Monday, February 21, 2022

MEMANG KEMBANG JALANAN 45

 

MEMANG KEMBANG JALANAN  45

(Tien Kumalasari)

 

Haryo terkejut. Suara itu pernah dikenalnya, tapi yang mendekatinya adalah seorang wanita dengan wajah penuh balutan luka.

“Mas Haryo, aku teraniaya Mas. Sepeninggalmu tak ada yang melindungi aku,” isaknya sambil tangannya meraih lengan Haryo, tapi Haryo menepiskannya.

Sekarang ia yakin, wanita itu adalah Nina, bekas isteri sirinya. Ya, bekas, karena dia telah meninggalkannya.

“Mas, aku tidak punya lagi tempat tinggal yang layak. Aku tidak punya apa-apa mas. Ayo kembalilah, aku bersedia menuruti semua kemauan kamu. Ayo Mas, kembali bersamaku ya Mas,” tangan Nina masih berusaha meraih lengan Haryo. Tapi Haryo melangkah menjauh terpincang-pincang dengan tongkatnya.

“Mas, jangan meninggalkan kami Mas, tolong,” Nina mengejarnya lalu berhenti dihadapannya.

“Pergilah, aku sudah punya kehidupanku sendiri,” kata Haryo sambil mengacungkan tongkat penopang tubuhnya, memberi isyarat agar Nina menyingkir.

“Apa kamu kembali kepada Tindy? Lihat, kamu sakit dan dia tak memperhatikan kamu. Apa yang terjadi Mas, ayo kembali bersamaku, aku akan merawat kamu.”

“Pergi !” Pergi !” Haryo mengobat abitkan tongkatnya, membuat Nina harus menyingkir.

Sementara itu ternyata Haryo sudah memanggil taksi, yang sudah menunggunya. Ia melambaikan tangannya pada taksi itu, dan dengan cepat menaikinya begitu taksi itu mendekat.

“Ayo kita pergi Mas,” perintahnya kepada pengemudi taksi.

“Ya Tuhan, mengapa harus ketemu dia, aku harus cepat-cepat pergi supaya tidak bertemu Desy,” kata batin Haryo, yang memang sejak datang di rumah sakit itu ia menghindarinya, dan berhasil.

“Setelah ini aku tidak akan kontrol di rumah sakit ini,” kata batinnya lagi. Kemudian Haryo merasa lega setelah keluar dari halaman rumah sakit.

“Apa yang Ibu lakukan?” tegur Endah dan Ana dengan kesal setelah ibunya kembali.  Mereka juga melihat Haryo pergi begitu saja.

“Aku berusaha membujuk pak Haryo supaya mau kembali, tapi dia menolaknya.”

“Mengapa Ibu melakukannya?” kesal Ana.

“Kalau ada pak Haryo, kita bisa hidup lebih layak. Bagaimanapun dia punya penghasilan tetap. Daripada kita hidup kekurangan seperti ini. Kalian juga sudah tak punya banyak uang lagi.”

“Gara-gara perempuan bernama Siska itu. Dia mengambil lebih separo dari uangku yang masih tersisa, yang katanya untuk ganti rugi. Lalu kita pergunakan untuk menyewa rumah sederhana itu, untuk berobat dan makan sehari-hari,” omel Ana.

“Apalagi aku. Aku sudah menjual cincin dan kalung yang aku miliki. Entah sampai kapan kita bisa bertahan,” lanjut Endah.

“Itu sebabnya, aku tadi berusaha menghentikan pak Haryo. Tapi tak berhasil.”

“Apa dia pulang ke rumah isterinya?” tanya Ana.

“Entahlah, dia tak pernah mau menjawabnya. Aku kira iya,” kesal Nina.

“Kalau sudah sembuh nanti Ibu harus mencari tahu keberadaan pak Haryo. Coba membujuknya sekali lagi,” kata Endah.

***

Haryo sampai di rumah kecilnya dengan perasaan lega. Sekarang ia sudah bisa bergerak lebih leluasa, setelah tidak lagi mempergunakan kursi roda. Ia merasa bisa melakukan apa saja.

“Biarlah begini keadaan hidupku di hari tua. Tidak apa-apa, semoga ini bisa aku jadikan sebagai pengurangan beban dosaku,” gumamnya sambil membuka pintu rumahnya.

Ia meletakkan bungkusan obat yang dibawanya, disebuah meja di ruang tengah, lalu memasuki kamarnya dan berganti pakaian.

Rumah itu kecil, tapi Haryo mengisinya dengan perabotan yang lengkap, walau sederhana. Ada ruang tamu kecil, ada ruang tengah tempat dia bersantai sambil melihat televisi. Ada dapur dengan perlengkapan yang cukup untuk semua kebutuhannya. Untuk menjerang air, atau memanaskan sayur apabila tersisa. Sayur yang selalu dibelinya melalui on line untuk dimakannya dalam sehari.  Di ruang makan ada sebuah meja makan kecil dan dua buah kursi.  Dan ada sebuah kulkas kecil untuk menyimpan buah atau minuman. Ia merasa tak ada yang kurang. Ia juga mampu membersihkan rumah sendiri, walau Sarman sering datang menjenguknya atau sekedar membantu barangkali Haryo memerlukan sesuatu.

Mobil Haryo sudah terjual atas pertolongan Sarman. Surat pensiun juga sudah turun dan dia bisa mengambilnya untuk makan dan semua keperluannya. Tapi Haryo masih punya beban. Hutangnya kepada Tindy, dan kepada siapapun orangnya yang telah membayar bea rumah sakit ketika dia dirawat. Ketika kasus penganiayaan itu disidangkan, Haryo mengatakan bahwa dia tak mau menuntut apapun. Dia ingin hidup tanpa beban. Berurusan dengan para pengeroyoknya membuatnya tidak akan tenang. Dia ingin memaafkannya dan melupakan semuanya. Ia menganggap bahwa ini adalah pelajaran untuk dirinya.

“Sudahlah, aku tak ingin mengingatnya lagi. Yang aku inginkan sekarang adalah mengembalikan uang Tindy, dan memberikan uang pensiunku untuk dia. Tapi aku baru memikirkan caranya. Tak mungkin kalau aku datang sendiri ke rumahnya,” gumam Haryo sambil melangkah ke meja makan, lalu duduk menghadapi makan siangnya yang sudah agak terlambat.  Pagi tadi dia hanya memesan nasi gudeg sambal goreng, yang sudah dia panasi sayurnya, sehingga tidak basi ketika akan dimakan pada siang dan sore harinya.

“Aku harus makan karena aku harus minum obat,” gumamnya pelan.

Setelah makan itu, Haryo kemudian beristirahat di sofa didepan televisi, dan hanya sebentar dia mengikuti acara di televisi itu, karena kemudian dia tertidur.

***

Hari sudah sore ketika Haryo terbangun. Ia keluar ke halaman kecilnya, dan melihat pohon-pohon bunga melati yang memenuhi sepanjang tembok halaman itu sampai ke jalan.

Bunga-bunga yang kuncup menyembul keputihan. Haryo yakin malam hari nanti kuncup-kuncup itu akan bermekaran dan menebarkan aroma wangi yang menyegarkan. Haryo mengambil selang yang disiapkannya di samping rumah, dan memang dipergunakannya untuk menyiram tanaman, lalu ia menyirami pohon-pohon itu dengan telaten. Ia sengaja menanam melati, karena itu adalah bunga kesayangan Tindy. Saat kemarau seperti waktu itu, melati sangat rajin berbunga. Haryo mengelus pepohonan itu, dan ada rasa miris mengiris jantungnya. Dulu dia tak peduli ketika Tindy dengan rajin merawat bunga-bunga kesayangannya. Sekarang aroma melati itu sangat menyentuh batinnya. Apakah itu berarti masih ada cinta yang tersisa? Haryo juga teringat ketika menyuntingkan sekuntum melati ke kedua telinga Tindy. Ia juga teringat mata bening yang berbinar ketika dia menatapnya lembut, dan mengatakan bahwa Tindy sangat cantik dengan suntingan melati itu di telinganya. Aduhai, kemana bahagia yang saat itu mereka cecap bersama? Haryo sedih mengingatnya. Ia telah mencabik-cabik cinta indah mereka dengan nafsu-nafsu setan yang mengipasinya. Semuanya hancur berkeping-keping. Lalu Haryo sadar, bahwa semua itu tak akan bisa kembali seperti dulu. Dia telah memporak porandakannya hingga menjadi keping-keping kecil yang berhamburan tak bersisa.

Haryo memetik sebuah kuncup yang memutih itu, lalu diciumnya. Setitik air matanya menetes, membasahi pipinya yang mulai timbul keriput.

Haryo mengelus kuntum demi kuntum, dan berjanji akan menunggunya di teras, sampai melati-melati itu mekar, dan harumnya mengelus sanubarinya.

Tanah di pelataran itu telah basah, karena Haryo menyiramnya dengan air. Haryo pergi mandi dan duduk di teras sambil menyiapkan kopi pahit buatannya sendiri. Ia benar-benar akan menunggu saat malam, sampai kuncup-kuncup kecil itu bermekaran.

 ***

Sore hari itu Nina duduk di rumah sewanya yang kecil dan sederhana. Sebagian wajahnya masih tertutup perban, dan rasa nyeri terkadang masih terasa menggigit.

Endah datang dengan membawa segelas teh yang diletakkan didepan ibunya. Tak jauh bedanya dengan Nina, wajah Endah pun masih tertutup perban. Hanya mata dan mulutnya yang masih kelihatan. Beruntung karena dengan begitu dia masih bisa melihat dan menyuapkan makan ke mulutnya. Luka Ana lebih sedikit, tapi goresan memanjang di ke dua  pipinya tampaknya lebih parah karena lukanya lebih dalam. Entah benda apa yang ditorehkan oleh anak buah isteri Reza itu, sehingga meninggalkan luka-luka yang mengerikan.

Nina meraih gelas didepannya, dan meminumnya pelan. Tapi kemudian gelas itu diletakkannya lagi dengan kasar.

“Kenapa Bu?”

“Kamu memberi ibumu minuman apa?

“Tadi Ibu minta teh kan?”

“Teh manis, bukan tanpa gula,” kesal Nina.

“Gulanya habis, Ana lupa membelinya,” jawab Endah enteng.

“Ya ampuun, hanya ingin minum teh manis saja kok susah sekali ya,” keluh Nina.

“Sudahlah Bu, jangan banyak mengeluh. Memang keadaan kita sedang seperti ini, jadi harus diterima apa adanya. Nanti kalau uang kami habis, kita akan makan apa, dan harus tinggal di mana? Ibu harus ikut memikirkan itu.”

Nina terdiam. Dengan wajah yang cacat, bisakah anak-anaknya mendapatkan pekerjaan?

“Apa yang harus kita lakukan?” sedih Nina mengucapkan itu.

“Entahlah. Saat ini kita sedang memikirkan luka-luka ini. Setiap kali berobat harus mengeluarkan uang. Uang kami tinggal tak seberapa lagi. Kita juga butuh makan. Dan membayar uang sewa kalau waktunya habis.”

Nina dan anak-anaknya benar-benar terpuruk dalam kehidupan yang sangat memprihatinkan. Kesenangan yang didapat dan dibanggakan, semuanya lenyap tak bersisa.

Bukankah setiap manusia akan memetik buah dari pohon yang ditanamnya?

***

Tindy sedang berada di halaman rumahnya. Wajahnya berseri melihat pohon-pohon melati yang ditanamnya, semarak oleh kuncup-kuncup putih yang siap bermekaran. Tiba-tiba wajahnya berubah sendu. Ia teringat ketika Haryo menyuntingkan melati di telinganya, dan membisikkan kata-kata cinta yang memabokkan. Seperti juga Haryo, Tindy juga bertanya, kemana semua kisah indah yang pernah mereka jalin? Kemarau yang kering masih bisa membuat pohon melatinya bermekaran. Tapi Tindy bukan melati. Ia hanyalah sesosok manusia yang memiliki hati dan rasa. Ketika kering melanda, maka luruh pula hatinya. Apakah senyuman bisa menghilangkan duka? Itu kan hanya penampakan lahir yang dia tunjukkan demi ketenangan hati anak-anaknya. Tapi bukankah luka itu masih ada?

“Ibu, melatinya banyak sekali,” teriak Tutut yang baru saja keluar dari rumah dan segera menghampiri ibunya.

“Iya, nanti malam pasti mekar semuanya.”

“Masih kuncup, tapi sudah wangi ya bu?”

“Itulah sebabnya Ibu suka bunga melati. Masih kuncup tapi sudah menebarkan bau wangi,” jawab Tindy sambil duduk di sebuah bangku yang ada di pelataran itu. Tutut ikut duduk di sampingnya.

“Bu, terkadang Tutut juga kangen sama Bapak.”

Tindy terkejut. Ditatapnya Tutut dengan pandangan iba. Bagaimanapun Tutut adalah darah dagingnya. Wajar kalau rasa kangen itu ada.

“Dulu Tutut kesal sama Bapak, karena berselingkuh dengan perempuan itu. Tapi sekarang Bapak sudah tidak bersama dia lagi. Tutut jadi kasihan Bu, apalagi Bapak sekarang kan cacat.”

Tindy mengelus kepala Tutut yang bersandar dibahunya.

"Kakakmu tidak tahu dimana ayahmu berada."

“Apa ibu sudah memaafkannya?”

“Sudah sejak dia pergi, ibu memaafkannya.”

“Ibu tidak kelihatan sedih. Apa Ibu membencinya?”

“Tidak. Rasa benci itu racun. Jangan pernah memendam kebencian, walau kepada orang yang menyakiti kita sekalipun.”

Tutut memeluk Ibunya, yang selalu memiliki kata-kata bijak untuk menenangkannya. Dulu kakaknya, Lala selalu mengatakan, bahwa walau tampaknya tersenyum, tapi ibunya pasti terluka. Tutut masih mengingatnya, tapi ketika ditatapnya wajah teduh itu, Tutut tak melihat adanya luka itu. Apakah Ibunya menyimpannya sangat rapat sehingga tak seorangpun melihatnya?

“Apakah Ibu bahagia tanpa Bapak disamping Ibu?”

Tindy terkejut. Tutut dengan polosnya menembak Ibunya dengan kata-kata yang begitu lugas. Tindy tidak bisa ingkar, tapi Tindy tetap saja ingin selalu menyimpan luka hatinya.

“Bu ….”

Tutut menunggu jawaban Ibunya, dengan manatapnya tajam.

“Ibu bahagia karena memiliki kalian. Kamu dan kakak-kakak kamu.”

Tutut terdiam. Apakah itu jawaban dari pertanyaannya?

“Ibu, pernahkah Ibu merindukan Bapak?”

Ya Tuhan, Tutut benar-benar seperti polisi yang sedang menginterograsi pesakitan.

“Bagaimana Bu?”

Tindy mengacak rambut anaknya lembut. Tapi Tutut tahu, Ibunya tak akan menjawabnya.

“Maukah Ibu menerima seandainya Bapak pulang ke rumah?”

Polisi yang satu ini tak kenal putus asa, karena jawaban dari pesakitan di hadapannya sangat berarti untuknya. Lalu Tindy merasa bahwa Tutut belum pernah menanyakannya. Desy yang pernah, dan Tindy sudah menjawabnya.

“Kamu kan tahu, ayahmu itu masih suami Ibu?”

Oh, jadi itu jawabnya? Dan sang polisi itu terdiam sambil mencoba mengurai arti kata Ibunya.

***

Haryo sudah selesai sholat maghrib. Sesuai janjinya ia akan duduk di teras sambil menunggu mekarnya bunga-bunga melati yang berserak di halaman.

Ia memejamkan matanya, dan terlena dalam ingatan masa lalunya.

Ia memandangi anak laki-laki yang menatapnya dengan amarah yang tak terkendali.

“Mengapa Bapak selingkuh? Bapak tidak lagi mencintai ibu?”

“Diam kamu, kamu tidak tahu apa-apa. Dan ingat, ini bukan urusan kamu,” hardiknya, lalu pergi begitu saja.  Tapi Haryo heran, mengapa ada anak laki-laki diantara anak-anaknya yang lain? Lalu Haryo kembali, menuding anak laki-laki itu dengan marah.

“Siapa kamu? Siapa?”

“Bukankah aku anak Bapak juga?”

“Bukan, kamu bukan anakku. Siapa kamu?” teriaknya.

“Pak, saya Sarman, pak.”

Dan suara itu membuyarkan angan-angan Haryo yang seperti tersadar dari alam mimpinya.

“Anakku?” bisik Haryo pelan.

***

Besok lagi ya.

105 comments:

  1. Hooooreeeee.....
    Alhamdulillah dapat juara 1 di MKJ Eps_45
    Terima kasih bu Tien, salam ADUHAI

    ReplyDelete
  2. Replies
    1. Kakaaakkkkk....

      Delete
    2. Besok pakai sepatu roda yaa biara juara wk wk wk

      Delete
    3. Cincing dong, biar kenceng larinya ha ha ha ha

      Delete
    4. Td pas kebetulan tengok blok hehehe,,, sepatu rodanya dipake kakek wkwkwk

      Delete
    5. Assalamualaikum ibu...
      Smoga sehat selalu ya..
      Terima kasih MKJ nya.

      Salam Aduhai..

      Delete
    6. Aku ya kebetulan pas buka blog kok wis tayang....
      Apa kabar di Rinto, posisi dimana ?
      Gabung yuk 26 Maret 2022 di Solo.

      Delete
    7. Di Gresik, njih matur nuwun, masih di laut , semoga sukses acaranya Aamiin 🙏🙏🙏

      Delete
  3. Alhamdulilah Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah akhirnya, sambil ngantuk bisa baca lanjutan 45. Terima kasih bu Tien. sangu tidur

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah, terima kasih Bu Tien.....salam sehat selalu...🙏

    ReplyDelete
  6. Alhamdulilah hatur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang salam kangen dan aduhaai dari Tanggamus, Lampung

    ReplyDelete
  7. Kakek Habi dingin-dingin rupanya ngebut jemput mkj,,,👏👏👏

    Alhamdulillah Sehat selalu ya Bunda Tien,,,
    Terima kasih MKJ 45 sudah tayang,,🥰🥰🥰

    ReplyDelete
  8. Suwun suwun mbak Tien Kumalasari dear salam kangen dan aduhaai dari Tanggamus, Lampung

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah MKJ 45 sudah tayang , terimakasih bunda Tien

    ReplyDelete
  10. Matur nuwun bunda Tien, sehat selalu nggih Bunda.

    Salam ADUHAI dari Klaten.

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah MKJ45 tayang.
    Matur nuwun mbak Tien.
    semoga selalu sehat dan bahagia bersama keluarga. Aamiin.

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah MKJ sudah datang menghibur
    Matur nuwun mbak Tien, semoga kita semua tetap sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin Yaa Robbal'Alaamiin.

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah MKJ 45 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah sudah tayang
    Terima kasih bunda Tien
    Aduhai

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah
    Matut nuwun bu Tien untuk MKJnya
    Langsung Baca ,,

    Senangnya kakek Habi juara 1

    Salam sehat wal'afiat semua bu Tien 🤗🥰

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah sudah tayang.
    Terima kasih bunda Tien

    ReplyDelete
    Replies
    1. Om / Tante Unknown, Bunda Tien ingin menyapamu sebagai pembaca setia, ayo dong di kasih nama biar kami bisa mengenalimu, seperti pepatah TAK KENAL MAKA TAK SAYANG, walaupun UNTUK MENYAYANGI TIDAK PERLU KENAL, tapi tidak ada salahnya jika di kasih nama kaaan, walaupun jika tidak di kasih nama, tidak salah juga hi hi hi hi.........
      Tulisan UNKNOWN di ketuk, lalu ketuk EDIT PROFIL di sudut kanan atas, lanjut isi biodata dan sertakan foto termanis yaa, lalu ketuk SIMPAN, okaay ADUHAI ❤❤❤

      Delete
    2. Terima kasih Arin.
      Gaya bahasanya Rinto nih
      ADUHAI AH

      Delete
  17. Tobat Yo...Tobat deh...InsyaAllah segalanya it's ok...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehee.. Pak Petir kabarnya mengidolakan Endah?
      ADUHAI AH

      Delete
  18. Matur nuwun bunda Tien..

    Salam sehat selalu makin ADUHAI selalu..🥰

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah, matursuwun MKJnya mbak Tien
    Salam sayang dan sehat selalu

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah ...
    Mbak tien semoga selalu sehat nggih ..Aamiin.🌷🌷🌷🌷🌷

    ReplyDelete
  21. Oh jadi Sarman anak Haryo juga?
    Luar biasa...
    Terima kasih mbak Tien

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien.
    Semangat sehat bunda.

    ReplyDelete
  23. Hallow..
    Yustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
    Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
    . Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik,

    ReplyDelete
  24. Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
    ADUHAI.....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah jadi sarman yg selalu membantunya itu anak Haryo....dari istri yg mana ya? Ada yg masih rahasia ini.......salam sehat selalu Bu Tien dan ADUHAI

      Delete
  25. Alhamdulillah MKJ~45 sudah hadir..
    Maturnuwun bu Tien 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  26. Maturnuwun,mb Tien
    Rasanya kok cepet bacanya.
    Nyicil seneng Haryo ga mau sama Nina.
    Salam manis nan aduhai
    Yuli Suryo
    Semarang

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah
    Makasih bu Tien, salam sehat selalu.

    ReplyDelete
  28. Alhamdulillah,matur nuwun Bu Tien ..
    Tansah pinaringan sehat,Aamiin.

    ReplyDelete
  29. Pertemuan keluarga akan terlaksana ketika Lala atau Desy akan menikah. Kan harus ada wali. Begitu kan Bu Tien ? Tapi jangan dulu lah.Biar makin panjang dulu ceritanya. Tiap malam selalu dinanti.

    ReplyDelete
  30. Alhamdulillah yg ditunggu sdh dtg.
    Trimakasih bu Tien. Salam sehat selalu

    ReplyDelete
  31. Pesan yg bagus :
    Rasa benci itu racun.
    Jangan pernah memendam kebencian walau kpd orang yg menyakiti kita sekalipun.

    Monggo ibu Tien, dilanjut aja. Penasaran.
    Matur nuwun, Berkah Dalem.

    ReplyDelete
  32. Alhamdulilah, MKJ sudah tayang..matur nuwun bu Tien
    Ini episode..menarik
    Haryo menikmati kesendiriannya dan mulai mengingat inàdahnya masa lalu...
    Ingat anaknya seperti dalam mimpinya
    akankah dia segera pulang..
    Semoga kerinduan akan muncul.

    Kalimat sangat bagus.dari Tindy.Rasa benci itu racun. Jangan pernah memendam kebencian, walau kepada orang yang menyakiti kita sekalipun.”

    Mugi bu Tien tansah sehat

    Salam aduhai

    ReplyDelete
  33. Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Selamat malam selamat beristirahat semoga Bu Tien selalu sehat... Salam... 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  34. Makasih Bunda untuk MKJ nya.
    Sehat selalu dan salam ADUHAI buat Bunda

    ReplyDelete
  35. Woo apakah Sarman anak pak Haryo?
    Kita tunggu jawaban dari Bu Tien
    Terima kasih bu Tien..kami tunggu kelanjutannya

    ReplyDelete
  36. Matur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah berkunjung.
    Episode padat penuh nasihat, banyak pengalaman hidup terungkap. Bukan sekedar cerita 'ngalor-ngidul' menyenangkan pembaca. Selalu ada pesan moral yang baik. Ngundhuh wohing Pakarti.
    Siapa sesungguhnya SARMAN?
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI....Ah aduhai.

    ReplyDelete
  37. Wah sarman anak haryo dengan istri yg lain lagi dengan siapa ya. Terima kasih bu tien

    ReplyDelete
  38. Maturnuwun bu Tien...MKJ45nyaa..

    Duuuh jd baper jg..liat Haryo n Tindy menikmati melati ditempat yg berbeda..bagaimanapun perjalanan hidup dgn wanita² lain..akhirnya tetap ingatnya ke wanita sahnya..

    Semoga semua yg terbaik ya bu Tien..monggo..

    Nyuwun sewu kolowaudalu pamit rumiyin..🙏🙏
    Senangnya bs bertatap muka wlpn lewat zoom..🤗🥰

    Salam sehat selalu dan aduhaii bangeet bu Tien..🙏💟🌹

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sami2 Ibu Maria
      Lain kali tatap muka beneran ya. Ikut ke Solo kan ?
      ADUHAI AH

      Delete
  39. Alhamdulillah habis libur sekrg sdh tayang MKJ nya. Trm ksh bu Tien salam sehat sll.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sami2 Ibu Handayaningsih
      Salam sehat dan ADUHAI AH

      Delete
  40. Amboi Aduhai sekali.Alhamdulillah Maturnuwun sanget MbakTien.salam u/Sarman hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sami2 Pak Herry
      Salam disampaikan. Heheee
      ADUHAI AH

      Delete
  41. Terima kasih bu tien, masimg masong sdh menwrima dan memetik hadil perbuatannya....apabila haryo sadar dan tidak gengsi alangkah bahagianya....kel nina ancur ancuran dah.... penasaran lanjutannya
    ..
    Salam sehat dan aalam aduhai dari pondok gede

    ReplyDelete
  42. Alhamdulillah MKJ dah tayang
    Yerimakasih bunda Tien
    Semoga bunda Tien selalu sehat
    Salam sehat dan aduhai

    ReplyDelete
  43. Pasukan muka tembok sudah mau gerilya lagi mencari peluang, trus mencari kemana?; anaknya aja yang tiap kali berusaha menemukan nggak berhasil.
    Apalagi yang keluargaris, udah dinikmati aja tanpa harapan, dengan harap-harap cemas.
    Ngeri juga baru ngebayangin, amit-amit.

    Beneran mau ngirim kuwajibanmu, baru nyadar, berarti kemaren-kemaren gila ya, lupa ingatan, sampai puluhan tahun.

    Paling pakai perantara Sarman, pakai jasa jadul aja weselpos, paling ditumpuk sama Tindy.
    Ini duwit dari bapak mu, sama saja dengan diam-diam tentu.

    Mengheningkan cipta aja mengenang masa lalu yang nggak mungkin kembali, tinggal kenangan.
    Kaya kalah perang nggak mau ngaku kalah, tinggal glanggang colong playu; njênthar, ngumpêt akhirnya.

    ADUHAI

    Derita tiada akhir, jangan-jangan rombongan topèng datang bayang bayangin di rumah Tindy.
    Memastikan ada apa enggak di rumah itu.



    Terimakasih Bu Tien;

    Memang Kembang Jalanan yang ke empat puluh lima sudah tayang.

    Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nanaaaang
      Nuwun ocehannya ya..
      Aamiin doanya
      ADUHAI AH

      Delete
  44. Oh bijak sekali kata2 Bu tindy...
    Sarman...sarman apa sopir yg sering nengok Haryo di rumahnya itu anak Haryo..oh..oh tambah seru Bu Tien ceritanya.. trims Bu Tien telah menghibur

    ReplyDelete
  45. Desi tidal terpikirkan utk.menanyakan alamat pa Haryo melalui tampat pendaftàran pemeriksaan rumah sakit..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hey Guys..... edit profilmu biar Bunda Tien & semua pembaca mengenalmu.... Dengan cara : Itu tuh tulisan UNKNOWN yang warna kuning di ketuk ,,, lalu ketuk EDIT PROFIL di sudut kanan atas, lalu isi biodata & sertakan foto termanismu yaa,, jangan foto mantan atau tetangga hi hi hi.. lalu ketuk SIMPAN... Mudahkan,,, di coba yaaa nanti kalau sukses aku kasih hadiah,,,

      Okeyy Guys,, salam ADUHAI 💗💗💗

      Delete
    2. Alamatnya kan masih di rumah lama. Ya rumahnya Desy

      Delete
  46. Matur nuwun Bunda Tien, semoga Bunda sehat selalu Aamiin ya Allah 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sami2 Rintoooo
      Aamiin, terimakasih mau nyambangin.
      Besok Maret ikutan yuk ke Solo.

      Delete
  47. Saya Pak Tua ....Ikut ah .....
    Meskipun terlambat koment ...... saya mengikuti mulai episode awal.
    Sehat selalu Bu Tien ...👍👍👍

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimakasih banyak
      Aamiin
      Sebutin nama dong. Seperti putunjuk diatas, jadi setiap komen langsung muncul nama

      Delete
  48. Assalamualaikum wr wb. Bagaimanakah kehidupan Nina dan kedua anaknya. Apakah Haryo akan ke rumah Tindy untuk mengembalikan hutangnya,...beranikah dia.. Pertanyaan ini menggelayut menunggu lanjutan ceritanya. Maturnuwun Bu Tien, tdk terasa sdh sampai episode 45,semakin seru.. Semoga Bu Tien beserta keluarga tansah pinaringan karahayon wilujeng ing sadoyonipun. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede..

    ReplyDelete
  49. Wa'alaikum salam wr wb.
    Aamiin Allahumma Aamiin
    Matur nuwun Pak Mashudi

    ReplyDelete
  50. Apa ada anak Haryo dg selingkuhanny yg TDK di ketahui ya?
    Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu. Aduhai..Ah

    ReplyDelete
  51. Lokasi cerita di kota mana yaa?, krn ada kampus, R.S. + Fak Kedokteran, Bandara, Wedangan, bahkan ada Prof.Tindy, dll, tk

    ReplyDelete
  52. Selamat siang bunda Tien.. Terimakasih MKJ 45..salam sht selalu dri sukabumi🥰🥰🙏🙏

    ReplyDelete
  53. Sami2 Ibu Farida
    ADUHAI AH
    Salam sehat

    ReplyDelete
  54. Alhamdulillah br baca...salam Aduhai bu Tien

    ReplyDelete
  55. Terimakasih Bunda Tien, semakin seru cerbungnya...
    sehat2 selalu Bunda Tien,
    salam aduhaiii

    ReplyDelete
  56. Alhamdulillah....
    Mtur nuwun Bun....
    Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun

    ReplyDelete

SEPASANG MERPATI TUA

SEPASANG MERPATI TUA (Tien Kumalasari) Sepasang merpati tua,  dulu pernah muda mengepakkan sayap bersama,  berteman angin dan dedaunan mengh...