Saturday, May 14, 2022

ADUHAI AH 21

 

ADUHAI AH  21

(Tien Kumalasari)

 

“Danar, kok berdiri di situ sih, masuklah,” sapa dokter Nisa ramah.

Desy terkejut. Ia menggeser kursinya, lalu membiarkan Danarto duduk di sampingnya.

“Kalian ini kompak sekali. Tadi Danarto bilang ingin ketemu untuk menanyakan sakitnya Bunga, seperti juga Desy,” kata dokter Nisa, membuat Desy tertegun. Benarkah Danarto ingin menanyakan sakitnya Bunga? Kenapa?

“Iya Nis, aku tertarik pada anak itu. Tampaknya hanya baby sitter dan ayahnya yang menungguinya,” kata Danarto sekenanya.

Desy menoleh ke arah Danarto, tapi Danarto pura-pura tak melihatnya.

“Iya benar. Menurut Desy, ibunya sudah meninggal dua tahun lalu. Desy memberi perhatian lebih karena tampaknya anak itu butuh kasih sayang dari seorang ibu. Dan tampaknya, Desy lah yang punya pengaruh  bagi anak itu,” kata dokter Nisa sambil menatap Desy.

Desy hanya tersenyum, lalu menjawab pelan.

“Almarhumah ibunya Bunga, adalah pasien saya Dok, jadi kami memang kenal dekat.”

“Tuh, kamu bisa menjadi ibu pengganti bagi anak-anak itu dong?” kata dokter Nisa sambil tersenyum.

Danarto serta merta menoleh kearah Desy yang duduk di sampingnya. Melihat bagaimana sikap Desy mendengar kata-kata dokter Nisa.

“Tidak Dok, kami hanya bersahabat,” jawab Desy pelan.

Danarto menghela napas lega.

“Jadi menurut dokter, perkembangan kesehatan Bunga sangat baik?” tanya Desy mengalihkan pembicaraan.

“Ya, sangat baik. Itu karena kamu Desy,” kata dokter Nisa.

“Tidak juga, saya hanya memberinya semangat, agar dia merasa lebih tenang. Karena tak biasanya dia sakit dan harus dirawat.”

“Tentu, dan karena anak itu lebih tenang, maka lebih gampang kami mengurusnya. Tidak seperti ketika awal datang kemari, dia meronta-ronta sambil menjerit-jerit.”

“Baiklah, terima kasih banyak dok, saya hanya ingin menanyakan itu,” kata Desy sambil berdiri. Danarto ikut berdiri.

“Aku juga pamit Nis, sudah jelas bagi aku. Semuanya,” kata Danarto sambil membetulkan kursi, lalu melangkah keluar, mengikuti Desy.

Dokter Nisa menatap mereka sambil tersenyum. Berita tentang kedekatan mereka sudah lama terdengar, walau Desy selalu menyangkalnya. Tadi dia hanya ingin menggodanya.

***

“Desy, tunggu …” pangil Danarto yang mengikuti langkah Desy.

Desy terus melangkah, kelihatan bahwa dia memperlambat langkahnya. Danarto sudah hampir bisa mengejarnya, ketika sebuah teriakan terdengar.

“Aunty … Aunty …”

Sekarang Desy berhenti melangkah. Ia menoleh ke belakang, dan dilihatnya Azka berlari kecil mengejarnya.

Danarto menghela napas kesal, karena dia juga melihat laki-laki gagah itu mengikuti langkah anak kecil yang kemudian mendekati Desy.

Danarto berbelok ke arah lorong yang menyimpang dari jalan semula yang ingin di lewati, hanya karena tak ingin mengganggu ke akraban mereka.

“Aunty ..!”

Lalu Danarto melihat Desy kemudian menggendongnya.

“Dokter ternyata belum pulang?” kata laki-laki itu yang kemudian berjalan berdampingan dengan Desy yang menggendong Azka.

“Saya baru saja menemui dokter Nisa.”

“Oh, apa kata dokter Nisa?”

“Baik. Bunga bisa sembuh lebih cepat.”

“Syukurlah.”

“Dokter bawa mobil sendiri?”

“Ya.”

“Oh, ya sudah, kalau tidak mau saya antar sekalian.”

“Terima kasih, tidak usah. Pak Harun kan harus mengurus Bunga.”

“Ini Bunga saya tinggal bersama mbak Sri, jadi saya pulang dengan membawa Azka.”

“Mudah-mudahan Bunga tidak rewel.”

“Mudah-mudahan tidak. Dia sudah lebih tenang.”

“Syukurlah.”

“Oh ya dokter, besok pagi itu sebenarnya hari ulang tahun Bunga.”

“Oh ya?”

“Saya tidak sampai hati untuk tidak merayakannya. Jadi besok saya akan merayakannya kecil-kecilan. Mungkin hanya membawa taart kesukaan Bunga. Saya berharap dokter Nisa dan dokter Desy hadir juga, supaya Bunga senang.”

“Baiklah, jam berapa acaranya?”

“Bukan acara apa-apa, pesanan taart saya akan siap kira-kira jam sebelas siang, karena tadi saya pesan mendadak.”

“Baiklah, saya akan datang sekitar jam sebelas.”

“Terima kasih dokter.”

Keduanya sudah sampai di lobi. Harun meminta agar Azka turun dari gendongan Desy, tapi Azka meronta.

“Aunty … Aunty …” teriaknya sambil merangkul leher Desy erat sekali.

“Azka, Aunty mau pulang, besok kita ketemu lagi. Ya.”

Tapi Azka mempererat pelukannya.

“Aunty … Aunty … “ Harun memaksa Azka agar melepaskan pelukannya, tapi Azka meronta dan menangis keras.

“Aduh, bagaimana ini?” kata Harun kebingungan.

“Azka mau ikut Aunty pulang?”

“Itut.. Aunty … “ rengeknya.

“Baiklah, Azka ikut Aunty ya,” kata Desy sambil terus melangkah ke arah parkiran, diikuri Harun.

“Baiklah, sampai di rumah dokter ya, mungkin Azka akan mau sesampai di sana.”

“Ya Pak. Sampai di rumah saya saja.”

Danarto mengawasi mereka dengan perasaan tak menentu. Untuk bertemu, ada saja halangannya. Sekarang Desy malah membawa Azka ke mobilnya.

Danarto membalikkan tubuhnya, ingin kembali ke ruangannya, tapi tiba-tiba seseorang menabraknya.

“Hei … ini aku,” seru Danis yang sebenarnya mau mengganggu Danarto.

“Kamu !” kesal Danarto sambil meninju dada sahabatnya pelan.

“Ada apa? Mengapa kamu biarkan dia pergi bersama duda itu?” ledek Danis.

“Kamu sudah tahu, siapa dia?”

“Sudah tahu. Dia pernah menjadi pasien aku setelah isterinya meninggal. Kasihan. Tapi dia sangat setia. Sudah dua tahun belum juga mau menikah lagi.”

“Sekarang dia mendekati Desy.”

Danis tertawa.

“Anak-anaknya sangat dekat dengan Desy. Kamu takut?”

“Entahlah, aku baru mau bicara sama dia, ada-ada saja halangannya.”

“Kamu kesal?”

“Kesal dong. Permasalahanku sama Desy belum selesai. Dia harus tahu tentang Hesti yang bukan siapa-siapa aku.”

“Masih ada waktu, datang saja ke rumahnya, beres kan?”

“Dia membawa anak kecil itu, pasti ke rumahnya. Mana bisa aku bicara?”

“Sabar dong Dan. Sebuah cinta perlu diperjuangkan. Dan perjuangan juga perlu kesabaran. Tapi harus cekatan juga sih, jangan sampai duda ganteng merebut calon isteri kamu.”

“Aku juga ganteng kan?”

“Iya aku tahu. Tapi Desy kan bisa menilai. Mana yang lebih gigih mengejar cintanya.”

“Kamu menakuti aku saja.”

“Bukan menakuti. Hal itu harus kamu pikirkan. Masalah cekatan itu tadi lhoh. Kalau kamu kalah cepat, ya rasakan akibatnya. Jadilah bujang lapuk.”

“Eh, nyumpahin aku ya?”

Keduanya tertawa, lalu berpisah ketika harus memasuki ruangan masing-masing.

***

“Desy ? Itu anak yang kamu bawa tiga hari yang lalu, bukan?” tanya Tindy heran.

“Iya Bu, ini ikut ayahnya nggak mau, malah minta ikut Desy.”

“Aunty …”

“Iya sayang, nungguin papi di depan ya,” kata Desy kemudian mengajak Azka duduk di teras. Tindy mengikutinya.

“Yang sakit bukan ini kan?”

“Bukan Bu, kakaknya. Sekarang masih dirawat.”

“Ibunya kemana? Mengapa ikut kamu?”

“Ibunya meninggal ketika anak ini dilahirkan.”

“Ya Tuhan,” kata Tindy sambil mengelus kapala Azka.

“Sudah bisa ngomong? Namamu siapa Nak?”

“Azka, ditanya sama eyang tuh, namamu siapa?”

Tapi Azka hanya menatapnya.

“Tidak mudah anak kecil mengenal orang asing.”

“Nanti kalau ayahnya sudah menjemput, Desy mau cerita banyak tentang anak ini.”

Tindy mengangguk, lalu masuk ke dalam. Ketika keluar, Tindy membawa toples berisi biskuit marie.

“Sayang, mau ini ?”

Azka menatapnya, lalu menatap Desy.

“Aunty …”

“Mau? Baiklah.”

Desy mengambilkan sebuah biskuit, dan diterima Azka.

“Makanlah sayang.”

Azka memakannya.

Lalu mobil Harun sudah memasuki halaman.

“Itu papi datang,” seru Desy.

Azka segera melihat ke arah mobil.

“Papi….” teriaknya.

Tindy yang masih berdiri di teras tak jadi masuk.

Harun turun dari mobil dan berjalan ke arah teras.

“Selamat siang, Ibu,” kata Harun sambil mendekat, lalu mencium tangan Tindy.

“Selamat siang Nak, silakan duduk,” sambut Tindy ramah.

“Saya hanya akan menjemput Azka.”

“Oh iya, putranya lucu.”

“Dia sangat dekat dengan dokter Desy. Ayo sayang, kita pulang,” kata Harun yang segera meminta Azka dari gendongan Desy.

“Mau langsung pulang?” tanya Desy.

“Iya Dok, ada yang harus saya kerjakan. Ayo Azka, beri salam sama Aunty.”

Azka menyalami tangan Desy, dan juga Tindy. Tapi ketika ayahnya mengajak pergi, Azka berteriak-teriak.

“Aunty … Aunty…”

Harun menepuk-nepuk punggungnya, lalu menaikkannya ke atas mobil.

Ketika mobil itu berlalu, Desy masih termangu di halaman.

“Kasihan, kalau anaknya rewel di dalam mobil bagaimana?” kata Tindy.

Desy naik ke teras, lalu mengikuti ibunya masuk ke dalam rumah.

***

“Kamu tidak ketemu nak Danarto?” tanya Tindy ketika mereka sedang bersantai di ruang tengah.

“Ketemu.”

“Sudah bicara ?”

“Tidak sempat bicara Bu.”

“Mengapa tidak sempat?”

“Desy sibuk karena anak-anak rewel, setelah mau pulang dan tampaknya mas Danarto mau bicara, yang kecil gantian rewel.”

“Ya ampun.”

“Pasti ada kali lain yang lebih baik.”

“Kamu menganggap enteng masalah kamu sendiri. Bagi bapak sama ibu, ini hal yang sangat penting untuk dibicarakan,” sesal Tindy.

“Nanti Desy akan bicara. Mungkin mas Danarto lebih memilih pilihan orang tuanya, siapa tahu.”

“Mengapa kamu mengira begitu? Ibu yakin dia sangat mencintai kamu.”

“Kami belum bicara Bu.”

“Sepertinya kamu menganggap enteng permasalahan ini. Apa kamu tertarik pada ayahnya Azka?”

Desy terkejut mendengar pertanyaan itu.

“Mengapa ibu mengira begitu?”

“Kamu dekat dengan anak-anaknya. Bahkan kamu membatalkan niat kamu ketemu kakak kamu karena anak itu.”

“Desy hanya kasihan, tak ada maksud lain. Pak Harun juga masih sangat mencintai isterinya, walau dua tahun sudah berlalu.”

“Melihat sikapnya tadi, ibu merasa khawatir. Bukan apa-apa sebenarnya, terserah kamu mau memilih yang mana, tapi nak Danarto sudah bersiap melamar kamu.”

“Ibu jangan mengira Desy akan memilih salah satu diantaranya. Tidak. Tak mudah bagi Desy untuk tertarik kepada seseorang.”

“Kamu masih mencintai nak Danarto bukan?”

“Desy belum melupakannya Bu, tapi kan ada kendala yang masih belum terurai.”

“Hati kamu juga susah terurai,” sergah Tindy.

“Tidak Bu, pasti ada waktunya nanti.”

“Mbak Desy mau mengajak aku ke mana?” tiba-tiba Tutut muncul dan duduk di samping kakaknya, sudah berpakaian rapi.

“Anak ini senang sekali kalau diajak jalan, aku belum dandan dianya sudah rapi,” kata Desy sambil berdiri.

“Mau kemana? Tanya Tindy.

“Hanya mau beli kado buat Bunga Bu, besok dia ulang tahun,” kata Desy sambil berlalu.

“Siapa Bunga?”

“Itu Bu, anak kecil yang dirawat.”

“Ooh, jadi besok dia ulang tahun?”

“Mbak Desy sangat perhatian pada mereka.”

“Iya, tadi yang kecil rewel ketika ayahnya mengajak pulang.”

“Jangan-jangan mbak Desy mau dijadikan ibu dari anak-anak itu,” gumam Tutut.

“Eeeh, jangan ngegosip, ayo berangkat,” kata Desy yang sudah berganti pakaian. Tutut hanya tertawa mendengar omelan kakaknya.

“Pergi dulu Bu, Pak,” pamit Desy kepada ibunya, dan juga ayahnya yang sedari tadi asyik menonton televisi dan tak mengucapkan apapun ketika Tindy berbincang dengan anaknya.

***

“Apakah dia belum sembuh?” tanya Tutut ketika dalam perjalanan.

“Belum bisa dikatakan sembuh, walau keadaannya semakin membaik.”

“Kasihan ya, pesta ulang tahun di rumah sakit.”

“Ayahnya yang ingin merayakannya, karena bocah itu ingat kalau besok hari ulang tahunnya.”

“Mbak mau beli apa nanti, untuk hadiah?”

“Kalau anak perempuan, pastinya boneka kan?”

“Setuju, jangankan anak, aku saja yang sudah tua juga masih suka boneka. Jadi aku nanti juga mau dong dibelikan.”

“Kamu? Masih mau? Boneka kamu sudah ada satu almari penuh.”

“Tapi kan aku masih suka. Barangkali nanti ada yang lucu.”

“Semoga nggak ada yang lucu,” gerutu Desy.

Tutut tertawa.

“Pasti ada lah, boneka itu semuanya lucu.”

Desy menghentikan mobilnya di sebuah toko mainan. Tutut sangat antusias masuk ke dalam. Desy hanya geleng-geleng kepala. Mereka tak sadar ketika sepasang mata mengawasi mereka dari kejauhan.

“Mbak, itu Mbak, lucu banget … beruang yang putih itu Mbak.”

“Besar sekali. Bunga kan masih kecil, mana kuat menggendongnya.”

“Bukan Bunga, tapi aku.”

“Eeeh, kamu tuh. Niatnya cari kado buat Bunga, kamu malah memilih untuk diri kamu sendiri.”

“Iya, nanti aku pilihkan untuk Bunga,” kata Tutut yang masih terus menerus melihat-lihat boneka yang dipajang.

“Ini buat Bunga, Mbak.”

“Mana?”

“Ini, kura-kura lucu.”

“Nggak ah, jelek. Bagaimana kalau ini? Boneka yang bisa bicara.”

“O iya, itu bagus. Baiklah, terserah Mbak, aku tetap minta beruang putih yang tadi.”

“Tutut!”

Tutut hanya tertawa, ia kemudian bergegas menghampiri boneka yang sejak awal dipilihnya. Tapi Tutut terkejut, ketika boneka itu sudah dipilih orang.

“Yaaah, Mbak Desy sih, tadi nggak diijinin, sekarang sudah diambil orang deh,” omel Tutut dengan mulut cemberut.

Tapi Tutut terkejut, ketika dia membalikkan badan, beruang putih yang tadi dipilihnya tiba-tiba sudah ada didepannya.

Tutut berteriak, karena boneka itu kemudian memeluknya. Pasti ada yang melakukannya dong.

***

Besok lagi ya




42 comments:

  1. Replies
    1. Selamat uti Nani juara 1

      Aduhai ....Ah eps 21
      Alhamdulillah sdh tayang.
      Matur nuwun bu Tien, salam sehat.
      Selamat malming beserta AMANCU.

      Delete
    2. Menang nih j. Nani. Bu Tien, kasihan Danarto

      Delete
  2. Terimakasih bunda Tien.. salam Aduhaaai ❤️😘

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku ADUHAI AH sudah tayang.
    Masih ruwet masalahnya, belum ada jawaban pasti Desy .
    Kemana saja Sarman... tidak ada beritanya.
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI AH.

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah, Terima kasih mbak Tien salam sehat selalu..

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah sdh hadir
    Matur nuwun bu Tien

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah
    Terimakasih bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah ADUHAI-AH 21 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  8. Alhmdllh... yg dtunggu sdh hadir.... trmkasih, sht sllu...

    ReplyDelete
  9. Spt nya dr. Danis yg membelikan beruang
    putih..pdkt...🤗

    ReplyDelete
  10. Pasti danis yg pegang beruang Putih. Terima Kasih mbak Tien.

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah AA21 telah tayang , terima kasih mbak Tien, tambah sehat dan bahagia bersama keluarga. Aamiin.

    ReplyDelete
  12. Antara Harun dan Danarto...ADUHAI AH 🥰

    Matur nuwun bunda Tien ...🙏

    ReplyDelete
  13. Aduh yg bawa boneka beruang dokter Danis kah atau sarmankah bikin penasaran....trims Bu Tien sudah menghibur

    ReplyDelete
  14. Terimakasih bu Tien AA 21 sudah tayang. Salam seroja.

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah ADUHAI AH Episode 21 sudah tayang, matur nuwun mbak Tien Kamalasari.
    Semoga tetap sehat, bahagia bersama keluarga, dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin Yaa Robbal Alamiin.

    ReplyDelete
  16. Mulai jail, dengan bekal pengalaman yang dipunyai mudah saja meraih tujuannya bener bener trampil membuat kejutan; statusnya kan dupan, itu yang dimaksud cekatan kali ya..
    Dengan mudah menarik perhatian Tutut.

    Tinggal siapa yang butuh aja, pasti kalau punya tujuan ya dikejar, tuh emak Tindy sudah mulai resah lihat sikap Desy seakan mengerdilkan masalah, ok kalau masalah menjaga diri dan menemukan rival yah tentu niat bertahan donk, ih, melow bangêt seeh, lagian belum jelas juga kan, trus gimana kalau rasa asih mu disentuh dengan rèngèkan bocah lucu yang menggemaskan, ya sudah sana Des ambil tuh dupan; langsung nyungsep dapur dèh.

    Cari hadiah aja sudah di kuntit dupan yang ngincar adekmu.
    Tapi terserahlah, emakmu juga hanya bisa nyaranin aja, bukankah saling mengenal keberduaan lebih di utamakan, bukan temuan temuan rasa yang menjadi kembang yang hanya sesaat senang yang di dahulukan.

    Masalah perjodohan? Bertemu Danar saran emak Tindy, dan bicarakan lah.

    Nggak tahu kali ini Sarman pergi kemana, nganter Hesti ke kost, jadi ngerti sekarang Hesti ada simpati sama Sarman, sengaja mau ketemu dan bicara.



    Terimakasih Bu Tien,
    ADUHAI AH yang ke dua puluh satu sudah tayang.
    Sehat, semangat, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta.
    🙏

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah ADUHAI AH~21 sudah hadir, maturnuwun bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  18. Wah jangan2 danarto tidak bisa memiliki desy seperti cerbung bukan milikku, kasihan danarto

    ReplyDelete
  19. Salem(Boston), May 14th, 2022

    Terima kasih bunda Tien tayangannya seri ke 21! Saya sudah membacanya pagi ini! Salam sehat dan jangan lupa bahagia bunda Tien dan para sahabat PCTK dimana saja berada!

    ReplyDelete
  20. 𝐀𝐥𝐡𝐚𝐦𝐝𝐮𝐥𝐢𝐥𝐥𝐚𝐡 𝐦𝐚𝐭𝐮𝐫 𝐬𝐮𝐰𝐮𝐧 𝐛𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐞𝐩𝐬 21 𝐬𝐝𝐡 𝐭𝐚𝐲𝐚𝐧𝐠...🙏

    𝐒𝐞𝐦𝐨𝐠𝐚 𝐛𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 ...𝐀𝐚𝐦𝐢𝐢𝐧 𝐘𝐑𝐀.🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  21. Ceritanya seru...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah, salam sehat selalu bu Tien

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah...dan terimakasih ya bu Tien .aduhai sapa ya masa Danis seh

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah, Matur nuwun bu Tien untuk ADUHAAII Ah ,pancen Aduhaaii
    Danarto piye,,Ayo semangat mumpung blm diambil Harun.hehe

    Salam Sehat wal'afiat semua bu Tien 🤗💖

    ReplyDelete
  25. Matur nuwun Bu Tien...ADUHAI nya

    ReplyDelete
  26. Terima ksih bunda Tien AA 21 nya..slmt berhari minggu bersama keluarga..slm seroja dan tetap aduhai dri sukabumi🙏 🥰

    ReplyDelete
  27. Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Salem, Boston Massachusetts, Bantul, Mataram, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
    ADUHAI.....

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...