Monday, May 16, 2022

ADUHAI AH 22

 

ADUHAI AH  22

(Tien Kumalasari)

 

“Aduuh, apa sih ini ?” pekik Tutut berkali-kali, karena beruang putih itu terus mengejarnya walau dia sudah mendorong-dorongnya.

“Mbak Desy mana nih … mbaaak …”

Lalu Tutut melihat beberapa pelayan toko tertawa sambil menutup mulutnya.

Tutut yang merasa kesal karena tak mendengar suara kakaknya agar membelanya, lalu membalikkan tubuhnya dan setengah berlari menjauh.

Tiba-tiba terdengar seseorang terkekeh, dan mengejarnya, tentulah sambil membawa beruang putih itu.

Tutut berhenti, dan menoleh ke arah samping. Dilihatnya Danis tertawa lebar.

“Mas Danis !!” sungut Tutut.

“Jangan marah dong. Aku tahu tadi kamu merengek minta dibelikan beruang ini. Tapi Desy tidak menggubrisnya bukan? Dia sedang asyik mencarikan kado buat calon anak tirinya,” canda Danis.

“Apa? Anak tiri? Serius?”

“Nggaak, aku hanya bercanda …” lalu Danis tertawa sambil mengulurkan boneka beruang itu.

“Silakan diambil tuan putri, aku tidak bakalan bermain dengan boneka.”

“Aku belum membayarnya, aku cari mbak Desy dulu.”

“Sudah aku bayar, nggak usah repot.”

“Mas Danis !” kata Tutut sambil menatap Danis.

“Iya, itu untuk kamu. Bukankah kamu suka?”

“Aduuh, aku nggak repot sih, tapi mas Danis yang repot kan?”

“Nggak. Untuk tuan putri cantik, nggak ada yang repot.”

Tutut tersenyum lebar.

“Kok mas Danis ada disini? Mau beli mainan juga?”

“Tidak, aku tadi melihat kamu sama Desy masuk ke mari, aku ikutan masuk. Aku tidak sendiri lho.”

“Memangnya mas Danis sama siapa? Istri?”

“Yah, kenapa mengejek aku. Aku kan sudah tidak punya isteri, bujangan ini, tahu.”

“Ahaaa, bujangan? Nggak tepat dong. Itu namanya duda.”

“Duda tapi keren kan?”

“Hmmh, aku nggak mau bilang. Eh, mas Danis sama siapa sih?” tanya Tutut sambil matanya mencari-cari. Ia heran tak melihat kakaknya di sekitar tempat itu.

“Cari kakak kamu? Sudah ada yang menculik, ayo kamu sama aku saja.”

“Eh, apa maksudnya?”

“Ayo, kamu mau ke mana, aku antar. Mobilku baru, tahu.”

“Oh, jadi beli mobil. Ya ampun, eh tunggu dulu, aku bilang sama mbak Desy dulu, nanti dia mencari aku.”

“Nggak bakalan deh mencari kamu, kan dia sedang diculik?”

“Mas Danis tuh,” kesal Tutut.

“Desy sedang bersama Danarto. Puas?”

“Oo, jadi ada mas Danarto?”

“Dan dia sudah tahu kalau aku yang menculik kamu. Ayo kita pergi, mereka butuh bicara.”

Tutut mengangguk. Ia senang kakaknya bertemu Danarto. Semoga semuanya segera menjadi jelas, dan akan baik-baik saja.

***
Desy sedang membayar harga mainan yang tadi dibelinya, sedangkan Danarto yang memang menemuinya hanya menunggu di belakangnya, karena Desy menolak ketika Danarto akan membayarnya.

“Aku mau bicara, sebaiknya di mana?” tanya Danarto yang kali ini tak ingin kehilangan lagi.

“Terserah kamu saja.”

“Disebelah ada warung selat dan gado-gado, kamu suka kan?”

Desy hanya mengangguk. Ia belum tahu akan berkata apa. Ia masih menduga Danarto akan menepati keinginan almarhumah ibunya tentang perjodohan itu.

“Desy, berhari-hari aku menunggu untuk bisa berbicara dengan kamu. Tapi tampaknya kamu selalu menghindar. Dan kalau tidak, pasti ada saja halangannya,” kata Danarto membuka percakapan itu setelah memesan selat solo yang menjadi kesukaan mereka berdua.

“Ya, aku sangat terguncang, dan merasa bahwa apa yang sudah kita sepakati adalah tidak benar.”

“Mengapa tidak benar?”

“Aku semakin takut menghadapi hidup berumah tangga.”

“Ketakutanmu adalah tidak beralasan.”

“Apakah kamu akan mengatakan tentang perjodohan itu dan kapan kalian akan menikah?”

“Desy. Kamu tidak menanyakan semuanya dan langsung menuduh dengan sangat kejam.”

“Kejam?”

“Aku sudah datang ke Surabaya, menemui ibunya Hesti.”

“Bagus dong. Sudah jelas semuanya kan?”

“Tidak. Dengar, aku merekam pembicaraan aku dengan bu Sriani, ibunya gadis itu.”

Danarto mengeluarkan ponsel dari dalam sakunya, berikut sebuah earphone yang disambungkannya ke ponsel, lalu memberikannya kepada Desy.

"Dengarkan baik-baik, agar kamu tahu semuanya."

Danarto memutar pembicaraannya dengan bu Sriani sejak awal kedatangannya sampai dia berpamit untuk pulang. Dengan earphone itu ia berharap para pelanggan lainnya tak mendengar percakapan yang di rekamnya.

Desy mendengarkannya dengan cermat, dan Danarto menikmati pesanan mereka yang sudah terhidang, sesendok demi sesendok, dan sangat pelan, sambil menunggu Desy selesai mendengar rekaman itu.

Desy terkejut. Ia tak mengira bahwa Danarto memang tak tahu tentang perjodohan itu.

Desy melepaskan earphone itu, dan mengulurkan kembali ponsel Danarto.

“Bagaimana ?”

“Aku bisa mengerti.”

“Kamu marah sama aku?”

“Mengapa kamu tidak mengatakan apa-apa tentang perjodohan itu, dan membiarkan ibu dari gadis itu menelpon aku?”

“Karena aku tidak menganggap hal itu serius. Almarhumah ibuku tidak pernah mengatakan apa-apa, dan tiba-tiba dia datang dan mengatakan bahwa ada ikatan perjanjian antara ibuku dan dia.”

Desy menatap Danarto, dengan seribu satu permintaan maaf, tanpa mengucapkan apapun.

“Ayo dimakan dulu selatnya,” ajak Danarto sambil melanjutkan menyendok makanannya.

Desy tersenyum manis.

“Aku kangen sama kamu,” bisik Danarto.

“Ah …”

“Aku juga kangen itu,” kata Danarto sambil tersenyum.

Desy juga ingin mengatakan, bahwa dia juga kangen. Tapi dia kan Desy, terlalu gengsi untuk mengatakannya. Bahkan dia juga sangat pelit untuk mengatakan cinta. Padahal disadarinya, bahwa lelaki di depan inilah yang dicintainya.

“Beberapa hari ini kamu membuat aku cemburu,” kata Danarto sambil terus menatap kekasihnya.

Desy mengangkat wajahnya.

“Ayah dari anak-anak yang memanggilmu aunty, sangat gagah dan tampan.”

“Lalu …”

“Aku takut dong.”

Desy tersenyum sangat manis. Terbayang wajah duda keren yang anak-anaknya sangat dekat dengannya. Dia memang gagah dan tampan.

“Tapi aku yakin, aku lebih tampan dari dia,” lanjut Danarto sambil tersenyum juga.

Desy tersenyum semakin lebar.

“Katakan bahwa itu benar,” kata Danarto percaya diri,

“Ah … “

“Kok ah sih. Benar tidak?”

“Apanya?”

“Bahwa aku lebih ganteng dari dia.”

“Dikasih tahu nggak ya …” goda Desy.

Tapi Danarto senang, kekakuan diantara keduanya sudah mencair.

“Aku akan ke rumah kamu besok, dan bicara tentang lamaran pada bapak sama ibu.”

Desy tak menjawab. Bukan Desy namanya kalau selalu tampak antusias mendengar sesuatu yang menyenangkannya. Ia hanya tersenyum sambil terus menikmati selat yang dipesannya.

“Tapi aku nanti numpang ya, aku nggak bawa mobil. Tadi Danis mengajak aku mencoba mobil barunya, dan sekarang dia kabur entah kemana.”

“Ya, nanti aku antar pulang.”

“Mampir ke rumah kita dulu ya, aku mau melihat seberapa jauh mereka menata rumah itu, supaya kalau ada yang kurang kita bisa membenahinya.”

“Rumah kita?”

“Rumah kita.”

“Ah …”

***

Rupanya Danis menculik Tutut untuk dibawa ke sebuah warung bakso, karena Tutut menginginkannya.

“Suka bakso?” tanya Danis setelah memesan kepada pelayan.

“Suka sih. Jadi ingat kakak saya,” jawab Tutut yang tiba-tiba teringat Sarman.

“Kakak? Mbak Lala? Kalau Desy seingat aku nggak begitu suka bakso, walaupun doyan juga sih.”

“Bukan mbak Lala. Kakak sulung aku, laki-laki.”

“Kamu punya kakak laki-laki? Seingat aku nggak deh.”

“Punya dong, kakak angkat. Namanya Sarman, dia pintar sekali.”

“O, ada kakak angkat pula rupanya. Jangan-jangan pacar kamu?”

“Ngaco ah, kan aku sudah bilang kakak. Kakak ya kakak, bukan pacar.”

“Dia di mana?”

“Tadinya di rumah, tapi saat ini dia sedang menyepi, karena sedang mengerjakan skripsinya.”

“Menyepi?”

“Kalau di rumah aku gangguin,” kata Tutut sekenanya.

Sementara itu bakso pesanan mereka sudah terhidang di meja. Juga dua gelas jus alpukat yang tampak menyegarkan.

“Hm, segar, diudara yang panas seperti ini,” katanya sambil menyedot jus nya dengan nikmat. Danis menatapnya tersenyum. Gadis ini semakin lama semakin menarik. Hush. Danis memarahi dirinya sendiri. Bodoh. Menjadi duda belum resmi sudah berpaling.

“Itu dia. Mas! Mas Sarmaaan!” tiba-tiba Tutut berteriak.

Yang dipanggil urung melangkah ke dalam, menatap Tutut yang sedang duduk berdua dengan seorang pria ganteng.

“Sini !!”

Tak urung Sarman mendekat. Ia sudah jauh-jauh hari menata batinnya, dan menyapu bersih segala rasa yang tidak semestinya kepada Tutut. Aku siapa, dia siapa. Selalu itu yang dibisikkannya dalam batin, setiap kali teringat gadis manja itu.

“Mas Sarman, duduk sini,” pintanya.

Danis berdiri, lalu menjabat tangan Sarman. Dia sudah mendengar barusan, bahwa Sarman adalah kakak angkat Tutut. Lumayan ganteng, dan badannya juga tegap. Untunglah Tutut mengatakan bahwa Sarman hanya kakak angkatnya, bukan pacarnya. Kalau pacar, aduh, lebih baik Danis mundur karena kalah gagah. Eh, pikiran apa lagi nih, batin Danis yang kesal kepada dirinya sendiri.

Sarman menyambut tangan Danis dengan hangat.

“Mas Danis ini temannya mbak Desy, dokter spesialis penyakit dalam,” kata Tutut memperkenalkan Danis.

Sarman mengangguk.

“Lha ini, yang aku ceritakan tadi Mas, kakak aku yang namanya Sarman.”

“Oh, iya. Panjang umur dong, baru saja dibicarakan, terus muncul,” kata Danis.

“Aamiin.”

“Sebentar, aku pesankan satu lagi. Mau minum apa Mas?” tanya Danis.

“Sebenarnya saya mau beli tapi dibawa pulang, buat makan di rumah,” kata Sarman.

“Tidak apa-apa, nanti juga pesan untuk dibawa pulang, sekarang rame-rame makan disini dulu,” kata Danis sambil melambai ke arah pelayan.

“Satu lagi mas, eh … mas Sarman mau minum apa? Jus seperti ini?” tanyanya kemudian kepada Sarman.

“Terserah saja Mas. Dipaksa nih aku,” gumam Sarman.

“Bakso tambah satu, jus alpukat nya juga tambah satu ya,” pesannya kepada pelayan.

“Nggak apa-apa Mas Sarman, aku juga kangen makan bakso bersama Mas Sarman,” kata Tutut.

“Nggak nyangka bisa ketemu di sini.”

“Berarti Mas Sarman bisa merasakan apa yang aku rasakan. Aku kangen, lalu Mas Sarman tiba-tiba ingin beli bakso disini.”

“Aku dari kampus.”

“Sudah selesai Mas?” tanya Tutut.

“Sudah. Alhamdulillah.”

“Waah, senang mendengarnya, berarti mas Sarman segera pulang dong,” kata Tutut sambil tersenyum.

Sarman hanya mengangguk.

Lalu ketiganya berbincang hangat, sambil menikmati baksonya.

***

“Kok pulang sendiri Des? Tutut mana?” tanya Tindy yang sedang duduk sendirian di teras.

“Tutut tadi pergi sama Danis.”

“Lhoh, kok tiba-tiba ada nak Danis?”

“Tadi ketemu, Danis sedang bersama mas Danarto.”

“Jadi kamu juga ketemu nak Danarto bukan?”

“Iya, Desy tadi mengantarkan mas Danarto pulang juga, karena mas Danarto tidak membawa mobil.”

“Sudah bicara?”

“Sudah.”

“Lalu … “

Desy tersenyum, lalu memeluk ibunya.

“Hei, ada apa? Hubungan kalian tidak putus bukan?” tanya Tindy khawatir.

“Tidak Bu. Mas Danarto akan datang besok, untuk membicarakan lamaran itu.”

“Bagus kalau begitu. Ingat, ini bukan permainan. Segala yang sudah dibicarakan harus dipegang, jangan lagi mempermainkan perasaan orang tua.”

“Iya Bu.”

“Ya sudah, berangkat sana, menyusul kakakmu, katanya kangen sama Narend?” goda Tindy.

“Tidak, Desy sudah membatalkan pembuatan visa itu. Pasti ada kali lain yang lebih baik untuk bertemu Mbak Lala dan suaminya, serta Narend.”

“Kakakmu akan datang saat kamu menikah.”

“Benarkah?” sambut Desy gembira.

“Dia sudah menelpon ibu. Dia juga heran atas sikap kamu. Kamu itu pemberani, galak, nggak ada yang kamu takuti. Lala bilang, dulu kamu hampir melabrak orang yang membuat kamu kesal dan marah. Kalau tidak ada kakak kamu, sudah pasti hal itu akan terjadi. Tapi sekarang, untuk diri kamu sendiri kamu seperti tidak punya keberanian.”

“Maaf Bu, Desy salah.”

“Bagaimana dengan perjodohan itu?”

“Tidak ada. Ibunya gadis itu ingin menjadikan mas Danarto menjadi menantunya, dengan segala cara. Perjanjian perjodohan itu tidak ada.”

“Tuh kan, Makanya ibu bilang, komunikasi itu perlu. Bukan kemudian malah diem-dieman, dan menghindar. Kapan selesainya persoalan kalau begitu itu?”

“Iya Bu.”

“Ya sudah, istirahatlah. Itu bungkusan hadiah yang akan kamu berikan untuk kakaknya Azka besok?”

“Iya Bu.”

“Semoga dia senang. Lhah sekarang mengapa Tutut malah belum pulang?”

***

Hesti sedang belajar di kamarnya sore itu. Ia selalu teringat kata-kata Sarman, bahwa dia harus fokus pada kuliahnya, dan ia merasa itu benar, daripada selalu menangisi hal yang tidak perlu. Tiba-tiba dia terkejut mendengar ketukan di pintu, dan suara memanggilnya. Suara yang amat dikenalnya.

“Hesti … Hesti …”

Hesti membuka pintu dan tertegun, melihat ibunya berdiri di depan pintu, dengan wajah marah.

“Ibu? Mengapa Ibu datang kemari?”

“Pertanyaan macam apa itu? Kamu tidak pernah mengaktifkan ponsel kamu, sehingga ibu tidak bisa menghubungi kamu,” kata bu Sriani sambil terus saja masuk, dan meletakkan tas di lantai begitu saja.

“Maaf Bu, Hesti sedang sibuk belajar. Mengapa Ibu datang kemari?”

“Omong kosong kamu itu. Tugas kamu harus tetap kamu jalankan. Ibu akan membantu kamu.”

“Apa yang akan Ibu lakukan? Hesti tidak ingin menjadi isteri siapapun. Hesti akan fokus pada kuliah Hesti.”

“Kalau kamu tidak bisa menjadi isterinya, perempuan itu juga tidak. Besok ibu akan menemuinya di rumah sakit.”

“Ibu!”

***

Besok lagi ya.



 

 

 

37 comments:

  1. Alhamdulillah.
    Selamat bu Nani.
    Terimakasih bu Tien.

    ReplyDelete
  2. Manusang bu Tien, AA sdh tayang

    ReplyDelete
  3. Selamat Uti Nani number one.

    YESSSSS......
    ADUHAI AH_22, sudah tayang, siapa yang berada dalam boneka?
    Yuk kita baca bersama.

    Terima kasih bu Tien, Selamat malam, tetap sehat, tetap semangat, tetap menulis buat kami semua.....🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah ADUHAI AH~22 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien..
    🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah , makasih Bunda untuk cerbungnya

    ReplyDelete
  6. Tak kiro libur mas Danarnya.
    Alhamdulillah ternyata tidak
    Matur nuwun bunda Tin sayang 😍

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah 2hari libur tayang skrng gasik, matur nuwun bu Tien, salam aduhai

    ReplyDelete
  8. Alhamdullilah bunda Tien AA22 sdh hadir..salam sht sll dan met rehat . .🙏😍❤️

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah ..... sdh tayang .....maturnuwun sanget bu Tien
    Semoga bu Tien sehat selalu

    ReplyDelete
  10. 𝐖𝐚𝐝𝐮𝐡𝐡𝐡𝐡....𝐢𝐧𝐢 𝐛𝐠𝐦𝐧 𝐢𝐛𝐮𝐧𝐲𝐚 𝐇𝐞𝐬𝐭𝐲 𝐤𝐨𝐤 𝐧𝐞𝐤𝐚𝐝....𝐡𝐚..𝐡𝐚.

    𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐮𝐭𝐤 𝐛𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚..🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah ... Desi & Danarto dah baikan .
    Syukron Mbak Tien.🌷🌷🌷🌷🌷

    ReplyDelete
  12. Matur nuwun mbak Tien-ku ADUHAI AH sudah tayang.
    Sriani adalah tokoh yang sulit dicari bandingannya, kalau dalam kethoprak atau sandiwara panggung bayarannya besar.
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI AH.

    ReplyDelete
  13. Ah.... Beneran kelewatan bu Sriani itu.
    Pasti dalam dunia nyata ada juga ya tipe Bu Sriani, yg suka menghalalkan segala cara.
    😆😆😆😆😆 iihhh takut..

    Bu Tien, jodohnya mbak Desy tetap mas Danar kan.... hihihihi

    ReplyDelete
  14. Kok Ibunya Hesti semakin nekat ya.....
    Matur nuwun, bu Tien. Sehat selalu

    ReplyDelete
  15. “Omong kosong kamu itu. Tugas kamu harus tetap kamu jalankan. Ibu akan membantu kamu.”

    “Apa yang akan Ibu lakukan? Hesti tidak ingin menjadi isteri siapapun. Hesti akan fokus pada kuliah Hesti.”

    “Kalau kamu tidak bisa menjadi isterinya, perempuan itu juga tidak. Besok ibu akan menemuinya di rumah sakit.”

    Ibu macam apa Sriani ini...... anak perempuannya kok dijual murah....bahkan tidak ada harganya sama sekali.....
    Sudah Hesti jangan hiraukan.... fokus belajar... kata b u Tien, bukan kata Sarman dalam cerita ini...... Yang ada disini semuanya karena bu Tien, bukan karena Danarto, bukan karena Danis......
    Dalangnya bu Tien.

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah ADUHAI-AH 22 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  17. Terimakasih bu Tien, salam aduhai dan semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  18. Mbak Tien piawai dalam menjaga konflik cerita...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  19. Bu Bu sriani kayak anakmu Ki nggak laku po sampai dibela belain nggak punya malu menghalalkan segala cara....wong salah bakal kalah....tunggu aja sriani tgl mainmu bakal kisinan.. trims Bu Tien bikin greget

    ReplyDelete
  20. Teringat penilaian ibunya, sangat menguatkan kemantapan langkahnya, jadi emosikah Desy setelah apa yang dikemukakan Sriani, ditempat praktek Desy, bisa lincahkah Desy dalam mengemukakan pendapatnya,
    Hesti ogah ogahan nganter maknya menjadikan halangan maksud Sriani mau menemui Desy.

    Harun salah mengartikan sehingga ada friksi dengan Danarto.

    Bayangané umyeg di sal nya bunga, menjadikan pesta ultah yang menakutkan bagi Bunga.
    Kedatangan Mak Lampir berkata kata, waduh Sriani ada kenal sama Harun kah.

    Halah mung ngobor obori thok, kokèhan crigis.
    Rasah macem macem, mung tukang crigis; paling paling diplekotho mênèh.
    Muluk muluk bar mumpluk trus mimpês karo mbêdhêgêl.

    Ih beneran Danis ngarep arep Tutut jadi teman hidupnya, kan masih kecil, ya dikarbit dulu bersabar ria, mak Tindy gimana tuh..
    si Tutut



    Terimakasih Bu Tien,
    ADUHAI AH yang ke dua puluh dua sudah tayang,
    Sehat, semangat, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  21. Aduh...bu.Sriani masih kekeh juga ini...🙄

    Matur nuwun bunda Tien AA22 telah tayang..

    Salam ADUHAI AH...selalu pastinya.

    ReplyDelete
  22. AA dah datang ... peluk atau baca... baca deh alhamdulillah desy dah sadarcuman itu tuh ci ibunya hesty alias bu sriani sebel aku..

    ReplyDelete
  23. Makasih mba Tien.
    Selalu bisa mengharu biru kan perasaan penggemar nya.
    Salam hangat selalu. Aduhai "ah"

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah AA 22 telah tayang , terima kasih mbak Tien, sehat dan bahagia selalu. Aamiin.

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah AA sudah tayang, matursuwun bu Tien
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  26. Alhdulillah Desy sudah menyadari ...semoga lamaran Danarto dapat berjalan dengan lancar... hesti menyadari bahwa cinta gak bisa dipaksa...

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah AA sdh hadir
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu
    Aamiin

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah, suwun Bu Tien....
    Salam sehat selalu....🙏😊

    ReplyDelete
  29. Ibunya Hesti nekat banget...
    Moga tak ada kendala lagi ya Danar tuk ngelamar Desy

    ReplyDelete
  30. Geuleh itu sm ibunya Hesti. Smg lamaran dr Danarto g terpengaruh ..lanjut Y terus Desy jgn kepengaruh y dgn omongannya ibunya Hesti..

    ReplyDelete
  31. Weudan pemaksaan nih ibu nya Hesti. Danarto dah punya calon dan cita2nya hampir deal

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...