Thursday, February 24, 2022

MEMANG KEMBANG JALANAN 48

 

MEMANG KEMBANG JALANAN  48

(Tien Kumalasari)

 

“Aduh, badannya panas sekali. Bagaimana ini?”

Sarman bingung, ia berlari kebelakang, mencari mangkuk atau apa, lalu diisinya dengan air dingin.

“Lap.. aduh … mana lap … ya sudah, ini saja ….”

Sarman mengambil sebuah serbet yang tersampir di kursi, dimasukkannya kedalam mangkuk, lalu ia kembali ke kamar, mengompres kening pak Haryo dengan lap dingin itu. Haryo tak bergerak Ia terus menggigil, Bibirnya membisikkan sesuatu yang tak jelas. Sarman mendekatkan telinganya ke bibir Haryo, tapi tetap saja suara itu tak terdengar jelas. Ia ingin memanggil seseorang, tapi siapa? Sarman mondar mandir keluar dan masuk kamar. Dipegangnya kening Haryo, lalu ia mengganti kompresnya.

“Pak … Pak ….” panggilnya.

Sarman mengambil ponselnya, ia harus memanggil taksi, untuk membawa Haryo ke rumah sakit. Ia bukan perawat, apalagi dokter. Ia benar-benar tak tahu harus berbuat apa. Satu-satunya jalan hanyalah membawanya ke rumah sakit.

Ia sudah memanggil taksi, tapi bingung juga, akankah dia kuat menggotong tubuh Haryo yang lumayan besar, sedangkan Haryo sama sekali tidak bergerak.

“Gampang lah, nanti minta tolong pengemudi taksi agar membantu mengangkatnya, pasti dia mau lah,” gumamnya sambil sekali lagi menggantikan kompres yang ada di kening Haryo.

“Anakku … “

Sarman memasang telinganya kembali, ketika didengarnya Haryo bersuara.

“Kamu … anakku ….”

“Ah, rupanya pak Haryo kangen sama anaknya. Mengapa juga pakai nggak mau pulang ke rumah.”

“Pak, Bapak sudah sadar?” bisik Sarman. Tapi Haryo masih tak bergerak.

“Anakku … maaf ….”

Sarman mendengar taksi memasuki halaman. Dia beranjak keluar, dan meminta pengemudi itu untuk membantu mengangkat Haryo.

Sarman merasa lega, ketika taksi itu meluncur ke arah rumah sakit. Sarman membawanya ke rumah sakit, dimana dulu Haryo pernah dirawat.

Menunggu penanganan atas Haryo, Sarman duduk dengan gelisah.

“Semalam pak Haryo tidak apa-apa. Makan dengan wajah berseri-seri, mungkin lega sudah memberikan uang pensiunnya kepada isterinya, dan juga membayar hutangnya, entah hutang untuk apa. Tapi sepulang dari mampir ke rumahku itu, tiba-tiba pak Haryo tampak lesu tak bersemangat. Ternyata dia sakit seperti ini.”

“Keluarga tuan Suharyo?”

Sarman bangkit, dan bergegas menghampiri perawat yang memanggilnya.

“Saya sus.”

“Menurut dokter pak Suharyo harus dirawat. Panasnya tinggi, dan diperlukan pemeriksaan lanjutan.”

“Baiklah sus, lakukan yang terbaik.”

“Mas boleh memilih kamar untuk rawat inap, agar petugas mempersiapkannya.”

“Baiklah, kamar yang baik sus, klas satu saja.”

“Baiklah.”

“Apa Bapak Haryo sudah sadar?”

“Sudah, Mas boleh menemuinya,” kata perawat sambil berlalu, untuk memesankan kamar seperti diinginkan Sarman.

Sarman bergegas masuk. Dilihatnya Haryo sudah sadar, ada selang infus terhubung ke lengan Haryo.

“Pak, bagaimana keadaan Bapak? Sudah lebih baik?”

“Man, dimana aku ini?”

“Di rumah sakit Pak, saya bingung harus membawa Bapak ke rumah sakit mana. Ini rumah sakit di mana dulu Bapak dirawat lalu menyuruh saya menjemput.”

“Mengapa kamu membawa aku kemari? Aku baik-baik saja, minta agar aku boleh pulang Man.”

“Tidak Pak. Bapak tidak baik-baik saja. Dokter mengatakan bahwa Bapak harus dirawat, jadi berarti Bapak memang sakit.”

“Aku merasa sehat sekarang.”

“Bapak masih panas. Tadi saya sampai ketakutan. Bapak menyebut-nyebut ‘anakku … anakku … Apa bapak rindu pada anak Bapak?” 

“Tidak … tidak ….”

“Mengapa Pak, kalau Bapak kangen, obatnya adalah Bapak harus ketemu. Bolehkah saya mengabari bu Haryo?”

“Jangan Man, tolong jangan lakukan. Aku mau pulang saja.”

“Mas, Pak Haryo akan dipindahkan ke ruang inapnya, semuanya sudah siap.,” kata salah seorang perawat yang menyiapkan brankar untuk membawa Haryo ke kamarnya.

“Baik suster, silakan.”

Haryo merasa ketakutan. Di rumah sakit ini ia bisa bertemu Desy setiap saat, dan itu tidak diinginkannya. Tapi ia tak bisa berbuat apa-apa. Sarman sudah membawanya dan sekarang ia sedang dibawa ke kamar inap.

***

Sarman menunggui Haryo sampai menjelang malam. Ia merasa lega, panas badan Haryo sudah mulai menurun.

Ia memegang tangan Haryo yang berkeringat, dilihatnya Haryo membuka matanya.

“Pak, saya akan ke rumah Bapak, kalau boleh saya akan mengambilkan baju ganti Bapak dan apa saja yang Bapak perlukan.”

“Baiklah Man, kunci rumah kamu bawa?”

“Ya pak.”

“Tolong ambilkan juga ponsel dan dompetku, ada di nakas disamping tempat tidur. Kalau baju ganti kamu boleh membuka almari, aku tidak menguncinya. Ambil selembar atau dua lembar saja.”

“Baiklah Pak, saya ke rumah Bapak sekarang.”

“Dengan apa kamu tadi membawa aku kemari?”

“Saya pakai taksi pak, sepeda motor saya masih di rumah Bapak.”

“Kamu bersusah payah untuk laki-laki yang tak berguna dan jahat ini.”

“Bapak, mengapa Bapak mengatakan itu? Semua yang sudah berlalu tidak usah dipikirkan lagi. Dosa masa lalu itu, Allah pasti akan mengampuni kalau kita bertobat dan selalu mohon ampunanNya.”

Haryo menatap anak muda tampan yang sangat santun dan berbudi baik ini. Alangkah jauh dengan dirinya yang kotor berselimut dosa. Tanpa bisa ditahan, merebak matanya oleh air mata yang memenuhinya.

“Mengapa Bapak menangis?”

“Apakah sebuah kata maaf bisa menghapus dendam dan kemarahan?”

“Tentu saja Pak, mengapa tidak? Kalau Allah itu Maha pengampun, mengapa manusia tidak bisa memaafkan sebuah kesalahan?”

Ada rasa lega melintas mendengar kata-kata Sarman. Tapi itu kan kalau bukan tentang dirinya? Kalau kesalahan itu terhadap dirinya, akan mudahkah kata maaf diberikan?

“Man, bolehkah aku memeluk kamu?”

Sarman sangat terharu mendengar permintaan Haryo. Ia mendekat, dan membiarkan Haryo merangkulnya. Begitu erat, dan tangis itu tiba-tiba tak terbendung. Sarman sedikit merasa aneh dengan sikap Haryo. Tapi ia tak menolak pelukan itu, dan membiarkannya sampai Haryo melepaskannya.

“Mengapa Bapak menangis?”

“Sekarang ini aku hanya memiliki kamu Man, hanya kamu yang ada didekat aku. Dan kamu begitu memperhatikan aku.”

Sarman menatap mata tua yang masih berlinang air mata. Ia mengambil tissue dan mengusapnya dengan lembut.

“Bapak jangan bersikap berlebihan begitu. Kalau saya melakukan ini semua, itu karena Bapak adalah orang yang sebenarnya baik. Dalam sebuah perjalanan hidup, orang bisa saja tersesat dalam gelap. Kalau dia segera menyadari kekeliruannya, maka ia akan berjalan kembali ke tempat semula, dan melanjutkan langkahnya ke jalan terang. Disitulah kesadaran itu muncul. Dan kita wajib mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, agar selalu menuntun kita kejalan yang baik dan diridhoiNya.”

“Sarman, kamu seorang anak muda, bagaimana bisa mengucapkan semua itu?”

“Almarhumah ibu saya selalu mengajarkan kebaikan itu. Saya hanya meniru apa yang pernah dikatakannya.”

Haryo mendesah. Wulansih telah mengajari anaknya dengan ucapan-ucapan sederhana namun begitu agung dan bijak. Itulah yang menuntunnya menjadi laki-laki baik dan berbudi.

“Ya Tuhan ….” desah Haryo.

“Bapak jangan bersedih ya? Bapak telah menemukan jalan kembali, berarti Bapak akan bisa menentukan arah mana jalan terbaik bagi hidup Bapak, supaya Bapak mendapatkan ketenangan hidup.”

Haryo mengangguk, dan semakin mengagumi Sarman. Ia menggenggam tangan Sarman erat-erat. Darah dagingnya, yang tak pernah disadari kehadirannya. Anak laki-laki yang pernah hadir dalam mimpinya. Rupanya perjalanan hidup itu pula yang membuat mereka  akhirnya bertemu.

“Sekarang saya pamit dulu ya pak. Apa ada pesan Bapak yang lain lagi?”

“Tidak ada Man, seperti yang aku katakan itu saja. Setelah itu kamu boleh pulang, kamu pasti capek sekali, sejak bekerja belum pulang karena mengurus aku.”

“Tidak apa-apa Pak, nanti saya juga akan mengambil baju kerja sekalian. Saya akan tidur disini malam ini, dan berangkat bekerja dari sini juga. Semoga bapak semakin baik, sehingga saya bisa meninggalkan Bapak sendiri dengan perasaan tenang.”

“Man, kamu banyak berkorban untuk aku,” bisik Haryo lirih, penuh haru.

“Sudah, sekarang Bapak istirahat saja dulu dan jangan memikirkan apa-apa,” kata Sarman sambil berdiri, kemudian berlalu.

“Darahku mengalir dalam tubuhmu, nak, itulah sebabnya kita semakin akrab dan seperti telah pernah bertemu bertahun-tahun lalu. Maafkan Bapak ya, jangan marah ketika saatnya kamu menyadari, bahwa akulah ayahmu, laki-laki yang kamu benci. Laki-laki jahat yang membuat ibumu menderita sampai akhir hayatnya,” bisiknya pelan ketika Sarman sudah pergi untuk mengambil barang-barang yang diperlukannya.

***

Sore itu Tindy dan anak-anaknya sedang duduk di ruang keluarga, berbincang dengan santai tentang banyak hal. Tentang Lala yang semalam menelpon ibunya,  tentang Desy yang tak lama lagi menjadi dokter sepenuhnya, tentang Tutut yang masih menunggu kuliahnya selesai.

“Besok kamu masuk apa Des?”

“Besok Desy dinas malam Bu, jadi bisa santai di rumah sampai sore.”

“Bagus. Besok Ibu akan pulang agak pagi. Kamu mau kan menemani Ibu ke rumah teman Ibu yang sedang sakit?”

“Mau bu, dimana rumahnya?”

“Tidak jauh sih, tapi kalau Ibu datang sendiri tuh agak sungkan, karena dia seorang pria. Kalau bersama kamu kan lebih enak.”

“Tidak apa-apa Bu, besok Desy temani. Jam berapa ibu mau bezoek?”

“Ya agak siang lah, kalau Ibu sudah pulang pastinya.”

“Di rumah sakit?”

“Tidak, sudah pulang dari rumah sakit. Kemarin-kemarin ketika teman-teman Ibu membezoek, Ibu belum bisa ikut karena waktu itu bersamaan dengan jadwal mengajar, jadi Ibu minta tolong kamu.”

“Iya Bu, baiklah.”

“Sayangnya Tutut pulang agak sore, jadi nggak bisa mengantar,” sambung Tutut.

“Iya, Ibu tahu. Itu sebabnya Ibu bertanya sama kakakmu.”

“Nanti sebelum Ibu pulang, Mbak Desy harus belajar masak sama Simbok.”

“Kenapa tiba-tiba kamu menyarankan begitu?” tanya Desy.

“Kan Mbak Desy sudah punya pacar. Nanti begitu sudah jadi dokter, pasti segera menikah, lha kalau sudah punya suami kan harus pinter masak juga?” kata Tutut sambil cengar-cengir.

“Hiih, kamu itu nggemesin ya, sukanya ngomong yang enggak-enggak,” kesal Desy sambil berusaha mencubit adiknya, tapi dengan sigap Tutut menghindar dibalik punggung ibunya.

“Yang enggak-enggak gimana? Kalau pacaran ya ngaku saja pacaran, kenapa juga pakai malu segala. Kan pacarnya ganteng, sebentar lagi jadi dokter spesialis. Pasangan yang cocok. Ya kan Bu?” Tutut masih meneruskan ocehannya, tak peduli Desy memelototinya.

“Dasar tukang ngawur.”

“Ya sudah, kalian itu tinggal berdua saja kok berantem terus ya,” kata Tindy sambil merangkul kedua anaknya, satu di lengan kiri, satu lagi di lengan kanan.

“Kalau Tutut itu selalu baik Bu, tapi Mbak Desy suka galak.”

“Nggak, Mbak Desy itu bukannya galak. Dia itu sebenarnya sayang sama kamu, kamunya yang suka mengganggu,” kata Tindy sambil tersenyum.

“Weeeek, tuh dengar, ibu membela aku kan?” ejek Desy sambil memonyongkan mulutnya.

“Yah, ibu kok membela Mbak Desy sih?” protes Tutut.

“Ibu bukan membela siapa-siapa. Memangnya terjadi perang beneran nih, ada bela membela segala?”

“Nggak bu, Tutut hanya bercanda,” kata Tutut sambil tertawa.

“Nah, gitu dong, damai,” kata Tindy sambil mempererat pelukannya kepada kedua anaknya.

“Tapi ngomong-ngomong aku kok merasa lapar ya?” kata Desy.

“Iya, aku juga,” sambung Tutut.

“Coba lihat kebelakang, simbok sudah selesai belum?”

***

Sudah agak siang ketika Desy selesai mandi, kemudian berganti pakaian rapi sambil menunggu Ibunya yang katanya akan mengajaknya membezoek temannya.

“Jam berapa ya Ibu mau pulang? Tapi ini baru jam sembilan, aku baca-baca buku dulu ah,” gumam Desy sambil beranjak ke kamarnya.

Tapi belum sampai menyentuh buku yang dimaksud, ponselnya berdering.

“Dari siapa nih, nggak ada namanya? Tapi siapa tahu penting,” Desy segera membuka ponselnya.

“Hallo, selamat pagi,” sapa Desy.

“Selamat pagi dok, ini saya Reni, dari rumah sakit.”

“Oh, sus Reni yang di bagian pendaftaran?”

“Iya. Saya ingat pesan dokter, kalau ada pasien bernama Suharyo agar mengabari kemari. Saya lihat jadwal dokter masih malam nanti, jadi saya menelpon.”

Desy berdebar.

“Pak Suharyo kontrol ?”

“Tidak dok, beliau dirawat.”

“Dirawat?” pekik Desy terkejut.

“Baru kemarin sore, saya dinas pagi dan baru membaca laporannya.”

“Baiklah, terima kasih sus, saya segera kesana. Di kamar apa, nomor berapa, kirimkan supaya saya tidak usah bertanya-tanya lagi nanti.”

“Baiklah, akan saya kirimkan.”

Desy menutup ponselnya dengan perasaan cemas, tapi bersyukur karena ia akan bisa menemui ayahnya.

“Mbok, aku pamit keluar sebentar ya.”

“Mbak mau kemana? Katanya menunggu Ibu.”

“Ada yang penting Mbok, ke rumah sakit sebentar. Nanti kalau ibu bertanya, bilang bahwa aku ke rumah sakit ya,” kata Desy sambil tergesa pergi.

Simbok hanya menatapnya heran.

***

Desy bergegas memasuki rumah sakit, tanpa bertanya kepada petugas, dimana pak Suharyo dirawat karena dia telah diberi tahu. Setengah berlari Desy memasuki kamar yang dimaksud. Tapi betapa terkejutnya ketika melihat kamar itu kosong

***

Besok lagi ya.

 

78 comments:

  1. Replies
    1. Horreeey bu Nani yg menang..❤️

      Delete
    2. Alahamdulillah juaranya Uti Nani....
      Ditinggal mingket jawab chattingan wis keri umet......

      Matur nuwun bu Tien.....

      Delete
    3. _Sarman membuka pintu, dan ternyata tidak terkunci. Ia juga heran melihat lampu di semua ruangan masih menyala. Dengan berdebar Sarman membuka pintu kamar Haryo, dan melihat Haryo meringkuk di ranjang, dengan tubuh tertutup selimut._

      _Sarman mendekat, dan meraba tubuh Haryo. Panas sekali. (eMKaJe_47)_


      *****

      Matur nuwun bu Tien, MKJ_48, sampun tayang. Salam SEROJA & tetap cemungut & ADUHAI

      Delete
    4. Yey, j. Nani juara.... Ah... Bu Tien suwun mkj tayang

      Delete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah tayang.

    ReplyDelete
  3. Alhamdulilah.. sdh tayang MKJ.
    Terimakasih bunda..

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah MKJ 48 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  5. Hatur nuwun mbakyu salam sehat sll injih wassalam..

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah MKJ tayang...sugeng ndalu bu Tien

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah MKJ48 telah hadir,
    Matur nuwun mb Tien
    Sehat selalu dan bahagia bersama keluarga.
    Salam aduhai

    ReplyDelete
  8. _Sarman membuka pintu, dan ternyata tidak terkunci. Ia juga heran melihat lampu di semua ruangan masih menyala. Dengan berdebar Sarman membuka pintu kamar Haryo, dan melihat Haryo meringkuk di ranjang, dengan tubuh tertutup selimut._

    _Sarman mendekat, dan meraba tubuh Haryo. Panas sekali. (eMKaJe_47)_


    *****

    Matur nuwun bu Tien, MKJ_48, sampun tayang. Salam SEROJA & tetap cemungut & ADUHAI

    ReplyDelete
  9. Trima kasih Bu Tien semoga selalu sehat dan tetap semangat menghibur kami semua, salam aduhai dari Pasuruan

    ReplyDelete
  10. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah, terimakasih banyak mbak Tien semoga mbak sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT Aamiin YRA

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah, mkj tayang lebih awal....terima kasih Bu Tien....
    Salam sehat selalu...🙏

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah
    Makasih bu Tien, semoga bu Tien sekeluarga sehat selalu.

    ReplyDelete
  14. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo,

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah...maturnuwun bu Tien
    salam aduhai...
    sehat selalu...

    ReplyDelete
  16. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik,

    ReplyDelete
  17. Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
    ADUHAI.....

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah MKJ 48
    Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda sekalu sehat
    Salam sehat dan aduhai

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah. Mtr nuwun bunda Tien.
    Salam sehat dari Jogja

    ReplyDelete
  20. Ya Alloh ... lemes deh mb Desy..

    Alhamdulillah ..matur nuwun Mbak Tien🌷🌷🌷🌷🌷

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah MKJ Eps 48 sudah tayang.
    Matur nuwun mbak Tien Kumalasari.
    Salam sehat dan salam hangat.

    ReplyDelete
  22. Semoga pa Haryo bisa bertemu Desy

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Selamat malam selamat beristirahat semoga Bu Tien selalu sehat... Salam... 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  24. Woh woh baru ngumpet dikamarmandi MB Desy hihihi....
    Trims Bu Tien udah menghibur

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah
    Menunggu kelanjutannya besok lagii ya... Sabaar

    ReplyDelete
  26. Alhamdullilah MKJ 48 sdh tayang.. Trimaksih bunda Tien.. Slmtmlm dan salam sehat sll dri sukabumi🙏🙏🥰🥰

    ReplyDelete
  27. Haduh pak Haryo malah kemana... Masih sakit kok yo keluar dari rumah sakit

    ReplyDelete
  28. Terima kasih Mbak Tien.. MKJ selalu kami nantikan dan menghibur banget. Sekali lagi matur nuwun. Salam sehat Aduhai selalu.

    ReplyDelete
  29. Bikin penasaran sj p Haryo ini... drpd menduga2 lbh baik nunggu lanjtan crt sj dr mb Tien🙏 bgtu ya mb Tien... slm seroja sll.. salam aduhai utk mb Tien😘

    ReplyDelete
  30. Terimakasih mbak Tien.. salam Aduhai ..dari kota arang..kota Sawahlunto..🙏🙏

    ReplyDelete
  31. Terima kasih Bu Tien... Semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  32. Yaah diputus. Lagi seru lho bu Tien. BTW trm ksh MKJ sdh tayang. Salam sehat

    ReplyDelete
  33. Aduhaiii Desy mau ketemu ayahnya batal lagi nih,tahu2 sdh besok lagi bikin penasaran mbak Tien.
    Salam Aduhai mbak Tien.

    ReplyDelete
  34. Waaahhhh.... kamarnya kosong, ikut kecewa aku. Tapi kalau belum pulang nanti malam bisa bertemu.
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI...AH...

    ReplyDelete
  35. 𝐓𝐞𝐫𝐢𝐦𝐚 𝐤𝐚𝐬𝐢𝐡 𝐦𝐛𝐚𝐤 𝐓𝐢𝐞𝐧...

    ReplyDelete
  36. Maturnuwun bu Tien MKJ48nya..

    Duuuh..Haryooo...udh melarikan diri lagi dari pertemuan sgn Desy..
    Teruus merasa bersalah yg tak ada habisnya..kasian juga yaa..

    Nina kemana nii..msh dijalanankah..

    Lanjuut besok lagiii..

    Salam sehat dan aduhaiii bu Tien..🙏💟🌹

    ReplyDelete
  37. Alhamdulillah MKJ dah tayang.
    Makasih Bunda , met malam dan met istirahat.
    Sehat dan tetap semangat

    ReplyDelete
  38. Matur nuwun Bu Tien, salam sehat untuk semuanya...

    ReplyDelete
  39. Puji Tuhan, ibu Tien tetap sehat semangat dan produktip shg MKJ48 hadir cantik tetap bikin penasaran para penggandrung seperti diriku ini.

    Ada satu kelegaan tersendiri setelah pak Haryo menyadari Sarman yg baik ternyata anak kandungnya.
    Semoga menambah semangat hidup pak Haryo dan segera sehat kembali.
    Semoga dr Dessy bisa melacak keberadaan pak Haryo dan mau kumpul keluarga lagi.

    Monggo dilanjut aja, penasaran nih. Matur nuwun Berkah Dalem.

    ReplyDelete
  40. Alhamdulillah MKJ sdh tayang. Matursuwun mbak Tien...tambah pinisirin dan ADUHAI
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  41. Haryo haryo ioooo looo hari tua susah medok ae ampe ampe ngini cerita hr tua...ya mikir keblakang...aduh aduh .. terimakasih..bu Tien

    ReplyDelete
  42. Keluarga Tindy sang wanita karir, selalu hangat dengan celotèh kedua anaknya yang kadang saling ejek dan melerai, sangat menghiburnya bisa mengubur kerumitan masalah pribadinya, anak anak inilah yang membuat tegar menghadapi.
    Hm... mau mengajak Desy besuk teman kerja.

    Sarman begitu berangkat kerja, ya udah Haryo ikutan mau kerja; ngerjain anaknya biar ikutan susah, mencari tempat ngumpetnya.

    Paling Sarman juga nggak tahu kalau Haryo melarikan diri, paling cepet jam bezuk, baru bisa nengok.
    Sarman
    maunya kepingin nungguin, tapi kan mesti kerja, momonganmu mungkin ingat ada ppkm jadi maunya menjauh dari keramaian.

    Ha ha ha ha, Haryo nyekel dhuwit bablas anginé, wus.. wus...
    Didepan Sarman ngikut kaya tawanan, begitu nggak nampak ngikut ngilang.
    Nah tuh tengok na, masih aja ada sisa sisa cinta pelarian, hé hé hé.
    Mungkin ada yang tersisa tanda tanda yang tertinggal, buat melacak sekedar cari Des disekitaran, bisa nggak ya dilacak paké tanya ke satpam, jam berapa pasien itu pergi juga nggak tahu
    Siapa tahu cuma namanya sama; orangnya belum tentu juga.

    ADUHAI..




    Terimakasih Bu Tien;

    Memang Kembang jalanan yang ke empat puluh delapan sudah tayang.

    Sehat sehat selalu doaku,
    Sedjahtera bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  43. Selamat pg, smua
    Maturnuwun, mb Tien
    Sarman begitu baik n santun km. Maafkan pak Haryo ya
    Kok kosong ya kamarnya.
    Salam manis n aduhai mb Tien.
    Yuli Suryo
    Semarang

    ReplyDelete
  44. Assalamualaikum wr wb. Rupanya Haryo ketakutan jika sampai diperiksa Desy, makanya kabur, padahal msh sakit. Semuanya jadi kacau....ditunggu lanjutannya. Maturnuwun Bu Tien, semoga Bu Tien beserta keluarga senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin, bahagia bersama keluarga. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede.....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wa'alaikum salam wr.wb.
      Aamiin ya Robb
      Maturnuwun Pak Mashudi

      Delete
  45. Assalamu'alaikum
    warrahmatullahi
    wabarakatuh

    Alhamdulillah,, matur nuwun bu Tien untuk MKJnya, Makin asyik Bacanys sdh selesai,,. Bgm perasaan Sarman ya
    Terus kemana Haryo,,,oh Aduhaaii

    Salam sehat wal'afiat semua ya bu Tien
    Mantab & ADUHAAII penasaran nya🤗💖

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakath
      ADUHAI AH, Ibu Ika Laksmi

      Delete
  46. Maturnuwun ibu Tien...
    Mengapa Haryo sekeras itu?jadi tambah melukai hati anak2 yg merindukannya... Ah kutunggu lanjutannya, sehat dan sukses selalu ibu Tien...

    ReplyDelete
  47. Alhamdulillah.....
    Mtur nuwun Bun....
    Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun

    ReplyDelete
  48. Haryo..Haryo.. Kenapa sih menghindar dari anak²nya?
    Makasih mba Tien.
    Sehat selalu mba. Salam aduhai...ah

    ReplyDelete
  49. Terimakasih Mbak Tien ... trenyuh bacanya ... Salam sehat dan ADUHAI

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...