya hari ini,” terang bu Kartiko.
“Kan Nano yang liburnya diundur, kenapa
Wahyudi ikutan libur hari ini?” tanya Qila.
“Aku sama bapakmu setuju meliburkan
mereka di hari yang sama, supaya mereka bisa berlibur bersama. Kalau
sendiri-sendiri, barangkali mereka kurang senang, apalagi Wahyudi yang masih
bingung.”
“Ibu sangat memanjakan karyawan,”
celetuk Qila.
“Bukan memanjakan, hanya mencoba
membuat mereka nyaman, dan tidak merasa diperbudak, karena mereka ibu anggap
sebagai keluarga,” terang bu Kartiko lagi.
“Kamu ingin makan masakans simbok,
tapi makan hanya sedikit?” tegur Wisnu kepada istrinya.
“Aku sudah makan ayam bakar, kenyang.
Aku kan tidak suka sayur bening,” kilah Qila.
“Ya sudah, kalau begitu cepatlah,
kita harus segera kembali ke kantor.”
Qila hanya mengangguk tak
bersemangat.
“Semoga nanti sore saat menjemput
Mila, Wahyudi sudah kembali,” kata batinnya.
***
Sore itu ketika mereka menjemput
Mila, Qila berjalan ke arah belakang. Ia melihat sepeda motor Nano sudah
terparkir di samping rumah, berarti Wahyudi juga sudah kembali. Wajah Qila
berseri. Ia pura-pura mencari Mila di taman belakang, dengan melewati kamar
Wahyudi.
Sepi tak ada suara, tampaknya Nano
dan Wahyudi sedang tidur kelelahan.
Qila berendap-endap, hanya ingin
melihat wajah Wahyudi sedikit saja, entah nanti dengan alasan apa. Tiba-tiba
Qila terkejut, mendengar suara dari dalam kamar Wahyudi.
“Qila … Qila .,..”
***
Besok lagi ya.
Yes
ReplyDeleteAlhamdulillah KaCe episode ke 10 sdh tayang.
DeleteMatur nuwun bu Tien.
Sal SEROJA tetap semangat dan ADUHAI.....
SELAMAT BUAT SANG JUARA 1
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah KEMBANG CANTIKKU ~10 sudah hadir.. maturnuwun bu Tien 🙏
ReplyDeleteYessss.👍
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien
Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU 10 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteQila... Qila... Gubrak
ReplyDeleteMakasih Bunda sehat selalu dan tetap semangat
ReplyDeleteYang d tunggu” tiba alhamdulillaah makadih bunda
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah... Terimakasih bubda Tien🙏😊
ReplyDeleteTerima kasih
ReplyDeleteAlhamdulillah sdh tayang...suwun Bu Tien 🙏
ReplyDeleteSalam sehat selalu....😊🙏
Matur nuwun mbak Tien-ku Kembang Cantikku sudah berkunjung.
ReplyDeleteGawat ni... Wahyudi mengigau nama Qila, kebetulan Qila besar mendengar.
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Alhamdulillah, mtr nuwun, sehat & bahagia selalu bunda Tien ..
ReplyDeleteHatur nuhun bunda Tien KCnya tambah penasaran dgn Qila yg centil itu siapa sbnrnya. Slm sht sll
ReplyDeleteAlhamdulillah KC10 telah tayang , terima kasih mbak Tien, sehat dan bahagia bersama keluarga. Aamiin
ReplyDeleteYaa.... Ada Julaiha lagi deh, runyammm
ReplyDeleteQila merasa besar kepala, dia kira Wahyudi menginginkannya...
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
Terima kasih mbak Tien. Semoga sehat selalu.
ReplyDeleteQila pasti salah paham nih.
ReplyDeleteMakasih mba Tien
Alhamdulillah, Matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteNyebelin ya Qila,,,wah repot nih urusannya. ,,tambah GR Qila
Salam sehat wal'afiat ya bu Tien🤗🥰
Aamiin
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteBu Tein makasih ini kenapa HP pada Error yaa ..semoga sehat2 selalu.yaa.Wahyudi cepat ingat..pasti ingat wkt Qila Baby 2 hr yaa gara2 kakek nya dan Istri mas Sapto
ReplyDeleteAlhamdulillah sudah bisa baca KC, matursuwun bu Tien
ReplyDeleteMatursuwun juga paket bukunya sdh sampai.
Semoga sehat selalu. Aamiin
Bagi para penggemar Cerbung Tien Kumalasari yang mau mengkoleksi karya bu Tien, ada stok nich.
ReplyDeleteBuruan persediaan terbatas
1. LASTRI (10);0
2. KEMBANG TITIPAN (10);
3. Sepenggal Kisah (3);
4. Saat Hati Bicara (4);
5. Sekeping Cinta Menunggu Purnama (1)
silakan order langsung ke bunda Tien Kumalasari WA 082226322364.
Makasih Bunda untuk cerbungnya, met istirahat dihari minggu
ReplyDelete