Tuesday, May 17, 2022

ADUHAI AH 23

 

ADUHAI AH  23

(Tien Kumalasari)

 

“Mengapa menatap ibu seperti itu?” kata bu Sriani kesal.

“Untuk apa Ibu melakukannya? Ibu hanya akan mendapat malu.”

“Bukan aku yang akan mendapat malu, tapi dia. Gadis itu, yang telah melakukan hal yang melanggar.”

“Melanggar apa Bu?”

“Melanggar perjanjian ibu dengan almarhumah ibunya Danarto. Kamu tidak mengerti juga ya?”

“Bu, aku tidak mau menjadi isterinya, percuma ibu melakukannya.”

“Terserah kamu mau bilang apa. Ibu sangat marah menerima perlakuan Danarto ketika datang ke rumah. Dia sama sekali tidak menghargai ibu, dan walau tidak mengatakannya, dia seakan bilang bahwa ibu adalah pembohong. Dia pergi begitu saja, nggak ada sopan-sopannya. Ibu harus membalas perlakuan itu.”

“Barangkali dia juga kesal karena ibu seperti memaksa.”

“Bukan memaksa, aku hanya menunjukkan sebuah fakta, bahwa ada sebuah ikatan antara aku dan ibunya, dan ibu ingin agar dia menghormatinya.”

Hesti diam menunduk, sambil merangkul kedua lututnya.

“Orang itu harus punya harga diri.”

“Kalau ibu ke sana, ibu seperti tak punya harga diri juga.”

“Hesti ! Kamu berani mengatai ibumu seperti itu. Kamu itu anak durhaka, tahu. Sekarang ini, kalau ibu melakukannya, bukan karena ingin menjadikan dia menantu ibu, tapi ingin membalas perlakuannya.”

Hesti ingin menjerit sekuat-kuatnya. Ia sudah tahu dan menyadari sepenuhnya bahwa Danarto tak akan mau menjadikannya isteri. Apa yang dikatakan Sarman sangat merasuki jiwanya, karena semuanya adalah benar. Janganlah mencintai milik orang lain, kamu masih kecil, fokuslah kepada kuliah kamu. Dan Hesti akan melakukannya. Mas Sarman adalah laki-laki terbaik yang pernah ditemuinya. Yang memarahinya berkali-kali dan menganggap bahwa apa yang dilakukannya adalah salah.

“Mengapa kamu diam?”

Hesti mengangkat wajahnya, dan menampakkan pelupuknya yang bersimbah air mata.

“Kamu menangis?”

Hesti tak menjawab.

“Kedatangan ibumu adalah untuk membalas perlakuan dia. Ibu sakit ketika ia meninggalkan rumah kita tanpa rasa hormat sama sekali. Ia berbeda dengan almarhum ibunya yang sangat lembut dan santun, dan menganggap ibu ini saudaranya. Pasti dokter perempuan itu telah mempengaruhinya.”

“Sudahlah Bu, hentikan semuanya. Biarkan Hesti menyelesaikan kuliah Hesti terlebih dulu. Jodoh itu bukan kita yang meraihnya, tapi Dia yang memberinya.”

“Ya ampuuun,” bu Sriani geleng-geleng kepala.

“Kemana anak ibu yang penurut dan selalu membesarkan hati ibu? Kemana semua itu Hesti, siapa yang mempengaruhi kamu? O, ibu ingat sebuah nama ketika beberapa hari yang lalu … eh... bukan, kemarin atau satu dua hari yang lalu, makan bersama kamu. Dia bernama Sarman. Dia kan yang mempengaruhi kamu?”

“Dia seorang yang baik.”

“Oh ya? Seberapa besar perhatiannya atas kamu? Dengar Hesti, kamu itu cantik. Kalau laki-laki berbaik-baik sama kamu itu sudah sewajarnya, karena pasti mereka menginginkan perhatian dari kamu, supaya kamu suka, supaya kamu tertarik. Dan kamu tidak menyadarinya? Ya, benar, kamu masih sangat muda untuk menyadari sebuah tipu muslihat. Dan karena pengaruh dari mereka itu, maka sikap kamu berubah. Kamu berani menentang ibumu, bahkan tidak menghormati ibumu sama sekali. Begitu kan?”

“Ibu salah,” kata Hesti pelan. Hatinya sudah menciut karena ibunya baru datang sudah membawa amarah yang tak terkendali. Tapi ia bukannya takut. Entah dari mana datangnya, ia bisa memilah mana yang baik dan mana yang buruk.

“Kenapa ibu salah? Dimana letak kesalahan ibumu? Ibumu membela kamu, membuat kamu hidup terhormat dengan laki-laki yang terhormat pula, kamu sekarang menentangnya. Ibu ingin membela martabat ibu, kamu juga mencelanya.”

Hesti tak lagi ingin menjawab. Ia tahu setiap jawaban akan semakin membuat ibunya murka.

***

“Kemana saja kamu tadi ?” tanya Desy malam itu di kamar mereka.

“Jalan saja, lalu beli bakso, lalu ketemu mas Sarman deh,” kata Tutut yang berbaring di samping kakaknya.

“Ketemu mas Sarman? Di mana?”

“Ketika dia mau beli bakso. Maksudnya mau dibawa pulang, tapi aku memaksanya untuk makan bersama kami dulu di sana.”

“Oh ya? Ngomong apa saja dia?”

“Ngomong tentang skripsinya yang sudah selesai.”

“Syukurlah. Senang mendengarnya. Semoga dia segera kembali ke rumah ini.”

“Iya, aku tadi juga bilang begitu. Kasihan, dia tampak kurus.”

“Masa?”

“Iya. Biarpun masih ganteng sih, tapi kelihatan kalau agak kurusan. Mungkin sering tidur malam, bolak balik ke kampus. Capek ya.”

“Pastinya. Lalu kapan kamu selesainya? Sudah di salip sama mas Sarman tuh, padahal kamu kuliah lebih dulu.”

“Iya, otaknya beda. Dia lebih encer, aku terlalu kental,” jawab Tutut seenaknya.

“Dasar kamu tuh tidak bersungguh-sungguh. Dan menurut aku, kamu selalu bergantung sama mas Sarman. Sedikit-sedikit tanya mas Sarman. Ketika dia tak ada, kamu seperti tak bersemangat.”

“Iya sih.”

“Jangan bilang kamu jatuh cinta sama dia. Bisa heboh rumah ini.”

Tutut tertawa.

“Ada-ada saja. Cinta? Enggak lah. Mas Sarman itu kakak aku.”

“Tapi dia cinta sama kamu kan?”

“Sepertinya tidak lagi. Dia menatap aku biasa saja. Ketika melihat aku sedang bersama mas Danis, dia juga tidak kelihatan cemburu.”

“Syukurlah. Nanti bapak sama ibu pasti senang mendengar mas Sarman sudah selesai mengerjakan skripsinya. Tinggal ujian, kalau sudah oke, dan selesai.”

“Carikan isteri buat dia Mbak.”

“Kamu ada-ada saja. Jaman sekarang tidak ada yang namanya mencarikan suami atau isteri.”

“Ada satu.”

“Ada?”

“Itu, gadis yang dijodohin sama mas Danarto.”

“Ah ya, namanya Hesti. Cantik sih orangnya, tapi dia masih kecil. Baru masuk kuliah. Berarti umurnya belum ada duapuluh tahun.”

“Sekarang bagaimana?”

“Nggak tahu aku. Mas Danarto bilang sudah ketemu ibunya dan menyangkal perjodohan itu.”

“Oh ya? Biarpun itu wasiat dari orang yang sudah meninggal?”

“Tidak. Hanya sebuah foto dari kedua ibu itu, yang dibaliknya tertulis, bisakah kita berbesan kalau anak kita laki-laki dan perempuan, atau apa, aku nggak hapal kalimatnya. Intinya begitu. Apa itu perjanjian?”

“Wah, sudah mencair rupanya hati Mbak.”

“Doakan lancar semuanya ya. Aku ingin hidup aku baik-baik saja.”

“Pasti lah Mbak, aku doakan Mbak. Pokoknya yang terbaik untuk Mbakku tersayang ini.”

“Terima kasih, adikku yang tersayang, walau terkadang nyebelin. Eh, senang kamu ya, sudah dapat boneka beruang putih. Tuh, memenuhi kamar saja. Dimasukkan ke almari mainan kamu juga ngga cukup kan?”

“Biarin saja dia duduk manis disitu, senang aku memandanginya sebelum tidur.”

“Bisa mimpi ketemu beruang beneran kamu.”

“Ih, jangan dong. Kalau ketemu yang memberi beruang itu, aku mau.”

“Hei, kamu suka sama mas Danis?”

“Mbak Desy kok gitu. Cuma bilang begitu saja dikatain suka,” sungut Tutut.

“Nggak apa-apa sih, kan dia baik. Tapi ya itu, dia duda beranak satu. Eh, duda tapi belum bersertifikat,” kata Desy sambil tertawa.

“Aku nggak ingin mikirin cinta dulu. Katanya harus segera selesai kuliah?”

“Benar. Jadi jangan selewengan.”

“Besok aku boleh nggak ikut ke rumah sakit?”

“Ngapain ikut? Kemarin dulu juga bilang ikut.”

“Ingin melihat calon anak tiri Mbak."

“Apa?” kata Desy sambil memukul adiknya dengan guling.

“Itu yang bilang mas Danis. Tadi tuh ketika aku sedang mencari-cari, Mbak dimana ya, kata mas Danis lagi nyariin kado buat calon anak tirinya.”

“Dasar Danis. Awas besok kalau ketemu.”

“Ya sudah aku mau tidur. Aku bawa boneka beruang ke sini ya, biar nemenin aku tidur.”

“Nggak bisa, menuh-menuhin saja. Dekat kamu saja sudah gerah, ditambah beruang segede itu,” kesal Desy.

Tutut cemberut, tapi tak berani menentang kakaknya.

***

“Selamat pagi,” sapa Harun ketika memasuki ruang praktek dokter Nisa.

“Selamat pagi, pak Harun, silakan duduk. Ada yang bisa saya bantu? Bunga baik-baik saja kan?”

“Iya Dok, berkat Dokter, Bunga sudah semakin baik, dan tidak terlalu rewel.”

“Berkat saya, atau berkat dokter Desy?”

Harun tertawa renyah.

“Berkat kedua-duanya Dok.”

“Kalau dia terus membaik, mungkin dua tiga hari lagi boleh pulang. Untunglah belum terlambat ditangani. Pak Harun sangat menjaga anak-anak, sehingga sedikit saja sakit, sudah dibawa ke dokter. Itu bagus.”

“Saya ini kan hanya sendirian, bersama seorang baby sitter. Jadi saya sangat berhati-hati dalam menjaga anak saya. Seperti pesan almarhumah ibunya sebelum meninggal,” kata Harun yang tiba-tiba tampak sedih.

“Pak Harun sangat luar biasa, bisa menjadi ayah dan ibu sekaligus.”

“Iya dok. Mmm ... begini, kedatangan saya kemari, kalau dokter tidak keberatan, saya minta dokter ke ruangan Bunga sebentar. Sekitar jam sebelas, begitu.”

“Memangnya ada apa Pak?”

“Hari ini Bunga ulang tahun. Ia tidak melupakannya, dan saya tak sampai hati untuk tidak merayakannya walau kecil-kecilan.”

“O, begitu? Aduh, mengapa bilangnya mendadak, saya tidak punya kado buat Bunga, bagaimana?”

“Tidak apa-apa Dok, kedatangan dokter sudah membuat kami sangat bahagia.”

“Baiklah Pak Harun, sebentar lagi saya selesai. Jam sebelas nanti saya ke sana.”

“Terima kasih sebelumnya Dokter. Sekarang saya permisi dulu,” kata Harun sambil berdiri. Ketika Harun melangkah keluar, dokter Nisa menatapnya dengan penuh kekaguman.

“Benar-benar seorang ayah yang luar biasa,” gumam dokter Nisa pelan.

Dokter Anisa Purbasari adalah dokter spesialis anak yang masih gadis. Dulu pernah bertunangan, tapi calon suaminya meninggal karena kecelakaan. Setelah itu dia tak pernah lagi memikirkan yang namanya jodoh. Tiga tahun berlalu, dinikmatinya dengan hidup menyendiri, walau terkadang merasa sepi.

***

“Mana aunty?” tanya Bunga ketika ayahnya datang. Mbak Sri sudah memakaikan baju baru yang indah untuk Bunga.

“Aduh, Bunga cantik sekali.”

“Kata Mbak Sri, Bunga seperti mami.”

“Oh, iya benar. Mami cantik, Bunga juga cantik.”

“Mana aunty?”

“Nanti aunty akan datang, juga ibu dokter Nisa yang cantik dan ramah.”

“Tapi aku takut ibu dokter Nisa.”

“Mengapa takut?”

“Kalau dia datang, selalu menyuruh suster memasukkan obat ke situ. Bunga sakit, papi,” rengek Bunga.

“O, sayang. Itu bukan sesuatu yang menakutkan. Dokter Nisa itu kan dokter. Dia menyuruh suster perawat memasukkan obat ke dalam infus itu, karena ibu dokter ingin agar Bunga segera sembuh. Kalau Bunga sembuh, kemudian kita bisa pulang ke rumah, dan Bunga bisa bermain bersama adik seperti biasanya. Bunga suka kan?”

Bunga mengangguk pelan, walaupun masih merasa ragu.

“Bunga harus percaya, bahwa dokter Nisa ingin menyembuhkan Bunga. Kalau Bunga tidak diberi obat, maka Bunga tidak akan segera sembuh. Mengerti kan?”

“Tapi itu sakit …”

“Sakit sedikiiit, tapi nanti segera sembuh. Bunga pengin segera pulang kan?”

“Iya, papi.”

“Nah, nanti kalau dokter Nisa datang kemari, Bunga harus memberi salam dengan manis.”

“Iya, papi.”

“Kapan aunty akan datang?”

“Sebentar lagi. Bunga, sabar ya. Sebentar, papi mau mencari mbak Sri, supaya mbak Sri bisa menata kue taart yang cantik buat Bunga.”

“Bolehkah Bunga bangun?”

“Nanti menunggu ibu dokter Nisa dulu, apakah Bunga boleh bangun atau tidak. Sabar ya.”

“Nanti menyanyi ulang tahun ya, papi?”

“Iya, tentu, sayang. Sekarang diam dulu disini. Sebentar lagi tamu-tamu kita datang.”

***

“Mas, nanti ikut ya,” kata Desy ketika bertemu Danarto di ruang prakteknya.”

“Ikut kemana?”

“Itu … ke ruang rawat inapnya Bunga.”

“O, merayakan ulang tahun. Kan aku tidak diundang.”

“Ya nggak apa-apa, kan kamu datang bersama aku?”

“Bagaimana kalau dia cemburu?”

“Dia siapa?”

“Itu, ayahnya Bunga.”

“Ada-ada saja. Kami hanya bersahabat, karena anak-anaknya dekat sama aku. Yang cemburu jadinya malah Mas tuh.”

“Nggak apa-apa kalau aku cemburu, bukankah cemburu tandanya cinta?”

“Ah …”

“Hm … seneng mendengarnya lagi.”

“Ya sudah mas, aku ke ruang aku dulu. Sebentar lagi jam sebelas. Mas nyamperin aku ya. Hadiahnya masih di sana.

“Baiklah.”

Desy kembali ke ruangannya, dan terkejut ketika perawat pembantunya memberi tahu, bahwa ada tamu sedang menunggu.

“Siapa sus?” tanya Desy heran.

“Seorang ibu.”

“Bukan pasien?”

“Bukan Dok. Pasien sudah habis. Katanya cuma ingin ketemu saja.”

Desy mengangguk, lalu masuk ke dalam ruangannya. Dilihatnya seorang wanita duduk sambil menyilangkan kakinya. Berpakaian bagus, dan berdandan apik. Desy merasa belum pernah melihat wanita itu.

“Selamat siang ibu,” sapanya sambil duduk di depan tamunya.

“Selamat siang,” jawab wanita yang sama sekali tidak menunjukkan sikap ramah. Matanya menatap tajam ke arah Desy.

“Ada yang bisa saya bantu?” tanya Desy.

“Dokter tidak menanyakan siapa saya?”

“Oh ya, baiklah, siapa ibu sebenarnya? Rasanya saya belum pernah bertemu sebelum ini.”

“Betul, karena saya juga baru bertemu dokter sekarang ini. Nama saya Sriani, dari Surabaya.”

Desy tertegun.

“Surabaya?”

***

Besok lagi ya.




45 comments:

  1. Replies
    1. Selamat buat jeng Hermina Juara 1
      Matur nuwun bu Tien AA_23 sudah tayang.
      Salam SEROJA dan tetap ADUHAI....AH

      Delete
    2. Juara 1 mbk Hermin, selamat ya mbk...

      Delete
    3. Tks pa Djoko, mb Nani.. Td kebetulan pas buka pctk ada MST hehe..

      Delete
  2. Alhamdulillah AA sdh tayang
    Mtnuwun mbk Tien
    Sehat selalu nggih mbk

    ReplyDelete
    Replies
    1. Alhamdulillah doa kita bunda Tien sehat selalu yah mb Nani

      Delete
  3. Alhamdulillah.,. Sdh tayang.. Tks Bu Tien

    ReplyDelete
  4. Matur nuwun mbak Tien-ku ADUHAI AH sudah tayang.

    ReplyDelete
  5. Replies
    1. Akan ada 'perang'kah di rumah sakit? Mudah mudahan keadaan terkendali dan tidak terlalu mencemaskan.
      Baru setengah jalan ceritanya, jadi pasti akan ada kejadian diluar perkiraan.
      Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI AH.

      Delete
  6. Alhamdullilah sdh tayang AA23..terima ksih bunda Tien..slmt mlm dan slmt istrahat..slm seroja dri skbmi😘😘🙏

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah
    ADUHAI...AH Eps 23 sdh tayang, bagaimana Tutut & Danis yg blm pulang, mak Lampir Sriati yang memaksa Hesti & lamaran Danarto ke orang tua Desy? Yuk kita ikuti bersama.

    Terima kasih bu Tien, salam sehat dan tetap Semangat.

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah, matur nuwun mbak Tien....

    ReplyDelete
  9. Ah.... Besok lagi yaa... 😁😁😁😁

    Sehat selalu Bu Tien, salam dari Bandung 😘

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah ADUHAI AH Episode 23 sudah tayang, matur nuwun mbak Tien Kamalasari.
    Semoga tetap sehat, bahagia bersama keluarga, dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin Yaa Robbal Alamiin.

    ReplyDelete
  11. Matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang, salam aduhaai dari Pagelaran, Lampung

    ReplyDelete
  12. 𝐉𝐢𝐚𝐧 𝐒𝐫𝐢𝐚𝐧𝐢 𝐧𝐠𝐚𝐰𝐮𝐫𝐫𝐫 ...𝐧𝐠𝐥𝐚𝐛𝐫𝐚𝐤 𝐤𝐨𝐤 𝐧𝐚𝐧𝐠 𝐑𝐮𝐦𝐚𝐡 𝐒𝐚𝐤𝐢𝐭...😄😄😄

    𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐛𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 ...𝐞𝐩𝐬 23 𝐬𝐝𝐡 𝐭𝐚𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐚𝐭𝐮𝐫 𝐬𝐮𝐰𝐮𝐧🙏🙏🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yah maklum seh org gak punya etika,dlm otaknya bundhet ruwet isinya cuma emosi ajah

      Delete
  13. Terima kasih Bu Tien, semoga selalu sehat.

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah AA sdh hadir
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat selalu.
    Salam ADUHAI AH

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah AA sdh tayang...smg Desy bs mengatasi keakuan bu Srianti ... smg mas Danarto segera datang dan membantu Desy ... Aamiin YRA🤲🙏

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah ....
    ADUHAI AH 23 dah tayang mksh bu Tien

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah ... Aduhai Ah .. jd nggak sabar lanjutannya.☺️
    Matur nuwun nggih Mbak Tien ... semoga kita semua sehat Aamiin.😊🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  18. Lah sriani sriani kok gak due isin blas....trims Bu tien

    ReplyDelete
  19. Nekad sekali bu sriani ini. Bakal rame nih ruang praktek dr. Desy, bakal ada danarto, tutut, mungkin juga danis.

    ReplyDelete
  20. Terima kasih mbak Tien, semoga mbak sehat² selalu. Salam sejahtera utk keluarga.

    ReplyDelete
  21. Terima kasih mbak Tien, semoga mbak Tien sehat selalu. Salam sejahtera untuk seluruh keluarga.

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah, AA23 sdh hadir.. mksh bunda Tien😊😊

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah ADUHAI-AH 23 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  24. Konflik lagi...
    Mbak Tien memang hebat...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah, terimakasih bu Tien.

    ReplyDelete
  26. Mau apa lagi sih ibunya Hesti dah ditolak tu ya ditolak kok nekat ...
    Anaknya aja dah nyadar kalau dia ibarat mengharapkan sesuatu yg tak mungkin kok malah ibunya yg nekat mau balas dendam dg mendatangi dokter Desy
    Moga Desy dan Danarto kuat iman tak terpengaruh pada omongan bu Sriani juga yg lainnya.
    Kapan sih lamarannya mas Danar...
    Moga lancar dan sukses sampai hari H.Aamiin

    ReplyDelete
  27. Terimakasih Bunda Tien, semakin seruuuu, akhirnya Desy baikan lg...tp Ibunya Hesti parahhh.....
    Sehat2 selalu ya Bun..
    salam aduhaiii

    ReplyDelete
  28. Ketua panitia sibuk meneliti lagi adakah undangan yang belum tersampaikan.

    Hé hé hé adiknya Purbalarang jadi dokter spesialis
    Yang terpana kepiawaian mengawal anggotanya agar nyaman.
    Ini Kamandaka ku.

    Ada tamu menggebu gebu menemui Desy, mbregudul campur bawur têtêp kêkêh minta menjauhi Danarto.

    Tanpa tegur sapa Danarto datang langsung mengajak Desy; ayo mana kadonya, sudah waktunya ke ultah Bunga anak kita.

    Bèn bingung sisan, katanya belum nikah, ini malah bilang punya anak.



    Terimakasih Bu Tien,
    ADUHAI AH yang kedua puluh tiga sudah tayang,
    Sehat, semangat, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  29. Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu. Aduhai

    ReplyDelete
  30. Alhamdulillah... Trmksh ibu Tien. Ceritanyamakin menarik dan membuat penasaran. Smg bu Tien sll sehat.

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Mantab Makin Aduhaaii ah ,, Harun & Nisa seperti nya,,,

    Tp ,Desy hrs sabar ya menghadapi ibunya Hesti ,,,kl jodoh Tanya bu Tien ya 😁😁

    Sehat wal'afiat semua ya bu Tien 🤗😍

    ReplyDelete
  32. Alhamdulillah... Matursuwun bu Tien. Ceritanya makin ADUHAI dan membuat penasaran. Salam sehat selalu bu Tien

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  01 (Tien Kumalasari)   Arumi berlarian di pematang sawah sambil bersenandung. Sesekali sebelah tangannya men...