KEMBANG CANTIKKU
11
(Tien Kumalasari)
Qila berhenti melangkah. Dadanya berdegup kencang.
Hatinya berbunga-bunga. Wahyudi menyebutkan namanya saat tidur. Berati pria
tampan itu menyukainya. Qila masih berdiri di depan kamar dan ingin melonjak menari-nari,
tapi sebuah panggilan mengejutkannya.
“Qila !”
“Qia terkejut dan membalikkan tubuhnya. Ibu mertuanya
berdiri di pintu belakang rumah.
“Apa yang kamu lakukan?”
“Mau mencari Mila di taman, ibu,” jawabnya, tentu saja
berbohong.
“Qila sudah bersama ayahnya, kamu ditunggu tuh,” tegur
bu Kartiko.
Qila bergegas menghampiri ibu mertuanya.
“Ya ampuun, saya tadi lewat samping rumah, langsung
mau mencari dia di taman,” jawab Qila sambil tertawa kecil. Tertawa karena
hatinya berbunga-bunga. Pria yang dikaguminya ternyata juga menyukainya. Duuuh,
senangnya. Sore itu cukup baginya, dan sekarang dia harus pulang bersama suami
dan anaknya.
Qila berlari kecil, dan kalau tidak ingat bahwa sedang
bersama ibu mertuanya, pasti dia sudah berputar-putar menari dan bernyanyi.
“Ibuuu … teriak Mila yang sudah ada dalam gendongan
ayahnya.
“Sayaaang, ibu mencarimu, ibu kira kamu di taman
seperti biasanya,” kata Qila sambil tersenyum, lalu mengulurkan tangannya ke
arah Mila, untuk menggendongnya.
Wisnu masuk ke dalam mobilnya setelah mencium tangan
ibunya.
“Ibu, Qila pulang dulu,” kata Qila sambil mencium
tangan ibu mertuanya.
“Hati-hati nak,” pesan bu Kartiko sambil melambaikan
tangannya, menunggu mobil anaknya menghilang di balik gerbang, barulah masuk ke
dalam rumah.
“Kemana Qila tadi, kok bisa dicari-cari?” tanya pak
Kartiko ketika istrinya sudah masuk ke dalam.
“Nggak tahu tuh anak, Mila sudah di depan dan
digendong bapaknya, ee … dia malah nyari ke belakang, katanya mencari Mila di
taman.”
“Apa dia tidak melihat anaknya jalan ke depan tadi?”
“Katanya lewat pintu samping, mau mencari anaknya ke taman.”
“Ya sudah, aku kira ngilang ke mana. Oh ya, apa
Wahyudi sudah pulang?”
“Sudah, kelihatannya pada tidur. Kelelahan, nggak tahu
kemana mereka tadi.”
“Mungkin ke desa. Rumah calon istrinya Nano.”
“Iya benar, sudah lama Nano tidak pamit untuk pergi ke
sana.”
“Dulu pernah bilang, mau menikah tahun depan. Kalau
sudah menikah pasti dia tak mau lagi tinggal disini.”
“Mengapa tidak mengajak istrinya tinggal di sini
saja?”
“Kalau mereka mau. Kan di belakang masih ada kamar
yang lebih besar, kalau dibersihkan kan masih bagus tuh.”
“Coba saja ibu bilang. Nano kan belum punya rumah,
daripada ngontrak.”
“Iya nanti coba ibu tawarkan.”
***
Malam itu Wisnu merasa kesal, karena istrinya tidak
segera masuk ke kamar untuk tidur.
Qila sedang duduk di ruang tengah. Televisi masih
menyala, tapi walau matanya menatap ke arah sana, pikirannya lari ke
sebuah kamar, dimana seorang pria sedang mengigau menyebut-nyebut namanya.
“Ya ampuun, aku tidak mengira, dia yang tadinya
bersikap acuh sama aku, ternyata memendam rasa suka sama aku. Iyalah Wahyudi,
pasti kamu takut, karena aku kan menantu majikan kamu, jadi kamu berpura-pura
tak peduli sama aku, Tapi kamu tidak usah khawatir, Yudi, pasti ada jalan untuk
kita saling mengungkapkan kata hati. Kamu tidak salah menyukai aku, karena aku
cantik bukan?” kata batin Qila.
Ia terus tersenyum-senyum, membayangkan dirinya akan
berdekatan dengan Wahyudi, memadu rasa saling suka, saling menatap mesra.
Tanpa disadari, Wisnu sudah berdiri di dekatnya,
menatap istrinya heran, karena acara televisi tidak sedang menayangkan adegan
lucu, tapi istrinya tersenyum-senyum sendiri.
“Qila, apa sih yang lucu atau menyenangkan di televisi
itu?”
Qila terkejut, menoleh ke arah suaminya yang sedang
berdiri di sampingnya.
“Ada apa sih Mas?”
“Kamu itu kenapa, senyum-senyum sendiri?”
“Itu, aku lihat yang lucu di televisi,” jawabnya
sekenanya.
“Televisi ada apanya? Mana yang lucu? Itu berita olah
raga, nggak ada yang lucu sama sekali. Kamu ngelindur ya?”
“Bukan sekarang, sebelumnya ada lawak lucu kok. Kalau
sekarang memang nggak lucu lagi.”
“Ya sudah, ayo tidur.”
“Mas tidur dulu saja, aku belum ngantuk,” jawabnya
sambil memegang remote, seakan sedang mencari-cari chanel yang diinginkannya.
“Qila, tapi aku ingin kamu temani tidur,” kata Wisnu
setengah merengek.
“Ogah Mas, aku lagi ingin nonton. Belum ngantuk.”
“Menolak suami itu dosa.”
“Aku capek Mas, sudahlah, jangan membawa-bawa dosa,
masalah begituan juga kenapa dosa sih.”
“Itu adalah dosa.”
“Jangan memaksa Mas, aku sedang tidak ingin. Tidurlah
dulu, aku mau nonton film,” katanya sambil memijit-mijit remote yang
dipegangnya, tapi ia tampak tak menemukan apa yang dicarinya.
Wisnu membalikkan tubuhnya, kemudian masuk kekamar dan
menutupnya dengan keras. Qila sampai terlonjak kaget, karena suaminya belum
pernah berlaku kasar sebelum ini.
“Hiiih, tambun! Kenapa kasar begitu sih? Aku tambah
nggak suka sama kamu, tahu!!”
Lalu Qila membaringkan tubuhnya di sofa itu, dan
memejamkan matanya, tanpa mematikan televisi yang sejak semula memang tak
dinikmatinya. Bayangan Wahyudi memenuhi benaknya. Dalam hati dia berpikir,
bagaimana caranya supaya bisa berduaan dengan Wahyudi, serta saling mengungkapkan
isi hati. Pasti sangat manis. Ia mulai bosan berdampingan dengan suaminya yang
dianggapnya sangat tidak menarik dan sama sekali tidak pernah dicintainya.
Qila akhirnya terlelap dengan senyuman dibibirnya.
Barangkali ia telah bertemu Wahyudi dalam tidur lelapnya.
***
Wisnu terbangun dengan wajah kusut. Ia membuka matanya
dan meraba di sampingnya, tapi tak mendapatkan Qila di sana.
Wisnu bangkit, dan keluar dari kamar. Dilihatnya sang
istri terlelap di sofa.
“Kenapa kamu tidur di dini?” katanya sambil
menggoyangkan tubuh istrinya.
Qila menggeliat, kedua tangannya terangkat, seperti
sedang meraih sesuatu, atau tepatnya seseorang ingin di rangkulnya. Wisnu
tersenyum, lalu mendekat, dan membalas pelukan istrinya.
“Aku menyukai kamu,” bisiknya lirih dengan mata
terpejam.
“Tentu saja, dan aku mencintai kamu,” balas Wisnu
sambil mencium pipi istrinya.
Qila tersenyum, lalu tiba-tiba membuka matanya.
“Iih, kamu Mas?
Aduuh, tubuhmu sangat berat. Aku merasa seperti kejatuhan sekwintal
beras,” katanya sambil mendorong tubuh suaminya.
Wisnu terkejut.
“Kamu bermimpi tentang apa?” katanya dengan wajah
masam karena ternyata Qila bukan sedang ingin memeluk dirinya.
“Apa? Aku bermimpi? Apa maksudmu?”
“Kamu memeluk aku, dan mengatakan bahwa kamu menyukai
aku, tapi ternyata bukan aku yang kamu maksud bukan?”
“Eh, apa?” Qila terkejut.
Matanya terbelalak. Ia sedang bermimpi ketemu pria
yang digandrunginya, lalu tanpa disadari dia ternyata memeluk suaminya dan
membisikkan kata yang tadi diucapkannya didalam mimpinya kepada sang pujaan.
“Celaka, aku harus mengatakan apa? Mas Wisnu pasti
curiga,” kata batinnya.
“Kamu sebenarnya mimpi apa? Kamu bilang suka sama
entah siapa …” geram Wisnu.
“Aku mimpi? Itu … mimpi kucing?”
“Kucing?”
“Ada kucing bagus sekali, aku peluk dia, aku sangat
suka. Bulunya tebal, matanya bagus, dia menjilati pipiku,” kata Qila seenaknya.
“Kucing? Bukankah kamu benci sama kucing?”
“Ya ampun Mas, itu kan hanya mimpi. Bahwa dalam
kenyataannya aku tidak suka, ya aku tidak tahu,” kata Qila kemudian bangkit
lalu masuk ke kamarnya. Wisnu mengikutinya.
“Kamu mau apa?”
“Mandi lah mas, kan sudah pagi.”
“Aku juga mau mandi.”
“Ya sudah, Mas saja dulu, aku mau melihat Mila, apa
Tinah sudah menyiapkan semua kebutuhannya,” kata Qila sambil membalikkan
tubuhnya, keluar dari kamar.
“Masih pagi benar, paling Mila belum bangun. Hanya
alasan saja dia tuh,” gumam Wisnu dengan nada kecewa.
Wisnu menghela napas kesal. Sejak semalam Qila
menolaknya. Ia merasa ada sesuatu yang berbeda. Tapi kemudian ia menepiskannya.
Barangkali Qila memang sedang lelah, ia tak ingin memaksanya. Dengan langkah
gontai dia masuk ke kamar mandi.
***
Hari masih remang ketika Wahyudi keluar dari kamarnya.
Ia telah selesai shalat, dan melihat di meja diluar kamar sudah tersedia dua
cangkir kopi. Simbok selalu menyiapkannya untuk Wahyudi dan Nano.
Wahyudi duduk, dan saat dia ingin menghirup kopinya,
Nano keluar dari kamar.
“Silakan, masih panas nih,” kata Wahyudi.
Nano duduk dan meraih cangkir kopinya.
“Semalam tidur nyenyak sekali ya? Pasti kamu sangat
lelah, hampir seharian mengikuti aku,” kata Nano.
“Tidak juga, sore saat pulang kan kita langsung tidur,
jadi lelahnya sudah hilang.”
“Iya sih.”
“Aku heran, selalu saja aku mimpi tentang gadis kecil
itu.”
“Ah ya, yang namanya Qila?”
“Benar. Berkali-kali aku memimpikan gadis itu.”
“Jangan-jangan Qila adalah nama anakmu?”
“Anakku? Masa sih aku sudah punya anak?” kata Wahyudi
sambil mengerutkan keningnya.
“Kalau itu benar, aku ikut kecewa dong,” kata Nano
sambil kembali menghirup kopinya.
“Kenapa kecewa?
“Aku ingin kamu berjodoh dengan Murni.”
“Ah, gadis itu.”
“Apa kamu merasa ada tanda-tanda suka di hati kamu?”
“Suka? Gadis itu cantik. Tapi masih sangat muda.”
“Umur kamu berapa sih?”
“Umurku? Berapa ya, mana aku tahu? Aku kan tidak ingat
apapun.”
“Oh, iya juga sih. Tapi menurutku kamu tidak kelihatan
tua. Paling seumuran sama aku.”
“Benarkah? Maksudnya, masih pantas jadi perjaka,
begitu?”
“Ya, masih pantas kok. Mau ya, jadi ipar aku?”
“Gadis itu menyenangkan, entahlah apa aku suka ya. Tapi
aku bingung, kata anaknya pak Tukiyo, aku ini calon suaminya.”
“Tapi kamu bilang bahwa nggak suka sama gadis itu.”
“Benar, aku heran. Mengapa aku melamar gadis yang aku
tidak suka?”
“Barangkali saat kamu melamar, kamu sebenarnya suka.
Setelah ingatanmu hilang, rasa suka itu juga hilang.”
Wahyudi menggaruk-garuk kepalanya.
“Kapan kamu ada waktu? Aku ingin periksa ke dokter.
Tapi apa dokter bisa mengembalikan ingatanku ya?”
“Kalau kamu bilang sama ibu, pasti dia akan menyuruh
aku mengantarkan kamu. Masalah dokter itu bisa atau tidak mengembalikan ingatan
kamu, itu urusan nanti. Yang penting kita berusaha. Pasti lah dokter akan tahu
apa yang harus dilakukannya untuk menolong pasiennya.”
“Nanti aku bilang sama ibu. Barangkali setelah
menyiapkan obat untuk bapak, aku bisa minta ijin untuk pergi ke dokter.”
“Bagus. Sekarang aku mau mengeluarkan mobil dulu,
siapa tahu ibu mau bepergian pagi-pagi.”
“Aku juga mau melihat, apakah bapak sudah bangun,”
kata Wahyudi sambil beranjak berdiri, mengikuti Nano yang sudah pergi ke garasi
lebih dulu.
***
“Besok? Kenapa tidak hari ini saja ke dokternya?” kata
bu Kartiko ketika Wahyudi pamit mau ke dokter.
“Tapi maaf, saya akan minta agar Nano mengantarkan
saya ya Bu.”
“Tentu saja, kamu kan tidak bisa jalan sendiri. Tanpa
diantar kamu mungkin tidak bisa pulang kemari.
“Apa ibu tidak akan pergi ke mana-mana hari ini?”
“Tidak. Kalau kamu mau ke dokter hari ini, tidak
apa-apa.”
“Baiklah Bu, terima kasih. Semoga dengan pengobatan
ini ingatan saya bisa segera pulih.”
“Berusaha itu perlu, tapi teruslah berdoa, agar usaha
itu bisa membuahkan hasil.”
“Saya selalu mohon dalam shalat saya Bu.”
“Bagus Yudi, aku juga akan selalu mendoakan kamu.”
“Ada baiknya ibu bawain uang lagi untuk Wahyudi, siapa
tahu kurang,” kata pak Kartiko.
“Tidak usah Pak, biar pakai uang saya sendiri saja,
nanti kalau kurang saya _”
“Tidak boleh menolak. Biaya rumah sakit bukan sekedar
membayar dokternya, tapi juga obat-obatnya,” potong pak Kartiko yang sudah
menduga kalau Wahyudi akan menolak.
“Tapi … “
“Kalau uangnya sisa, bisa untuk pengobatan selanjutnya.
Aku yakin pengobatan setiap penyakit tidak cukup sekali berobat lalu sembuh,”
kata bu Kartiko yang kemudian meletakkan jari telunjuknya di bibir, memberi
isyarat agar Wahyudi tidak mengucapkan lagi kata bantahan.
Wahyudi terpaksa tak menjawab lagi, lalu mengambilkan
obat untuk pak Kartiko.
“Tapi Bu, ini obat bapak tinggal untuk hari ini
saja.”
“Benar Yud, nanti sore bapak akan konrol ke dokter.”
“Sore ya bu”
“Ya, sore, bapak ke dokter pribadi saja, tidak ke
rumah sakit, nanti antre lama malah tensi bapak jadi naik. Bapak itu kan nggak
sabaran.”
“Iya Bu.”
“Aku kalau melihat banyak orang juga pusing,” sambung
pak Kartiko.
“Ibuuu, saya bawakan bubur mutiara untuk bapak dan
ibu,” tiba-tiba Qila muncul, diiringi Tinah yang menggendong Mila.
“Kamu kalau datang selalu membuat orang terkejut,”
tegur bu Kartiko.
Qila tertawa sambil meletakkan bungkusan di meja.
“Qila langsung pamit ya Bu, Pak,” kata Qila sambil
mencium tangan bapak dan ibu mertuanya, tapi ketika memegang tangan bapak mertuanya, matanya melirik ke arah Wahyudi, yang sama sekali tak melihat ke
arahnya.
***
Wahyudi turun dari mobil, setelah Nano memarkir
mobilnya di parkiran rumah sakit.
Keduanya kemudian menuju ke arah lobi rumah sakit,
bermaksud mendaftar dulu. Tapi tiba-tiba mata Wahyudi menatap sesosok anak
kecil berkucir dua yang digendong oleh seorang wanita cantik.
Wahyudi terpaku ditempatnya, terus menatap mereka.
Ternyata mereka menuju ke sebuah mobil, yang sudah siap di depan lobi, lalu
keduanya mendekati mobil itu, di mana seorang laki-laki ganteng kemudian
turun dan membukakan pintu mobil untuk keduanya.
Mulut Wahyudi yang semula terasa kelu, baru bisa
berteriak ketika mobil itu sudah berlalu.
“Qilaaa … Qilaaa… “
***
Besok lagi ya.
Horéé
ReplyDeleteMbk Iin juara 1....selamat ya mb
Deletehebat bu Iin juara
DeleteManusang bu Tien, KCku 11 sdh hadir gasik..
Selamat jeng Iin Maimun atas kecepatannya menjemput kehadiran KEMBANG CANTIKKU, di episode ke 11.
DeleteMatur sembah nuwun bu Tien, salam SEROJA tetap semangat, sehat lahir batin dan ADUHAI,
alhamdulilah
ReplyDeleteSelamat jeng In juara 1
ReplyDeleteHoreee mbak I'in juara 1
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulilah cerbung yg ditunggu sdh hadir..
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien..
Salam sehat selalu..
Selamat malam dan selamat beristirahat
Alhamdulillah..... matur nuwun bunda Tien tayang gasik
ReplyDeleteAlhamduliillah ....sdh tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah, terimakasih mbak Tien...
ReplyDeleteAlhamdullilah sdh tayang KC 11 nya..terima msih bunda🌹😘🙏
ReplyDeletealhamdulilah....
ReplyDeleteAlhamdulillah KEMBANG CANTIKKU ~11 sudah hadir.. maturnuwun bu Tien 🙏
ReplyDeleteAlhamdullilah sdh tayang KC 11, terima kasih mbak Tien, sehat dan bahagia selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteWahyudi eh kembang cantikku sdh datang
Matur nuwun bu Tien
Alhamdulillah, mtr nuwun & sll sehat bunda Tien.
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAlhamdulillah KEMBANG CANTIKKU 11 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Mbak Tien memang hebat...
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
Matur nuwun mbak Tien-ku Kembang Cantikku sudah berkunjung.
ReplyDeleteNah begitu Yudi, berobat biar sembuh. Ketemu Qila kecil??
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Alhamdulillah ..trima kasih ya
ReplyDeleteWaduh ke GR an tu si Qila...🤭
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien...🙏
Terima kasih bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien, semoga bu Tien sekeluarga sehat selalu. Aamiin 🤲
Makasih mba Tien.
ReplyDeleteSemoga ingatan Wahyudi segera pulih kembali.....trims Bu tien
ReplyDeleteAamiin
DeleteAlhamdulillah, matursuwun bu Tien KC 11
ReplyDeleteSalam sehat selalu
Tks bu tien..seht2 slalu
ReplyDeleteSeru
ReplyDelete👍🙏
ReplyDelete