MEMANG KEMBANG JALANAN
48
(Tien Kumalasari)
“Aduh, badannya panas sekali. Bagaimana ini?”
Sarman bingung, ia berlari kebelakang, mencari mangkuk
atau apa, lalu diisinya dengan air dingin.
“Lap.. aduh … mana lap … ya sudah, ini saja ….”
Sarman mengambil sebuah serbet yang tersampir di kursi,
dimasukkannya kedalam mangkuk, lalu ia kembali ke kamar, mengompres kening pak
Haryo dengan lap dingin itu. Haryo tak bergerak Ia terus menggigil, Bibirnya
membisikkan sesuatu yang tak jelas. Sarman mendekatkan telinganya ke bibir Haryo,
tapi tetap saja suara itu tak terdengar jelas. Ia ingin memanggil seseorang,
tapi siapa? Sarman mondar mandir keluar dan masuk kamar. Dipegangnya kening
Haryo, lalu ia mengganti kompresnya.
“Pak … Pak ….” panggilnya.
Sarman mengambil ponselnya, ia harus memanggil taksi,
untuk membawa Haryo ke rumah sakit. Ia bukan perawat, apalagi dokter. Ia
benar-benar tak tahu harus berbuat apa. Satu-satunya jalan hanyalah membawanya
ke rumah sakit.
Ia sudah memanggil taksi, tapi bingung juga, akankah
dia kuat menggotong tubuh Haryo yang lumayan besar, sedangkan Haryo sama sekali tidak bergerak.
“Gampang lah, nanti minta tolong pengemudi taksi agar
membantu mengangkatnya, pasti dia mau lah,” gumamnya sambil sekali lagi
menggantikan kompres yang ada di kening Haryo.
“Anakku … “
Sarman memasang telinganya kembali, ketika didengarnya
Haryo bersuara.
“Kamu … anakku ….”
“Ah, rupanya pak Haryo kangen sama anaknya. Mengapa
juga pakai nggak mau pulang ke rumah.”
“Pak, Bapak sudah sadar?” bisik Sarman. Tapi Haryo
masih tak bergerak.
“Anakku … maaf ….”
Sarman mendengar taksi memasuki halaman. Dia beranjak
keluar, dan meminta pengemudi itu untuk membantu mengangkat Haryo.
Sarman merasa lega, ketika taksi itu meluncur ke arah
rumah sakit. Sarman membawanya ke rumah sakit, dimana dulu Haryo pernah
dirawat.
Menunggu penanganan atas Haryo, Sarman duduk dengan
gelisah.
“Semalam pak Haryo tidak apa-apa. Makan dengan wajah
berseri-seri, mungkin lega sudah memberikan uang pensiunnya kepada isterinya,
dan juga membayar hutangnya, entah hutang untuk apa. Tapi sepulang dari mampir
ke rumahku itu, tiba-tiba pak Haryo tampak lesu tak bersemangat. Ternyata dia
sakit seperti ini.”
“Keluarga tuan Suharyo?”
Sarman bangkit, dan bergegas menghampiri perawat yang
memanggilnya.
“Saya sus.”
“Menurut dokter pak Suharyo harus dirawat. Panasnya
tinggi, dan diperlukan pemeriksaan lanjutan.”
“Baiklah sus, lakukan yang terbaik.”
“Mas boleh memilih kamar untuk rawat inap, agar
petugas mempersiapkannya.”
“Baiklah, kamar yang baik sus, klas satu saja.”
“Baiklah.”
“Apa Bapak Haryo sudah sadar?”
“Sudah, Mas boleh menemuinya,” kata perawat sambil
berlalu, untuk memesankan kamar seperti diinginkan Sarman.
Sarman bergegas masuk. Dilihatnya Haryo sudah sadar,
ada selang infus terhubung ke lengan Haryo.
“Pak, bagaimana keadaan Bapak? Sudah lebih baik?”
“Man, dimana aku ini?”
“Di rumah sakit Pak, saya bingung harus membawa Bapak
ke rumah sakit mana. Ini rumah sakit di mana dulu Bapak dirawat lalu menyuruh
saya menjemput.”
“Mengapa kamu membawa aku kemari? Aku baik-baik saja,
minta agar aku boleh pulang Man.”
“Tidak Pak. Bapak tidak baik-baik saja. Dokter
mengatakan bahwa Bapak harus dirawat, jadi berarti Bapak memang sakit.”
“Aku merasa sehat sekarang.”
“Bapak masih panas. Tadi saya sampai ketakutan. Bapak
menyebut-nyebut ‘anakku … anakku … Apa bapak rindu pada anak Bapak?”
“Tidak … tidak ….”
“Mengapa Pak, kalau Bapak kangen, obatnya adalah Bapak
harus ketemu. Bolehkah saya mengabari bu Haryo?”
“Jangan Man, tolong jangan lakukan. Aku mau pulang
saja.”
“Mas, Pak Haryo akan
dipindahkan ke ruang inapnya, semuanya sudah siap.,” kata salah seorang perawat
yang menyiapkan brankar untuk membawa Haryo ke kamarnya.
“Baik suster, silakan.”
Haryo merasa ketakutan. Di rumah sakit ini ia bisa
bertemu Desy setiap saat, dan itu tidak diinginkannya. Tapi ia tak bisa berbuat
apa-apa. Sarman sudah membawanya dan sekarang ia sedang dibawa ke kamar inap.
***
Sarman menunggui Haryo sampai menjelang malam. Ia
merasa lega, panas badan Haryo sudah mulai menurun.
Ia memegang tangan Haryo yang berkeringat, dilihatnya
Haryo membuka matanya.
“Pak, saya akan ke rumah Bapak, kalau boleh saya akan mengambilkan
baju ganti Bapak dan apa saja yang Bapak perlukan.”
“Baiklah Man, kunci rumah kamu bawa?”
“Ya pak.”
“Tolong ambilkan juga ponsel dan dompetku, ada di
nakas disamping tempat tidur. Kalau baju ganti kamu boleh membuka almari, aku
tidak menguncinya. Ambil selembar atau dua lembar saja.”
“Baiklah Pak, saya ke rumah Bapak sekarang.”
“Dengan apa kamu tadi membawa aku kemari?”
“Saya pakai taksi pak, sepeda motor saya masih di
rumah Bapak.”
“Kamu bersusah payah untuk laki-laki yang tak berguna
dan jahat ini.”
“Bapak, mengapa Bapak mengatakan itu? Semua yang sudah
berlalu tidak usah dipikirkan lagi. Dosa masa lalu itu, Allah pasti akan mengampuni
kalau kita bertobat dan selalu mohon ampunanNya.”
Haryo menatap anak muda tampan yang sangat santun dan
berbudi baik ini. Alangkah jauh dengan dirinya yang kotor berselimut dosa. Tanpa
bisa ditahan, merebak matanya oleh air mata yang memenuhinya.
“Mengapa Bapak menangis?”
“Apakah sebuah kata maaf bisa menghapus dendam dan
kemarahan?”
“Tentu saja Pak, mengapa tidak? Kalau Allah itu Maha
pengampun, mengapa manusia tidak bisa memaafkan sebuah kesalahan?”
Ada rasa lega melintas mendengar kata-kata Sarman.
Tapi itu kan kalau bukan tentang dirinya? Kalau kesalahan itu terhadap dirinya,
akan mudahkah kata maaf diberikan?
“Man, bolehkah aku memeluk kamu?”
Sarman sangat terharu mendengar permintaan Haryo. Ia
mendekat, dan membiarkan Haryo merangkulnya. Begitu erat, dan tangis itu
tiba-tiba tak terbendung. Sarman sedikit merasa aneh dengan sikap Haryo. Tapi
ia tak menolak pelukan itu, dan membiarkannya sampai Haryo melepaskannya.
“Mengapa Bapak menangis?”
“Sekarang ini aku hanya memiliki kamu Man, hanya kamu
yang ada didekat aku. Dan kamu begitu memperhatikan aku.”
Sarman menatap mata tua yang masih berlinang air mata.
Ia mengambil tissue dan mengusapnya dengan lembut.
“Bapak jangan bersikap berlebihan begitu. Kalau saya
melakukan ini semua, itu karena Bapak adalah orang yang sebenarnya baik. Dalam
sebuah perjalanan hidup, orang bisa saja tersesat dalam gelap. Kalau dia segera
menyadari kekeliruannya, maka ia akan berjalan kembali ke tempat semula, dan
melanjutkan langkahnya ke jalan terang. Disitulah kesadaran itu muncul. Dan
kita wajib mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, agar selalu menuntun kita
kejalan yang baik dan diridhoiNya.”
“Sarman, kamu seorang anak muda, bagaimana bisa
mengucapkan semua itu?”
“Almarhumah ibu saya selalu mengajarkan kebaikan itu.
Saya hanya meniru apa yang pernah dikatakannya.”
Haryo mendesah. Wulansih telah mengajari anaknya
dengan ucapan-ucapan sederhana namun begitu agung dan bijak. Itulah yang
menuntunnya menjadi laki-laki baik dan berbudi.
“Ya Tuhan ….” desah Haryo.
“Bapak jangan bersedih ya? Bapak telah menemukan jalan
kembali, berarti Bapak akan bisa menentukan arah mana jalan terbaik bagi hidup
Bapak, supaya Bapak mendapatkan ketenangan hidup.”
Haryo mengangguk, dan semakin mengagumi Sarman. Ia
menggenggam tangan Sarman erat-erat. Darah dagingnya, yang tak pernah disadari
kehadirannya. Anak laki-laki yang pernah hadir dalam mimpinya. Rupanya
perjalanan hidup itu pula yang membuat mereka akhirnya bertemu.
“Sekarang saya pamit dulu ya pak. Apa ada pesan Bapak
yang lain lagi?”
“Tidak ada Man, seperti yang aku katakan itu saja.
Setelah itu kamu boleh pulang, kamu pasti capek sekali, sejak bekerja belum
pulang karena mengurus aku.”
“Tidak apa-apa Pak, nanti saya juga akan mengambil
baju kerja sekalian. Saya akan tidur disini malam ini, dan berangkat bekerja
dari sini juga. Semoga bapak semakin baik, sehingga saya bisa meninggalkan
Bapak sendiri dengan perasaan tenang.”
“Man, kamu banyak berkorban untuk aku,” bisik Haryo
lirih, penuh haru.
“Sudah, sekarang Bapak istirahat saja dulu dan jangan
memikirkan apa-apa,” kata Sarman sambil berdiri, kemudian berlalu.
“Darahku mengalir dalam tubuhmu, nak, itulah sebabnya
kita semakin akrab dan seperti telah pernah bertemu bertahun-tahun lalu. Maafkan
Bapak ya, jangan marah ketika saatnya kamu menyadari, bahwa akulah ayahmu,
laki-laki yang kamu benci. Laki-laki jahat yang membuat ibumu menderita sampai
akhir hayatnya,” bisiknya pelan ketika Sarman sudah pergi untuk mengambil
barang-barang yang diperlukannya.
***
Sore itu Tindy dan anak-anaknya sedang duduk di ruang
keluarga, berbincang dengan santai tentang banyak hal. Tentang Lala yang
semalam menelpon ibunya, tentang Desy
yang tak lama lagi menjadi dokter sepenuhnya, tentang Tutut yang masih menunggu
kuliahnya selesai.
“Besok kamu masuk apa Des?”
“Besok Desy dinas malam Bu, jadi bisa santai di rumah
sampai sore.”
“Bagus. Besok Ibu akan pulang agak pagi. Kamu mau kan
menemani Ibu ke rumah teman Ibu yang sedang sakit?”
“Mau bu, dimana rumahnya?”
“Tidak jauh sih, tapi kalau Ibu datang sendiri tuh
agak sungkan, karena dia seorang pria. Kalau bersama kamu kan lebih enak.”
“Tidak apa-apa Bu, besok Desy temani. Jam berapa ibu
mau bezoek?”
“Ya agak siang lah, kalau Ibu sudah pulang pastinya.”
“Di rumah sakit?”
“Tidak, sudah pulang dari rumah sakit. Kemarin-kemarin
ketika teman-teman Ibu membezoek, Ibu belum bisa ikut karena waktu itu
bersamaan dengan jadwal mengajar, jadi Ibu minta tolong kamu.”
“Iya Bu, baiklah.”
“Sayangnya Tutut pulang agak sore, jadi nggak bisa
mengantar,” sambung Tutut.
“Iya, Ibu tahu. Itu sebabnya Ibu bertanya sama kakakmu.”
“Nanti sebelum Ibu pulang, Mbak Desy harus belajar
masak sama Simbok.”
“Kenapa tiba-tiba kamu menyarankan begitu?” tanya
Desy.
“Kan Mbak Desy sudah punya pacar. Nanti begitu sudah
jadi dokter, pasti segera menikah, lha kalau sudah punya suami kan harus pinter
masak juga?” kata Tutut sambil cengar-cengir.
“Hiih, kamu itu nggemesin ya, sukanya ngomong yang enggak-enggak,”
kesal Desy sambil berusaha mencubit adiknya, tapi dengan sigap Tutut menghindar
dibalik punggung ibunya.
“Yang enggak-enggak gimana? Kalau pacaran ya ngaku
saja pacaran, kenapa juga pakai malu segala. Kan pacarnya ganteng, sebentar lagi
jadi dokter spesialis. Pasangan yang cocok. Ya kan Bu?” Tutut masih meneruskan
ocehannya, tak peduli Desy memelototinya.
“Dasar tukang ngawur.”
“Ya sudah, kalian itu tinggal berdua saja kok berantem
terus ya,” kata Tindy sambil merangkul kedua anaknya, satu di lengan kiri, satu lagi di lengan kanan.
“Kalau Tutut itu selalu baik Bu, tapi Mbak Desy suka
galak.”
“Nggak, Mbak Desy itu bukannya galak. Dia itu
sebenarnya sayang sama kamu, kamunya yang suka mengganggu,” kata Tindy sambil
tersenyum.
“Weeeek, tuh dengar, ibu membela aku kan?” ejek Desy sambil
memonyongkan mulutnya.
“Yah, ibu kok membela Mbak Desy sih?” protes Tutut.
“Ibu bukan membela siapa-siapa. Memangnya terjadi
perang beneran nih, ada bela membela segala?”
“Nggak bu, Tutut hanya bercanda,” kata Tutut sambil
tertawa.
“Nah, gitu dong, damai,” kata Tindy sambil mempererat
pelukannya kepada kedua anaknya.
“Tapi ngomong-ngomong aku kok merasa lapar ya?” kata
Desy.
“Iya, aku juga,” sambung Tutut.
“Coba lihat kebelakang, simbok sudah selesai belum?”
***
Sudah agak siang ketika Desy selesai mandi, kemudian
berganti pakaian rapi sambil menunggu Ibunya yang katanya akan mengajaknya
membezoek temannya.
“Jam berapa ya Ibu mau pulang? Tapi ini baru jam
sembilan, aku baca-baca buku dulu ah,” gumam Desy sambil beranjak ke kamarnya.
Tapi belum sampai menyentuh buku yang dimaksud,
ponselnya berdering.
“Dari siapa nih, nggak ada namanya? Tapi siapa tahu
penting,” Desy segera membuka ponselnya.
“Hallo, selamat pagi,” sapa Desy.
“Selamat pagi dok, ini saya Reni, dari rumah sakit.”
“Oh, sus Reni yang di bagian pendaftaran?”
“Iya. Saya ingat pesan dokter, kalau ada pasien bernama
Suharyo agar mengabari kemari. Saya lihat jadwal dokter masih malam nanti, jadi
saya menelpon.”
Desy berdebar.
“Pak Suharyo kontrol ?”
“Tidak dok, beliau dirawat.”
“Dirawat?” pekik Desy terkejut.
“Baru kemarin sore, saya dinas pagi dan baru membaca
laporannya.”
“Baiklah, terima kasih sus, saya segera kesana. Di
kamar apa, nomor berapa, kirimkan supaya saya tidak usah bertanya-tanya lagi
nanti.”
“Baiklah, akan saya kirimkan.”
Desy menutup ponselnya dengan perasaan cemas, tapi bersyukur
karena ia akan bisa menemui ayahnya.
“Mbok, aku pamit keluar sebentar ya.”
“Mbak mau kemana? Katanya menunggu Ibu.”
“Ada yang penting Mbok, ke rumah sakit sebentar. Nanti
kalau ibu bertanya, bilang bahwa aku ke rumah sakit ya,” kata Desy sambil
tergesa pergi.
Simbok hanya menatapnya heran.
***
Desy bergegas memasuki rumah sakit, tanpa bertanya kepada petugas, dimana pak Suharyo dirawat karena dia telah diberi tahu. Setengah berlari Desy memasuki kamar yang dimaksud. Tapi betapa terkejutnya ketika melihat kamar itu kosong
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah...
ReplyDeleteHorreeey bu Nani yg menang..❤️
DeleteYes mbak Nani juara
DeleteAlahamdulillah juaranya Uti Nani....
DeleteDitinggal mingket jawab chattingan wis keri umet......
Matur nuwun bu Tien.....
_Sarman membuka pintu, dan ternyata tidak terkunci. Ia juga heran melihat lampu di semua ruangan masih menyala. Dengan berdebar Sarman membuka pintu kamar Haryo, dan melihat Haryo meringkuk di ranjang, dengan tubuh tertutup selimut._
Delete_Sarman mendekat, dan meraba tubuh Haryo. Panas sekali. (eMKaJe_47)_
*****
Matur nuwun bu Tien, MKJ_48, sampun tayang. Salam SEROJA & tetap cemungut & ADUHAI
Yey, j. Nani juara.... Ah... Bu Tien suwun mkj tayang
DeleteYes
ReplyDeleteAlhamdulillah...MKj48 sudah tayang
DeleteYees
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAh
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun mbak
ReplyDeleteTrmksh mb Tien
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah tayang.
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulilah.. sdh tayang MKJ.
ReplyDeleteTerimakasih bunda..
Maturnuwun Ibu Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah MKJ 48 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Hatur nuwun mbakyu salam sehat sll injih wassalam..
ReplyDeleteAlhamdulillah MKJ tayang...sugeng ndalu bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah tayang gasik....
ReplyDeleteAlhamdulillah MKJ48 telah hadir,
ReplyDeleteMatur nuwun mb Tien
Sehat selalu dan bahagia bersama keluarga.
Salam aduhai
_Sarman membuka pintu, dan ternyata tidak terkunci. Ia juga heran melihat lampu di semua ruangan masih menyala. Dengan berdebar Sarman membuka pintu kamar Haryo, dan melihat Haryo meringkuk di ranjang, dengan tubuh tertutup selimut._
ReplyDelete_Sarman mendekat, dan meraba tubuh Haryo. Panas sekali. (eMKaJe_47)_
*****
Matur nuwun bu Tien, MKJ_48, sampun tayang. Salam SEROJA & tetap cemungut & ADUHAI
Matur nuwun bunda Tien...🙏
ReplyDeleteSalam aduhai ah ah ah ..
ReplyDeleteTrima kasih Bu Tien semoga selalu sehat dan tetap semangat menghibur kami semua, salam aduhai dari Pasuruan
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulillah, terimakasih banyak mbak Tien semoga mbak sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT Aamiin YRA
ReplyDeleteAlhamdulillah, mkj tayang lebih awal....terima kasih Bu Tien....
ReplyDeleteSalam sehat selalu...🙏
Alhamdulillah
ReplyDeleteMakasih bu Tien, semoga bu Tien sekeluarga sehat selalu.
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo,
Alhamdulillah...maturnuwun bu Tien
ReplyDeletesalam aduhai...
sehat selalu...
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik,
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Alhamdulillah MKJ 48
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Semoga bunda sekalu sehat
Salam sehat dan aduhai
Alhamdulillah. Mtr nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteSalam sehat dari Jogja
Ya Alloh ... lemes deh mb Desy..
ReplyDeleteAlhamdulillah ..matur nuwun Mbak Tien🌷🌷🌷🌷🌷
Alhamdulillah MKJ Eps 48 sudah tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien Kumalasari.
Salam sehat dan salam hangat.
Semoga pa Haryo bisa bertemu Desy
ReplyDeleteAlhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Selamat malam selamat beristirahat semoga Bu Tien selalu sehat... Salam... 🙏🙏🙏
ReplyDeleteAlhamdulilah
ReplyDeleteWoh woh baru ngumpet dikamarmandi MB Desy hihihi....
ReplyDeleteTrims Bu Tien udah menghibur
Alhamdulillah
ReplyDeleteMenunggu kelanjutannya besok lagii ya... Sabaar
“Ah” brlum pernah juara...,
ReplyDeleteAlhamdullilah MKJ 48 sdh tayang.. Trimaksih bunda Tien.. Slmtmlm dan salam sehat sll dri sukabumi🙏🙏🥰🥰
ReplyDeleteHaduh pak Haryo malah kemana... Masih sakit kok yo keluar dari rumah sakit
ReplyDeleteTerima kasih Mbak Tien.. MKJ selalu kami nantikan dan menghibur banget. Sekali lagi matur nuwun. Salam sehat Aduhai selalu.
ReplyDeleteMaturnuwun bu Tien 🙏🙏🙏
ReplyDeleteBikin penasaran sj p Haryo ini... drpd menduga2 lbh baik nunggu lanjtan crt sj dr mb Tien🙏 bgtu ya mb Tien... slm seroja sll.. salam aduhai utk mb Tien😘
ReplyDeleteTerimakasih mbak Tien.. salam Aduhai ..dari kota arang..kota Sawahlunto..🙏🙏
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien... Semoga sehat selalu.
ReplyDeleteYaah diputus. Lagi seru lho bu Tien. BTW trm ksh MKJ sdh tayang. Salam sehat
ReplyDeleteAduhaiii Desy mau ketemu ayahnya batal lagi nih,tahu2 sdh besok lagi bikin penasaran mbak Tien.
ReplyDeleteSalam Aduhai mbak Tien.
Maturnuwun buTien, sg istirahat
ReplyDeleteWaaahhhh.... kamarnya kosong, ikut kecewa aku. Tapi kalau belum pulang nanti malam bisa bertemu.
ReplyDeleteSalam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI...AH...
𝐓𝐞𝐫𝐢𝐦𝐚 𝐤𝐚𝐬𝐢𝐡 𝐦𝐛𝐚𝐤 𝐓𝐢𝐞𝐧...
ReplyDeleteMaturnuwun bu Tien MKJ48nya..
ReplyDeleteDuuuh..Haryooo...udh melarikan diri lagi dari pertemuan sgn Desy..
Teruus merasa bersalah yg tak ada habisnya..kasian juga yaa..
Nina kemana nii..msh dijalanankah..
Lanjuut besok lagiii..
Salam sehat dan aduhaiii bu Tien..🙏💟🌹
Alhamdulillah MKJ dah tayang.
ReplyDeleteMakasih Bunda , met malam dan met istirahat.
Sehat dan tetap semangat
Matur nuwun Bu Tien, salam sehat untuk semuanya...
ReplyDeletePuji Tuhan, ibu Tien tetap sehat semangat dan produktip shg MKJ48 hadir cantik tetap bikin penasaran para penggandrung seperti diriku ini.
ReplyDeleteAda satu kelegaan tersendiri setelah pak Haryo menyadari Sarman yg baik ternyata anak kandungnya.
Semoga menambah semangat hidup pak Haryo dan segera sehat kembali.
Semoga dr Dessy bisa melacak keberadaan pak Haryo dan mau kumpul keluarga lagi.
Monggo dilanjut aja, penasaran nih. Matur nuwun Berkah Dalem.
Alhamdulillah MKJ sdh tayang. Matursuwun mbak Tien...tambah pinisirin dan ADUHAI
ReplyDeleteSalam sehat selalu
Haryo haryo ioooo looo hari tua susah medok ae ampe ampe ngini cerita hr tua...ya mikir keblakang...aduh aduh .. terimakasih..bu Tien
ReplyDeleteKeluarga Tindy sang wanita karir, selalu hangat dengan celotèh kedua anaknya yang kadang saling ejek dan melerai, sangat menghiburnya bisa mengubur kerumitan masalah pribadinya, anak anak inilah yang membuat tegar menghadapi.
ReplyDeleteHm... mau mengajak Desy besuk teman kerja.
Sarman begitu berangkat kerja, ya udah Haryo ikutan mau kerja; ngerjain anaknya biar ikutan susah, mencari tempat ngumpetnya.
Paling Sarman juga nggak tahu kalau Haryo melarikan diri, paling cepet jam bezuk, baru bisa nengok.
Sarman
maunya kepingin nungguin, tapi kan mesti kerja, momonganmu mungkin ingat ada ppkm jadi maunya menjauh dari keramaian.
Ha ha ha ha, Haryo nyekel dhuwit bablas anginé, wus.. wus...
Didepan Sarman ngikut kaya tawanan, begitu nggak nampak ngikut ngilang.
Nah tuh tengok na, masih aja ada sisa sisa cinta pelarian, hé hé hé.
Mungkin ada yang tersisa tanda tanda yang tertinggal, buat melacak sekedar cari Des disekitaran, bisa nggak ya dilacak paké tanya ke satpam, jam berapa pasien itu pergi juga nggak tahu
Siapa tahu cuma namanya sama; orangnya belum tentu juga.
ADUHAI..
Terimakasih Bu Tien;
Memang Kembang jalanan yang ke empat puluh delapan sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku,
Sedjahtera bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Sami2 Nanang sang crigiser
DeleteAamiin
ADUHAI AH
Selamat pg, smua
ReplyDeleteMaturnuwun, mb Tien
Sarman begitu baik n santun km. Maafkan pak Haryo ya
Kok kosong ya kamarnya.
Salam manis n aduhai mb Tien.
Yuli Suryo
Semarang
Sami2 Ibu Yuli
DeleteADUHAI AH
Assalamualaikum wr wb. Rupanya Haryo ketakutan jika sampai diperiksa Desy, makanya kabur, padahal msh sakit. Semuanya jadi kacau....ditunggu lanjutannya. Maturnuwun Bu Tien, semoga Bu Tien beserta keluarga senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin, bahagia bersama keluarga. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede.....
ReplyDeleteWa'alaikum salam wr.wb.
DeleteAamiin ya Robb
Maturnuwun Pak Mashudi
Assalamu'alaikum
ReplyDeletewarrahmatullahi
wabarakatuh
Alhamdulillah,, matur nuwun bu Tien untuk MKJnya, Makin asyik Bacanys sdh selesai,,. Bgm perasaan Sarman ya
Terus kemana Haryo,,,oh Aduhaaii
Salam sehat wal'afiat semua ya bu Tien
Mantab & ADUHAAII penasaran nya🤗💖
Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakath
DeleteADUHAI AH, Ibu Ika Laksmi
Maturnuwun ibu Tien...
ReplyDeleteMengapa Haryo sekeras itu?jadi tambah melukai hati anak2 yg merindukannya... Ah kutunggu lanjutannya, sehat dan sukses selalu ibu Tien...
Sami2 Ibu Idayati
DeleteAamiin
Alhamdulillah.....
ReplyDeleteMtur nuwun Bun....
Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun
Haryo..Haryo.. Kenapa sih menghindar dari anak²nya?
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Sehat selalu mba. Salam aduhai...ah
Sami2 Ibu Sul
DeleteADUHAI AH
Terimakasih Mbak Tien ... trenyuh bacanya ... Salam sehat dan ADUHAI
ReplyDeleteSami2 Pak Pri
ReplyDeleteADUHAI AH