MEMANG KEMBANG JALANAN
46
(Tien Kumalasari)
Haryo membuka matanya lebar-lebar. Seorang laki-laki
muda yang berdiri dihadapannya juga sedang menatapnya heran.
“Kamu?”
“Iya pak, saya Sarman.”
“Mengapa aku tadi. Ya ampun, aku ketiduran dan
bermimpi. Mimpi aneh sekali,” kata Haryo sambil menyapu wajahnya dengan ke dua
telapak tangannya.
“Mimpi aneh? Ketemu orang jahat dan Bapak mengira
orang itu saya?” tanya Sarman sambil duduk didepan Haryo.
“Bukan … bukan. Kalau itu sih tidak aneh.”
“Lalu apa?”
“Hm, apakah kamu mencium wangi melati?”
“Iya pak, begitu memasuki halaman, saya mencium aroma
wangi yang menyengat. Rupanya melati-melati itu sedang bermekaran.”
Haryo menghela napasnya dalam-dalam, menikmati aroma
yang membuatnya sejenak terlelap dalam ingatan yang sangat manis.
“Bapak seorang pria, mengapa sangat suka tanaman
bunga, khususnya bunga melati?”
“Itu … itu … bunga kesukaan seseorang.”
“Pasti ada hubungannya dengan mimpi Bapak tadi,” tuduh
Sarman.
Haryo menggeleng.
“Mimpi itu, memang sangat aneh. Sampai sekarang
terbayang-bayang terus di benakku.”
“Saya tahu, mimpi tentang seseorang yang sangat Bapak
cintai?” goda Sarman yang sudah semakin akrab dengan Haryo, lebih dari ketika
ia hanyalah sopir di kampus, tempat Haryo mengajar.
Haryo tertawa lirih.
“Bukan Man. Mimpi itu adalah bahwa sepertinya ada
seorang anak laki-laki yang mengaku sebagai anakku. Padahal kan ke tiga anakku
perempuan?”
“Itukah yang Bapak anggap aneh?”
“Yang aneh itu mengapa diantara anak-anak perempuanku
ada anak laki-laki itu, dan dia memaki-maki aku.”
“Memaki-maki Bapak? Bagaimana seorang anak bisa
memaki-maki orang tuanya?”
“Bukan memaki dengan kata-kata kotor, tapi ….”
“Tapi mengatakan sesuatu dengan kejam, atau menuduh
Bapak melakukan hal yang tidak Bapak lakukan?”
“Kamu belum tahu siapa aku ….” Gumam Haryo seperi
kepada dirinya sendiri.
“Bagaimana saya bisa tahu, Bapak tidak pernah
menceritakan apapun mengenai Bapak.”
“Baiklah, nanti aku akan menceritakannya. Lupakan
tentang mimpiku, bukankah mimpi itu bunga tidur?”
“Benar Pak. Mungkin karena Bapak sangat ingin punya
putera seorang laki-laki, lalu kebawa dalam mimpi itu.”
“Mungkin. Tapi mimpi itu seperti aneh.”
“Apapun itu, Bapak sendiri bilang bahwa mimpi adalah
bunga tidur. Tapi tampaknya Bapak masih memikirkannya.”
“Tidak Man, baiklah, kita lupakan saja.”
“Oh ya Man, mungkin dalam waktu dekat aku akan meminta
tolong sama kamu,” lanjut Haryo.
“Silakan Pak, saya bersedia melakukan apapun untuk
Bapak.”
“Terima kasih sebelumnya Man. Tapi supaya kamu tidak
terus-terusan merasa aneh melihat keadaanku, apalagi pasti kamu juga merasa
aneh, mengapa aku seakan bersembunyi disini, tidak pulang ke rumah isteriku,
padahal kami tidak bercerai.”
“Iya benar Pak, itu selalu menjadi pertanyaan bagi
saya, tapi saya tidak berani bertanya terlalu mendesak kepada Bapak.”
Haryo menghela napas sangat panjang, lalu menyandarkan
tubuhnya pada kursi yang didudukinya.
“Aku ini bukan laki-laki baik Man. Aku ini seorang
lelaki yang mudah tergoda oleh wanita. Aku selalu merasa dengan gampang memikat
wanita, karena wajahku tidak jelek, dan aku punya banyak uang.”
Sarman menatap Haryo lekat-lekat. Ia yakin di waktu
mudanya Haryo memang sangat tampan, karena sekarangpun sisa-sisa ketampanan itu
masih ada.
“Aku berganti-ganti wanita, tapi aku selalu menikahi
wanita yang aku sukai, karena aku tidak mau melakukan hubungan tanpa nikah.
Walau hanya nikah siri, dan setelah bosan aku kemudian meninggalkannya.”
Sarman geleng-geleng kepala.
Tapi yang terakhir kalinya, aku tenggelam dalam rayuan seorang wanita, yang aku nikahi, sampai lebih dari sepuluh tahun, aku manjakan dia, aku penuhi segala kebutuhannya, sehingga aku mengabaikan isteri sah ku."
Haryo berhenti sejenak. Menghirup aroma melati yang bukan hanya menusuk hidungnya, tapi sampai kedalam relung hatinya.
"Tapi
ketika keuanganku menipis, aku minta agar dia mengurangi segala kesenangannya,
ternyata dia tidak bisa. Beberapa kelakuannya membuat aku kecewa, dan yang
terakhir, dia rupanya membiarkan kedua anak gadisnya mencari uang dengan cara
yang sangat rendah.”
“Menjual diri?”
“Yah, seperti itulah. Saat itu aku memang sudah
meninggalkan dia, dan semakin mantap keinginanku pergi dari dia ketika melihat
salah satunya sedang dibawa oleh seorang laki-laki setengah tua disebuah rumah makan. Karena aku
belum tahu tentang apa yang dilakukannya, maka aku menegurnya karena aku merasa kelakuannya sangat tidak pantas. Tapi rupanya laki-laki itu bukan orang
sembarangan. Ia punya pengawal yang kemudian menganiaya aku sehingga aku
menjadi seperti ini.”
“Ya Tuhan, Bapak tidak melaporkannya pada polisi?"
"Masalah itu sudah diurus oleh polisi, mungkin pemilik restoran dimana kejadian
itu berlangsung, sudah melaporkannya, karena aku tak sadarkan diri dan polisi
membawaku ke rumah sakit.”
“Bapak bisa menuntut bukan?”
“Tidak aku lakukan. Aku ingin hidupku penuh kedamaian.
Aku tidak menuntut apapun.”
“Kalau begitu Bapak bisa kembali kepada bu Haryo.
Mengapa tidak Bapak lakukan?”
Haryo lagi-lagi menghela napas panjang.
“Bukankah dengan kembali maka Bapak akan hidup lebih
tenang karena ada yang merawat Bapak?”
“Tidak Man, aku tidak punya muka untuk bertemu
isteriku lagi. Dosaku teramat banyak. Dia isteri yang baik, yang tidak pernah
menuntut apapun. Dia sangat sabar dan tidak melakukan apapun walau aku menghianatinya.”
“Tapi dengan begini ….”
“Tidak, jangan bicara apapun kalau itu adalah
permintaan untuk kembali kepada keluargaku.”
Sarman diam. Mana berani dia memaksa.
“Sekarang aku akan mengatakan sama kamu, apa yang tadi
aku bilang ingin meminta pertolongan kamu.”
“Apa yang harus saya lakukan?”
“Aku akan memberikan sejumlah uang kepada isteriku.
Itu uang yang dulu aku pernah meminjam padanya, banyaknya duapuluh juta. Aku
juga akan menyerahkan uang pensiunku untuk isteriku. Nanti aku buatkan
surat-suratnya. Tolong kamu berikan semuanya kepada isteriku ya Man, tapi
ingat, kamu jangan pernah mengatakan dimana aku berada.”
Sarman menatap Haryo tak berkedip. Ia benar-benar tak
mengerti jalan pikiran Haryo, yang memilih hidup sendirian karena tak punya
muka untuk bertemu isterinya. Apakah isterinya tak bisa memaafkan semua
kesalahannya? Tapi lagi-lagi Sarman tak ingin membicarakannya.
“Maukah kamu melakukannya Man?”
“Baiklah Pak, saya akan melakukannya. Tapi sebaiknya
saya tidak usah mengatakan apapun kepada ibu Haryo. Jadi seandainya itu uang
pengembalian pinjaman, Bapak tuliskan saja di dalam amplopnya, supaya saya
tidak usah mengatakan itu uang apa. Pokoknya saya hanya menyerahkan, dan jangan
menyuruh saya mengatakan apapun juga. Tidak enak bagi saya Pak, juga supaya Ibu
Tindy tidak sungkan kalau saya mengetahui apapun tentang semua yang Bapak
berikan.”
“Baiklah. Ingat, jangan sekali-sekali kamu mengatakan
kepada isteri ataupun anak-anakku, tentang keberadaanku.”
“Baiklah Pak.”
***
Sore hari itu sepulang dari bekerja, ia langsung pergi
ke rumah Tindy. Ia membawa sebuah amplop yang isinya sudah dituliskan Haryo
didalamnya, sehingga Sarman tidak usah mengatakan apapun juga.
Tindy lah yang menerima kedatangan Sarman. Ia tidak
lupa karena beberapa kali Sarman pernah mengantarkan Haryo ke rumah saat dia
tidak membawa mobil.
“Ibu tidak lupa sama saya kan?”
“Tidak, bukankah kamu Sarman?”
“Syukurlah bu, senang Ibu tidak melupakan saya.”
“Kamu masih seperti dulu, ganteng dan sangat santun.”
“Terima kasih bu.”
“Kamu sudah berkeluarga?”
“Belum Bu, belum laku,” Sarman tersipu.
“Mengapa belum, sepertinya kamu sudah cukup umur.”
“Baru menabung Bu, supaya bisa menghidupi isteri,”
jawab Sarman lugu.
“Oh, baiklah. Nanti kalau menikah jangan lupa aku
diundang ya.”
“Inshaa Allah Bu,” Sarman lagi-lagi menunduk tersipu.
“Apakah ada perlu yang sangat penting sehingga kamu
datang kemari?”
“Ya bu, saya membawa mandat dari pak Haryo.”
Tindy terkejut. Dilihatnya Sarman membuka tas yang
dibawanya, lalu mengambil sebuah amplop besar. Haryo sudah memasukkan semuanya
didalam amplop itu dan Sarman pura-pura tidak tahu apa isinya.
“Ini dari pak Haryo Bu,” kata Sarman sambil
menyerahkan amplop itu.
“Apa ini?”
“Saya tidak tahu Bu, saya hanya disuruh menyerahkan
saja.”
“Dimana kamu ketemu pak Haryo?”
“Di_di kampus bu.”
“Kamu tahu dimana pak Haryo tinggal?”
“Sayangnya tidak Bu. Saya juga tidak bertanya,” kata
Sarman hati-hati. Jawaban itu sudah dipersiapkannya sejak mandat itu diterima,
sehingga dia sedikit lancar dalam mengatakannya.
Tindy sedang berusaha membuka amplop itu, tapi Sarman
segera berdiri. Ia tak ingin lebih banyak lagi melakukan kebohongan kalau masih
ada lagi pertanyaan dari Tindy.
“Bu, saya hanya menyerahkan itu, saya mohon pamit.”
“Lho, belum disuguhin minum kok sudah pamit?”
“Saya dari kampus langsung kemari Bu, mohon maaf.”
“Baiklah, terima kasih ya Man.”
Tindy membuka amplopnya ketika Sarman sudah pergi.
“Uang?”
Tindy mengeluarkan uang itu, ada selembar tulisan
Haryo yang amat dikenalnya.
Tindy, sebelumnya maafkanlah aku. Tak banyak yang bisa
aku katakan, karena terlalu banyak aku mengecewakan kamu. Aku hanya ingin
mengembalikan uang yang pernah aku pinjam. Kecuali itu aku memberikan kartu ATM
ku, dimana setiap bulan uang pensiunku di transfer. Aku sudah pensiun, aku
kirimkan surat-suratnya barangkali diperlukan. Kamu ambil semua uang pensiun
aku, karena itu adalah hak kamu. Sekali lagi maafkanlah aku.
Dari aku
Suharyo.
Tindy meletakkan semuanya di atas meja. Ada rasa sedih
yang dia rasakan, entah kenapa.
“Ibu, tamunya siapa?” tanya Tutut yang tiba-tiba sudah
berada didepan Ibunya, dan duduk sambil menatap amplop di atas meja.
“Ini surat apa?”
“Dari ayahmu,”
“Bolehkah Tutut melihatnya?”
Tindy mengangguk.
Tutut segera mengambil amplop itu dan mengeluarkan isinya.
“Uang?”
Lalu Tutut membaca surat yang sudah terbuka dan
diletakkan begitu saja oleh Tindy didalam amplop kembali.
"Bapak pernah pinjam uang, dan ini dikembalikan. Ini
ATM itu Bu?”
“Untuk mengambil ATM ayahmu. Maksudnya, uang pensiun
ayahmu. Bawa saja oleh kamu, atau nanti berikan saja pada kakakmu.”
“Mengapa bukan Ibu saja yang membawa?”
“Barangkali kalian membutuhkan beaya untuk kuliah.
Kalau ada kurangnya, boleh minta sama Ibu.”
“Siapa yang datang kemari tadi?”
“Dia Sarman, sopir di kampus.”
“Kalau begitu Ibu bisa bertanya dong, dimana Bapak
tinggal?”
“Ibu bertanya, tapi dia bilang bahwa dia tidak tahu.”
“Sayang sekali,” keluh Tutut.
“Mengapa ya, bapak memilih pergi dari kita?" lanjutnya.
“Bapakmu memilih yang terbaik bagi hidupnya. Kita
serahkan saja kepada Allah, Dia akan mengaturnya.”
Tutut terdiam. Gemetar tangannya ketika ia menyentuh
kartu ATM yang diserahkan Ibunya kepada dirinya. Rasa rindu kepada ayahnya
semakin menggigit perasaannya.
“Mengapa Bapak memilih pergi dari kami?” bisiknya
sendu.
***
Malam itu juga, setelah pulang dan mandi, Sarman
langsung kembali ke rumah Haryo. Ia harus segera melaporkan karena itu
menyangkut uang.
“Kamu itu apa tidak capek, malam-malam kembali
kemari?”
“Saya ingin melaporkan, bahwa amplop itu sudah
diterima oleh bu Haryo.”
“Dia sendiri yang menerima?”
“Ya Pak.”
“Dia menanyakan apa?”
“Dia menanyakan dimana Bapak tinggal.”
Haryo sedikit berdebar. Kalau Tindy bertanya, berarti
masih ada rasa peduli. Ah, ke pede an, barangkali. Dan Haryo menyimpan
senyumnya dalam-dalam, merasa tak pantas berbangga diri karena isterinya
menanyakan dimana dirinya berada.
“Tapi saya bilang tidak tahu,” lanjut Sarman.
“Terima kasih Man.”
“Sama-sama Pak, jangan dipikirkan. Bapak sudah saya
anggap ayah saya sendiri, jadi wajar kalau saya melakukan apa saja yang Bapak
perintahkan.”
“Kamu baik sekali Man, jadi teringat kepada mimpiku
kemarin. Rupanya benar bahwa aku punya anak lelaki. Kamulah orangnya.”
Sarman tertawa senang.
“Saya bangga menjadi putera Bapak. Saya hanya seorang
sopir, dan Bapak bukan orang sembarangan,” Sarman merendah.
“Lupakan itu semua Man, aku sekarang juga bukan
siapa-siapa. Oh ya, kamu sudah makan malam?”
“Belum Pak, nanti gampang, ketika saya pulang kan
melewati banyak warung.”
“Jangan begitu, ayo temani aku makan, aku juga belum
makan.”
“Baiklah kalau begitu, Bapak akan memanggil taksi?”
“Tidak Man, aku bonceng kamu saja. Bolehkah?”
“Boleh sih Pak, tapi masa Bapak mau membonceng saya?
Sepeda motor saya juga sepeda motor lama pak.”
“Memangnya kenapa kalau aku membonceng sepeda motor
kamu? Ayo tunggu sebentar, aku ganti pakaian ya.”
“Perlu saya bantu Pak?”
“Tidak, aku kan sudah bisa sendiri,” kata Haryo sambil
masuk ke dalam kamarnya.
Sarman tak bisa menjawab apapun, ia membiarkan Haryo
masuk ke kamar, tertatih dengan tongkatnya, untuk berganti pakaian.
***
“Man, di mana rumahmu?” tanya Haryo ketika mereka sudah
selesai makan dan Sarman memboncengkannya pulang.
“Kalau mengantar Bapak, nanti kita lewat pak.”
“Mampir boleh?”
“Rumah saya jelek Pak.”
“Kenapa kalau jelek. Kamu sudah sering membantu aku,
masa aku sampai tidak tahu di mana kamu tinggal?”
“Baiklah, didepan situ, tidak jauh lagi kok.”
Sarman memberhentikan sepeda motornya di sebuah
halaman kecil, dengan rumah kecil sederhana.
“Ini rumah kamu?”
“Ya Pak. Silakan,” Sarman membantu Haryo berjalan
mendekati rumahnya. Ada teras kecil dengan lampu yang tak begitu memberi
penerangan karena nyalanya kecil.
Sarman membuka pintu, dan mempersilakan Haryo agar
masuk ke dalam.
“Tidak disini saja Man?”
“Jangan Pak, masuk saja dulu, diluar dingin, anginnya
kencang.”
Haryo menurut. Ada sebuah ruang tamu yang tak begitu
besar, tapi tertata rapi.
“Kamu tinggal sama siapa Man?”
“Sendiri Pak.”
“Oh, kamu belum menikah?”
“Belum Pak.”
“Aku tak pernah menanyakan keluarga kamu.”
“Tidak apa-apa Pak, akhirnya nanti Bapak juga tahu.”
“Orang tuamu?”
“Ibu saya meninggal lima tahunan yang lalu,” kata
Sarman sambil menatap ke arah foto berukuran besar yang dipajang diatas meja.
“Itu ibu saya dan saya.”
Haryo menatap foto itu, dan wajahnya mendadak pucat
pasi. Ia mengenali wanita di dalam foto itu.
***
Besok lagi ya.
Matur suwun Bunda Tien MKJ 46 sdh hadir
ReplyDeletesmoga bunda n kel selalu sehat bahagia ..
salam Sorejoa dr Semarang
Horeeeeeeeee Bunda Tina , sepatu baru, mantuuuuuul 👍👍👍👍
DeleteSelamat malam Bunda Tien, semoga Bunda sehat selalu Aamiin ya Allah.....
DeleteBundaaaaaaaa......
Sehat selalu ya Bundaaaaa
Aamiin 🙏🙏🙏🙏
Selamat jeng Tina Semarang di MKJ_46 Juara 1 balapan menjemput Tindy
DeleteMatur nuwun bu Tien
Alhamdulillah.....
DeleteSalam aduhaii🥰
Rintoooo
DeletePenasaran Bu Tin.... lanjutan nya sekarang aza Bu 😁
DeleteAlhamdulillah MKJ~46 sudah hadir..
ReplyDeleteMaturnuwun bu Tien 🙏🙏🙏
Matur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah tayang
ReplyDeleteAduhai MKJ 46 sudah tayang 🤩
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien,,🥰
Suwun mb Tien ,,,,,
ReplyDeleteTerimakasih bunda... yesss
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeleteApakah Sarman anak pak Haryo jg???? Hanya bunda Tien si empunya cerita yang tahu... aduhai ahhh
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMakasih bu Tien, semoga sehat selalu.
Terimakasih bunda Tien MKJ 46
ReplyDeleteSemoga bunda selalu sehat
Salam srhat dan aduhai
Alhamdulillah MKJ dah tayang
ReplyDeleteMakasih Bunda
Terima kasih Mbak Tien ... MKJ 46 udah tayang ... Semoga happy n sehat sll ... Salam aduhai ...
ReplyDeleteAlhamdullilah.. Terimaksih bunda Tien MKJ 46 nya.. Salamsehat selalu dri sukabumi unk bunda Tien🙏🙏🥰🥰
ReplyDeleteAlhamdulilah dah tayang mas Haryo
ReplyDeleteAlamdulillah...
ReplyDeleteYang ditunggu tunggu telah hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan dan tetap semangat
Salam ADUHAI dr Cilacap..
ReplyDeleteSelamat malam bu Tien, semoga malam ini sehat selalu dan tetap semangat. Terima kasih MKJ_46 sdh di tayangkan.
Salam ADUHAI dari Bandung
💪🙏🌹💝
*****
_Bersambung ke_47_
maturnuwun bi tien semoga selalu sehat
ReplyDeletesalam aduhai ah
dari baturetno
Matur nuwun, bu Tien. Salam aduhaii💖
ReplyDeleteHallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo,
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik,
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Yessss.
ReplyDeleteAlhamdulillah..
ReplyDeleteTayang gasik..
Terima kasih Bu Tien..
Salam sehat dan salam Aduhai.
Alhamdulillah, terima kasih Bu Tien....salam sehat selalu...🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah MKJ 46 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Walah gubrak... cipratan pak Haryo di mana mana... 😁😁
ReplyDeleteJangan jangan ibunya Sarman adalah mantan istri siri Haryo, wah tambah ruwet. Haryo Haryo ternyata benar bahwa kamu punya anak laki laki yang kamu sendiri tidak tahu. Eh sok tahu ya bu.. D.itunggu kelanjtannya MKJ 47 semoga bisa menjawab mimpi Haryo. Salam sehat selalu katur bu Tien. Ditunggu kelanjutannya
ReplyDeleteNah lo... Ninggal anak dimana2 ini ..😀
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, semoga selalu sehat...
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Aduhai
Alhamdulillah... terima kasih.... wah ceritanya makin asyiiik trs.... sehat² trs Mbu Tien dan keluaraga...
ReplyDeleteAduhai apakah Sarman juga anak nya pak Haryo? Sp kaget pak Haryo lihat foto ibu nya Sarman yg sepertinya pak Haryo tidak asing dengan wanita yg di foto.
ReplyDeleteDitunggu jawabannya besok.
Mbak Tien bikin penasaran nih.
Salam aduhai mbak Tien dari Tegal.
Maturnuwun Bu Tien 🙏, semoga sehat selalu beserta keluarga, semangat dan ADUHAI
ReplyDeleteAlhamdulillah MKJ46 tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien.
semoga selalu sehat. Aamiin.
Salam Aduhai
tuhkanbener anakkandung Haryo, duuuuh haryo....haryo.....
ReplyDeleteMungkinkah Sarman anaknya Haryo ...kok Haryo kenal dgn ibunya Sarman... Kalo dilihat usia Sarman mungkin Haryo dg ibu Sarman lebih dulu dibanding dg Tindy ...
ReplyDeleteTunggu saja episode selanjutnya
Terima kasih bu Tien salah sehat selalu
Alhamdulillah MKJ 46 sdh hadir
ReplyDeletesemakin seru ceritanya
Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu.
Aamiin Yaa Allah
Salam ADUHAI selalu
Ya sudah dapat no.13. terimakasih mbak Tien mkj SDH tayang, mungkinkah sebelum menikahi tindy Haryo SDH menikah?
ReplyDeleteNunggu mbak Tien jawabnya, semakin bikin penasaran.sugeng istirahat. Salam "aduhai" dulu 'ah'.🙏🙏🥱😴
Alhamdulillah.. matur nuwun mbak Tien, MKJ Eps 46 sudah hadir menghibur.
ReplyDeleteSalam sehat dari Karang Tengah, Tangerang
Senengnya MkJ 46 sudah tayang.
ReplyDeleteMaturnuwun, mb Tien. Waduh Haryo kok anaknya pating tlecek njih. Kalau Sarman benar anaknya. Tp kalau bener Sarman benci sama Haryo ga ya
Mangga mb Tien.
Salam manis nan aduhai
Yuli Suryo
Semarang
Alhamdulillah, Maturnuwun bunda Tien.
ReplyDeleteSalam sehat selalu ..
Alhamdulillah tayang
ReplyDeleteDalam poto itu mungkin istri siri nya lagi
Makasih bunda salam sehat dan aduhai
Ternyata Tindy tidak tergiur dg uang yg didapat dari pa Haryo walaupunn itu merupakan haknya.Sarman sesuai dg janjiya tidak mengatakan tempat tinggal pa Haryo.Betulkah Sarman putra pa Haryo kita tunggu besok malam .Terima kasih bu Tien.
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun mbak Tien MKJnya... makin ADUHAI ajah
ReplyDeleteSalam sehat selalu
Tambah penasaran Bu Tien...
ReplyDeleteTrims SDH menghibur
Sehat selalu Bu tien
Wheleh whelehhh....anaknya tambah satu . Ruwet...ruwet, trus gimana tu tanggung jawabnya.
ReplyDeleteSalam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI...AH, aduhai...
Alhamdulilah mas Haryo dah tayang...
ReplyDeleteApa kabar Ibu Lestari
DeleteTerima kasih atas literasi malamnya mbak Tien...salam sehat sejahtera....
ReplyDeleteSami2 Bunda
DeleteSalam sehat ADUHAI AH
Bener2 Harjuna si Haryo ini...anaknya banyak dg istri yg berbeda..
ReplyDeletePenasaran mbakyu..
ADUHAI AH, Ibu Anie
DeleteAduh mas haryo, ternyata nanam bunga melati dimana mana. Sekarang baru muncul bunga jantan. He5x.
ReplyDeleteTerima kasih banyak mbak. Salam sehat selalu.
Sami2 Pak Andrew
DeleteSalam sehat ADUHAI AH
Alhamdulillah...
ReplyDeleteBikin penasaran mbak Tien...
Istri yang mana lagi ini Yaa
Haryo...Haryo kamu kok playboy
Sehat selalu mbak Tien...salam Aduhaiii
Aamiin
DeleteADUHAI AH
Wah Haryo benar2 lelaki yg pede banget mempermainkan wanita.. pantas sj Tindy dr awal tdk suka dg Haryo wlu dikejar2... sygnya ditengah crt Tindy menyerah smp punya 3 anak dan Haryo meneruskan petualangannya dgn banyak wanita. Akankah Sarman juga salah satu bibit dr nikah sirinya? Ya Allah selain Danarto tyt adalg anak laki2 Haryo. Anak kandungkah? atau anak sambungka Hanya mb Tien yg tahu. Slm seroja selalu utk mb Tien dan para pctk🙏🤲
ReplyDeleteSalam seroja dan ADUHAI Jeng Sapti
DeleteNah kan...apa benar SARMAN anaknya Haryo? Ditunggu mba lanjutannya.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Sehat selalu dan tambah semangat mba.
Ah nya mana? Aduhai
Sami2 Ibu Sul
DeleteAamiin
ADUHAI AH
Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Selamat malam selamat beristirahat semoga Bu Tien senantiasa sehat... Salam... 🙏🙏🙏
ReplyDeleteSami2 Ibu Sri
DeleteAamiin
Alhamdulilah... jumpa MKJ 46, terima kasih bunda Tien, salam sehat dan aduhai.. mana ah_ tidak hadir hari ini... wkwkwk
ReplyDeleteSami2 Ibu Komariyah
DeleteADUHAI AH
Alhamdulillah.. Jangan2 memang Sarman anak kandung pak Haryo dng salah satu selirnya.... Hemt... Semoga tidak ada anak kandung lain lagi selain Sarman...........
ReplyDeleteBu Tindy.... Hatimu sangat lembut... Hingga kebenciannya enggan bertandang ke hati mu...
Smg bahagia selali buat pak Haryo dan bu Tindy..
Sehat selalu bunda Tein..
Terima kasih Ibu Swissti
DeleteADUHAI AH
Alhamdulillah
ReplyDeleteSyukron Mbak Tien 🌷🌷🌷🌷🌷
Sami2 Ibu Susi
Delete𝑾𝒐𝒖𝒘𝒘𝒘 𝑺𝒂𝒓𝒎𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊𝒏𝒚𝒂 𝒂𝒏𝒂𝒌 𝒕𝒊𝒓𝒊𝒏𝒚𝒂 𝑯𝒂𝒓𝒚𝒐 𝒋𝒖𝒈𝒂 𝒏𝒊𝒉...𝑺𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊 𝑫𝒂𝒏𝒂𝒓𝒕𝒐.
ReplyDelete𝑺𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒔𝒆𝒉𝒂𝒕 𝒔𝒆𝒍𝒂𝒍𝒖 𝒖𝒕𝒌 𝑩𝒖 𝑻𝒊𝒆𝒏 𝒅𝒂𝒏 𝑲𝒆𝒍𝒖𝒂𝒓𝒈𝒂..🙏🙏🙏
Salam ADUHAI pak Indriyanto
DeleteMaturnuwun bu Tien...MKJ46nyaa..
ReplyDeleteWaduuuh...jangan² Sarman anaknya Haryo..ato anak sambung..
Weleh..anak kok ting tlècèk..
Gmn perasaan Sarman klo tau Haryo mantan ibunya..apakah msh mau membantu..
Nina n anak2nya msh pd diperban mukanya..jd ga klr..🤭
Tunggu besok lagiii..
Salam sehat selalu dan aduhaii bangeet..🙏💟🌹
Nyuwun pangapunten bu Tien..
ReplyDeleteDereng saget nderek dateng Solo...janipun pingiin..nanging mboten pikantuk izin..amargi sikon tasih rawan...sanes wekdal..mugi2 enggal aman..🙏🙏🙏🥰🥰
Memang situasi belum kondusif njih. Nggak apa2 Ibu Maria, masih ada hari esok. Aamiin.
DeleteMasalah cublak cublak suweng rupanya Haryo pakar nya, ya itungannya asal tidak melihat yang buat permainan kan punggung tå, apa kerokan, yang merasakan perih, kan sampai warnanya berubah merah hitam gitu, memang rasané nggak karu karuan cuma ada rasa lega dijamin sembuh gitu jadi diem dan manteb, la kok, takut aja belum selesai situkang keroknya pergi. Tapi itu bener bener pergi nggak balik lagi, apa nggak ninggalin, jadi harus usaha sendiri dulunya berharap banget sampai ortunya negur pun nggak nurut, ya ketanggungan balik ke ortu sudah malu yang dibuat sandaran enggak datang-datang, asal anak bisa mandiri aja sudah cukuplah.
ReplyDeleteWo jebulnya ada sambungan tå itu. Si Sarman itu
Sekarang pun masuk rumah Sarman walau hanya potret itupun dipandang sebelah mata, jadi dari dulu itu dipandangnya nggak tahu, mungkin juga sebelah mata.
Sekarang kan sudah nggak bisa lari lagi tå, terus bingung nggolèk parkiran, ada yang bisa buat temen ngobrol pengisi waktu, ketemunya malah telurnya sendiri yang selama ini menemani.
Terus mau nerangin nya gimana coba, kaya bèbèk berhenti sebentar buat bertelur terus nggak urusan, jalan terus.
Paling diem sebentar, syukur bisa masih deket anggep anggepan bapak dan anak, walau bener bener anak kandung.
Namanya juga jual tampang.
Apa si Sarman nggak perhatian waktu Haryo tertegun sejenak.
Lihat potret besar mantannya, yang habis bongkar pasang terus ditinggal ngilang alasan masih sekolah.
ADUHAI
Rupanya masih ada sisa-sisa yang menggetunkan, ketika Sarman bilang; Tindy menanyakan dimana Haryo tinggal.
Kenapa dulu sering pindah tangan dan kalau ketahuan pura pura sudah kapok bermanis manis muka biar bisa masuk rumah lagi.
Sekarang malah pura pura malu.
Ngumpet lagi.
Terimakasih Bu Tien;
Memang Kembang Jalanan yang ke empat puluh enam sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Nanaaaang
ReplyDeleteCrigiser yang ADUHAI AH
Sami2 Nanang
Aamiin doanya
Alhamdulillah....
ReplyDeleteMtur nuwun Bun....
Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun
Sami2 Wo
DeleteAamiin
Alhamdulilah..MKJ sudah tayang..matur nuwun sanget Ibu..
ReplyDeleteCerita makin seru ...siapa ibunda tercinta Sarman...kok sampai Haryo kaget...
Haryokah ..Kumbangnya...seandai ibunda tercinta Sarman adalah bunganya
Makin aduhai..kangen..sama Ah..kemana ya
Mugi ibu tansah sehat.
Aamiin
DeleteMatur nuwun Ibu Moedjiati
ADUHAI AH
Astagfirullah ...apa Sarmsan anak kandung Haryo....yaa nyecer juga tuh...wes wes Haryo emang si Casanova yg dah letoy🤭🤭🤭 trimakasih bu Tien
ReplyDeleteSami2 Ibu Yanti
DeleteBeli buah bisa ngecer... hahaa
Gubraaaaks .. naah looooo, foto siapa lagi tuuh .. pasti pernah dia jikahi siri hanya utk dusetuhuhi ... uuppss, xixixi .. mbak Tieb, mte nwn, salam sehat berkah .. ADUHAI
ReplyDeleteGubraaakk.. hehe..
DeleteADUHAI Pak Pri
Sami2
Salam sehat bu Tien semoga Allah sekalu memberikan apa yg menjadi doa permintaan ibu Tien...aamiin
ReplyDeleteIbu selalu memberikan kebahagiaan bagi pembaca cerita ibu Tien.
Senang melihat pembaca dapat no 1..
saya belum pernah mencoba bila membuka belum muncul ee...pasti ketiduran begitu buka sdh banyak publish...jadi malu aku...
Salam ADUHAI Ibu NUR
DeleteAAMIIN ya Robb
Harus lari cepat ya.. hehee..
Tks bu tien .... makin seru dan makin penasaran...sarman anak pak haryo? .... salam sehat dan salam aduhai dari pondok gede
ReplyDeleteSami2 Ibu Sri
DeleteADUHAI AH
Assalamualaikum wr wb. Nah lho, Sarman bisa jadi anak Haryo, karena Haryi kan mudah tergoda dan menggoda wanita... Makin seru saja ceritanya.. Maturnuwun Bu Tien, semoga senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.. Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteWa'alaikum salam wr wb.
ReplyDeleteSami2 pak Mashudi
Aamiin ya Robb
Suwun cerbungnya buTien, semoga lancar terus.. Salam sehat dan salam ADUHAI..
ReplyDeleteSami2 Ibu Handayaningsih
ReplyDeleteAamiin
Si sarman pasti anakmu pak haryo. Aduhai!
ReplyDeleteAlhamdulillah,terima kasih Bu Tien ...
ReplyDeleteSenantiasa sehat dan bahagia selalu,
Aamiin.
Berarti Sarman memang anak Haryo
ReplyDelete