MEMANG KEMBANG JALANAN
45
(Tien Kumalasari)
Haryo terkejut. Suara itu pernah dikenalnya, tapi yang
mendekatinya adalah seorang wanita dengan wajah penuh balutan luka.
“Mas Haryo, aku teraniaya Mas. Sepeninggalmu tak ada
yang melindungi aku,” isaknya sambil tangannya meraih lengan Haryo, tapi Haryo
menepiskannya.
Sekarang ia yakin, wanita itu adalah Nina, bekas
isteri sirinya. Ya, bekas, karena dia telah meninggalkannya.
“Mas, aku tidak punya lagi tempat tinggal yang layak.
Aku tidak punya apa-apa mas. Ayo kembalilah, aku bersedia menuruti semua
kemauan kamu. Ayo Mas, kembali bersamaku ya Mas,” tangan Nina masih berusaha
meraih lengan Haryo. Tapi Haryo melangkah menjauh terpincang-pincang dengan
tongkatnya.
“Mas, jangan meninggalkan kami Mas, tolong,” Nina
mengejarnya lalu berhenti dihadapannya.
“Pergilah, aku sudah punya kehidupanku sendiri,” kata
Haryo sambil mengacungkan tongkat penopang tubuhnya, memberi isyarat agar Nina
menyingkir.
“Apa kamu kembali kepada Tindy? Lihat, kamu sakit dan
dia tak memperhatikan kamu. Apa yang terjadi Mas, ayo kembali bersamaku, aku
akan merawat kamu.”
“Pergi !” Pergi !” Haryo mengobat abitkan tongkatnya,
membuat Nina harus menyingkir.
Sementara itu ternyata Haryo sudah memanggil taksi,
yang sudah menunggunya. Ia melambaikan tangannya pada taksi itu, dan dengan
cepat menaikinya begitu taksi itu mendekat.
“Ayo kita pergi Mas,” perintahnya kepada pengemudi
taksi.
“Ya Tuhan, mengapa harus ketemu dia, aku harus cepat-cepat pergi supaya tidak bertemu Desy,” kata batin Haryo, yang memang sejak datang di rumah sakit itu ia menghindarinya, dan berhasil.
“Setelah ini aku tidak akan kontrol di rumah sakit
ini,” kata batinnya lagi. Kemudian Haryo merasa lega setelah keluar dari
halaman rumah sakit.
“Apa yang Ibu lakukan?” tegur Endah dan Ana dengan
kesal setelah ibunya kembali. Mereka juga melihat Haryo pergi begitu saja.
“Aku berusaha membujuk pak Haryo supaya mau kembali,
tapi dia menolaknya.”
“Mengapa Ibu melakukannya?” kesal Ana.
“Kalau ada pak Haryo, kita bisa hidup lebih layak.
Bagaimanapun dia punya penghasilan tetap. Daripada kita hidup kekurangan
seperti ini. Kalian juga sudah tak punya banyak uang lagi.”
“Gara-gara perempuan bernama Siska itu. Dia mengambil
lebih separo dari uangku yang masih tersisa, yang katanya untuk ganti rugi.
Lalu kita pergunakan untuk menyewa rumah sederhana itu, untuk berobat dan makan
sehari-hari,” omel Ana.
“Apalagi aku. Aku sudah menjual cincin dan kalung yang
aku miliki. Entah sampai kapan kita bisa bertahan,” lanjut Endah.
“Itu sebabnya, aku tadi berusaha menghentikan pak
Haryo. Tapi tak berhasil.”
“Apa dia pulang ke rumah isterinya?” tanya Ana.
“Entahlah, dia tak pernah mau menjawabnya. Aku kira
iya,” kesal Nina.
“Kalau sudah sembuh nanti Ibu harus mencari tahu
keberadaan pak Haryo. Coba membujuknya sekali lagi,” kata Endah.
***
Haryo sampai di rumah kecilnya dengan perasaan lega.
Sekarang ia sudah bisa bergerak lebih leluasa, setelah tidak lagi mempergunakan
kursi roda. Ia merasa bisa melakukan apa saja.
“Biarlah begini keadaan hidupku di hari tua. Tidak
apa-apa, semoga ini bisa aku jadikan sebagai pengurangan beban dosaku,”
gumamnya sambil membuka pintu rumahnya.
Ia meletakkan bungkusan obat yang dibawanya, disebuah
meja di ruang tengah, lalu memasuki kamarnya dan berganti pakaian.
Rumah itu kecil, tapi Haryo mengisinya dengan
perabotan yang lengkap, walau sederhana. Ada ruang tamu kecil, ada ruang tengah
tempat dia bersantai sambil melihat televisi. Ada dapur dengan perlengkapan
yang cukup untuk semua kebutuhannya. Untuk menjerang air, atau memanaskan sayur
apabila tersisa. Sayur yang selalu dibelinya melalui on line untuk dimakannya
dalam sehari. Di ruang makan ada sebuah
meja makan kecil dan dua buah kursi. Dan
ada sebuah kulkas kecil untuk menyimpan buah atau minuman. Ia merasa tak ada
yang kurang. Ia juga mampu membersihkan rumah sendiri, walau Sarman sering
datang menjenguknya atau sekedar membantu barangkali Haryo memerlukan sesuatu.
Mobil Haryo sudah terjual atas pertolongan Sarman.
Surat pensiun juga sudah turun dan dia bisa mengambilnya untuk makan dan semua
keperluannya. Tapi Haryo masih punya beban. Hutangnya kepada Tindy, dan kepada siapapun
orangnya yang telah membayar bea rumah sakit ketika dia dirawat. Ketika kasus
penganiayaan itu disidangkan, Haryo mengatakan bahwa dia tak mau menuntut
apapun. Dia ingin hidup tanpa beban. Berurusan dengan para pengeroyoknya
membuatnya tidak akan tenang. Dia ingin memaafkannya dan melupakan semuanya. Ia
menganggap bahwa ini adalah pelajaran untuk dirinya.
“Sudahlah, aku tak ingin mengingatnya lagi. Yang aku
inginkan sekarang adalah mengembalikan uang Tindy, dan memberikan uang
pensiunku untuk dia. Tapi aku baru memikirkan caranya. Tak mungkin kalau
aku datang sendiri ke rumahnya,” gumam Haryo sambil melangkah ke meja makan,
lalu duduk menghadapi makan siangnya yang sudah agak terlambat. Pagi tadi dia hanya memesan nasi gudeg sambal
goreng, yang sudah dia panasi sayurnya, sehingga tidak basi ketika akan dimakan
pada siang dan sore harinya.
“Aku harus makan karena aku harus minum obat,”
gumamnya pelan.
Setelah makan itu, Haryo kemudian beristirahat di sofa
didepan televisi, dan hanya sebentar dia mengikuti acara di televisi itu,
karena kemudian dia tertidur.
***
Hari sudah sore ketika Haryo terbangun. Ia keluar ke
halaman kecilnya, dan melihat pohon-pohon bunga melati yang memenuhi sepanjang
tembok halaman itu sampai ke jalan.
Bunga-bunga yang kuncup menyembul keputihan. Haryo
yakin malam hari nanti kuncup-kuncup itu akan bermekaran dan menebarkan aroma wangi
yang menyegarkan. Haryo mengambil selang yang disiapkannya di samping rumah, dan
memang dipergunakannya untuk menyiram tanaman, lalu ia menyirami pohon-pohon
itu dengan telaten. Ia sengaja menanam melati, karena itu adalah bunga
kesayangan Tindy. Saat kemarau seperti waktu itu, melati sangat rajin berbunga.
Haryo mengelus pepohonan itu, dan ada rasa miris mengiris jantungnya. Dulu dia
tak peduli ketika Tindy dengan rajin merawat bunga-bunga kesayangannya.
Sekarang aroma melati itu sangat menyentuh batinnya. Apakah itu berarti masih
ada cinta yang tersisa? Haryo juga teringat ketika menyuntingkan sekuntum melati
ke kedua telinga Tindy. Ia juga teringat mata bening yang berbinar ketika dia
menatapnya lembut, dan mengatakan bahwa Tindy sangat cantik dengan suntingan melati
itu di telinganya. Aduhai, kemana bahagia yang saat itu mereka cecap bersama?
Haryo sedih mengingatnya. Ia telah mencabik-cabik cinta indah mereka dengan
nafsu-nafsu setan yang mengipasinya. Semuanya hancur berkeping-keping. Lalu
Haryo sadar, bahwa semua itu tak akan bisa kembali seperti dulu. Dia telah
memporak porandakannya hingga menjadi keping-keping kecil yang berhamburan tak
bersisa.
Haryo memetik sebuah kuncup yang memutih itu, lalu diciumnya.
Setitik air matanya menetes, membasahi pipinya yang mulai timbul keriput.
Haryo mengelus kuntum demi kuntum, dan berjanji akan
menunggunya di teras, sampai melati-melati itu mekar, dan harumnya mengelus sanubarinya.
Tanah di pelataran itu telah basah, karena Haryo menyiramnya
dengan air. Haryo pergi mandi dan duduk di teras sambil menyiapkan kopi pahit
buatannya sendiri. Ia benar-benar akan menunggu saat malam, sampai kuncup-kuncup
kecil itu bermekaran.
***
Sore hari itu Nina duduk di rumah sewanya yang kecil
dan sederhana. Sebagian wajahnya masih tertutup perban, dan rasa nyeri
terkadang masih terasa menggigit.
Endah datang dengan membawa segelas teh yang
diletakkan didepan ibunya. Tak jauh bedanya dengan Nina, wajah Endah pun masih
tertutup perban. Hanya mata dan mulutnya yang masih kelihatan. Beruntung karena
dengan begitu dia masih bisa melihat dan menyuapkan makan ke mulutnya. Luka Ana
lebih sedikit, tapi goresan memanjang di ke dua
pipinya tampaknya lebih parah karena lukanya lebih dalam. Entah benda
apa yang ditorehkan oleh anak buah isteri Reza itu, sehingga meninggalkan
luka-luka yang mengerikan.
Nina meraih gelas didepannya, dan meminumnya pelan.
Tapi kemudian gelas itu diletakkannya lagi dengan kasar.
“Kenapa Bu?”
“Kamu memberi ibumu minuman apa?
“Tadi Ibu minta teh kan?”
“Teh manis, bukan tanpa gula,” kesal Nina.
“Gulanya habis, Ana lupa membelinya,” jawab Endah
enteng.
“Ya ampuun, hanya ingin minum teh manis saja kok
susah sekali ya,” keluh Nina.
“Sudahlah Bu, jangan banyak mengeluh. Memang keadaan
kita sedang seperti ini, jadi harus diterima apa adanya. Nanti kalau uang kami
habis, kita akan makan apa, dan harus tinggal di mana? Ibu harus ikut
memikirkan itu.”
Nina terdiam. Dengan wajah yang cacat, bisakah
anak-anaknya mendapatkan pekerjaan?
“Apa yang harus kita lakukan?” sedih Nina mengucapkan
itu.
“Entahlah. Saat ini kita sedang memikirkan luka-luka
ini. Setiap kali berobat harus mengeluarkan uang. Uang kami tinggal tak
seberapa lagi. Kita juga butuh makan. Dan membayar uang sewa kalau waktunya
habis.”
Nina dan anak-anaknya benar-benar terpuruk dalam
kehidupan yang sangat memprihatinkan. Kesenangan yang didapat dan dibanggakan,
semuanya lenyap tak bersisa.
Bukankah setiap manusia akan memetik buah dari pohon yang
ditanamnya?
***
Tindy sedang berada di halaman rumahnya. Wajahnya
berseri melihat pohon-pohon melati yang ditanamnya, semarak oleh kuncup-kuncup
putih yang siap bermekaran. Tiba-tiba wajahnya berubah sendu. Ia teringat
ketika Haryo menyuntingkan melati di telinganya, dan membisikkan kata-kata
cinta yang memabokkan. Seperti juga Haryo, Tindy juga bertanya, kemana semua kisah
indah yang pernah mereka jalin? Kemarau yang kering masih bisa membuat pohon melatinya
bermekaran. Tapi Tindy bukan melati. Ia hanyalah sesosok manusia yang memiliki
hati dan rasa. Ketika kering melanda, maka luruh pula hatinya. Apakah senyuman
bisa menghilangkan duka? Itu kan hanya penampakan lahir yang dia tunjukkan demi
ketenangan hati anak-anaknya. Tapi bukankah luka itu masih ada?
“Ibu, melatinya banyak sekali,” teriak Tutut yang baru
saja keluar dari rumah dan segera menghampiri ibunya.
“Iya, nanti malam pasti mekar semuanya.”
“Masih kuncup, tapi sudah wangi ya bu?”
“Itulah sebabnya Ibu suka bunga melati. Masih kuncup
tapi sudah menebarkan bau wangi,” jawab Tindy sambil duduk di sebuah bangku
yang ada di pelataran itu. Tutut ikut duduk di sampingnya.
“Bu, terkadang Tutut juga kangen sama Bapak.”
Tindy terkejut. Ditatapnya Tutut dengan pandangan iba.
Bagaimanapun Tutut adalah darah dagingnya. Wajar kalau rasa kangen itu ada.
“Dulu Tutut kesal sama Bapak, karena berselingkuh
dengan perempuan itu. Tapi sekarang Bapak sudah tidak bersama dia lagi. Tutut
jadi kasihan Bu, apalagi Bapak sekarang kan cacat.”
Tindy mengelus kepala Tutut yang bersandar dibahunya.
"Kakakmu tidak tahu dimana ayahmu berada."
“Apa ibu sudah memaafkannya?”
“Sudah sejak dia pergi, ibu memaafkannya.”
“Ibu tidak kelihatan sedih. Apa Ibu membencinya?”
“Tidak. Rasa benci itu racun. Jangan pernah memendam
kebencian, walau kepada orang yang menyakiti kita sekalipun.”
Tutut memeluk Ibunya, yang selalu memiliki kata-kata
bijak untuk menenangkannya. Dulu kakaknya, Lala selalu mengatakan, bahwa walau
tampaknya tersenyum, tapi ibunya pasti terluka. Tutut masih mengingatnya, tapi
ketika ditatapnya wajah teduh itu, Tutut tak melihat adanya luka itu. Apakah
Ibunya menyimpannya sangat rapat sehingga tak seorangpun melihatnya?
“Apakah Ibu bahagia tanpa Bapak disamping Ibu?”
Tindy terkejut. Tutut dengan polosnya menembak Ibunya
dengan kata-kata yang begitu lugas. Tindy tidak bisa ingkar, tapi Tindy tetap
saja ingin selalu menyimpan luka hatinya.
“Bu ….”
Tutut menunggu jawaban Ibunya, dengan manatapnya tajam.
“Ibu bahagia karena memiliki kalian. Kamu dan
kakak-kakak kamu.”
Tutut terdiam. Apakah itu jawaban dari pertanyaannya?
“Ibu, pernahkah Ibu merindukan Bapak?”
Ya Tuhan, Tutut benar-benar seperti polisi yang sedang
menginterograsi pesakitan.
“Bagaimana Bu?”
Tindy mengacak rambut anaknya lembut. Tapi Tutut tahu,
Ibunya tak akan menjawabnya.
“Maukah Ibu menerima seandainya Bapak pulang ke rumah?”
Polisi yang satu ini tak kenal putus asa, karena
jawaban dari pesakitan di hadapannya sangat berarti untuknya. Lalu Tindy merasa
bahwa Tutut belum pernah menanyakannya. Desy yang pernah, dan Tindy sudah
menjawabnya.
“Kamu kan tahu, ayahmu itu masih suami Ibu?”
Oh, jadi itu jawabnya? Dan sang polisi itu terdiam
sambil mencoba mengurai arti kata Ibunya.
***
Haryo sudah selesai sholat maghrib. Sesuai janjinya ia
akan duduk di teras sambil menunggu mekarnya bunga-bunga melati yang berserak
di halaman.
Ia memejamkan matanya, dan terlena dalam ingatan masa
lalunya.
Ia memandangi anak laki-laki yang menatapnya dengan
amarah yang tak terkendali.
“Mengapa Bapak selingkuh? Bapak tidak lagi mencintai
ibu?”
“Diam kamu, kamu tidak tahu apa-apa. Dan ingat, ini
bukan urusan kamu,” hardiknya, lalu pergi begitu saja. Tapi Haryo heran, mengapa ada anak laki-laki
diantara anak-anaknya yang lain? Lalu Haryo kembali, menuding anak laki-laki
itu dengan marah.
“Siapa kamu? Siapa?”
“Bukankah aku anak Bapak juga?”
“Bukan, kamu bukan anakku. Siapa kamu?” teriaknya.
“Pak, saya Sarman, pak.”
Dan suara itu membuyarkan angan-angan Haryo yang
seperti tersadar dari alam mimpinya.
“Anakku?” bisik Haryo pelan.
***
Besok lagi ya.
Hooooreeeee.....
ReplyDeleteAlhamdulillah dapat juara 1 di MKJ Eps_45
Terima kasih bu Tien, salam ADUHAI
Jaga gawang ya Kek?
DeleteHoreeeeeeeee
DeleteRintoooooo
DeleteTerima kasih bunda
ReplyDeleteHoreeeeeeee
DeleteKakaaakkkkk....
DeleteBesok pakai sepatu roda yaa biara juara wk wk wk
DeleteCincing dong, biar kenceng larinya ha ha ha ha
DeleteTd pas kebetulan tengok blok hehehe,,, sepatu rodanya dipake kakek wkwkwk
DeleteAssalamualaikum ibu...
DeleteSmoga sehat selalu ya..
Terima kasih MKJ nya.
Salam Aduhai..
Aku ya kebetulan pas buka blog kok wis tayang....
DeleteApa kabar di Rinto, posisi dimana ?
Gabung yuk 26 Maret 2022 di Solo.
Di Gresik, njih matur nuwun, masih di laut , semoga sukses acaranya Aamiin 🙏🙏🙏
DeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteAlhamdulillah.....
ReplyDeleteSalam aduhaii🥰
Alhamdulilah Terima kasih mbak Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah akhirnya, sambil ngantuk bisa baca lanjutan 45. Terima kasih bu Tien. sangu tidur
ReplyDeleteAlhamdulillah, terima kasih Bu Tien.....salam sehat selalu...🙏
ReplyDeleteMaturnuwun mbak Tien
ReplyDeletematurnuwun bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulilah hatur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang salam kangen dan aduhaai dari Tanggamus, Lampung
ReplyDeleteKakek Habi dingin-dingin rupanya ngebut jemput mkj,,,👏👏👏
ReplyDeleteAlhamdulillah Sehat selalu ya Bunda Tien,,,
Terima kasih MKJ 45 sudah tayang,,🥰🥰🥰
Suwun suwun mbak Tien Kumalasari dear salam kangen dan aduhaai dari Tanggamus, Lampung
ReplyDeleteAlhamdulillah MKJ 45 sudah tayang , terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien, sehat selalu nggih Bunda.
ReplyDeleteSalam ADUHAI dari Klaten.
Alhamdulillah MKJ45 tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien.
semoga selalu sehat dan bahagia bersama keluarga. Aamiin.
Sampun tayang...maturnuwun bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah MKJ sudah datang menghibur
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien, semoga kita semua tetap sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin Yaa Robbal'Alaamiin.
Alhamdulillah MKJ 45 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah sudah tayang
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Aduhai
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatut nuwun bu Tien untuk MKJnya
Langsung Baca ,,
Senangnya kakek Habi juara 1
Salam sehat wal'afiat semua bu Tien 🤗🥰
Alhamdulillah sudah tayang.
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Om / Tante Unknown, Bunda Tien ingin menyapamu sebagai pembaca setia, ayo dong di kasih nama biar kami bisa mengenalimu, seperti pepatah TAK KENAL MAKA TAK SAYANG, walaupun UNTUK MENYAYANGI TIDAK PERLU KENAL, tapi tidak ada salahnya jika di kasih nama kaaan, walaupun jika tidak di kasih nama, tidak salah juga hi hi hi hi.........
DeleteTulisan UNKNOWN di ketuk, lalu ketuk EDIT PROFIL di sudut kanan atas, lanjut isi biodata dan sertakan foto termanis yaa, lalu ketuk SIMPAN, okaay ADUHAI ❤❤❤
Terima kasih Arin.
DeleteGaya bahasanya Rinto nih
ADUHAI AH
Tobat Yo...Tobat deh...InsyaAllah segalanya it's ok...
ReplyDeleteHehee.. Pak Petir kabarnya mengidolakan Endah?
DeleteADUHAI AH
Matur nuwun bunda Tien..
ReplyDeleteSalam sehat selalu makin ADUHAI selalu..🥰
Alhamdulillah, matursuwun MKJnya mbak Tien
ReplyDeleteSalam sayang dan sehat selalu
Alhamdulillah ...
ReplyDeleteMbak tien semoga selalu sehat nggih ..Aamiin.🌷🌷🌷🌷🌷
Oh jadi Sarman anak Haryo juga?
ReplyDeleteLuar biasa...
Terima kasih mbak Tien
Sami2 KP LOVER
DeleteADUHAI
Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien.
ReplyDeleteSemangat sehat bunda.
Hallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik,
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....
Wah jadi sarman yg selalu membantunya itu anak Haryo....dari istri yg mana ya? Ada yg masih rahasia ini.......salam sehat selalu Bu Tien dan ADUHAI
DeleteAlhamdulillah MKJ~45 sudah hadir..
ReplyDeleteMaturnuwun bu Tien 🙏🙏🙏
Sami2 Pak Djodhi
DeleteMaturnuwun,mb Tien
ReplyDeleteRasanya kok cepet bacanya.
Nyicil seneng Haryo ga mau sama Nina.
Salam manis nan aduhai
Yuli Suryo
Semarang
Sami2 Ibu Yuli
DeleteSalam manis ADUHAI AH
Alhamdulillah
ReplyDeleteMakasih bu Tien, salam sehat selalu.
Sami2 Ibu Sri
DeleteSalam sehat ADUHAI AH
Alhamdulillah,matur nuwun Bu Tien ..
ReplyDeleteTansah pinaringan sehat,Aamiin.
Sami2 Ibu Rini
DeleteAamiin
Pertemuan keluarga akan terlaksana ketika Lala atau Desy akan menikah. Kan harus ada wali. Begitu kan Bu Tien ? Tapi jangan dulu lah.Biar makin panjang dulu ceritanya. Tiap malam selalu dinanti.
ReplyDeleteMatur nuwun. Tapi siapa nih..
DeleteADUHAI
Alhamdulillah yg ditunggu sdh dtg.
ReplyDeleteTrimakasih bu Tien. Salam sehat selalu
Sami2 Ibu Endang
DeleteSalam sehat dan ADUHAI AH
Pesan yg bagus :
ReplyDeleteRasa benci itu racun.
Jangan pernah memendam kebencian walau kpd orang yg menyakiti kita sekalipun.
Monggo ibu Tien, dilanjut aja. Penasaran.
Matur nuwun, Berkah Dalem.
Sami2 Ibu Yustinhar
DeleteADUHAI AH
Alhamdulilah, MKJ sudah tayang..matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteIni episode..menarik
Haryo menikmati kesendiriannya dan mulai mengingat inàdahnya masa lalu...
Ingat anaknya seperti dalam mimpinya
akankah dia segera pulang..
Semoga kerinduan akan muncul.
Kalimat sangat bagus.dari Tindy.Rasa benci itu racun. Jangan pernah memendam kebencian, walau kepada orang yang menyakiti kita sekalipun.”
Mugi bu Tien tansah sehat
Salam aduhai
Matur nuwun Ibu Moedjiati
DeleteAamiin
Salam ADUHAI AH
Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Selamat malam selamat beristirahat semoga Bu Tien selalu sehat... Salam... 🙏🙏🙏
ReplyDeleteSami2 Ibu Sri
DeleteAamiin
ADUHAI AH
Makasih Bunda untuk MKJ nya.
ReplyDeleteSehat selalu dan salam ADUHAI buat Bunda
Sami2 Mas Bambang
DeleteADUHAI AH
Woo apakah Sarman anak pak Haryo?
ReplyDeleteKita tunggu jawaban dari Bu Tien
Terima kasih bu Tien..kami tunggu kelanjutannya
Sami2 Ibu Winarni
DeleteADUHAI AH.
Matur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah berkunjung.
ReplyDeleteEpisode padat penuh nasihat, banyak pengalaman hidup terungkap. Bukan sekedar cerita 'ngalor-ngidul' menyenangkan pembaca. Selalu ada pesan moral yang baik. Ngundhuh wohing Pakarti.
Siapa sesungguhnya SARMAN?
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI....Ah aduhai.
Sami2 Pak Latief
DeleteADUHAI AH
Wah sarman anak haryo dengan istri yg lain lagi dengan siapa ya. Terima kasih bu tien
ReplyDeleteSami2 Pak Anton
DeleteADUHAI AH
Maturnuwun bu Tien...MKJ45nyaa..
ReplyDeleteDuuuh jd baper jg..liat Haryo n Tindy menikmati melati ditempat yg berbeda..bagaimanapun perjalanan hidup dgn wanita² lain..akhirnya tetap ingatnya ke wanita sahnya..
Semoga semua yg terbaik ya bu Tien..monggo..
Nyuwun sewu kolowaudalu pamit rumiyin..🙏🙏
Senangnya bs bertatap muka wlpn lewat zoom..🤗🥰
Salam sehat selalu dan aduhaii bangeet bu Tien..🙏💟🌹
Sami2 Ibu Maria
DeleteLain kali tatap muka beneran ya. Ikut ke Solo kan ?
ADUHAI AH
Alhamdulillah 🥰🥰
ReplyDeleteWa syukurillah
DeleteAlhamdulillah habis libur sekrg sdh tayang MKJ nya. Trm ksh bu Tien salam sehat sll.
ReplyDeleteSami2 Ibu Handayaningsih
DeleteSalam sehat dan ADUHAI AH
Amboi Aduhai sekali.Alhamdulillah Maturnuwun sanget MbakTien.salam u/Sarman hehehe
ReplyDeleteSami2 Pak Herry
DeleteSalam disampaikan. Heheee
ADUHAI AH
Terima kasih bu tien, masimg masong sdh menwrima dan memetik hadil perbuatannya....apabila haryo sadar dan tidak gengsi alangkah bahagianya....kel nina ancur ancuran dah.... penasaran lanjutannya
ReplyDelete..
Salam sehat dan aalam aduhai dari pondok gede
Sami2 Ibu Sri
DeleteADUHAI AH
Alhamdulillah MKJ dah tayang
ReplyDeleteYerimakasih bunda Tien
Semoga bunda Tien selalu sehat
Salam sehat dan aduhai
Sami2 Ibu Suparmia
DeleteSalam ADUHAI AH
Pasukan muka tembok sudah mau gerilya lagi mencari peluang, trus mencari kemana?; anaknya aja yang tiap kali berusaha menemukan nggak berhasil.
ReplyDeleteApalagi yang keluargaris, udah dinikmati aja tanpa harapan, dengan harap-harap cemas.
Ngeri juga baru ngebayangin, amit-amit.
Beneran mau ngirim kuwajibanmu, baru nyadar, berarti kemaren-kemaren gila ya, lupa ingatan, sampai puluhan tahun.
Paling pakai perantara Sarman, pakai jasa jadul aja weselpos, paling ditumpuk sama Tindy.
Ini duwit dari bapak mu, sama saja dengan diam-diam tentu.
Mengheningkan cipta aja mengenang masa lalu yang nggak mungkin kembali, tinggal kenangan.
Kaya kalah perang nggak mau ngaku kalah, tinggal glanggang colong playu; njênthar, ngumpêt akhirnya.
ADUHAI
Derita tiada akhir, jangan-jangan rombongan topèng datang bayang bayangin di rumah Tindy.
Memastikan ada apa enggak di rumah itu.
Terimakasih Bu Tien;
Memang Kembang Jalanan yang ke empat puluh lima sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Nanaaaang
DeleteNuwun ocehannya ya..
Aamiin doanya
ADUHAI AH
Oh bijak sekali kata2 Bu tindy...
ReplyDeleteSarman...sarman apa sopir yg sering nengok Haryo di rumahnya itu anak Haryo..oh..oh tambah seru Bu Tien ceritanya.. trims Bu Tien telah menghibur
Sami2 Ibu Suparmia
DeleteADUHAI
Desi tidal terpikirkan utk.menanyakan alamat pa Haryo melalui tampat pendaftàran pemeriksaan rumah sakit..
ReplyDeleteHey Guys..... edit profilmu biar Bunda Tien & semua pembaca mengenalmu.... Dengan cara : Itu tuh tulisan UNKNOWN yang warna kuning di ketuk ,,, lalu ketuk EDIT PROFIL di sudut kanan atas, lalu isi biodata & sertakan foto termanismu yaa,, jangan foto mantan atau tetangga hi hi hi.. lalu ketuk SIMPAN... Mudahkan,,, di coba yaaa nanti kalau sukses aku kasih hadiah,,,
DeleteOkeyy Guys,, salam ADUHAI 💗💗💗
Alamatnya kan masih di rumah lama. Ya rumahnya Desy
DeleteMatur nuwun Bunda Tien, semoga Bunda sehat selalu Aamiin ya Allah 🙏🙏🙏
ReplyDeleteSami2 Rintoooo
DeleteAamiin, terimakasih mau nyambangin.
Besok Maret ikutan yuk ke Solo.
Saya Pak Tua ....Ikut ah .....
ReplyDeleteMeskipun terlambat koment ...... saya mengikuti mulai episode awal.
Sehat selalu Bu Tien ...👍👍👍
Terimakasih banyak
DeleteAamiin
Sebutin nama dong. Seperti putunjuk diatas, jadi setiap komen langsung muncul nama
Assalamualaikum wr wb. Bagaimanakah kehidupan Nina dan kedua anaknya. Apakah Haryo akan ke rumah Tindy untuk mengembalikan hutangnya,...beranikah dia.. Pertanyaan ini menggelayut menunggu lanjutan ceritanya. Maturnuwun Bu Tien, tdk terasa sdh sampai episode 45,semakin seru.. Semoga Bu Tien beserta keluarga tansah pinaringan karahayon wilujeng ing sadoyonipun. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede..
ReplyDeleteWa'alaikum salam wr wb.
ReplyDeleteAamiin Allahumma Aamiin
Matur nuwun Pak Mashudi
Apa ada anak Haryo dg selingkuhanny yg TDK di ketahui ya?
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam hangat selalu. Aduhai..Ah
Sami2 Ibu Sul.
DeleteADUHAI AH
Lokasi cerita di kota mana yaa?, krn ada kampus, R.S. + Fak Kedokteran, Bandara, Wedangan, bahkan ada Prof.Tindy, dll, tk
ReplyDeleteIni siapa ya? Kenapan unknown ?
DeleteSelamat siang bunda Tien.. Terimakasih MKJ 45..salam sht selalu dri sukabumi🥰🥰🙏🙏
ReplyDeleteSami2 Ibu Farida
ReplyDeleteADUHAI AH
Salam sehat
Alhamdulillah br baca...salam Aduhai bu Tien
ReplyDeleteTerimakasih Bunda Tien, semakin seru cerbungnya...
ReplyDeletesehat2 selalu Bunda Tien,
salam aduhaiii
Alhamdulillah....
ReplyDeleteMtur nuwun Bun....
Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun