MEMANG KEMBANG JALANAN 44
(Tien Kumalasari)
“Aauuww,” Endah menjerit sambil memegangi pipinya yang
memerah.
“Enak ya? Masih kurang ?”
Plaakkk!!”
Sekali lagi tamparan mengenai pipi sebelahnya. Endah
menjerit-jerit karena tamparan itu sangat keras, dan ia yakin wajahnya sekarang
pasti bengkak membiru.
Nina dan Ana marah bukan alang kepalang. Keduanya maju dan menyerang si wanita cantik dengan garang. Tapi wanita itu bisa menghindar,
sedangkan ketiga laki-laki yang mengawalnya maju bersama, mendorong keduanya
hingga jatuh terjengkang.
“Ada apa kalian ini?” Nina menjerit sambil berusaha
bangkit. Ia mengusap sikunya yang berdarah.
“Kalian ini mau merampok ya?” teriak Ana yang sudah
bangkit terlebih dulu.
Wanita cantik itu tertawa keras.
“Apa? Merampok? Kalianlah yang merampok milik aku.
Merampok suamiku, dan merampok rumahku.”
“Apa?”
Nina dan Ana saling pandang, sedangkan Endah bungkam
karena merasa kesakitan pada wajahnya.
“Apa? Apa? Nggak percaya? Rizal itu suami aku. Enak
saja kamu tinggal disini ongkang-ongkang dan menikmati kekayaan suamiku? Dasar
murahan!”
“Tta_ tapi….”
“Tidak ada tapi-tapi, segera pergi dari rumah ini atau
aku hajar kalian semua.”
“Tidak mau, aku harus menunggu pak Rizal, dia yang
menyuruhku tinggal disini.”
“Lancang kamu. Pokoknya aku tidak mau tau. Seret
mereka keluar dari sini,” perintah wanita cantik itu kepada para pengawalnya.
Hajar dulu sampai wajahnya yang sok cantik itu tidak
lagi menarik!” lanjutnya kemudian membalikkan tubuhnya dan masuk ke dalam
mobil.
Ketiga laki-laki itu maju dan menarik tubuh mereka, lalu
menghempaskannya ke tanah. Ketiganya menjerit-jerit kesakitan. Itu belum cukup.
Wajah mereka pun dihajarnya sampai luka dan berdarah-darah.
“Pergi atau kami akan memperkosa kalian?”
“Nina bergidik mendengarnya. Tubuhnya sudah sakit
semua, dan banyak luka di wajah. Tapi karena ketakutan, dengan langkah tersaruk
mereka keluar dari halaman dengan saling bergandengan tangan.
“Pergi ! Pergi ! Pergi !” teriak ketiga laki-laki itu
sambil tertawa terbahak-bahak.
“Kalau sudah, kunci pintunya dengan gembok. Gemboknya
ada di mobil,” perintah wanita itu dengan berteriak.
Salah satu dari laki-laki itu kembali ke mobil dan
mengambil gembok yang sudah di persiapkan, lalu menggembok rumah itu tanpa
ampun.
Nina dan anak-anaknya berjalan tersaruk, dan hampir
terjatuh ketika mobil wanita cantik itu melaju di sampingnya, bahkan hampir
menyerempet tubuh Nina yang berjalan agak ketengah.
Tak ada mulut yang sempat mengumpat, karena
masing-masing sedang meratapi rasa sakit yang mendera.
Mereka kemudian duduk di sebuah gardu ronda, dan
menangis bersama di sana.
“Apa yang harus kita lakukan? Barang-barang kita
tertinggal di sana. Kita tidak membawa apapun, kita tidak bisa melakukan
apapun.”
“Cari yang namanya Reza. Telpon dia.”
“Tapi Endah tidak membawa ponsel Bu.”
“Aku membawa, nih, telpon dia. Dia yang harus
bertanggung jawab. Isterinya sampai marah-marah seperti orang kesetanan.”
Tapi berulang kali Endah menelpon, tak ada jawaban.
Ponsel Reza dimatikan.
“Apa yang harus kita lakukan?”
“Kita luka parah seperti ini, kita butuh perawatan,
tapi kita tak punya uang,” keluh Nina.
“Begini saja, kita langsung ke rumah sakit saja, aku
tak tahan lagi," kata Endah sambil ambruk sembarangan di lantai gardu ronda itu.
“Bu, aku tidak mau lagi bekerja seperti ini,” kata Ana
“Apa maksudmu?”
“Sungguh Bu, aku takut.”
“Ya sudah, kita ke rumah sakit saja dulu.”
“Naik apa Bu, rumah sakit jauh dari sini.”
“Menyetop mobil lewat, sembarang saja, pasti ada yang
menolong kita,” kata Nina.
***
“Apa? Kalian datang dalam keadaan babak belur, apa
yang terjadi?” teriak Siska dengan mata melotot setelah menyusul ke rumah
sakit.
“Tolonglah Sis, kami sedang mendapat musibah, gampang
nanti, kamu kan bisa menghitung semuanya,” kata Nina memelas.
Kemudian Nina menceritakan semua kejadian yang
menimpanya dengan terbata-bata.
“Jadi rumah yang katanya diberikan sama kamu itu sebenarnya
punya isterinya pak Reza?” tanya
“Yang jelas milik pak Reza, kan isterinya juga merasa
ikut memiliki?” kata Nina.
“Dasar bodoh. Kamu meninggalkan pekerjaan yang enak
dan menghasilkan, memilih jadi isteri simpanan dan dibodohi sama laki-laki yang
namanya Reza itu,” omel Siska.
“Bisakah kami melaporkan semuanya ke polisi?”
“Percuma saja. Pak Reza itu punya banyak anak buah.
Saat kamu melapor, maka kamu tak akan bisa melihat lagi hari esok.”
“Tapi ini kan perbuatan isterinya?”
“Apa bedanya? Mereka punya pengaruh dimana-mana. Mereka
juga punya anak buah yang akan melakukan apapun atas perintah majikannya. Jadi
lebih baik tidak berurusan dengan mereka.”
“Jadi seandainya kami minta tolong ke kamu agar
menghubungi pak Reza, kamu juga tidak akan bisa?”
“Untuk apa?”
“Aku hanya ingin mengambil barang-barangku.”
“Barangkali mereka sudah membakar barang-barang kamu dan
sudah menjadi abu. Jadi relakan saja. Seperti kataku tadi, lebih baik tidak
berurusan dengan mereka.”
Nina terdiam, demikian juga Endah. Hanya ada uang di
tabungan mereka.
“Sekarang wajah kalian jadi penuh luka, aku yakin
tidak akan menarik lagi seperti sebelumnya.”
Ketika ketiganya selesai dirawat, Siska mengajaknya
pulang ke rumahnya. Ia kesal melihat wajah Ana dan Endah yang hampir seluruhnya
diperban karena luka yang cukup parah.
***
“Tante, saya ingin berhenti saja setelah ini.”
“Hm, aku juga tidak terlalu yakin bahwa setelah sembuh
kamu masih akan kelihatan menarik seperti sebelumnya. Baiklah, terserah kamu
saja, tapi ingat, seperti Endah, kamu juga harus memberi aku ganti rugi."
“Sis, mengapa kamu begitu kejam? Kami sudah tak punya
apa-apa lagi. Barang-barang kami tertinggal di rumah itu dan kami tak berani
mengambilnya,” kesal Nina.
“Aku tidak bodoh Nin. Ana bisa mengurus tabungannya,” bengis
Siska.
“Tabunganku kan tidak banyak tante, itu akan saya
pergunakan untuk hidup bersama Ibu.”
“Terserah apa yang akan kamu lakukan, yang penting
kamu harus membayar. Dan juga mengganti uang yang sudah aku pergunakan untuk
membayar beaya rumah sakit tadi.
“Padahal kami kan harus kontrol ke rumah sakit tiga
hari lagi?” desah Ana.
“Aku akan melihat seberapa besar tabungan kamu. Yang
penting aku tak mau rugi. Besok kalau perban di wajah kamu itu sudah dilepas,
kamu bisa mengurus semua tabungan kamu. Tidak apa-apa aku bisa kok mengantarkan
kamu.”
Nina merasa putus asa. Ia mencoba membujuk Ana supaya
tidak berhenti.
“Ana, coba pikirkan sekali lagi, masih ada kesempatan
untuk melakukan hal yang menguntungkan. Bahkan Endah juga bisa. Ya kan Sis?”
“Tidak, rasanya tidak, apa wajah mereka masih menarik
setelah perban itu dilepas? Aku tidak mau menjual dagangan yang tidak menarik. Kecuali
kalau wajah mereka masih pantas diperjual belikan. Jadi lebih baik urus dulu
uang kamu, lalu kita bicara tentang ganti rugi itu.”
***
Hari itu Desy bertugas di ruang UGD. Ia heran melihat
tiga orang wanita yang wajahnya hampir tertutup perban kecuali matanya, sedang
kontrol karena luka-lukanya. Ia tidak
sedang berjaga disitu ketika ketiga pasien itu datang.
Desy melepas perban Nina, dan walau penuh balur-balur
luka, ia mengenali wajah wanita itu. Ia pernah melihatnya di rumah makan, dan
hampir mendampratnya karena mereka berbicara buruk tentang ayahnya. Desy
menatap wajah itu dengan penuh kebencian. Karena wanita itulah ayahnya harus meninggalkan
ibunya,
Tapi kemudian Desy sadar, seorang dokter tidak boleh
bicara dengan perasaannya, tapi dengan rasa kemanusiaannya. Perasaan itu bisa
bermacam-macam. Suka, benci, cinta. Aduh, bicara tentang cinta ia jadi teringat
Danarto yang berada jauh di sana. Bagaimanapun Desy sadar, bahwa dia merasa
nyaman ketika berada disampingnya. Ya ampun, Desy melamun dan ngelantur. Ini
kan tentang perasaannya kepada pasien yang akan ditanganinya? Kok bisa sampai
ke Danarto. Desy mencoba menenangkan perasaannya, membuang rasa benci yang
membakar nadinya. Membuang bayangan Danarto yang melintas sekilas dalam
bayangannya. Ia melihat ke arah samping, ada dua orang wanita dengan keadaan
hampir sama. Wajahnya penuh dengan balutan perban. Apakah Nina dan kedua
anaknya mengalami kecelakaan? Desy ingin bertanya, tapi diurungkannya.
“Dok,” Desy terkejut ketika ia hanya memegangi gunting
dan menatap pasiennya tak berkedip. Perawat itu mengingatkannya.
Nina dan Endah serta Ana memang sedang kontrol setelah
tiga hari yang lalu mendapat penanganan. Dan kebetulan Desy menangani pasien
bernama Nina.
Desy tersenyum menatap perawat yang mengingatkannya.
“Ini ketiga-tiganya korban penganiayaan dok, tiga hari
yang lalu,” oceh perawat itu tanpa ditanya.
“O.”
Nina menatap dokter muda yang dengan cekatan melepas
perban di wajahnya. Ia merasa pernah melihatnya. Tapi lupa dimana.
“Wah, lukanya melepuh,” gumam Desy.
“Sakit sekali dok,” keluh Nina, sementara Ana dan
Endah terdengar mengerang kesakitan ketika luka-lukanya dibubuhi obat.
“Kasihan, wajahnya cantik jadi nggak cantik lagi ini,”
seru salah seorang perawat yang menangani Ana.
“Kok bisa bertiga luka di wajah semua?”
Ana dan Endah tidak menjawab. Masa dia harus bercerita
tentang aibnya?
Kalau Ana dan Endah tidak merasakan apa-apa kecuali
sakit karena luka-lukanya, Nina mulai mengingat, siapa dokter muda yang sedang
menanganinya.
“Ini anaknya mas Haryo. Dia mengenali aku tidak
ya? Celaka kalau sampai dia mengenali
aku. Jangan-jangan bukan obat yang dibubuhkannya, tapi racun,” bisik batinnya
sambil meringis menahan sakit.
“Benar-benar sakit sekali ini, aduh. Bagaimana kalau
dia membunuhku?” Nina masih berprasangka.
“Kok sakit sekali ya.” Katanya curiga.
“Tentu saja sakit Bu, luka di wajah Ibu ini
membengkak, apa Ibu menyiramnya dengan air?”
“Tidak sengaja. Tersiram.”
“Luka-luka ini infeksi, jadi harus dibersihkan.”
Untunglah yang menjawab sang perawat, kalau Desy,
pasti Nina menuduhnya bohong.
“Apa wajahku bisa bersih seperti sebelumnya?”
“Kemungkinannya tidak bisa seperti dulu Bu, ada
bekas-bekas luka di sana-sini. Demikian juga kedua putri Ibu,” lagi-lagi
perawat itu yang bicara, sementara Desy yang sibuk membubuhkan obat enggan
untuk membuka mulut.
“Aduh. Kalau tidak bisa pulih
bagaimana?” itu kata Ana atau Endah yang
ditangani tak jauh dari ibunya.
“Dengan oplas Mbak.”
“Wah, itu kan mahal?”
Desy segera keluar dari ruangan setelah selesai dengan
tugasnya. Ia tak ingin berlama-lama berada didekat Nina dan anak-anaknya,
karena walau ditahannya, rasa kesal itu tetap saja ada.
***
“Tut, tahu tidak, tadi di tempat aku bertugas, ada
pasien istimewa.” kata Desy siang itu ketika pulang dari rumah sakit.
“Pasien istimewa itu apa? Wajahnya sangat ganteng?
Awas ya, aku bilangin sama mas Danarto, bahwa Mbak Desy selingkuh,” goda Tutut.
“Iih, kamu itu ngomong apa sih? Ngaco deh.” Kesal Desy.
“Mbak nggak jelas ceritanya, pasien istimewa itu kan
biasanya yang menarik, yang memberi kesan baik.”
“Aku belum selesai ngomong. Pasien itu tidak memberi
kesan baik, tapi kesan menyebalkan.”
“Memangnya kenapa?”
“Kamu tahu tidak? Pasiennya itu Bu Nina. Dan kedua
anaknya.”
“Oh, tiga-tiganya sakit?”
“Tiga-tiganya terluka pada wajahnya, karena dianiaya.”
“Mampus !!” teriak Tutut.
“Eh, Tutut, siapa mengajari kamu bicara kasar seperti
itu?” kata Tindy yang tiba-tiba muncul.
“Maaf Bu, saking jengkelnya Tutut.”
“Mengapa mengotori hati dengan perasaan jengkel atau
benci? Bahkan sampai mengeluarkan kata-kata kotor yang sama sekali nggak pantas
didengar.”
“Maaf Bu. Mbak Desy cerita yang sangat luar biasa.
Nina dan kedua anaknya luka pada wajahnya karena dianiaya. Ketiga-tiganya. Itu
kan mendapat balasan dari Yang Maha kuasa. Ya kan Bu?”
“Tidak, kamu atau kita tidak boleh memvonis seseorang
dengan kata-kata itu. Balasan atau bukan, itu bukan urusan kita, dan bukan
wewenang kita untuk mengatakan bahwa itu adalah balasan. Barangkali Yang Maha
Kuasa sedang memberinya pelajaran agar mereka sadar akan kesalahan yang
dilakukannya, bukan membalasnya atau menghukumnya.”
“Maaf Bu,” kata Tutut sambil merangkul ibunya.
***
Nina agak kesal karena setelah dirawat lukanya, mereka
masih menunggu agak lama karena mengambil obatnya harus ngantri. Padahal
sekarang ketiganya harus tinggal di rumah kontrakan yang kecil dan sempit,
setelah Siska tak mau lagi menampung mereka, begitu Ana juga tak lagi bekerja
untuk Siska.
Ana dan Endah sudah terkantuk-kantuk sambil bersandar
pada sandaran kursi.
“Kalian itu bisa-bisanya tidur,” gerutu Nina. Endah
dan Ana tak menjawab, tetap menyandarkan tubuhnya dengan mata setengah
terpejam.
Tiba-tiba Nina terkejut. Seorang laki-laki dengan
tongkat dan kacamata hitam melintas. Laki-laki itu dikenalnya. Nina sontak berdiri dan mengejarnya.
“Mas Haryo!”
***
Besok lagi ya.
Yes
ReplyDeleteYess mbk...juara 1
DeleteAkhirnya bu lin juara lg . Selamat ya yg dr Aceh blom ngantuk ya mungguin MKJ, mantaaabh 👍
DeleteTrimakasih bunda Tien ❤️😘🙏
Selamat jeng Iin .....
DeleteTak tinggal share TOPENG 12 Episode
karo nyruput kopi, lha kok wis tayang sementara ket sore tak
wapri mung contreng 1
Matur nuwun bu Tien
Wis meh mapan bobo, wis kebas² spreiku karo nyiapke guling sing ora isa ngentut. Hahaha
Alhamdulillah....sabar menunggu MKJ44...suwun bu Tien...salam aduhai
DeleteKl di Aceh kan terpaut 1 jam krn WIB di u kung barat
DeleteKbtln pas buka blog tayang
Nah yes aj lgsg mojok
Kl di Aceh kan terpaut 1 jam krn WIB di ujung barat
DeleteKbtln pas buka blog tayang
Nah yes aj lgsg mojok
alhamdulillah
ReplyDeletehoreee
ReplyDelete
ReplyDeleteMaturnuwun Bu Tien, ceritanya semakin menarik saja dan semoga Bu Tien beserta keluarga senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin, sehat wal afiat. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari tanggamus...
Yesss.
ReplyDeleteAlhamdulillah....
ReplyDeleteMtnuwun mbk Tien
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah akhirnya... MKJ44 sdh tayang.
ReplyDeleteterima kasih mbak Tien.
semoga selalu sehat, selamat berlibur bersama keluarga. Aamiin
Alhamdulillah,mkj sdh tayang manusang bu Tien slm sehat tetap cemungud
ReplyDeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteMatur nuwun bu
Alhamdulillah MKJ~44 telah hadir.. maturnuwun bu Tien 🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMakasih Bunda,salam sehat dan Aduhai
Matur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah tayang.
ReplyDeleteYes, udh tayang aja. Suwun bu Tien, selamat malming, sugeng istirahat
ReplyDeleteMatur nuwun jeng Tien ,,senajan bengi tetep tak enteni looo,,
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlamdulillah...
ReplyDeleteYang ditunggu tunggu telah hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan dan tetap semangat
Salam ADUHAI dr Cilacap..
Alhamdulillah walau agak malam, semoga mbak Tien sehat selalu, salam ADUHAI..
ReplyDeleteAlhamdulillah MKJ 44 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih bunda Tien
Aduhaiiiii
Alhamdulilah, sdh terngantuk ngantuk nungguin ..tks bu tien ..salam sehat dan salam aduhai dari pondok gede
ReplyDeleteNina, endah dam anna sdh mendapat jalan ddari Allah nuntuk berhenti berbust maksiat..smg bisa sadar...apakah pak haryo msu jadi tempst bersandar lagi? Sepertinya tidak ya bu tien he he he
DeleteMakasih bu Tien semoga sehat selalu.
ReplyDeleteAlhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Selamat malam selamat beristirahat semoga Bu Tien selalu sehat... Salam... 🙏🙏🙏
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah tayang.
ReplyDeleteCepat sekali pembalasannya, langsung hancur lebur.
Sy kira Haryo tidak mau lagi memperhatikan Nina.
Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI Ah...Ah..
Kasihan .Nina dan anak anaknya luka di wajah dan hidup menderita. Semoga Haryo tidak mempan rayuan dan rengekan Nina. Kecacatan yg diderita Haryo adalah karena ingin melindungi Ana eh malah fatal jadinya. Matur nuwun bu Tirn..tidak jadi yg pertama tdk apa apa..yg penting bisa untuk sangu tidur
ReplyDeleteAlhamdulillah.. matur nuwun mbak Tien, cerbung MKJ Eps 44 sudah hadir menghibur
ReplyDeleteSalam sehat dan salam hangat Dari Tgr.
Alhamdulillah... tayang... ditungguin...bolak balik lihat
ReplyDeleteAkhirnya....
Apa yang akan dilakukan Nina ya ..dgn bertemunya kembali dg Haryo..
Salam sehat mbak Tien ...
Aduhaiii
Trimakasih mbak Tien MKJ44nyaaa..
ReplyDeleteSiska sadiiiis...😠😠
Wadoooh...Nina ketemu Haryo...apa yg mau dikatakannya..mohon2 lagi utk balikan dgn modus memelas..uuh..moga Haryo ga gubris yaa..😏
Waduuh..lanjutannya senin..
Salam sehat n aduhaiii banget mbak Tien..🙏💟🌹
Besok Istirohat dulu nggih Mbak.Maturnuwun biar tetep sehat semangat & sumringah
Deleteakankah p haryo kembali dlm. pelukan Nina? hanya mb Tien yg tahu akan dibw kmn crt ini? slm setoja sll utk mb Tien dan para pctk🙏
ReplyDeletePasti Pak Haryo berhenti,lalu memandang Nina ... ADUHAI ... matyr nuwun Mbak Tien .. selamat berkahir pekan salam sehat bahagia
ReplyDelete𝑻𝒆𝒓𝒊𝒎𝒂 𝒌𝒂𝒔𝒊𝒉 𝒎𝒃𝒂𝒌 𝑻𝒊𝒆𝒏. ..
ReplyDeleteAlhamdulillah.. yang ditunggu sudah bisa dinikmati, terima kasih bunda Tien
ReplyDeleteselamat berakhir pekan dan beristirahat
Aduhai.. ah
Alhamdulillah...
ReplyDeleteYang ditunggu tunggu telah hadir gasik
Matur nuwun bu Tien...
Salam sehat penuh semangat dari Rewwin...🌿
Sugeng ndalu bu Tien
ReplyDeletealhamdulillah matirnuwun...
ReplyDelete𝐃𝐢𝐭𝐞𝐧𝐠𝐚𝐡 𝐩𝐞𝐧𝐝𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚𝐚𝐧 𝐲𝐠 𝐝𝐢𝐚𝐥𝐚𝐦𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐍𝐢𝐧𝐚 𝐝𝐚𝐧 𝐚𝐧𝐚𝐤𝐧𝐲𝐚 𝐤𝐞𝐭𝐞𝐦𝐮 𝐇𝐚𝐫𝐲𝐨.. 𝐀𝐩𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐭𝐞𝐫𝐣𝐚𝐝𝐢.. ??? 𝐊𝐢𝐭𝐚 𝐭𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮 𝐬𝐚𝐣𝐚 𝐤𝐞𝐥𝐚𝐧𝐣𝐮𝐭𝐚𝐧𝐧𝐲𝐚 𝐡𝐚𝐫𝐢 𝐒𝐞𝐧𝐢𝐧 𝐦𝐚𝐥𝐚𝐦.
ReplyDelete𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐝𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐡𝐚𝐠𝐢𝐚 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐁𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚..🙏🙏🙏
Bu Tien, salam kenal ya....
ReplyDeleteHaduuhhh... Rayuan apalagi yg akan di perankan Nina... Semga pak Haryo tidak akan memperdulikan Nina lagi.......
ReplyDeleteSelamat malam .bu Tien terima kasih sehat selalu
ReplyDeleteSami2 Ibu Yanti
DeleteAamiin
Semua udah dapat peringatan dari Alloh baik Nina besrta kedua anaknya dan Haryo semoga mereka sadar.....
ReplyDeleteTrims Bu Tien sudah menghibur
Sami2 Ibu Suparmia
DeleteADUHAI AH
Makin seru ceritanya dan semakin penasaran lanjutannya....Haryo mesti tidak mengenali Nina lagi karena wajahnya rusak..... terima kasih Bu Tien salam seroja dan ADUHAI
ReplyDeleteSami2 Ibu Ika
DeleteADUHAI AH
Alhamdulillah,terima kasih Bu Tien ..
ReplyDeleteSehat dan bahagia bersama keluarga,
Aamiin.
Sami2 Inu Rini
DeleteAamiin
Yg ditunggu² smpe kbawa mimpi...he... terima kasih mbu tieb... sehat² trz....
ReplyDeleteHaryo jangan terima lagi perempuan yg menghancurkan rumah tanggamu dg Tindy. Dan mengabaikanmu saat kau membutuhkanny
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam sehat selalu. Ah.. Aduhai.
Sami2 Ibu Sul
DeleteSalam sehat ADUHAI AH
Alhamdulillah.....semakin penasaran heemmm.... Memang aduhai Ibu Tien ...sehat Sll Ya Bu Tien ....
ReplyDeleteTerimakasih perhatiannya Ibu Tuti
DeletePg, mb Tien
ReplyDeleteSemoga Haryo sdh tdk mau lg dengan Nina. Kembalilah pada Tindy n anak2
Salam manis, sehat n aduhai
Yuli Suryo
Semarang
Salam ADUHAI yang manis buat Ibu Yuli
DeleteAssalamualaikum wr wb. Nina bersama kedua anaknya babak belur... Haryo juga babak belur. Sama2 ambyar..kasihan sekali. Maturnuwun Bu Tien, monggo dilanjut, di tunggu di episode berikutnya. Semoga Bu Tien tansah pinaringan karahayon wilujeng ing sadoyonipun. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Salam sehat dari Pondok Gede ....
ReplyDeleteWa'alaikum salam wr wb.
DeleteAamiin ya Robb
Matur nuwun pak Mashudi
Semakin penasaran menanti kelanjutan ceritanya. Kutunggu selalu lanjutannya. Semoga Bu Tien selalu sehat sehat dan bahagia, menguntai kata demi kata nan elok menawan. Salam dari Purwokerto
ReplyDeleteAamiin
DeleteTerimakasih Ibu Ira
ReplyDeleteNina Endah Anna ditolong Desi Nina melihat pa Haryo ketika Endah dan Anna tidurNina memanggil Haryo.Apa yg terjadi selanjutnya ?????? Apakah Desi.masih tugas semiga dia bisa berjumpa pa Haryo.
Sayangnya Desy sudah pulang
DeleteMudah”han pa haryo tidak mau lagi sama nina
ReplyDeleteBiarkan saja nina pa haryo jangan d lihat, d sapa
Greget aku hehehe
Aku juga greget Ibu Engkas
DeleteNah lho, jadi penasaran. Apakah nina berhasil mengejar serta menjerat haryo kembali? Aduhai!
ReplyDeleteADUHAI AH Ibu Echy
ReplyDeleteKaya rombongan serangga lalat; pikiran nya kotor melulu, aduh repot ya, ini kan co-ass lagi belajar pertolongan pertama tindakan awal mengatasi luka baru atau lama, untung sudah dapat teori dari seniornya juga ibunya tentu, iih marêgi(mbedhêdhêg) tênan ngadêpi pasièn kaya gitu.
ReplyDeletePikirannya negatip terus, untung perawatnya ngasih intro biar iramanya tidak meninggi, fals lagi.
Baru mengenyam masa jaya beberapa hari sudah kena kekacauan, sudah kembali nol malah minus.
Habis sudah harapan, nggak tersisa.
Kebetulan ketemu temen lama, yang dulu berniat mendidik agar bisa mandiri, walau meninggalkan pelajaran bahkan dengan sombong anak yang merasa produktif mencibir mengolok olok dengan bengis, walapun bagaimana harapan itu timbul lagi, harap harap cemas juga, itu kalau punya nurani; yah apa boleh buat.
Teriaklah Nina memanggil manggil 'sang temen lama', nggak perduli itu di area rumah sakit, yang memerlukan ketenangan, jauh dari kegaduhan.
Bersediakah 'sang temen lama' diajak reunian?
Setelah menolak untuk menerima pembelajaran kemandirian bahkan berkata kasar, ataukah 'sang temen lama' menghindar seolah-olah salah orang, walaupun tanpa malu meraung raung seperti biasanya, bahkan meneriakan masalah tidak memberi nafkah, seolah 'sang temen lama' tega melakukan pada mereka; atau 'sang temen lama' merasa kasihan, kan 'temen lama', dan mau balikan lagi, setelah 'sang temen lama' juga kena limbah luka ketika dia berusaha mengingatkan ketidak benaran, sikap dan perilaku salah satu anak Nina, yang tidak senonoh di ruang publik.
Hayuh gimana kamu Haryo..
Tambah masalah kowé, bruwêt ora.
Badar; percumah menyendiri, kalau jadi pulang membawa rombongan.
Nggak jadi begawan.
ADUHAI..
Desy sudah off ya, tinggal nanti giliran jaga malam.
Kalau ada wah bisa-bisa pada sama-sama orasi diatas mobil komando demo.
Mana satpam ...
Terimakasih Bu Tien;
Memang Kembang Jalanan yang ke empat puluh empat sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Nanaaang..
DeleteUmyek dewe.
Wwkkwkk..
Trim Nang.
Sami2
Aamiin
Ini lokasi ceritanya dimana sih?, krn komplit ada RS, Fak Kedokteran, Bandara, wedangan khas jawa, dll
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun MKJnya
ReplyDeleteSami2 Ibu Umi
DeleteAlhamdulillah.....
ReplyDeleteMtur nuwun Bun.....
Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun
Sami2 Wo
ReplyDeleteAamiin..
Mengintip
ReplyDelete