Wednesday, February 23, 2022

MEMANG KEMBANG JALANAN 47

 

MEMANG KEMBANG JALANAN  47

(Tien Kumalasari)                               

 

“Itu ibu saya bersama saya, ketika saya sudah lulus SMA,” terang Sarman tanpa ditanya.

Haryo hanya mengangguk, tapi matanya tetap menatap ke arah foto yang dipajang. Ia tidak lupa wajah itu. Wajah cantik yang lugu, yang pernah mengisi hatinya, saat dia masih perjaka. Namanya Wulansih. Tapi benarkah dia? Banyak wajah mirip di dunia ini. Penasaran, Haryo berdiri, mendekat ke arah foto. Seorang laki-laki muda tampan, bersama seorang wanita berwajah cantik, dengan dandanan Jawa yang begitu luwes dan menawan. Dulu Haryo mengenalnya, ketika Wulan menjadi peladen di sebuah perhelatan teman sekolahnya. Ia juga berpakaian seperti itu, dengan beberapa teman gadis lainnya. Gadis itu menumpahkan minuman dan membasahi bajunya.

Maaf … maaf, aduh bagaimana ini,” kata Wulan kebingungan, Wajahnya menampakkan wajah takut. Serta merta dia meletakkan baki yang sudah kosong di sebuah meja yang ada di dekatnya, lalu melepaskan selendang yang mengikat pinggangnya, kemudian mengelap baju Haryo dengan tangan gemetar.

“Sudah, sudah … tidak apa-apa, kata Haryo sambil menahan tangan Wulan, dan menatapnya kagum.

“Ss_saya tidak .. tidak sengaja …” katanya terbata.

“Ya, tidak apa-apa, tidak kelihatan basah kok. “

Seorang laki-laki yang mengenakan pakaian Jawa juga, mendekati Wulan dan menegurnya.

“Apa yang kamu lakukan?”

“Ss_say_ya ….”

“Tidak apa-apa kok Mas, kan dia tidak sengaja. Biarlah. Ini tidak kelihatan basah,” kata Haryo membela Wulan ketika itu. Saat itu Haryo mengenakan batik  berdasar hitam, berkembang warna kecoklatan. Memang tidak kelihatan basah. Haryo merasa kasihan pada gadis yang tadi tampak ketakutan.

“Maaf ya Mas, ss_saayya … tidak sengaja.”

“Iya, sudah sana, lanjutkan pekerjaan kamu.”

Haryo tersenyum, lalu pura-pura menikmati acara sungkeman pengantin di atas panggung, sementara di gadis kemudian berlalu. Tentu dengan perasaan sangat bersalah.

Ketika pulang, Haryo mengendarai mobilnya seorang diri, ia melihat seorang gadis sedang berdiri di tepi jalan. Tampaknya dia sedang menunggu tumpangan atau apa. Ia  berpakaian Jawa. Haryo mengenalnya, dia gadis yang menumpahkan minuman di bajunya.

Serta merta dia menghentikan mobilnya tepat di depan gadis itu.

Wulan mundur beberapa langkah, tapi Haryo kemudian turun menghampirinya.

“Mbak, menunggu siapa?” tanya Haryo lembut.

Gadis itu menatap Haryo, dan tersipu ketika melihat Haryo. Ia tidak lupa bahwa dia telah membuat baju Haryo basah.

“Menunggu angkot. Saya sedang di kamar mandi ketika teman-teman saya pulang, jadinya saya harus pulang sendiri.

“Ayo aku antar,” tawar Haryo.

“Tidak. Saya menunggu angkot saja.”

“Ini sudah malam, jarang ada angkot lewat. Bahkan mungkin sudah tidak ada. Lihat, mendung sangat tebal, sebentar lagi hujan.”

Wulan menatap ke atas, dan melihat awan hitam bergumpal di langit.

“Ayolah, sudah malam sendirian di tepi jalan, kalau diculik orang bagaimana?” Haryo menakut-nakuti.

Akhirnya Wulan menurut. Haryo membukakan pintu samping, dan karena Wulan memakai kain, maka agak sukar untuk naik, sehingga dengan suka rela Haryo membantunya.

Tapi itu bukan pertemuan terakhir. Pertemuan demi pertemuan berlanjut, sehingga mereka saling jatuh cinta. Saat itu Haryo masih kuliah. Haryo sedang patah hati karena cintanya kepada Tindy kandas gara-gara kalah bersaing. Tapi karena hubungan yang semakin akrab, orang tua Wulan menuntut agar Haryo segera menikahinya. Haryo yang tak siap menikah, hanya bersedia menikah siri.

Saat itu tiba-tiba Haryo menyadari bahwa dia tidak sungguh-sungguh mencintai Wulan. Ia tak bisa melupakan Tindy dan berkeras untuk berusaha mendapatkannya.

Perlahan tapi pasti, Haryo benar-benar meninggalkan Wulan.

“Bapak pernah mengenal ibu saya?” pertanyaan Sarman mengejutkannya.

Haryo mengusap peluh yang mendadak membasahi keningnya, wajahnya, lehernya, kemudian dia kembali duduk.

“Seperti pernah mengenalnya, tapi kan banyak orang mirip di dunia ini?” Haryo mengambil tissue yang ada didepannya, lalu mengusap keringat yang membasah.

“Ibu saya bernama Wulansih.”

“Oh ….” Keringat itu kembali membanjir. Dalam hati dia bertanya, apakah Sarman darah dagingnya? Ataukah Wulan menikah lagi dan Sarman adalah anak suaminya?

“Ibu saya sangat menderita. Setelah kakek dan nenek meninggal dunia, ibu membesarkan saya seorang diri.”

Haryo menatap lekat wajah Sarman.

“Bapak tidak bertanya kemana ayah saya?”

“Eh … iya, kemana ayah kamu?” Haryo menahan getar hatinya.

“Ayah saya meninggalkan ibu ketika saya masih dalam kandungan. Meninggalkan ibu saya, bukan meninggal dunia. Ibu tak pernah menikah lagi sampai saat meninggalnya, lima tahunan yang lalu,” ujar Sarman sendu. Ia terus menatap foto yang dipajangnya.

“Tapi sampai sekarang saya tidak tahu siapa nama ayah saya. Ibu saya yang patah hati mengatakan bahwa jangan bertanya siapa namanya. Saya juga tak pernah melihat foto ayah saya karena ibu membakar semua foto-foto saat menikah dan semua kenangan atasnya.

Haryo tak menjawab.

“Laki-laki itu begitu kejam. Saya sangat membencinya.”

Haryo merasa dadanya bagai dipukul dengan palu godam sebesar pohon kelapa tua yang tumbuh di halaman itu.

“Apa yang Bapak pikirkan tentang laki-laki kejam itu?”

Haryo mengeluh lemah.

“Aku juga bukan laki-laki yang baik,” katanya pelan sambil kembali mengusap keringat di wajahnya.

***

Malam itu Haryo tak bisa tidur. Ia teringat akan mimpinya, dan tiba-tiba wajah anak laki-laki yang memakinya didalam mimpi itu terbayang kembali. Lalu Haryo sadar bahwa wajah itu adalah wajahnya Sarman.

“Ya Tuhan … Ya Tuhan … apa yang telah aku lakukan? Dan apa yang harus aku lakukan?” bisiknya berkali-kali.

“Benarkah Sarman adalah anakku? Itukah sebabnya maka sekarang ini kami begitu dekat?”

Tapi mendengar bahwa Sarman amat membanci ayahnya, hatinya hancur berkeping-keping. Satu lagi dia menemukan buah dosa yang pernah dilakukannya. Lalu apa selanjutnya? Haryo merasa bahwa hidupnya dikepung oleh laksaan dosa. Menghantamnya dalam rasa yang sakit dan menggigit. Ia merasa hidupnya akan tenang setelah menyendiri, ternyata tidak. Kali ini ia tak kuasa menghadapinya. Kebencian anak-anak gadisnya telah terurai ketika pertemuannya yang terakhir di rumah sakit. Tapi sekarang? Apakah Sarman akan begitu mudah memaafkannya? Memaafkan seorang laki-laki yang membuat hidup ibunya menderita sampai akhir hayatnya? Haryo memijit keningnya, karena kepalanya terasa sangat pusing. Ia bangun dan bermaksud mengambil obat, tapi ia terjatuh karena ia lupa bahwa kakinya harus ditopang saat berjalan, sementara dia langsung turun dari tempat tidur dan melangkah.

Tubuhnya terjerembab ke lantai, keningnya terasa nyeri karena beradu dengan lantai yang pastinya amatlah keras. Haryo berusaha bangkit dengan susah payah, dan kali ini ia meraih tongkatnya. Napasnya terengah-engah. Ia meraih segelas air yang selalu disediakannya dalam nakas. Meneguknya sampai habis.

“Ya Tuhan … ya Tuhan … “ keluhnya berkali-kali.

Tak jadi mengambil obat, Haryo kembali membaringkan tubuhnya. Keinginannya berdamai dengan semua yang membencinya, kandas karena ada yang sangat membencinya dan entah dengan cara apa dia akan mendapatkan maafnya.

Haryo tak bisa tidur sampai pagi menjelang. Ia ingin berwudhu, tapi tubuhnya tak bisa digerakkan. Badannya terasa panas, dan dia menggigil. Ia menarik selimut tebalnya, dan meraih bantal disampingnya yang kemudian diletakkannya di atas dadanya, bermaksud mengurangi demam yang menderanya.

***

Tutut memasuki kamar Desy, bermaksud mengambil ponselnya yang tertinggal ketika berbincang dengan kakaknya. Tapi dilihatnya Desy belum tidur. Ia masih belum mematikan lampu kamarnya, telentang di atas ranjang sambil menatap langit-langit kamar.

“Mbak, belum tidur ?”

“Belum bisa tidur. Kamu mau mengambil ponsel kamu?”

“Iya, ketinggalan. Tuh di depan cermin.”

“Ambillah.”

“Mbak melamunkan apa? Kangen sama mas dokter ya?”

“Ngawur kamu. Itu saja yang kamu pikirkan.”

“Habis, mbak Desy kelihatan kalau sedang melamun.”

“Aku memikirkan Bapak.”

“Yah, kan tadi kita sudah membahasnya. Memang uang pensiun Bapak diberikan ke kita. Tepatnya kepada Ibu, tapi diberikan kepada kita.”

“Yang aku pikirkan adalah, kalau uang Bapak diberikan kepada kita, Bapak makan apa? Bapak juga punya kebutuhan kan?”

“Pastinya Bapak sudah memikirkannya.”

“Tapi dengan apa? Aku sedih Tut. Bagaimana ya caranya agar bisa menemukan Bapak?”

“Mbak kan co-ass di rumah sakit, Bapak pernah dirawat disana, apakah Mbak tidak bisa menemukan data dimana Bapak tinggal?”

“Menurutmu aku tidak memikirkan itu? Sudah aku lakukan Tut, tapi Bapak mempergunakan alamat rumah ini. Bukan rumah barunya. Mungkin karena KTP Bapak juga masih beralamat di rumah ini.”

“Aduh, sayang ya Mbak.”

“Bapak kontrol di rumah sakit, beberapa hari yang lalu. Tapi aku tidak bertemu. Entah bagaimana caranya, aku sampai tidak bisa bertemu Bapak.”

“Rumah sakit kan luas Mbak, ada bagian-bagian untuk setiap penyakit. Tidak menjadi satu dalam satu ruangan.”

“Jadi Mbak harus berpesan kepada bagian pendaftaran, kalau ada pasien bernama Suharyo, Mbak minta dikabari.”

“Aku juga sudah melakukannya.”

“Kalau begitu kita harus menunggu, suatu hari Bapak pasti kontrol lagi. Ya kan?”

“Mudah-mudahan kali itu aku bisa bertemu. Ya sudah, kembalilah ke kamar kamu, ini sudah malam.”

“Baiklah, selamat tidur Ibu Dokter yang cantik,” goda Tutut.

Desy tersenyum, dan tiba-tiba dia teringat kepada Danarto. Ia selalu menyapanya dengan sebutan dokter yang cantik.

“Ah ….” Desy mendesah. Ternyata tidak setiap hari dia bisa berbincang dengan Danarto. Barangkali karena kesibukannya. Pastilah. Danarto sudah berjanji akan menyelesaikan studinya tepat waktu.

Dan seperti sebuah magnet yang saling tarik menarik, tiba-tiba Danarto menelpon.

Desy tersenyum lebar, melihat gambar laki-laki ganteng yang tersenyum begitu menawan di layar ponselnya. Untunglah Tutut sudah keluar dari kamar. Kalau tidak, pasti dia sudah menggodanya habis-habisan.

“Hallo, assalamu’alaikum,” sapa Desy.

“Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh,” jawabnya dengan salam yang lebih lengkap.

“Apa kabar Mas?”

“Baik, tapi aku selalu kangen sama kamu.”

“Ah ….”

“Yeeeey, dapat ‘ah’ diawal percakapan, sangat indah.”

“Gombal ah.”

“Lagi ngapain nona dokter yang cantik.”

“Lagi ngomong sama kamu.”

“Yah, pinter ngeles nih. Sebelum ngomong sama aku, maksudnya.”

“Aku juga kangen.”

“Aduhai, senengnya dikangenin.”

“Bukan sama kamu.”

“Duuh, jahatnya, kamu selingkuh ya?” kesal Danarto.

“Kangen sama Bapak, tahu.”

“Oh, ya ampuun, aku hampir menangis nih.”

“Kok menangis sih.”

“Habis, tadi mengira kamu selingkuh sama siapaaa … gitu.”

“Belum menemukan kabar dimana Bapak berada, jadi aku cuma bisa kangen.”

“Iya Des, maaf. Aku juga tidak bisa menghubungi Bapak karena nomor kontaknya sudah tidak aktif lagi. Pastinya Bapak sudah menggantinya dengan nomor baru.”

“Iya, benar.”

“Ya sudah, berdoa saja dan menunggu, semoga Bapak segera bisa kita temukan.”

“Iya.”

“Minggu depan aku libur, aku mau pulang.”

“Benarkah?”

“Iya, nggak tahan lagi nih, kangen melihat dokter mudaku yang cantik.”

“Ah ….”

“Aduh Des, bener-bener deh. Suka banget mendengar ‘ah’ dari bibir kamu. Kalau bisa kamu buat agar saat aku pulang, kamu juga libur.”

“Kalau jadwalnya jaga, bagaimana?”

“Tukeran dong sama yang lain.”

“Akan aku usahakan.”

“Malam ini bulan sedang penuh. Dan aku sedang memandanginya di luar.”

“Oh ya?”

“Keluarlah, agar kita bisa menatap rembulan yang sama.”

“Baiklah,” kata Desy sambil bangkit. Ia keluar dari kamar dan berjalan ke arah taman yang ada di samping rumah.

Ada bangku dari batu, yang dulu dibuat oleh ayahnya. Desy duduk disana.

“Aku sudah diluar.”

“Kamu melihat bulan itu bukan?”

“Ya.”

“Aku juga sedang memandanginya.”

“Aku juga.”

“Aku sedang berpesan kepada bulan, apa kamu mendengarnya?”

“Yah, mengapa harus berpesan kepada bulan? Kamu kan bisa bicara di ponsel ini?”

“Ya ampun Des, kamu kenapa tidak romantis sih? Biarpun ada ponsel, tapi bicara melalui rembulan itu lebih romantis. Awas, kali ini jangan bilang ‘ah’ lagi. Katakan itu kepada rembulan.”

Dan Desy tertawa geli mendengar Danarto berbincang sok romantis.

Walau Desy selalu mengatakan bahwa dia tak ingin jatuh cinta, nyatanya dia selalu meladeni setiap kali Danarto berbicara tentang cinta. Aduhai, Desy sebenarnya takut, tapi kok suka ya. Entahlah, barangkali waktu yang akan menentukan, kapan perasaan cinta itu sampai kepada muaranya.

***

Sepulang dari kampus, Sarman mengunjungi Haryo di rumahnya. Saat mengantarnya pulang, Sarman melihat bahwa Haryo sepertinya sedang sakit. Ia bicara cuma sepotong-sepotong, itupun kalau Sarman mengajaknya bicara. Itu sebabnya Sarman khawatir.

Ketika memarkir sepeda motornya di halaman, Sarman melihat lampu di teras masih menyala. Dan itu berarti Haryo tidak mematikannya pagi tadi. Sarman berdebar. Apakah Haryo benar-benar sakit?

Sarman membuka pintu, dan ternyata tidak terkunci. Ia juga heran melihat lampu di semua ruangan masih menyala. Dengan berdebar Sarman membuka pintu kamar Haryo, dan melihat Haryo meringkuk di ranjang, dengan tubuh tertutup selimut.

Sarman mendekat, dan meraba tubuh Haryo. Panas sekali.

***

Besok lagi ya.

 

 

 

 

74 comments:

  1. Hoooorreeee....
    Aku juara 1.......
    Alhamdulillah.

    Matur nuwun bu Tien, MKJ_47 Sampun tayang. Salam SEROJA & tetap cemungut & ADUHAI

    ReplyDelete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah tayang

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah.....sdh tayang tks Bu Tien

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah, Terima kasih semoga mbak Tien sehat selalu
    Salam ADUHAI....

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah MKJ47 telah hadir,
    Matur nuwun mb Tien
    Sehat selalu dan salam aduhai

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah maturnuwun bu Tien
    Aduhai ah...
    semoga selalu sehat
    salam dari baturetno

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah... maturnuwun paringanipun..
    Salam ADUHAI

    ReplyDelete
  8. Alamdulillah...
    Yang ditunggu tunggu telah hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan dan tetap semangat
    Salam ADUHAI dr Cilacap..

    ReplyDelete
  9. Alhamdulilah.. Terimakasih bunda..
    Salam aduhai dari sukabumi

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah MKJ~47 sudah hadir..
    Maturnuwun bu Tien 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  11. Akhirnya atang juga... tks bu tien salam sehat dam salaam aah aduhaiii

    ReplyDelete
  12. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  13. Asyiiik👍👍 Salam aduhai, bu Tien❤

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah, terima kasih Bu Tien MKJ nya.....
    Salam sehat selalu....🙏

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah .Terimakasih MKJ ke 47 nya Mbak Tien.Salam Sehat sekalu

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah MKJ 47 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah... luar biasa... terima kasih....

    ReplyDelete
  18. Matur nuwun Bu Tien, salam sehat untuk semuanya...

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah, matur nuwun MBak Tin MKJ 47 SDH up.
    Smg MB Tin selalu sehat.
    Salam Aduhai

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah ... matur nuwun Mbak Tien🌷🌷🌷🌷🌷

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah MKJ dan tayang.
    Makasih Bunda Tien met malam dan met istirahat sehat selalu dan bahagia bersama keluarga tercinta.

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah MKJ sudah tayang, matursuwun mbak Tien
    Salam ADUHAI dan sehat selalu

    ReplyDelete
  23. trmksh mb Tien sdh tayang mkj 47...smg sakitnya haryo kali ini bs mempertemukan kel haryo yg terpecah... bgmnpun kondisi di. masa lalu... slm seroja utk mb tien d para pctk.. crt semakin aduhai...

    ReplyDelete
  24. Seneng MKJ sdh dateng.... Cepet banget selesainya.
    Mb Tien, Sarman anak pak Haryo.... Haryo merasa banget dosanya.
    Pengen baca lanjutannya
    Sugeng dalu mb Tien, sugeng istirahat
    Salam manis nan aduhai
    Yuli Suryo
    Semarang

    ReplyDelete
  25. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo,

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah.. bisa menikmati MKJ47 yg semakin aduhai.. salam sejat selalu buat bunda Tien

    ReplyDelete
  27. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik,

    ReplyDelete
  28. Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
    ADUHAI.....

    ReplyDelete
  29. Aku no brp yaaa?....mtrswn buTien🙏

    ReplyDelete
  30. Terimakasih bunda Tien
    Semoga bunda selalu sehat
    Salam sehat dan aduhai

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah MKJ Eps 47 sudah tayang.
    Matur nuwun mbak Tien Kumalasari.
    Salam sehat dan salam hangat untuk keluarga.

    ReplyDelete
  32. Alhamdulillaah tayang juga
    Akhirnya Kasihan sama pa haryo... akibat dari ulahnya sendiri, makanya bapa bapa, kakek kakek jangan mempermainkan wanita, cukup p haryo saja dlm cerita

    ReplyDelete
  33. Alhamdulillah. Mtr nuwun bunda Tien.
    Sehat selalu bunda ..

    ReplyDelete
  34. Maturnuwun bu Tien MKJ 47nyaa..

    Aduhaii bangeeet..
    Desy n Danarto memandang bulan yg sama..😊

    Akhirnya kasian Haryo jg ya..

    Lanjut beaok lagiii...

    Salam sehat selalu dan aduhaii bu Gien..🙏💟🌹

    ReplyDelete
  35. Alhamdulillah,terima kasih Bu Tien..
    Sehat selalu nggih,Aamiin.

    ReplyDelete
  36. Nah terus apa yang akan dilakukan Haryo terhadap bang sopir yang ternyata adalah anaknya. Mau mengakui takut ditinggal pergi, atau malah diajak pulang ke rumah Tindy. Bingung , bingung aku bingung. Ah... nunggu besok saja Ah...
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.

    ReplyDelete
  37. Alhamdulillah MKJ 47 sdh hadir
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan sukses selalu
    Aamiin
    Salam ADUHAI selalu

    ReplyDelete
  38. Sarman kelihatan nya baik.. Dan pasti gak akan marah lagi kalau tau bahwa bapaknya pak Haryo

    ReplyDelete
  39. 𝐒𝐞𝐩𝐞𝐫𝐭𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐇𝐚𝐫𝐲𝐨 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐛𝐞𝐫𝐭𝐞𝐦𝐮 𝐝𝐠𝐧 𝐃𝐞𝐬𝐲 𝐝𝐢 𝐑𝐒. 𝐊𝐚𝐫𝐞𝐧𝐚 𝐇𝐚𝐫𝐲𝐨 𝐛𝐚𝐤𝐚𝐥𝐚𝐧 𝐝𝐢𝐚𝐧𝐭𝐚𝐫 𝐒𝐚𝐫𝐦𝐚𝐧 𝐤𝐞 𝐑𝐒.

    𝐊𝐢𝐭𝐚 𝐭𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮 𝐬𝐚𝐣𝐚 𝐤𝐞𝐥𝐚𝐧𝐣𝐮𝐭𝐚𝐧𝐧𝐲𝐚 𝐩𝐚𝐬𝐭𝐢 𝐀𝐃𝐔𝐇𝐀𝐈.

    𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐮𝐭𝐤 𝐁𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚...𝐒𝐮𝐠𝐞𝐧𝐠 𝐝𝐚𝐥𝐮..🙏🙏🙏❤💛

    ReplyDelete
  40. Matur nuwun mbak Tien. Salam aduhai.

    ReplyDelete
  41. Alhamdulillah
    Seneng akuu MKJ 47 tayang...dg sabar terus menunggu kelanjutannya

    Salam sehat ...salam Aduhaiii
    Kagem mbak Tien

    ReplyDelete
  42. Dr. Danarto and Desy lbh seru kisah percontaannya kalee bu Tien? jangan tambah lagi dng tokoh baru..ah

    ReplyDelete
  43. Waduhh... 😋
    Ternyata oh ternyata ... 😋🥲
    Suharyo sejak muda belia/mahasiswa sudah jago 'nikah siri dan korban pertama nya adalah gadis Wulansih dan putranya Sarman.
    Kiat 'nikah sirih itu jadi senjata andalan sampai dewasa dalam menggaet wanita idamannya.😷
    Kini setelah tua dan pensiun baru pak Haryo menyesali perbuatannya.🤭
    Penyesalan itu memang datangnya belakangan ...😀 Dan kalau didepan namanya 'Pendaftaran. 🤗
    ... Bu Tien, sungguh ADUHAII ... 🌹

    ReplyDelete
  44. Waduh...pak Haryo benihnya bertebaran dimana2...

    ReplyDelete
  45. Waduh...pak Haryo benihnya bertebaran dimana2...sehat selalu mbak Tien

    ReplyDelete
  46. Alhamdulillah...terima kasih bu Tien..salam.sehat selalu

    ReplyDelete
  47. Alhamdulilah..MKJ sudah tayang..matur nuwun sanget Ibu..
    Cerita makin seru, ternyata ibunda tercinta Sarman adalah istri siri Haryo.Memang Kumbang Jalanan..he he
    Hayo..bagaimana caranya ngomong ke Sarman...bingung..sampai sakit..

    Sudah ketemu ah..

    Mugi ibu tansah sehat.

    ReplyDelete
  48. Sudah Haryo kamu nggak bisa lari, berani nggak memenuhi janjimu kalau semua akan diceritakan kepada Sarman; tapi sudah keduluan menggaris bawahi, pertanyaan bagaimana pendapat bapak tentang 'laki-laki kejam itu'.
    Nyungsep nyalimu.

    Terus gimana niatan mau menyendiri tapi nyatanya nggak bisa juga kan; mana ada orang bisa mengubur diri sendiri.

    Mau mengenang nggak ada kenangan yang bisa menjadikan tenang, mau refreshing malah datang masalah yang fresh.

    Udah nggak bisa menghindar berdamai aja, apa baru tahu kalau bayangan itu selalu akan nampak tinggal dari mana asal cahaya.
    Berdamai.. kaya yang lagi trend;
    Biar pandemi jadi endemi hé hé hé hé

    Wah bakalan ada pertemuan besar di rumah sakit, berani terus terang sama Sarman?!.
    Ya nggak mungkin kalau Sarman mau nguyel-unyel kamu, to Yo yo.. lha kamu aja tepar gitu, tuh sebentar lagi mau mantu, dah terus terang saja, terang terus kan enak.


    ADUHAI




    Terimakasih Bu Tien;

    Memang Kembang Jalanan yang ke empat puluh tujuh sudah tayang.

    Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  49. Aah.... telat bacanya, matur nuwun bu Tien salam sehat n bugar sllu

    ReplyDelete
  50. Haryo Haryo, makan itu gengsi. Apakah bisa hidup sendiri di masa tua sakit sakitan lagi. Kalau berani mempermainkan perempuan harusnya berani bertanggung jawab dan berani mengakui kesalahan. Kembalilah kepada Tindy dan anak anakmu, apalagi ada yang jadi dokter paling tidak bisa merawat sakitmu. Matur nuwun bu Tien. Akhirnya Haryo merasakan akibat perbuatannya di masa lalu, penyesalan datang belakangan setelah satu persatu derita menerpa. Semoga Haryo dibawa ke UGD dan ketemu Desy yang lagi jaga dan dipaksa pulang. aamiin. Salam sehat selalu, ditunggu MKJ 48 yang penuh kejutan

    ReplyDelete
  51. Assalamualaikum wr wb. Nampaknya Haryo benar benar jatuh sakit, tapi tetap tdk mau minta tolong kpd orang lain. Keras kepala dan tinggi hati... Semoga Sarman menolongnya membawa ke rumah sakit, dimana Desy co-ass, shg bisa bertemu. Maturnuwun Bu Tien, semoga Bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin dan bahagia bersama keluarga. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wa'alaikum salam wr.wb.
      AAMIIN Ya Robb
      Matur nuwun Pak Mashudi

      Delete
  52. Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Selamat pagi selamat beraktifitas semoga dilancarkan segala sesuatunya... Salam sehat penuh semangat... Salam... 💪💪💪🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  53. Alhamdulillah
    Matur nuwun bu Tien untuk MKJnya. Makin penasaran dg Sarman bgm kl tahu Haryo itu bpknya,,,😔😔 ADUHAAII banget 👍

    Salam sehat wal'afiat semua ya bu Tien
    🤗🙏🥰

    ReplyDelete
  54. Sami2 ibu Ika Laksmi
    Sehat dan ADUHAI AH.

    ReplyDelete
  55. Sweet Bonanza Xmas - TITANIUM-ART
    Sweet Bonanza Xmas is a Christmas is titanium expensive video slot game developed by TITONICART and published by ridge titanium wallet BitStarz as part titanium blade of their partnership with Bigwinboard  Rating: samsung titanium watch 4.7 · ‎9 votes infiniti pro rainbow titanium flat iron

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...