Friday, February 25, 2022

MEMANG KEMBANG JALANAN 49

 

MEMANG KEMBANG JALANAN  49

(Tien Kumalasari)

 

“Kok tidak ada? Apa aku salah kamar?”

Desy keluar, menatap tulisan di dekat pintu, dimana ada catatan nama pasien yang dirawat.

“Betul ini kamarnya. Kok nggak ada?”

“Dok, pasien bernama Suharyo pulang paksa. Ia minta dibelikan tongkat penopang tubuhnya, lalu ia ke bagian administrasi sendiri untuk mengurus kepulangannya,” kata perawat yang semula merawat Haryo.

“Sakit apa beliau?”

“Dia datang dalam keadaan pingsan, panasnya tinggi. Dokter meminta agar hari ini pak Haryo diperiksa secara lengkap, tapi ternyata pak Haryo tidak mau.”

Desy berlarian ke arah depan, tapi suster Reni mencegatnya.

“Dok, saya hampir menelpon untuk mengabari. Pak Suharyo sudah pulang.”

Desy menghela napas sedih.

“Pulang paksa. Setelah membayar semua beaya, dia langsung pulang, kami tak bisa menahannya,” lanjut suster Reni.

“Sudah lama?”

“Kata teman saya baru kira-kira setengah jam yang lalu.”

Desy berlari ke arah depan, mencari-cari. Tapi ia tak menemukan siapapun. Desy berlari ke arah jalan, seperti orang kebingungan.

“Dengan siapa Bapak pulang?  Apa ada yang menjemputnya? Apa orang yang yang kabarnya dulu menjemputnya? Siapa dia?”

Desy kembali masuk ke rumah sakit. Ia bertanya kepada bagian administrasi, barangkali ada yang tahu ayahnya bersama siapa. Tapi mereka mengatakan bahwa pak Suharyo membayar sendiri semua beaya, lalu pergi.

“Tampaknya tak ada seorangpun bersamanya dok,” kata petugas itu.

Barangkali nama yang sama juga, pikir Desy penuh harap. Suharyo bukan satu-satunya nama. Bisa jadi ada Suharyo yang lain. Tapi petugas mengatakan alamatnya yang ternyata sama seperti alamat rumahnya dimana Desy juga tinggal bersama ibunya.

Lalu Desy bertanya ke petugas UGD, mengapa ayahnya dirawat, tapi mereka hanya mengatakan bahwa pak Suharyo datang dalam keadaan pingsan, badannya panas sekali. Itu sama seperti kata suster yang ada di ruang rawat ayahnya tadi.

“Siapa yang mengantarnya?”

“Seorang laki-laki muda, tampaknya keluarganya. Dia mengakui sebagai ayahnya,” kata perawat yang sore kemarin menerima pasien bernama Suharyo.

“Apa Bapak punya anak angkat?” pikir Desy sambil berjalan ke arah parkiran.

Desy mengambil mobilnya, menyusuri jalan yang kira-kira dilalui ayahnya, tapi mana dia tahu ke arah mana ayahnya pergi? Desy juga tidak tahu kalau mobil ayahnya sudah dijual, jadi dipikirnya ayahnya pasti pulang naik mobil. Tapi apakah ayahnya sudah bisa mengendarai mobil? Atau bersama laki-laki yang mengantarnya itu? Mengapa dibiarkan ayahnya pergi kalau memang masih sakit?

Desy memijit keningnya yang tiba-tiba terasa berdenyut pusing.

***

Haryo berjalan tertatih, ia tak mau terlalu lama berada di rumah sakit untuk menunggu taksi yang akan dipangginya. Ia berjalan menjauh, tertatih, menahan rasa sakit di badannya. Ia tiba-tiba merasa bahwa ia belum sembuh benar. Badannya terasa lemas, dan rasa panas membuatnya kembali menggigil. Sebelah tangannya membawa tas yang semalam dibawakan Sarman, sebelahnya lagi memegang tongkat yang menopang tubuhnya karena sebelah kakinya tak mampu bergerak.

Ia terus berjalan, dan setelah agak jauh dari rumah sakit, ia mengambil ponselnya. Ia ingin memanggil Sarman tapi diurungkannya. Kalau Sarman datang, pasti dia akan memaksanya agar kembali ke rumah sakit.

“Lebih baik aku memanggil taksi saja,” katanya sambil membuka ponselnya. Tapi tiba-tiba seseorang memanggilnya.

“Mas Haryo !”

Haryo menoleh ke arah datangnya suara. Dilihatnya seorang wanita berdiri dibalik sebuah gerobag berisi dagangan gorengan.

Haryo mengerutkan keningnya, ketika wanita itu mendekat. Ia seperti mengenalnya. Tapi wajahnya  berbeda. Ada carut marut bekas luka yang memenuhi wajah itu.

“Mas Haryo,” wanita itu menubruk dan merangkulnya.

“Kamu …?”

“Haryo baru sadar bahwa dia adalah Nina.

“Kamu tidak mengenali aku Mas, karena wajahku seperti ini? Ini karena Mas tidak melindungi aku dari orang jahat. Aku diserang orang-orang jahat Mas. Tanpa Mas aku tidak berdaya. Lihat, aku sampai berjualan seperti itu di pinggir jalan demi mencari makan. Kamu tega Mas.”

Haryo mendorong tubuh Nina dengan sebelah tangannya, sehingga Nina hampir terjatuh.

“Jangan lagi merasa bahwa kamu isteri aku. Aku sudah menceraikanmu sejak aku pergi dari rumah itu.”

“Kamu tega Mas? Benar-benar tega?”

“Bukankah anak-anakmu sudah bisa mencukupi hidupmu? Aku mendengar dia mengejek aku di saat terakhir aku melihat kalian.”

“Mas, itu kan kata Endah, dia masih kanak-kanak, belum bisa menata ucapannya. Maafkan dia Mas, ingatlah aku yang masih selalu mengharapkanmu,” rintihnya.

Tapi Haryo tak peduli. Dia juga tak ingin bertanya apa yang terjadi sehingga wajah Nina penuh bekas luka. Ia yakin itu karena perbuatan Nina yang tidak benar. Ketika sekali lagi Nina mendekat, Haryo lagi-lagi mendorong, kali ini lebih keras, sehingga Nina benar-benar terjatuh.

Haryo terus melangkah melewatinya, setelah mengambil tas yang tadi diletakkannya di tanah. Langkahnya semakin sempoyongan karena tubuhnya menggigil. Ketika itu ia hanya ingin segera memanggil taksi, tapi ia sendiri terhuyung dan nyaris terjatuh, kalau tidak ada sebatang pohon waru yang ada didekatnya. Haryo bersandar. Diambilnya ponselnya dengan tangan gemetar.

Tapi tiba-tiba sebuah mobil berhenti didepannya. Seorang wanita turun, dan bersama dengan itu Nina yang  mengejarnya telah  sampai di dekat Haryo.

“Ternyata kamu sakit Mas, ayo pulang bersamaku, aku akan merawatmu Mas,” pintanya memelas.

“Pergi ! Aku bukan siapa-siapa kamu lagi.” Hardik Haryo sambil terengah.

Sedangkan wanita yang turun dari mobil itu terpaku sejenak melihat adegan itu. Ia juga melihat Haryo menuding wanita yang mendekatinya dan menyuruhnya pergi.

Wanita itu mendekat. Haryo mengerjapkan matanya. Tak percaya pada apa yang dilihatnya. Tangannya terangkat lemah. Tiba-tiba Nina mendekat dan memelototi wanita yang baru saja turun dari mobil.

“Dia suami aku, mau apa kamu mendekatinya?”

“Perempuan tak tahu malu. Aku bukan siapa-siapa kamu lagi,” Haryo terengah.

Wanita pendatang itu mendekat dan memegang tangan Haryo.

“Heiii..” Nina berteriak.

Dan wanita itu memapah Haryo mendekati mobilnya.

“Aku isterinya,” kata wanita itu dengan tersenyum lembut, lalu membukakan pintu  mobil dibagian depan, membantu Haryo masuk. Haryo yang merasa lemas tak berdaya, mengikuti saja kemauan wanita itu, yang ternyata Tindy adanya.

Nina terpana di tempatnya berdiri.

“Dia … dia … Tindy ?”

Dan mulutnya masih menganga ketika mobil Tindy berlalu, membawa laki-laki setengah tua yang masih diharapkan bisa menjadi penopang hidupnya. Tapi harapan itu tiba-tiba pupus. Air matanya menetes, dia tak peduli ketika seorang gadis mendekatinya dan menegurnya.

“Ibu kemana sih, dagangan ditinggal begitu saja. Untung aku sama Ana sudah datang membawa belanjaan yang akan dijual besok. Ada yang beli tuh,” omel Endah yang ternyata membantu ibunya berjualan.

“Ada pak Haryo ….” Bisiknya lirih.

“Mana ?”

“Sudah pergi bersama isterinya,” jawabnya pilu.

“Ya sudah, tuh Ana yang melayani pembeli, nanti kemurahan lagi seperti kemarin.”

Nina manatap wajah anaknya. Seperti dirinya, ada bekas luka di wajahnya, tak berbeda dengan Ana yang sedang sibuk membungkus pesanan pembeli. Nina dan Endah mendekat. Tak ada lagi harapan, karena kehidupan inilah yang memang harus mereka jalani.

***

Haryo duduk membisu. Rasanya tak mampu mengucapkan apapun. Tubuhnya terasa lemas, dan menggigil.

“Kalau sakit mengapa berjalan-jalan?” tegur Tindy yang merasa cemas melihat keadaan Haryo.

Haryo tak menjawab, kepalanya terkulai pada sandaran jok mobil.

Tindy memacu mobilnya, dan kembali membawa Haryo ke rumah sakit, dimana dia tadi pulang paksa dari sana.

Tindy berhenti di lobi rumah sakit, dan meminta agar petugas membawa brankar untuk menolong suaminya.

Haryo didorong kembali ke UGD. Petugas terheran-heran melihat kembalinya Haryo dengan diantar oleh seorang wanita.

“Bapak Haryo ini tadi pulang paksa,” kata salah seorang perawat.

Tindy terkejut.

“Maksudnya dia sudah dirawat dan pulang paksa?”

“Iya. Ibu tidak mengetahuinya? Ibu saudaranya?”

“Saya isterinya, tolong rawat dia,” kata Tindy yang tidak ingin banyak pertanyaan atas dirinya.

Setelah Haryo ditangani, Tindy kembali ke mobilnya dan memarkirnya di tempat parkir, kemudian kembali ke ruang UGD dan duduk di ruang tunggu.

Terbayang olehnya ketika seorang wanita mengejar-ngejar Haryo dan Haryo menghardiknya. Tindy agak lupa juga walau pernah melihat wajah Nina dalam sebuah foto yang dikirimkan temannya. Wajah itu penuh parut luka di wajahnya. Tapi kemudian Tindy yakin bahwa itulah Nina. Haryo sudah mengusirnya. Tadi dia menghentikan mobilnya ketika melihat Haryo terhuyung-huyung dan hampir jatuh kalau tidak keburu bersandar di pohon waru. Ia akan pergi kalau Haryo ternyata bersama Nina, tapi tidak, Haryo sudah mengusirnya, berarti ia harus menolongnya. Dalam keadaan sakit seperti itu, mana mungkin dia membiarkannya. Barangkali walau sedikit saja, cinta itu masih ada.

Dering ponsel mengejutkannya. Ternyata dari Desy.

“Ibu, apa Ibu sudah pulang? Maaf Desy baru dalam perjalanan, karena ada sesuatu.”

“Ada apa?”

“Ibu sudah pulang, atau masih di kampus?”

“Ibu di rumah sakit.”

“Lho, akhirnya bezoek sendiri ? Katanya sudah di rumah? Ibu sudah ada teman membezoek?”

“Bukan membezoek, ibu mengantarkan orang sakit.”

“Oh, teman ibu itu? Aduh Desy bingung deh. Siapa lagi yang sakit sampai Ibu mengantarkannya?”

“Ayahmu,” jawab Tindy ringan.

“Apa?” sekarang Desy memekik keras karena terkejut.

“Bagaimana Ibu bisa ketemu Bapak?”

“Datang ke rumah sakit, dan kita bicara. Ayahmu baru ditangani.”

“Ya Tuhan, aku mencari kemana-mana, Ibu yang menemukan,” gumam Desy yang terdengar oleh Tindy sebelum Ponsel itu tertutup. Tapi ada rasa lega dihati Desy. Lega atau bahagia barangkali, karena sang ibu bertemu sendiri dengan sang ayah. Lalu sebuah harapan timbul. Harapan akan terwujudnya sebuah keluarga yang bahagia. Semoga. Pinta Desy dalam hati.

***

 “Untunglah Ana sudah pintar sekarang. Biasanya kalau berjualan pasti terlalu murah,” tegur Endah.

“Aku kan belum hafal harga-harganya.”

“Lain kali harus dihafalkan, kalau kamu jualnya murah, kita rugi. Mana bisa buat makan?”

Nina hanya diam melihat perbincangan anak-anaknya. Ia merasa sedih ketika gagal mendekati Haryo kembali. Malah dia melihat Haryo sudah bersama Tindy, isteri sahnya.

“Mengapa ibu melamun?” tanya Ana.

“Ibu melihat pak Haryo,” jawab Endah.

“Ibu gagal lagi mendekatinya?”

“Dia bersama Tindy,” kata Endah lagi.

“Wah, kalau begitu sulit kalau Ibu ingin merayunya. Jadi dia benar-benar sudah pulang ke rumah isterinya?”

“Sangat sulit. Tapi kemudian Ibu malu karena harus berjualan gorengan dipinggir jalan, sementara pak Haryo tidak peduli lagi sama Ibu.”

“Salah Ibu sendiri, mengapa menyapa dia sementara dia bersama isterinya.”

“Tadinya dia berjalan sendiri pakai tongkat, makanya Ibu menyapanya. Memang dia menolak Ibu, dan mendorong Ibu sampai terjatuh. Tapi melihat dia berjalan sempoyongan dan hampir terjatuh, ibu yakin dia sedang sakit. Ibu mengejarnya, dan berusaha membujuknya agar mau Ibu rawat di rumah, tapi dia tetap mengusir ibu. Lalu ada sebuah mobil berhenti, ternyata pengendara mobil itu Tindy. Ia turun dan membawa pak Haryo pergi,” sedih Nina.

“Yah … itu namanya nasib Bu. Ya sudah, namanya sudah terlanjur, besok kita jangan lagi jualan disini, kalau pak Haryo atau isterinya melihat kita lagi, kita akan lebih merasa malu,” kata Endah.

“Iya, kita jualan didekat sekolahan atau kantor, atau di pasar, besok Ana akan mencari lokasinya yang bagus.”

***

Desy bercerita dengan menggebu-gebu, tentang pencarian atas ayahnya. Dia sangat takjub dengan cara Allah mempertemukan ibu dan ayahnya.

“Bukan main kalau Allah sudah menghendaki. Ini awal dari kebahagiaan kita kan Bu?” kata Desy dengan wajah berseri, walau sebetulnya juga prihatin karena ayahnya sakit.

“Allah yang akan mengaturnya. Kita manusia hanya menjalani takdir yang sudah dituliskanNya,” kata Tindy yang lagi-lagi berucap dengan suara yang lembut dan manis.

Haryo kembali dirawat. Tindy memilihkan kamar terbaik untuk suaminya.

“Harusnya kamu biarkan saja aku,” kata Haryo dengan suara lemah, melihat isterinya menolongnya ketika itu.

“Menurutmu aku sekejam itu?” kesal Tindy.

“Aku hanya merasa tidak pantas. Dosaku terlalu banyak.”

“Aku atau kamu tidak berhak menghitung dosa masing-masing, karena semuanya ada ditangan Allah. Terlalu banyakkah dosamu, atau bahkan dosaku, bagaimana kita menghitungnya? Walau dosa setinggi langit, banyak cara untuk menghapus dosa itu. Bertobat, memohon ampun kepadaNya. Maaf, bukan aku menggurui, aku kan hanya seorang wanita, mana pantas menggurui suami yang pastinya lebih pintar,” kata Tindy.

Haryo menghela napas, lalu memejamkan matanya. Tindy merasa kasihan. Haryo masih tampak kesakitan dan dia merasa telah mengomelinya.

“Maaf, istirahatlah, aku akan keluar sebentar,” kata Tindy.

“Biar aku menunggui Bapak, Bu," kata Desy yang sedari tadi diam.

“Ya, Ibu akan ke kantor administrasi dulu, ada yang harus dibayar tadi,” kata Tindy pelan, khawatir Haryo mendengarnya.

Tindy keluar dari kamar untuk menuju ke kantor administrasi. Tapi dia terkejut melihat seseorang yang dikenalnya.

“Sarman ?” sapanya.

Sarman terkejut.

“Bu Haryo? Siapa yang sakit?”

“Pak Haryo,” jawab Tindy.

Sarman terpana.

***

Besok lagi ya.

 

 

109 comments:

  1. Hoooorreee juara lagi.

    Matur nuwun bu Tien, MKJ_49, sampun tayang. Salam SEROJA & tetap cemungut & ADUHAI

    ReplyDelete
    Replies
    1. Selamat ya om kakek, juara. Bu Tien suwun loh mkj 49nya

      Delete
    2. Diselang-seling jeng Iin.... yen aku terus sing menang ora kepenak...... karo pa Wiyoto hehehehehe

      Delete
  2. Aduhai MKJ 49 sudah tayang,,🤩

    Salam sehat wal'afiat selalu Bunda Tien,,, 🥰🥰🥰

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah, sdh tayang....makasih Bu Tien....
    Salam sehat selalu...🙏

    ReplyDelete
  4. Wah telat..tdk apa apa sdh bisa baca sebelum tidur. Salam sehat katur bu Tien

    ReplyDelete
  5. Suwun mbak Tienkumalasari salam sehat dan aduhaai dari Tanggamus, Lampung

    ReplyDelete
  6. Alhamdulilah ....tks bu tien... sehat selalu dan salam aduhai dan ah ah dari pondok gede

    ReplyDelete
  7. Terima kasih Ibu Tien.. Yg di tunggu sdh datang..
    *Salam Ah Aduhai* dari #Mbu Nina Karawang#

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah
    Makasih bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  9. Alamdulillah...
    Yang ditunggu tunggu telah hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan dan tetap semangat
    Salam ADUHAI dr Cilacap..

    ReplyDelete
  10. Makasih Bunda.
    Met malam dan met istirahat.
    Sehat selalu bersama keluarga tercinta

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah....suwun ibu
    Semiga ibu selalu sehat dan tetap semangat utk menghibur njih

    ReplyDelete
  12. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo,

    ReplyDelete
  13. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik,

    ReplyDelete
  14. Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
    ADUHAI.....AH..

    ReplyDelete
  15. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah ... Pak Haryo sdh ketemu Bu Tindy... Semoga pak.Haryo menyadari kesalahan dan kembali pada keluarga yg penuh dg cinta bersama istri dan anak2 nya

    ReplyDelete
  17. Luar biasa cara Tuhan mempersatukan kembali Tindy dan pa Haryo.

    ReplyDelete
  18. Matur nuwun Bu Tien, selalu ada petuah yg diselipkan. Salam sehat untuk semuanya...

    ReplyDelete
  19. Trmksh sdh tayang gasik... bbrp saat ditinggal buka wa ... tyt sdh 14 komen.. nggak papa... tdk ikutan berebut no 1 yg penting bs membaca mkj 🤗

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah
    Yg ditunggu dah tayang
    Terima kasih bunda Tien
    Aduhai

    ReplyDelete
  21. Selamat mlm smua, selamat mlm mb Tien.
    Seneng bacanya semoga kebahagian sekarang yg ada dikel Tindy
    Ada Sarman pula, semoga Nina n anak2 nya sadar hidup penuh perjuangan.
    Salam manis nan aduhai mb Tien
    Yuli Suryo
    Semarang.

    ReplyDelete
  22. Wah ... Semakin seru, terimakasih Bu Tien semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  23. Terima kasih Bunda Tien Kumalasari...MKJ nya

    Selamat malam salam Aduhai...Bunda Tien

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah
    Matur nuwun bu Tien untuk MKJ 49nya
    Mantab n ADUHAAII ,,bisa kumpul ,Sarman, Haryo, Tindy ,,,👍👍👍

    Salam sehat wal'afiat semua bu Tien
    🙏🤗💖

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah. Matur nuwun bunda Tien
    Sehat selalu bunda ..

    ReplyDelete
  26. Makasih mbak Tien...
    Ditunggu lanjutnya
    Besok tayang gasik lagi nggih..

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah MKJ Eps 49 sudah tayang.
    Matur nuwun mbak Tien Kumalasari.
    Salam sehat dan salam hangat.

    ReplyDelete
  28. Oh Bu Tien ceritanya bagus banget...trims udah menghibur

    ReplyDelete
  29. Matur nuwun mbak Tien, yang dinanti sudah datang. Sehat selalu salam aduhai ah.🙏
    Makin seru, Haryo bilang gak ya KLO Daan sebetulnya anaknya, ah masih nunggu biar gak penasaran. Aduhai.

    ReplyDelete
  30. Terimakasih bunda Tien.. MKJ sdh tayang
    Semoga bunda sehat selalu..
    Salam aduhai dari sukabumi

    ReplyDelete
  31. Wong mau ngetik SARMAN ya Daan, dasar simbah2 he he😀😀😀

    ReplyDelete
  32. Alhamdulillah sdh tayang sdh baca makin seru critanya. Kakek Habi juara terus...
    Selamat yaa

    ReplyDelete
  33. Oleh keri keri ora Isa balapan pak Djoko no siji,,wong nganggo sepatu roda
    Aku sandal jepit kathik taline wis pedhot,,,,Hore pak Haryo wis ketemu Bu Tindy

    ReplyDelete
  34. Alhamdulillah dah tayang.
    Matur nuwun bunda Tien
    Sehat selalu, salam Aduhai.

    ReplyDelete
  35. Detik2 dimulainya keutuhan dan kebahagiaan keluarga Haryo - Tindy.
    Disempurnakan kehadiran Sarman dan pengakuan pak Haryo bahwa Sarman anak kandungnya...

    Monggo dilanjut aja ibu Tien, hati ini masih penasaran. Matur nuwun, Berkah Dalem.

    ReplyDelete
  36. Kita tunggu bgmn bu tindy tahu bhw sarman ternyata anak tirinya.. Alhamdulilah sarman msh punya keluarga.. yg semoga akan menyayanginya.. yaitu ayah kandung & ibu tirinya yg baik hati..
    Tks bunda Tien.. ceritanya bikin deg degan tp aduhai asiiik.. 👍👍❤❤🙏

    ReplyDelete
  37. Pasti endingnya nanti akan ada kekuarga yabg bahagia haryo bertobat dan kumoul kembali dengan tindy dqn anak2nya di tambah sarman

    ReplyDelete
  38. Matur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah datang.
    Hhooorreeeee... Haryo kembali kepada Tindy.... Ndang mantu, dokter dan dokter loh, yang sulung nanti pulang bawa cowok bule.
    Kalau Nina terus 'dibuang' kasihan juga, dulu kan juga dibawa baik-baik.
    Salam sehat mbak Tien yang AH aduhai selalu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sami2 pak Latief
      Bagaimana kalau dititipin lke Pak Latief. Hehee.. bercanda lhoh.
      ADUHAI AH

      Delete
    2. Waduh... satu saja rewelan nih, itu loh...anaknya mertua.
      😢😢😀😀

      Delete
  39. Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Selamat malam selamat beristirahat semoga Bu Tien selalu sehat... Salam... 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  40. 𝐌𝐛𝐚𝐤 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐦𝐞𝐦𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐞𝐭𝐮𝐥-𝐛𝐞𝐭𝐮𝐥 𝐩𝐞𝐧𝐮𝐥𝐢𝐬 𝐥𝐮𝐚𝐫 𝐛𝐢𝐚𝐬𝐚...
    𝐇𝐚𝐫𝐮𝐬𝐧𝐲𝐚 𝟐 𝐬𝐞𝐫𝐢 𝐬𝐞𝐤𝐚𝐥𝐢 𝐭𝐚𝐲𝐚𝐧𝐠....
    𝐓𝐞𝐫𝐢𝐦𝐚 𝐤𝐚𝐬𝐢𝐡 𝐦𝐛𝐚𝐤 𝐓𝐢𝐞𝐧...

    ReplyDelete
  41. Maturnuwun bu Tien..MKJ49nya..

    Wah..ikut trenyuh mbacanya..aduhaii sekalii...
    Akhirnya Haryo ketemu Tindy dan diopeni..dibw ke RS lg..eeee..ketemu Sarman..akan terbukakah Haryo..ato masih nanti yaa..

    Lanjuut besok lagiiia..

    Salam.sehat selalu dan aduhaii..bu Tien..🙏💟🌹

    ReplyDelete
  42. Matur nuwun bunda Tien..

    semakin ADUHAI saja..

    ReplyDelete
  43. Maa Syaa Allah kuasa Allah .ahkirnya P Haryo ketahuan juga ..semoga Pak Haryo kembali ke istri dan anak2nya...beetobat dah ...ee Sarman si anak yg tersia2kan dtg ke RS ..apa kah Akan di jelan kan org eling nek arep munduri tua😢🤲❤🙏

    ReplyDelete
  44. Alhamdulillah mkj 49 sudah tayang
    Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat
    Salam sehat dan aduhai

    ReplyDelete
  45. Alhamdulillah....
    Mtur nuwun Bun....
    Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun

    ReplyDelete
  46. Alhamdulillah... Matursuwun mbak Tien MKJnya
    Salam sehat selalu... ADUHAI

    ReplyDelete
  47. Alhamdulillah ...
    Maknyeesss, mtr nuwun mbak Tirn, ADUHAI

    ReplyDelete
  48. Aduhai part nya menegangkan dan terharu sekali... terima kasih mbu tien... seht² trs dan dtnggu part berikutnya.....

    ReplyDelete
  49. Ya memang merasa itu boleh, tapi paling tidak; ada harapan gitu.., tenangkan hati, besarkan hati, jangan asal menghindar dan lari untuk menghindari; apa lagi menghindari orang² yang mencintai mu, aduh.. siapa tahu kamu menerima kasih yang tulus dari mereka sebagai tangan panjang Tuhan biar kamu merasakan kasih sayang.

    Haryo maunya ngumpet, mau lari merasa berdosa boleh, tapi ya jangan menghindari orang² yang baik, yang perhatian, yang mengasihimu dengan tulus.

    Tuh nggak sengaja Tindy lihat adegan dorong-dorongan sampai Nina terjengkang.
    Untung pas adegan itu dilihat Tindy, nyata didepan mata coba telat sedikit; Haryo jatuh trus dibawa masuk ke rumah sakit sama Nina wuah sudah bubar; Nina bisa jumawa sebagai malaikat penyelamat, habis itu dimasukan mesin cuci, kamu diperas uangmu sampai garing.

    Sarman bengong kehilangan momongannya, ini malah ketahuan yang punya; ikutan kena getahnya.
    Desy curiga pasti ini yang ngebantuin kabur bapaknya, nah lho.. kapok di kata-katain Desy, ah enggak lah..masak seeh anak Tindy kok kejam, kan sudah berubah.

    Paling Haryo minta supaya Sarman diterima Tindy dengan alasan merawat Haryo, Sarman yang selama ini sudah lakukan, nggak yakin kalau Haryo berani terus terang sama Tindy kalau itu darah dagingnya.


    ADUHAI


    Tapi Tindy kan banyak teman yang sering kasih tahu polah tingkah Haryo diluar area.

    Bisa jadi keceplosan yang akhirnya; Haryo minta Tindy yang menjelaskan pada Sarman.
    Masih takut kalau di unyel-unyel Sarman, jadi satpam rumah



    Terimakasih Bu Tien;

    Memang Kembang Jalanan yang ke empat puluh sembilan sudah tayang.

    Sehat sehat selalu doaku,
    sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sami2 Nanaaang sang crigiser
      Terimakasih banyak ocehannya..
      Aamiin doanya

      Delete
  50. Assalamualaikum wr wb. Memang klo lelaki itu thukmis, istri siri dan anaknya nya ada di mana mana. Yg ketahuan baru Danarto, meski bukan anak kandung... Sarman itu yg kasihan yg dibesarkan oleh ibunya seorang diri, setelah dirayu dan di tinggal Haryo.. Wah seru nih, ditunggu saja lanjutan ceritanya. Maturnuwun Bu Tien, semoga senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin dan bahagia bersama keluarga tercinta. Aamiin yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...

    ReplyDelete
  51. Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh
    Aamiin Ya Allah
    Matur nuwun pak Mashudi, salam sehat

    ReplyDelete
  52. Selamat pagiii bunda Tien.. Terimaksih MzkJ nya🙏🙏Salam seroja sll dri sukabymi🥰🥰

    ReplyDelete
  53. Terima kasih MKJ ke 49 nya mbak Tien..
    Rasanya ini episode paling bagus, paling seru menguras emosi dan perasaan..
    Salam sehat dan ADUHAI selalu..
    Dari kang Idih di Bandung

    ReplyDelete
  54. Sami2 kang Idih
    Terimakasih perhatiannya Kang Idih
    Salam sehat dan ADUHAI

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...