Saturday, July 2, 2022

KEMBANG CANTIKKU 11

 

KEMBANG CANTIKKU  11

(Tien Kumalasari)

 

Qila berhenti melangkah. Dadanya berdegup kencang. Hatinya berbunga-bunga. Wahyudi menyebutkan namanya saat tidur. Berati pria tampan itu menyukainya. Qila masih berdiri di depan kamar dan ingin melonjak menari-nari, tapi sebuah panggilan mengejutkannya.

“Qila !”

“Qia terkejut dan membalikkan tubuhnya. Ibu mertuanya berdiri di pintu belakang rumah.

“Apa yang kamu lakukan?”

“Mau mencari Mila di taman, ibu,” jawabnya, tentu saja berbohong.

“Qila sudah bersama ayahnya, kamu ditunggu tuh,” tegur bu Kartiko.

Qila bergegas menghampiri ibu mertuanya.

“Ya ampuun, saya tadi lewat samping rumah, langsung mau mencari dia di taman,” jawab Qila sambil tertawa kecil. Tertawa karena hatinya berbunga-bunga. Pria yang dikaguminya ternyata juga menyukainya. Duuuh, senangnya. Sore itu cukup baginya, dan sekarang dia harus pulang bersama suami dan anaknya.

Qila berlari kecil, dan kalau tidak ingat bahwa sedang bersama ibu mertuanya, pasti dia sudah berputar-putar menari dan bernyanyi.

“Ibuuu … teriak Mila yang sudah ada dalam gendongan ayahnya.

“Sayaaang, ibu mencarimu, ibu kira kamu di taman seperti biasanya,” kata Qila sambil tersenyum, lalu mengulurkan tangannya ke arah Mila, untuk menggendongnya.

Wisnu masuk ke dalam mobilnya setelah mencium tangan ibunya.

“Ibu, Qila pulang dulu,” kata Qila sambil mencium tangan ibu mertuanya.

“Hati-hati nak,” pesan bu Kartiko sambil melambaikan tangannya, menunggu mobil anaknya menghilang di balik gerbang, barulah masuk ke dalam rumah.

“Kemana Qila tadi, kok bisa dicari-cari?” tanya pak Kartiko ketika istrinya sudah masuk ke dalam.

“Nggak tahu tuh anak, Mila sudah di depan dan digendong bapaknya, ee … dia malah nyari ke belakang, katanya mencari Mila di taman.”

“Apa dia tidak melihat anaknya jalan ke depan tadi?”

“Katanya lewat pintu samping, mau mencari anaknya ke taman.”

“Ya sudah, aku kira ngilang ke mana. Oh ya, apa Wahyudi sudah pulang?”

“Sudah, kelihatannya pada tidur. Kelelahan, nggak tahu kemana mereka tadi.”

“Mungkin ke desa. Rumah calon istrinya Nano.”

“Iya benar, sudah lama Nano tidak pamit untuk pergi ke sana.”

“Dulu pernah bilang, mau menikah tahun depan. Kalau sudah menikah pasti dia tak mau lagi tinggal disini.”

“Mengapa tidak mengajak istrinya tinggal di sini saja?”

“Kalau mereka mau. Kan di belakang masih ada kamar yang lebih besar, kalau dibersihkan kan masih bagus tuh.”

“Coba saja ibu bilang. Nano kan belum punya rumah, daripada ngontrak.”

“Iya nanti coba ibu tawarkan.”

***

Malam itu Wisnu merasa kesal, karena istrinya tidak segera masuk ke kamar untuk tidur.

Qila sedang duduk di ruang tengah. Televisi masih menyala, tapi walau matanya menatap ke arah sana, pikirannya lari ke sebuah kamar, dimana seorang pria sedang mengigau menyebut-nyebut namanya.

“Ya ampuun, aku tidak mengira, dia yang tadinya bersikap acuh sama aku, ternyata memendam rasa suka sama aku. Iyalah Wahyudi, pasti kamu takut, karena aku kan menantu majikan kamu, jadi kamu berpura-pura tak peduli sama aku, Tapi kamu tidak usah khawatir, Yudi, pasti ada jalan untuk kita saling mengungkapkan kata hati. Kamu tidak salah menyukai aku, karena aku cantik bukan?” kata batin Qila.

Ia terus tersenyum-senyum, membayangkan dirinya akan berdekatan dengan Wahyudi, memadu rasa saling suka, saling menatap mesra.

Tanpa disadari, Wisnu sudah berdiri di dekatnya, menatap istrinya heran, karena acara televisi tidak sedang menayangkan adegan lucu, tapi istrinya tersenyum-senyum sendiri.

“Qila, apa sih yang lucu atau menyenangkan di televisi itu?”

Qila terkejut, menoleh ke arah suaminya yang sedang berdiri di sampingnya.

“Ada apa sih Mas?”

“Kamu itu kenapa, senyum-senyum sendiri?”

“Itu, aku lihat yang lucu di televisi,” jawabnya sekenanya.

“Televisi ada apanya? Mana yang lucu? Itu berita olah raga, nggak ada yang lucu sama sekali. Kamu ngelindur ya?”

“Bukan sekarang, sebelumnya ada lawak lucu kok. Kalau sekarang memang nggak lucu lagi.”

“Ya sudah, ayo tidur.”

“Mas tidur dulu saja, aku belum ngantuk,” jawabnya sambil memegang remote, seakan sedang mencari-cari chanel yang diinginkannya.

“Qila, tapi aku ingin kamu temani tidur,” kata Wisnu setengah merengek.

“Ogah Mas, aku lagi ingin nonton. Belum ngantuk.”

“Menolak suami itu dosa.”

“Aku capek Mas, sudahlah, jangan membawa-bawa dosa, masalah begituan juga kenapa dosa sih.”

“Itu adalah dosa.”

“Jangan memaksa Mas, aku sedang tidak ingin. Tidurlah dulu, aku mau nonton film,” katanya sambil memijit-mijit remote yang dipegangnya, tapi ia tampak tak menemukan apa yang dicarinya.

Wisnu membalikkan tubuhnya, kemudian masuk kekamar dan menutupnya dengan keras. Qila sampai terlonjak kaget, karena suaminya belum pernah berlaku kasar sebelum ini.

“Hiiih, tambun! Kenapa kasar begitu sih? Aku tambah nggak suka sama kamu, tahu!!”

Lalu Qila membaringkan tubuhnya di sofa itu, dan memejamkan matanya, tanpa mematikan televisi yang sejak semula memang tak dinikmatinya. Bayangan Wahyudi memenuhi benaknya. Dalam hati dia berpikir, bagaimana caranya supaya bisa berduaan dengan Wahyudi, serta saling mengungkapkan isi hati. Pasti sangat manis. Ia mulai bosan berdampingan dengan suaminya yang dianggapnya sangat tidak menarik dan sama sekali tidak pernah dicintainya.

Qila akhirnya terlelap dengan senyuman dibibirnya. Barangkali ia telah bertemu Wahyudi dalam tidur lelapnya.

***

Wisnu terbangun dengan wajah kusut. Ia membuka matanya dan meraba di sampingnya, tapi tak mendapatkan Qila di sana.

Wisnu bangkit, dan keluar dari kamar. Dilihatnya sang istri terlelap di sofa.

“Kenapa kamu tidur di dini?” katanya sambil menggoyangkan tubuh istrinya.

Qila menggeliat, kedua tangannya terangkat, seperti sedang meraih sesuatu, atau tepatnya seseorang ingin di rangkulnya. Wisnu tersenyum, lalu mendekat, dan membalas pelukan istrinya.

“Aku menyukai kamu,” bisiknya lirih dengan mata terpejam.

“Tentu saja, dan aku mencintai kamu,” balas Wisnu sambil mencium pipi istrinya.

Qila tersenyum, lalu tiba-tiba membuka matanya.

“Iih, kamu Mas?  Aduuh, tubuhmu sangat berat. Aku merasa seperti kejatuhan sekwintal beras,” katanya sambil mendorong tubuh suaminya.

Wisnu terkejut.

“Kamu bermimpi tentang apa?” katanya dengan wajah masam karena ternyata Qila bukan sedang ingin memeluk dirinya.

“Apa? Aku bermimpi? Apa maksudmu?”

“Kamu memeluk aku, dan mengatakan bahwa kamu menyukai aku, tapi ternyata bukan aku yang kamu maksud bukan?”

“Eh, apa?” Qila terkejut.

Matanya terbelalak. Ia sedang bermimpi ketemu pria yang digandrunginya, lalu tanpa disadari dia ternyata memeluk suaminya dan membisikkan kata yang tadi diucapkannya didalam mimpinya kepada sang pujaan.

“Celaka, aku harus mengatakan apa? Mas Wisnu pasti curiga,” kata batinnya.

“Kamu sebenarnya mimpi apa? Kamu bilang suka sama entah siapa …” geram Wisnu.

“Aku mimpi? Itu … mimpi kucing?”

“Kucing?”

“Ada kucing bagus sekali, aku peluk dia, aku sangat suka. Bulunya tebal, matanya bagus, dia menjilati pipiku,” kata Qila seenaknya.

“Kucing? Bukankah kamu benci sama kucing?”

“Ya ampun Mas, itu kan hanya mimpi. Bahwa dalam kenyataannya aku tidak suka, ya aku tidak tahu,” kata Qila kemudian bangkit lalu masuk ke kamarnya. Wisnu mengikutinya.

“Kamu mau apa?”

“Mandi lah mas, kan sudah pagi.”

“Aku juga mau mandi.”

“Ya sudah, Mas saja dulu, aku mau melihat Mila, apa Tinah sudah menyiapkan semua kebutuhannya,” kata Qila sambil membalikkan tubuhnya, keluar dari kamar.

“Masih pagi benar, paling Mila belum bangun. Hanya alasan saja dia tuh,” gumam Wisnu dengan nada kecewa.

Wisnu menghela napas kesal. Sejak semalam Qila menolaknya. Ia merasa ada sesuatu yang berbeda. Tapi kemudian ia menepiskannya. Barangkali Qila memang sedang lelah, ia tak ingin memaksanya. Dengan langkah gontai dia masuk ke kamar mandi.

***

Hari masih remang ketika Wahyudi keluar dari kamarnya. Ia telah selesai shalat, dan melihat di meja diluar kamar sudah tersedia dua cangkir kopi. Simbok selalu menyiapkannya untuk Wahyudi dan Nano.

Wahyudi duduk, dan saat dia ingin menghirup kopinya, Nano keluar dari kamar.

“Silakan, masih panas nih,” kata Wahyudi.

Nano duduk dan meraih cangkir kopinya.

“Semalam tidur nyenyak sekali ya? Pasti kamu sangat lelah, hampir seharian mengikuti aku,” kata Nano.

“Tidak juga, sore saat pulang kan kita langsung tidur, jadi lelahnya sudah hilang.”

“Iya sih.”

“Aku heran, selalu saja aku mimpi tentang gadis kecil itu.”

“Ah ya, yang namanya Qila?”

“Benar. Berkali-kali aku memimpikan gadis itu.”

“Jangan-jangan Qila adalah nama anakmu?”

“Anakku? Masa sih aku sudah punya anak?” kata Wahyudi sambil mengerutkan keningnya.

“Kalau itu benar, aku ikut kecewa dong,” kata Nano sambil kembali menghirup kopinya.

“Kenapa kecewa?

“Aku ingin kamu berjodoh dengan Murni.”

“Ah, gadis itu.”

“Apa kamu merasa ada tanda-tanda suka di hati kamu?”

“Suka? Gadis itu cantik. Tapi masih sangat muda.”

“Umur kamu berapa sih?”

“Umurku? Berapa ya, mana aku tahu? Aku kan tidak ingat apapun.”

“Oh, iya juga sih. Tapi menurutku kamu tidak kelihatan tua. Paling seumuran sama aku.”

“Benarkah? Maksudnya, masih pantas jadi perjaka, begitu?”

“Ya, masih pantas kok. Mau ya, jadi ipar aku?”

“Gadis itu menyenangkan, entahlah apa aku suka ya. Tapi aku bingung, kata anaknya pak Tukiyo, aku ini calon suaminya.”

“Tapi kamu bilang bahwa nggak suka sama gadis itu.”

“Benar, aku heran. Mengapa aku melamar gadis yang aku tidak suka?”

“Barangkali saat kamu melamar, kamu sebenarnya suka. Setelah ingatanmu hilang, rasa suka itu juga hilang.”

Wahyudi menggaruk-garuk kepalanya.

“Kapan kamu ada waktu? Aku ingin periksa ke dokter. Tapi apa dokter bisa mengembalikan ingatanku ya?”

“Kalau kamu bilang sama ibu, pasti dia akan menyuruh aku mengantarkan kamu. Masalah dokter itu bisa atau tidak mengembalikan ingatan kamu, itu urusan nanti. Yang penting kita berusaha. Pasti lah dokter akan tahu apa yang harus dilakukannya untuk menolong pasiennya.”

“Nanti aku bilang sama ibu. Barangkali setelah menyiapkan obat untuk bapak, aku bisa minta ijin untuk pergi ke dokter.”

“Bagus. Sekarang aku mau mengeluarkan mobil dulu, siapa tahu ibu mau bepergian pagi-pagi.”

“Aku juga mau melihat, apakah bapak sudah bangun,” kata Wahyudi sambil beranjak berdiri, mengikuti Nano yang sudah pergi ke garasi lebih dulu.

***

“Besok? Kenapa tidak hari ini saja ke dokternya?” kata bu Kartiko ketika Wahyudi pamit mau ke dokter.

“Tapi maaf, saya akan minta agar Nano mengantarkan saya ya Bu.”

“Tentu saja, kamu kan tidak bisa jalan sendiri. Tanpa diantar kamu mungkin tidak bisa pulang kemari.

“Apa ibu tidak akan pergi ke mana-mana hari ini?”

“Tidak. Kalau kamu mau ke dokter hari ini, tidak apa-apa.”

“Baiklah Bu, terima kasih. Semoga dengan pengobatan ini ingatan saya bisa segera pulih.”

“Berusaha itu perlu, tapi teruslah berdoa, agar usaha itu bisa membuahkan hasil.”

“Saya selalu mohon dalam shalat saya Bu.”

“Bagus Yudi, aku juga akan selalu mendoakan kamu.”

“Ada baiknya ibu bawain uang lagi untuk Wahyudi, siapa tahu kurang,” kata pak Kartiko.

“Tidak usah Pak, biar pakai uang saya sendiri saja, nanti kalau kurang saya _”

“Tidak boleh menolak. Biaya rumah sakit bukan sekedar membayar dokternya, tapi juga obat-obatnya,” potong pak Kartiko yang sudah menduga kalau Wahyudi akan menolak.

“Tapi … “

“Kalau uangnya sisa, bisa untuk pengobatan selanjutnya. Aku yakin pengobatan setiap penyakit tidak cukup sekali berobat lalu sembuh,” kata bu Kartiko yang kemudian meletakkan jari telunjuknya di bibir, memberi isyarat agar Wahyudi tidak mengucapkan lagi kata bantahan.

Wahyudi terpaksa tak menjawab lagi, lalu mengambilkan obat untuk pak Kartiko.

“Tapi Bu, ini obat bapak tinggal untuk hari ini saja.”

“Benar Yud, nanti sore bapak akan konrol ke dokter.”

“Sore ya bu”

“Ya, sore, bapak ke dokter pribadi saja, tidak ke rumah sakit, nanti antre lama malah tensi bapak jadi naik. Bapak itu kan nggak sabaran.”

“Iya Bu.”

“Aku kalau melihat banyak orang juga pusing,” sambung pak Kartiko.

“Ibuuu, saya bawakan bubur mutiara untuk bapak dan ibu,” tiba-tiba Qila muncul, diiringi Tinah yang menggendong Mila.

“Kamu kalau datang selalu membuat orang terkejut,” tegur bu Kartiko.

Qila tertawa sambil meletakkan bungkusan di meja.

“Qila langsung pamit ya Bu, Pak,” kata Qila sambil mencium tangan bapak dan ibu mertuanya, tapi ketika memegang tangan bapak mertuanya, matanya melirik ke arah Wahyudi, yang sama sekali tak melihat ke arahnya.

***

Wahyudi turun dari mobil, setelah Nano memarkir mobilnya di parkiran rumah sakit.

Keduanya kemudian menuju ke arah lobi rumah sakit, bermaksud mendaftar dulu. Tapi tiba-tiba mata Wahyudi menatap sesosok anak kecil berkucir dua yang digendong oleh seorang wanita cantik.

Wahyudi terpaku ditempatnya, terus menatap mereka. Ternyata mereka menuju ke sebuah mobil, yang sudah siap di depan lobi, lalu keduanya mendekati mobil itu, di mana seorang laki-laki ganteng kemudian turun dan membukakan pintu mobil untuk keduanya.

Mulut Wahyudi yang semula terasa kelu, baru bisa berteriak ketika mobil itu sudah berlalu.

“Qilaaa … Qilaaa… “

***

Besok lagi ya.

 

 

 

34 comments:

  1. Replies
    1. Mbk Iin juara 1....selamat ya mb

      Delete
    2. hebat bu Iin juara
      Manusang bu Tien, KCku 11 sdh hadir gasik..

      Delete
    3. Selamat jeng Iin Maimun atas kecepatannya menjemput kehadiran KEMBANG CANTIKKU, di episode ke 11.

      Matur sembah nuwun bu Tien, salam SEROJA tetap semangat, sehat lahir batin dan ADUHAI,

      Delete
  2. Alhamdulilah cerbung yg ditunggu sdh hadir..
    Terimakasih bunda Tien..
    Salam sehat selalu..
    Selamat malam dan selamat beristirahat

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah..... matur nuwun bunda Tien tayang gasik

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah, terimakasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  5. Alhamdullilah sdh tayang KC 11 nya..terima msih bunda🌹😘🙏

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU ~11 sudah hadir.. maturnuwun bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  7. Alhamdullilah sdh tayang KC 11, terima kasih mbak Tien, sehat dan bahagia selalu

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah
    Wahyudi eh kembang cantikku sdh datang
    Matur nuwun bu Tien

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah, mtr nuwun & sll sehat bunda Tien.

    ReplyDelete
  10. Terima kasih Bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU 11 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  12. Mbak Tien memang hebat...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  13. Matur nuwun mbak Tien-ku Kembang Cantikku sudah berkunjung.
    Nah begitu Yudi, berobat biar sembuh. Ketemu Qila kecil??
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  14. Waduh ke GR an tu si Qila...🤭

    Matur nuwun bunda Tien...🙏

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah
    Terimakasih bu Tien, semoga bu Tien sekeluarga sehat selalu. Aamiin 🤲

    ReplyDelete
  16. Semoga ingatan Wahyudi segera pulih kembali.....trims Bu tien

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah, matursuwun bu Tien KC 11
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 22

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  22 (Tien Kumalasari)   Langkah mbok Manis semakin mendekat, wajahnya muram, tak ada manis-manisnya walau n...