Tuesday, February 22, 2022

MEMANG KEMBANG JALANAN 46

 

MEMANG KEMBANG JALANAN  46

(Tien Kumalasari)

 

Haryo membuka matanya lebar-lebar. Seorang laki-laki muda yang berdiri dihadapannya juga sedang menatapnya heran.

“Kamu?”

“Iya pak, saya Sarman.”

“Mengapa aku tadi. Ya ampun, aku ketiduran dan bermimpi. Mimpi aneh sekali,” kata Haryo sambil menyapu wajahnya dengan ke dua telapak tangannya.

“Mimpi aneh? Ketemu orang jahat dan Bapak mengira orang itu saya?” tanya Sarman sambil duduk didepan Haryo.

“Bukan … bukan. Kalau itu sih tidak aneh.”

“Lalu apa?”

“Hm, apakah kamu mencium wangi melati?”

“Iya pak, begitu memasuki halaman, saya mencium aroma wangi yang menyengat. Rupanya melati-melati itu sedang bermekaran.”

Haryo menghela napasnya dalam-dalam, menikmati aroma yang membuatnya sejenak terlelap dalam ingatan yang sangat manis.

“Bapak seorang pria, mengapa sangat suka tanaman bunga, khususnya bunga melati?”

“Itu … itu … bunga kesukaan seseorang.”

“Pasti ada hubungannya dengan mimpi Bapak tadi,” tuduh Sarman.

Haryo menggeleng.

“Mimpi itu, memang sangat aneh. Sampai sekarang terbayang-bayang terus di benakku.”

“Saya tahu, mimpi tentang seseorang yang sangat Bapak cintai?” goda Sarman yang sudah semakin akrab dengan Haryo, lebih dari ketika ia hanyalah sopir di kampus, tempat Haryo mengajar.

Haryo tertawa lirih.

“Bukan Man. Mimpi itu adalah bahwa sepertinya ada seorang anak laki-laki yang mengaku sebagai anakku. Padahal kan ke tiga anakku perempuan?”

“Itukah yang Bapak anggap aneh?”

“Yang aneh itu mengapa diantara anak-anak perempuanku ada anak laki-laki itu, dan dia memaki-maki aku.”

“Memaki-maki Bapak? Bagaimana seorang anak bisa memaki-maki orang tuanya?”

“Bukan memaki dengan kata-kata kotor, tapi ….”

“Tapi mengatakan sesuatu dengan kejam, atau menuduh Bapak melakukan hal yang tidak Bapak lakukan?”

“Kamu belum tahu siapa aku ….” Gumam Haryo seperi kepada dirinya sendiri.

“Bagaimana saya bisa tahu, Bapak tidak pernah menceritakan apapun mengenai Bapak.”

“Baiklah, nanti aku akan menceritakannya. Lupakan tentang mimpiku, bukankah mimpi itu bunga tidur?”

“Benar Pak. Mungkin karena Bapak sangat ingin punya putera seorang laki-laki, lalu kebawa dalam mimpi itu.”

“Mungkin. Tapi mimpi itu seperti aneh.”

“Apapun itu, Bapak sendiri bilang bahwa mimpi adalah bunga tidur. Tapi tampaknya Bapak masih memikirkannya.”

“Tidak Man, baiklah, kita lupakan saja.”

“Oh ya Man, mungkin dalam waktu dekat aku akan meminta tolong sama kamu,” lanjut Haryo.

“Silakan Pak, saya bersedia melakukan apapun untuk Bapak.”

“Terima kasih sebelumnya Man. Tapi supaya kamu tidak terus-terusan merasa aneh melihat keadaanku, apalagi pasti kamu juga merasa aneh, mengapa aku seakan bersembunyi disini, tidak pulang ke rumah isteriku, padahal kami tidak bercerai.”

“Iya benar Pak, itu selalu menjadi pertanyaan bagi saya, tapi saya tidak berani bertanya terlalu mendesak kepada Bapak.”

Haryo menghela napas sangat panjang, lalu menyandarkan tubuhnya pada kursi yang didudukinya.

“Aku ini bukan laki-laki baik Man. Aku ini seorang lelaki yang mudah tergoda oleh wanita. Aku selalu merasa dengan gampang memikat wanita, karena wajahku tidak jelek, dan aku punya banyak uang.”

Sarman menatap Haryo lekat-lekat. Ia yakin di waktu mudanya Haryo memang sangat tampan, karena sekarangpun sisa-sisa ketampanan itu masih ada.

“Aku berganti-ganti wanita, tapi aku selalu menikahi wanita yang aku sukai, karena aku tidak mau melakukan hubungan tanpa nikah. Walau hanya nikah siri, dan setelah bosan aku kemudian meninggalkannya.”

Sarman geleng-geleng kepala.

Tapi yang terakhir kalinya, aku tenggelam dalam rayuan seorang wanita, yang aku nikahi, sampai lebih dari sepuluh tahun, aku manjakan dia, aku penuhi segala kebutuhannya, sehingga aku mengabaikan isteri sah ku."

Haryo berhenti sejenak. Menghirup aroma melati yang bukan hanya menusuk hidungnya, tapi sampai kedalam relung hatinya.

"Tapi ketika keuanganku menipis, aku minta agar dia mengurangi segala kesenangannya, ternyata dia tidak bisa. Beberapa kelakuannya membuat aku kecewa, dan yang terakhir, dia rupanya membiarkan kedua anak gadisnya mencari uang dengan cara yang sangat rendah.”

“Menjual diri?”

“Yah, seperti itulah. Saat itu aku memang sudah meninggalkan dia, dan semakin mantap keinginanku pergi dari dia ketika melihat salah satunya sedang dibawa oleh seorang laki-laki setengah tua disebuah rumah makan. Karena aku belum tahu tentang apa yang dilakukannya, maka aku menegurnya karena aku merasa kelakuannya sangat tidak pantas. Tapi rupanya laki-laki itu bukan orang sembarangan. Ia punya pengawal yang kemudian menganiaya aku sehingga aku menjadi seperti ini.”

“Ya Tuhan, Bapak tidak melaporkannya pada polisi?"

"Masalah itu sudah diurus oleh polisi, mungkin pemilik restoran dimana kejadian itu berlangsung, sudah melaporkannya, karena aku tak sadarkan diri dan polisi membawaku ke rumah sakit.”

“Bapak bisa menuntut bukan?”

“Tidak aku lakukan. Aku ingin hidupku penuh kedamaian. Aku tidak menuntut apapun.”

“Kalau begitu Bapak bisa kembali kepada bu Haryo. Mengapa tidak Bapak lakukan?”

Haryo lagi-lagi menghela napas panjang.

“Bukankah dengan kembali maka Bapak akan hidup lebih tenang karena ada yang merawat Bapak?”

“Tidak Man, aku tidak punya muka untuk bertemu isteriku lagi. Dosaku teramat banyak. Dia isteri yang baik, yang tidak pernah menuntut apapun. Dia sangat sabar dan tidak melakukan apapun walau aku menghianatinya.”

“Tapi dengan begini ….”

“Tidak, jangan bicara apapun kalau itu adalah permintaan untuk kembali kepada keluargaku.”

Sarman diam. Mana berani dia memaksa.

“Sekarang aku akan mengatakan sama kamu, apa yang tadi aku bilang ingin meminta pertolongan kamu.”

“Apa yang harus saya lakukan?”

“Aku akan memberikan sejumlah uang kepada isteriku. Itu uang yang dulu aku pernah meminjam padanya, banyaknya duapuluh juta. Aku juga akan menyerahkan uang pensiunku untuk isteriku. Nanti aku buatkan surat-suratnya. Tolong kamu berikan semuanya kepada isteriku ya Man, tapi ingat, kamu jangan pernah mengatakan dimana aku berada.”

Sarman menatap Haryo tak berkedip. Ia benar-benar tak mengerti jalan pikiran Haryo, yang memilih hidup sendirian karena tak punya muka untuk bertemu isterinya. Apakah isterinya tak bisa memaafkan semua kesalahannya? Tapi lagi-lagi Sarman tak ingin membicarakannya.

“Maukah kamu melakukannya Man?”

“Baiklah Pak, saya akan melakukannya. Tapi sebaiknya saya tidak usah mengatakan apapun kepada ibu Haryo. Jadi seandainya itu uang pengembalian pinjaman, Bapak tuliskan saja di dalam amplopnya, supaya saya tidak usah mengatakan itu uang apa. Pokoknya saya hanya menyerahkan, dan jangan menyuruh saya mengatakan apapun juga. Tidak enak bagi saya Pak, juga supaya Ibu Tindy tidak sungkan kalau saya mengetahui apapun tentang semua yang Bapak berikan.”

“Baiklah. Ingat, jangan sekali-sekali kamu mengatakan kepada isteri ataupun anak-anakku, tentang keberadaanku.”

“Baiklah Pak.”

***

Sore hari itu sepulang dari bekerja, ia langsung pergi ke rumah Tindy. Ia membawa sebuah amplop yang isinya sudah dituliskan Haryo didalamnya, sehingga Sarman tidak usah mengatakan apapun juga.

Tindy lah yang menerima kedatangan Sarman. Ia tidak lupa karena beberapa kali Sarman pernah mengantarkan Haryo ke rumah saat dia tidak membawa mobil.

“Ibu tidak lupa sama saya kan?”

“Tidak, bukankah kamu Sarman?”

“Syukurlah bu, senang Ibu tidak melupakan saya.”

“Kamu masih seperti dulu, ganteng dan sangat santun.”

“Terima kasih bu.”

“Kamu sudah berkeluarga?”

“Belum Bu, belum laku,” Sarman tersipu.

“Mengapa belum, sepertinya kamu sudah cukup umur.”

“Baru menabung Bu, supaya bisa menghidupi isteri,” jawab Sarman lugu.

“Oh, baiklah. Nanti kalau menikah jangan lupa aku diundang ya.”

“Inshaa Allah Bu,” Sarman lagi-lagi menunduk tersipu.

“Apakah ada perlu yang sangat penting sehingga kamu datang kemari?”

“Ya bu, saya membawa mandat dari pak Haryo.”

Tindy terkejut. Dilihatnya Sarman membuka tas yang dibawanya, lalu mengambil sebuah amplop besar. Haryo sudah memasukkan semuanya didalam amplop itu dan Sarman pura-pura tidak tahu apa isinya.

“Ini dari pak Haryo Bu,” kata Sarman sambil menyerahkan amplop itu.

“Apa ini?”

“Saya tidak tahu Bu, saya hanya disuruh menyerahkan saja.”

“Dimana kamu ketemu pak Haryo?”

“Di_di kampus bu.”

“Kamu tahu dimana pak Haryo tinggal?”

“Sayangnya tidak Bu. Saya juga tidak bertanya,” kata Sarman hati-hati. Jawaban itu sudah dipersiapkannya sejak mandat itu diterima, sehingga dia sedikit lancar dalam mengatakannya.

Tindy sedang berusaha membuka amplop itu, tapi Sarman segera berdiri. Ia tak ingin lebih banyak lagi melakukan kebohongan kalau masih ada lagi pertanyaan dari Tindy.

“Bu, saya hanya menyerahkan itu, saya mohon pamit.”

“Lho, belum disuguhin minum kok sudah pamit?”

“Saya dari kampus langsung kemari Bu, mohon maaf.”

“Baiklah, terima kasih ya Man.”

Tindy membuka amplopnya ketika Sarman sudah pergi.

“Uang?”

Tindy mengeluarkan uang itu, ada selembar tulisan Haryo yang amat dikenalnya.

 

Tindy, sebelumnya maafkanlah aku. Tak banyak yang bisa aku katakan, karena terlalu banyak aku mengecewakan kamu. Aku hanya ingin mengembalikan uang yang pernah aku pinjam. Kecuali itu aku memberikan kartu ATM ku, dimana setiap bulan uang pensiunku di transfer. Aku sudah pensiun, aku kirimkan surat-suratnya barangkali diperlukan. Kamu ambil semua uang pensiun aku, karena itu adalah hak kamu. Sekali lagi maafkanlah aku.

 

Dari aku

 

Suharyo.

 

Tindy meletakkan semuanya di atas meja. Ada rasa sedih yang dia rasakan, entah kenapa.

“Ibu, tamunya siapa?” tanya Tutut yang tiba-tiba sudah berada didepan Ibunya, dan duduk sambil menatap amplop di atas meja.

“Ini surat apa?”

“Dari ayahmu,”

“Bolehkah Tutut melihatnya?”

Tindy mengangguk.

Tutut segera mengambil amplop itu dan mengeluarkan isinya.

“Uang?”

Lalu Tutut membaca surat yang sudah terbuka dan diletakkan begitu saja oleh Tindy didalam amplop kembali.

"Bapak pernah pinjam uang, dan ini dikembalikan. Ini ATM itu Bu?”

“Untuk mengambil ATM ayahmu. Maksudnya, uang pensiun ayahmu. Bawa saja oleh kamu, atau nanti berikan saja pada kakakmu.”

“Mengapa bukan Ibu saja yang membawa?”

“Barangkali kalian membutuhkan beaya untuk kuliah. Kalau ada kurangnya, boleh minta sama Ibu.”

“Siapa yang datang kemari tadi?”

“Dia Sarman, sopir di kampus.”

“Kalau begitu Ibu bisa bertanya dong, dimana Bapak tinggal?”

“Ibu bertanya, tapi dia bilang bahwa dia tidak tahu.”

“Sayang sekali,” keluh Tutut.

“Mengapa ya, bapak memilih pergi dari kita?"  lanjutnya.

“Bapakmu memilih yang terbaik bagi hidupnya. Kita serahkan saja kepada Allah, Dia akan mengaturnya.”

Tutut terdiam. Gemetar tangannya ketika ia menyentuh kartu ATM yang diserahkan Ibunya kepada dirinya. Rasa rindu kepada ayahnya semakin menggigit perasaannya.

“Mengapa Bapak memilih pergi dari kami?” bisiknya sendu.

***

Malam itu juga, setelah pulang dan mandi, Sarman langsung kembali ke rumah Haryo. Ia harus segera melaporkan karena itu menyangkut uang.

“Kamu itu apa tidak capek, malam-malam kembali kemari?”

“Saya ingin melaporkan, bahwa amplop itu sudah diterima oleh bu Haryo.”

“Dia sendiri yang menerima?”

“Ya Pak.”

“Dia menanyakan apa?”

“Dia menanyakan dimana Bapak tinggal.”

Haryo sedikit berdebar. Kalau Tindy bertanya, berarti masih ada rasa peduli. Ah, ke pede an, barangkali. Dan Haryo menyimpan senyumnya dalam-dalam, merasa tak pantas berbangga diri karena isterinya menanyakan dimana dirinya berada.

“Tapi saya bilang tidak tahu,” lanjut Sarman.

“Terima kasih Man.”

“Sama-sama Pak, jangan dipikirkan. Bapak sudah saya anggap ayah saya sendiri, jadi wajar kalau saya melakukan apa saja yang Bapak perintahkan.”

“Kamu baik sekali Man, jadi teringat kepada mimpiku kemarin. Rupanya benar bahwa aku punya anak lelaki. Kamulah orangnya.”

Sarman tertawa senang.

“Saya bangga menjadi putera Bapak. Saya hanya seorang sopir, dan Bapak bukan orang sembarangan,” Sarman merendah.

“Lupakan itu semua Man, aku sekarang juga bukan siapa-siapa. Oh ya, kamu sudah makan malam?”

“Belum Pak, nanti gampang, ketika saya pulang kan melewati banyak warung.”

“Jangan begitu, ayo temani aku makan, aku juga belum makan.”

“Baiklah kalau begitu, Bapak akan memanggil taksi?”

“Tidak Man, aku bonceng kamu saja. Bolehkah?”

“Boleh sih Pak, tapi masa Bapak mau membonceng saya? Sepeda motor saya juga sepeda motor lama pak.”

“Memangnya kenapa kalau aku membonceng sepeda motor kamu? Ayo tunggu sebentar, aku ganti pakaian ya.”

“Perlu saya bantu Pak?”

“Tidak, aku kan sudah bisa sendiri,” kata Haryo sambil masuk ke dalam kamarnya.

Sarman tak bisa menjawab apapun, ia membiarkan Haryo masuk ke kamar, tertatih dengan tongkatnya, untuk berganti pakaian.

***

“Man, di mana rumahmu?” tanya Haryo ketika mereka sudah selesai makan dan Sarman memboncengkannya pulang.

“Kalau mengantar Bapak, nanti kita lewat pak.”

“Mampir boleh?”

“Rumah saya jelek Pak.”

“Kenapa kalau jelek. Kamu sudah sering membantu aku, masa aku sampai tidak tahu di mana kamu tinggal?”

“Baiklah, didepan situ, tidak jauh lagi kok.”

Sarman memberhentikan sepeda motornya di sebuah halaman kecil, dengan rumah kecil sederhana.

“Ini rumah kamu?”

“Ya Pak. Silakan,” Sarman membantu Haryo berjalan mendekati rumahnya. Ada teras kecil dengan lampu yang tak begitu memberi penerangan karena nyalanya kecil.

Sarman membuka pintu, dan mempersilakan Haryo agar masuk ke dalam.

“Tidak disini saja Man?”

“Jangan Pak, masuk saja dulu, diluar dingin, anginnya kencang.”

Haryo menurut. Ada sebuah ruang tamu yang tak begitu besar, tapi tertata rapi.

“Kamu tinggal sama siapa Man?”

“Sendiri Pak.”

“Oh, kamu belum menikah?”

“Belum Pak.”

“Aku tak pernah menanyakan keluarga kamu.”

“Tidak apa-apa Pak, akhirnya nanti Bapak juga tahu.”

“Orang tuamu?”

“Ibu saya meninggal lima tahunan yang lalu,” kata Sarman sambil menatap ke arah foto berukuran besar yang dipajang diatas meja.

“Itu ibu saya dan saya.”

Haryo menatap foto itu, dan wajahnya mendadak pucat pasi. Ia mengenali wanita di dalam foto itu.

***                                                                                                                        

Besok lagi ya.

 

 

100 comments:

  1. Matur suwun Bunda Tien MKJ 46  sdh hadir 
    smoga bunda n kel selalu sehat bahagia ..

    salam Sorejoa dr Semarang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Horeeeeeeeee Bunda Tina , sepatu baru, mantuuuuuul 👍👍👍👍

      Delete
    2. Selamat malam Bunda Tien, semoga Bunda sehat selalu Aamiin ya Allah.....

      Bundaaaaaaaa......
      Sehat selalu ya Bundaaaaa


      Aamiin 🙏🙏🙏🙏

      Delete
    3. Selamat jeng Tina Semarang di MKJ_46 Juara 1 balapan menjemput Tindy

      Matur nuwun bu Tien

      Delete
    4. Alhamdulillah.....
      Salam aduhaii🥰

      Delete
    5. Penasaran Bu Tin.... lanjutan nya sekarang aza Bu 😁

      Delete
  2. Alhamdulillah MKJ~46 sudah hadir..
    Maturnuwun bu Tien 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  3. Matur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah tayang

    ReplyDelete
  4. Aduhai MKJ 46 sudah tayang 🤩

    Terima kasih Bunda Tien,,🥰

    ReplyDelete
  5. Apakah Sarman anak pak Haryo jg???? Hanya bunda Tien si empunya cerita yang tahu... aduhai ahhh

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah
    Makasih bu Tien, semoga sehat selalu.

    ReplyDelete
  7. Terimakasih bunda Tien MKJ 46
    Semoga bunda selalu sehat
    Salam srhat dan aduhai

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillah MKJ dah tayang
    Makasih Bunda

    ReplyDelete
  9. Terima kasih Mbak Tien ... MKJ 46 udah tayang ... Semoga happy n sehat sll ... Salam aduhai ...

    ReplyDelete
  10. Alhamdullilah.. Terimaksih bunda Tien MKJ 46 nya.. Salamsehat selalu dri sukabumi unk bunda Tien🙏🙏🥰🥰

    ReplyDelete
  11. Alamdulillah...
    Yang ditunggu tunggu telah hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan dan tetap semangat
    Salam ADUHAI dr Cilacap..

    ReplyDelete


  12. Selamat malam bu Tien, semoga malam ini sehat selalu dan tetap semangat. Terima kasih MKJ_46 sdh di tayangkan.
    Salam ADUHAI dari Bandung
    💪🙏🌹💝



    *****

    _Bersambung ke_47_

    ReplyDelete
  13. maturnuwun bi tien semoga selalu sehat
    salam aduhai ah
    dari baturetno

    ReplyDelete
  14. Matur nuwun, bu Tien. Salam aduhaii💖

    ReplyDelete
  15. Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
    Wignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
    Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo,

    ReplyDelete
  16. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik,

    ReplyDelete
  17. Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
    ADUHAI.....

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah..
    Tayang gasik..
    Terima kasih Bu Tien..
    Salam sehat dan salam Aduhai.

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah, terima kasih Bu Tien....salam sehat selalu...🙏

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah MKJ 46 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  21. Walah gubrak... cipratan pak Haryo di mana mana... 😁😁

    ReplyDelete
  22. Jangan jangan ibunya Sarman adalah mantan istri siri Haryo, wah tambah ruwet. Haryo Haryo ternyata benar bahwa kamu punya anak laki laki yang kamu sendiri tidak tahu. Eh sok tahu ya bu.. D.itunggu kelanjtannya MKJ 47 semoga bisa menjawab mimpi Haryo. Salam sehat selalu katur bu Tien. Ditunggu kelanjutannya

    ReplyDelete
  23. Nah lo... Ninggal anak dimana2 ini ..😀

    ReplyDelete
  24. Matur nuwun Bu Tien, semoga selalu sehat...

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah
    Terimakasih bunda Tien
    Aduhai

    ReplyDelete
  26. Alhamdulillah... terima kasih.... wah ceritanya makin asyiiik trs.... sehat² trs Mbu Tien dan keluaraga...

    ReplyDelete
  27. Aduhai apakah Sarman juga anak nya pak Haryo? Sp kaget pak Haryo lihat foto ibu nya Sarman yg sepertinya pak Haryo tidak asing dengan wanita yg di foto.
    Ditunggu jawabannya besok.
    Mbak Tien bikin penasaran nih.
    Salam aduhai mbak Tien dari Tegal.

    ReplyDelete
  28. Maturnuwun Bu Tien 🙏, semoga sehat selalu beserta keluarga, semangat dan ADUHAI

    ReplyDelete
  29. Alhamdulillah MKJ46 tayang.
    Matur nuwun mbak Tien.
    semoga selalu sehat. Aamiin.
    Salam Aduhai

    ReplyDelete
  30. tuhkanbener anakkandung Haryo, duuuuh haryo....haryo.....

    ReplyDelete
  31. Mungkinkah Sarman anaknya Haryo ...kok Haryo kenal dgn ibunya Sarman... Kalo dilihat usia Sarman mungkin Haryo dg ibu Sarman lebih dulu dibanding dg Tindy ...
    Tunggu saja episode selanjutnya
    Terima kasih bu Tien salah sehat selalu

    ReplyDelete
  32. Alhamdulillah MKJ 46 sdh hadir
    semakin seru ceritanya
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin Yaa Allah
    Salam ADUHAI selalu

    ReplyDelete
  33. Ya sudah dapat no.13. terimakasih mbak Tien mkj SDH tayang, mungkinkah sebelum menikahi tindy Haryo SDH menikah?
    Nunggu mbak Tien jawabnya, semakin bikin penasaran.sugeng istirahat. Salam "aduhai" dulu 'ah'.🙏🙏🥱😴

    ReplyDelete
  34. Alhamdulillah.. matur nuwun mbak Tien, MKJ Eps 46 sudah hadir menghibur.
    Salam sehat dari Karang Tengah, Tangerang

    ReplyDelete
  35. Senengnya MkJ 46 sudah tayang.
    Maturnuwun, mb Tien. Waduh Haryo kok anaknya pating tlecek njih. Kalau Sarman benar anaknya. Tp kalau bener Sarman benci sama Haryo ga ya
    Mangga mb Tien.
    Salam manis nan aduhai
    Yuli Suryo
    Semarang

    ReplyDelete
  36. Alhamdulillah, Maturnuwun bunda Tien.
    Salam sehat selalu ..

    ReplyDelete
  37. Alhamdulillah tayang
    Dalam poto itu mungkin istri siri nya lagi
    Makasih bunda salam sehat dan aduhai

    ReplyDelete
  38. Ternyata Tindy tidak tergiur dg uang yg didapat dari pa Haryo walaupunn itu merupakan haknya.Sarman sesuai dg janjiya tidak mengatakan tempat tinggal pa Haryo.Betulkah Sarman putra pa Haryo kita tunggu besok malam .Terima kasih bu Tien.

    ReplyDelete
  39. Alhamdulillah, matursuwun mbak Tien MKJnya... makin ADUHAI ajah
    Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  40. Tambah penasaran Bu Tien...
    Trims SDH menghibur
    Sehat selalu Bu tien

    ReplyDelete
  41. Wheleh whelehhh....anaknya tambah satu . Ruwet...ruwet, trus gimana tu tanggung jawabnya.
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI...AH, aduhai...

    ReplyDelete
  42. Alhamdulilah mas Haryo dah tayang...

    ReplyDelete
  43. Terima kasih atas literasi malamnya mbak Tien...salam sehat sejahtera....

    ReplyDelete
  44. Bener2 Harjuna si Haryo ini...anaknya banyak dg istri yg berbeda..
    Penasaran mbakyu..

    ReplyDelete
  45. Aduh mas haryo, ternyata nanam bunga melati dimana mana. Sekarang baru muncul bunga jantan. He5x.
    Terima kasih banyak mbak. Salam sehat selalu.

    ReplyDelete
  46. Alhamdulillah...
    Bikin penasaran mbak Tien...
    Istri yang mana lagi ini Yaa
    Haryo...Haryo kamu kok playboy

    Sehat selalu mbak Tien...salam Aduhaiii

    ReplyDelete
  47. Wah Haryo benar2 lelaki yg pede banget mempermainkan wanita.. pantas sj Tindy dr awal tdk suka dg Haryo wlu dikejar2... sygnya ditengah crt Tindy menyerah smp punya 3 anak dan Haryo meneruskan petualangannya dgn banyak wanita. Akankah Sarman juga salah satu bibit dr nikah sirinya? Ya Allah selain Danarto tyt adalg anak laki2 Haryo. Anak kandungkah? atau anak sambungka Hanya mb Tien yg tahu. Slm seroja selalu utk mb Tien dan para pctk🙏🤲

    ReplyDelete
  48. Nah kan...apa benar SARMAN anaknya Haryo? Ditunggu mba lanjutannya.
    Makasih mba Tien.
    Sehat selalu dan tambah semangat mba.
    Ah nya mana? Aduhai

    ReplyDelete
  49. Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Selamat malam selamat beristirahat semoga Bu Tien senantiasa sehat... Salam... 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  50. Alhamdulilah... jumpa MKJ 46, terima kasih bunda Tien, salam sehat dan aduhai.. mana ah_ tidak hadir hari ini... wkwkwk

    ReplyDelete
  51. Alhamdulillah.. Jangan2 memang Sarman anak kandung pak Haryo dng salah satu selirnya.... Hemt... Semoga tidak ada anak kandung lain lagi selain Sarman...........
    Bu Tindy.... Hatimu sangat lembut... Hingga kebenciannya enggan bertandang ke hati mu...
    Smg bahagia selali buat pak Haryo dan bu Tindy..
    Sehat selalu bunda Tein..

    ReplyDelete
  52. 𝑾𝒐𝒖𝒘𝒘𝒘 𝑺𝒂𝒓𝒎𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊𝒏𝒚𝒂 𝒂𝒏𝒂𝒌 𝒕𝒊𝒓𝒊𝒏𝒚𝒂 𝑯𝒂𝒓𝒚𝒐 𝒋𝒖𝒈𝒂 𝒏𝒊𝒉...𝑺𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊 𝑫𝒂𝒏𝒂𝒓𝒕𝒐.

    𝑺𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒔𝒆𝒉𝒂𝒕 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒖𝒕𝒌 𝑩𝒖 𝑻𝒊𝒆𝒏 𝒅𝒂𝒏 𝑲𝒆𝒍𝒖𝒂𝒓𝒈𝒂..🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  53. Maturnuwun bu Tien...MKJ46nyaa..

    Waduuuh...jangan² Sarman anaknya Haryo..ato anak sambung..
    Weleh..anak kok ting tlècèk..

    Gmn perasaan Sarman klo tau Haryo mantan ibunya..apakah msh mau membantu..

    Nina n anak2nya msh pd diperban mukanya..jd ga klr..🤭

    Tunggu besok lagiii..

    Salam sehat selalu dan aduhaii bangeet..🙏💟🌹

    ReplyDelete
  54. Nyuwun pangapunten bu Tien..
    Dereng saget nderek dateng Solo...janipun pingiin..nanging mboten pikantuk izin..amargi sikon tasih rawan...sanes wekdal..mugi2 enggal aman..🙏🙏🙏🥰🥰

    ReplyDelete
    Replies
    1. Memang situasi belum kondusif njih. Nggak apa2 Ibu Maria, masih ada hari esok. Aamiin.

      Delete
  55. Masalah cublak cublak suweng rupanya Haryo pakar nya, ya itungannya asal tidak melihat yang buat permainan kan punggung tå, apa kerokan, yang merasakan perih, kan sampai warnanya berubah merah hitam gitu, memang rasané nggak karu karuan cuma ada rasa lega dijamin sembuh gitu jadi diem dan manteb, la kok, takut aja belum selesai situkang keroknya pergi. Tapi itu bener bener pergi nggak balik lagi, apa nggak ninggalin, jadi harus usaha sendiri dulunya berharap banget sampai ortunya negur pun nggak nurut, ya ketanggungan balik ke ortu sudah malu yang dibuat sandaran enggak datang-datang, asal anak bisa mandiri aja sudah cukuplah.
    Wo jebulnya ada sambungan tå itu. Si Sarman itu
    Sekarang pun masuk rumah Sarman walau hanya potret itupun dipandang sebelah mata, jadi dari dulu itu dipandangnya nggak tahu, mungkin juga sebelah mata.
    Sekarang kan sudah nggak bisa lari lagi tå, terus bingung nggolèk parkiran, ada yang bisa buat temen ngobrol pengisi waktu, ketemunya malah telurnya sendiri yang selama ini menemani.
    Terus mau nerangin nya gimana coba, kaya bèbèk berhenti sebentar buat bertelur terus nggak urusan, jalan terus.
    Paling diem sebentar, syukur bisa masih deket anggep anggepan bapak dan anak, walau bener bener anak kandung.
    Namanya juga jual tampang.
    Apa si Sarman nggak perhatian waktu Haryo tertegun sejenak.
    Lihat potret besar mantannya, yang habis bongkar pasang terus ditinggal ngilang alasan masih sekolah.

    ADUHAI

    Rupanya masih ada sisa-sisa yang menggetunkan, ketika Sarman bilang; Tindy menanyakan dimana Haryo tinggal.
    Kenapa dulu sering pindah tangan dan kalau ketahuan pura pura sudah kapok bermanis manis muka biar bisa masuk rumah lagi.
    Sekarang malah pura pura malu.
    Ngumpet lagi.




    Terimakasih Bu Tien;

    Memang Kembang Jalanan yang ke empat puluh enam sudah tayang.

    Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  56. Nanaaaang
    Crigiser yang ADUHAI AH
    Sami2 Nanang
    Aamiin doanya

    ReplyDelete
  57. Alhamdulillah....
    Mtur nuwun Bun....
    Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun

    ReplyDelete
  58. Alhamdulilah..MKJ sudah tayang..matur nuwun sanget Ibu..
    Cerita makin seru ...siapa ibunda tercinta Sarman...kok sampai Haryo kaget...
    Haryokah ..Kumbangnya...seandai ibunda tercinta Sarman adalah bunganya
    Makin aduhai..kangen..sama Ah..kemana ya

    Mugi ibu tansah sehat.

    ReplyDelete
  59. Astagfirullah ...apa Sarmsan anak kandung Haryo....yaa nyecer juga tuh...wes wes Haryo emang si Casanova yg dah letoy🤭🤭🤭 trimakasih bu Tien

    ReplyDelete
  60. Gubraaaaks .. naah looooo, foto siapa lagi tuuh .. pasti pernah dia jikahi siri hanya utk dusetuhuhi ... uuppss, xixixi .. mbak Tieb, mte nwn, salam sehat berkah .. ADUHAI

    ReplyDelete
  61. Salam sehat bu Tien semoga Allah sekalu memberikan apa yg menjadi doa permintaan ibu Tien...aamiin
    Ibu selalu memberikan kebahagiaan bagi pembaca cerita ibu Tien.
    Senang melihat pembaca dapat no 1..
    saya belum pernah mencoba bila membuka belum muncul ee...pasti ketiduran begitu buka sdh banyak publish...jadi malu aku...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam ADUHAI Ibu NUR
      AAMIIN ya Robb
      Harus lari cepat ya.. hehee..

      Delete
  62. Tks bu tien .... makin seru dan makin penasaran...sarman anak pak haryo? .... salam sehat dan salam aduhai dari pondok gede

    ReplyDelete
  63. Assalamualaikum wr wb. Nah lho, Sarman bisa jadi anak Haryo, karena Haryi kan mudah tergoda dan menggoda wanita... Makin seru saja ceritanya.. Maturnuwun Bu Tien, semoga senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.. Salam sehat dari Pondok Gede...

    ReplyDelete
  64. Wa'alaikum salam wr wb.
    Sami2 pak Mashudi
    Aamiin ya Robb

    ReplyDelete
  65. Suwun cerbungnya buTien, semoga lancar terus.. Salam sehat dan salam ADUHAI..

    ReplyDelete
  66. Si sarman pasti anakmu pak haryo. Aduhai!

    ReplyDelete
  67. Alhamdulillah,terima kasih Bu Tien ...
    Senantiasa sehat dan bahagia selalu,
    Aamiin.

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 07

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  07 (Tien Kumalasari)   Sinah masih agak gemetaran ketika menuangkan teh dari teko ke dalam cangkir, sehing...