Saturday, February 19, 2022

MEMANG KEMBANG JALANAN 44

 

MEMANG KEMBANG JALANAN 44

(Tien Kumalasari)

 

“Aauuww,” Endah menjerit sambil memegangi pipinya yang memerah.

“Enak ya? Masih kurang ?”

Plaakkk!!”

Sekali lagi tamparan mengenai pipi sebelahnya. Endah menjerit-jerit karena tamparan itu sangat keras, dan ia yakin wajahnya sekarang pasti bengkak membiru.

Nina dan Ana marah bukan alang kepalang. Keduanya maju dan menyerang si wanita cantik dengan garang. Tapi wanita itu bisa menghindar, sedangkan ketiga laki-laki yang mengawalnya maju bersama, mendorong keduanya hingga jatuh terjengkang.

“Ada apa kalian ini?” Nina menjerit sambil berusaha bangkit. Ia mengusap sikunya yang berdarah.

“Kalian ini mau merampok ya?” teriak Ana yang sudah bangkit terlebih dulu.

Wanita cantik itu tertawa keras.

“Apa? Merampok? Kalianlah yang merampok milik aku. Merampok suamiku, dan merampok rumahku.”

“Apa?”

Nina dan Ana saling pandang, sedangkan Endah bungkam karena merasa kesakitan pada wajahnya.

“Apa? Apa? Nggak percaya? Rizal itu suami aku. Enak saja kamu tinggal disini ongkang-ongkang dan menikmati kekayaan suamiku? Dasar murahan!”

“Tta_ tapi….”

“Tidak ada tapi-tapi, segera pergi dari rumah ini atau aku hajar kalian semua.”

“Tidak mau, aku harus menunggu pak Rizal, dia yang menyuruhku tinggal disini.”

“Lancang kamu. Pokoknya aku tidak mau tau. Seret mereka keluar dari sini,” perintah wanita cantik itu kepada para pengawalnya.

Hajar dulu sampai wajahnya yang sok cantik itu tidak lagi menarik!” lanjutnya kemudian membalikkan tubuhnya dan masuk ke dalam mobil.

Ketiga laki-laki itu maju dan menarik tubuh mereka, lalu menghempaskannya ke tanah. Ketiganya menjerit-jerit kesakitan. Itu belum cukup. Wajah mereka pun dihajarnya sampai luka dan berdarah-darah.

“Pergi atau kami akan memperkosa kalian?”

“Nina bergidik mendengarnya. Tubuhnya sudah sakit semua, dan banyak luka di wajah. Tapi karena ketakutan, dengan langkah tersaruk mereka keluar dari halaman dengan saling bergandengan tangan.

“Pergi ! Pergi ! Pergi !” teriak ketiga laki-laki itu sambil tertawa terbahak-bahak.

“Kalau sudah, kunci pintunya dengan gembok. Gemboknya ada di mobil,” perintah wanita itu dengan berteriak.

Salah satu dari laki-laki itu kembali ke mobil dan mengambil gembok yang sudah di persiapkan, lalu menggembok rumah itu tanpa ampun.

Nina dan anak-anaknya berjalan tersaruk, dan hampir terjatuh ketika mobil wanita cantik itu melaju di sampingnya, bahkan hampir menyerempet tubuh Nina yang berjalan agak ketengah.

Tak ada mulut yang sempat mengumpat, karena masing-masing sedang meratapi rasa sakit yang mendera.

Mereka kemudian duduk di sebuah gardu ronda, dan menangis bersama di sana.

“Apa yang harus kita lakukan? Barang-barang kita tertinggal di sana. Kita tidak membawa apapun, kita tidak bisa melakukan apapun.”

“Cari yang namanya Reza. Telpon dia.”

“Tapi Endah tidak membawa ponsel Bu.”

“Aku membawa, nih, telpon dia. Dia yang harus bertanggung jawab. Isterinya sampai marah-marah seperti orang kesetanan.”

Tapi berulang kali Endah menelpon, tak ada jawaban. Ponsel Reza dimatikan.

“Apa yang harus kita lakukan?”

“Kita luka parah seperti ini, kita butuh perawatan, tapi kita tak punya uang,” keluh Nina.

“Begini saja, kita langsung ke rumah sakit saja, aku tak tahan lagi," kata Endah sambil ambruk sembarangan di lantai gardu ronda itu.

“Bu, aku tidak mau lagi bekerja seperti ini,” kata Ana

“Apa maksudmu?”

“Sungguh Bu, aku takut.”

“Ya sudah, kita ke rumah sakit saja dulu.”

“Naik apa Bu, rumah sakit jauh dari sini.”

“Menyetop mobil lewat, sembarang saja, pasti ada yang menolong kita,” kata Nina.

***

“Apa? Kalian datang dalam keadaan babak belur, apa yang terjadi?” teriak Siska dengan mata melotot setelah menyusul ke rumah sakit.

“Tolonglah Sis, kami sedang mendapat musibah, gampang nanti, kamu kan bisa menghitung semuanya,” kata Nina memelas.

Kemudian Nina menceritakan semua kejadian yang menimpanya dengan terbata-bata.

“Jadi rumah yang katanya diberikan sama kamu itu sebenarnya punya isterinya pak Reza?” tanya

“Yang jelas milik pak Reza, kan isterinya juga merasa ikut memiliki?” kata Nina.

“Dasar bodoh. Kamu meninggalkan pekerjaan yang enak dan menghasilkan, memilih jadi isteri simpanan dan dibodohi sama laki-laki yang namanya Reza itu,” omel Siska.

“Bisakah kami melaporkan semuanya ke polisi?”

“Percuma saja. Pak Reza itu punya banyak anak buah. Saat kamu melapor, maka kamu tak akan bisa melihat lagi hari esok.”

“Tapi ini kan perbuatan isterinya?”

“Apa bedanya? Mereka punya pengaruh dimana-mana. Mereka juga punya anak buah yang akan melakukan apapun atas perintah majikannya. Jadi lebih baik tidak berurusan dengan mereka.”

“Jadi seandainya kami minta tolong ke kamu agar menghubungi pak Reza, kamu juga tidak akan bisa?”

“Untuk apa?”

“Aku hanya ingin mengambil barang-barangku.”

“Barangkali mereka sudah membakar barang-barang kamu dan sudah menjadi abu. Jadi relakan saja. Seperti kataku tadi, lebih baik tidak berurusan dengan mereka.”

Nina terdiam, demikian juga Endah. Hanya ada uang di tabungan mereka.

“Sekarang wajah kalian jadi penuh luka, aku yakin tidak akan menarik lagi seperti sebelumnya.”

Ketika ketiganya selesai dirawat, Siska mengajaknya pulang ke rumahnya. Ia kesal melihat wajah Ana dan Endah yang hampir seluruhnya diperban karena luka yang cukup parah.

***

“Tante, saya ingin berhenti saja setelah ini.”

“Hm, aku juga tidak terlalu yakin bahwa setelah sembuh kamu masih akan kelihatan menarik seperti sebelumnya. Baiklah, terserah kamu saja, tapi ingat, seperti Endah, kamu juga harus memberi aku ganti rugi."

“Sis, mengapa kamu begitu kejam? Kami sudah tak punya apa-apa lagi. Barang-barang kami tertinggal di rumah itu dan kami tak berani mengambilnya,” kesal Nina.

“Aku tidak bodoh Nin. Ana bisa mengurus tabungannya,” bengis Siska.

“Tabunganku kan tidak banyak tante, itu akan saya pergunakan untuk hidup bersama Ibu.”

“Terserah apa yang akan kamu lakukan, yang penting kamu harus membayar. Dan juga mengganti uang yang sudah aku pergunakan untuk membayar beaya rumah sakit tadi.

“Padahal kami kan harus kontrol ke rumah sakit tiga hari lagi?” desah Ana.

“Aku akan melihat seberapa besar tabungan kamu. Yang penting aku tak mau rugi. Besok kalau perban di wajah kamu itu sudah dilepas, kamu bisa mengurus semua tabungan kamu. Tidak apa-apa aku bisa kok mengantarkan kamu.”

Nina merasa putus asa. Ia mencoba membujuk Ana supaya tidak berhenti.

“Ana, coba pikirkan sekali lagi, masih ada kesempatan untuk melakukan hal yang menguntungkan. Bahkan Endah juga bisa. Ya kan Sis?”

“Tidak, rasanya tidak, apa wajah mereka masih menarik setelah perban itu dilepas? Aku tidak mau menjual dagangan yang tidak menarik. Kecuali kalau wajah mereka masih pantas diperjual belikan. Jadi lebih baik urus dulu uang kamu, lalu kita bicara tentang ganti rugi itu.”

***

Hari itu Desy bertugas di ruang UGD. Ia heran melihat tiga orang wanita yang wajahnya hampir tertutup perban kecuali matanya, sedang kontrol karena luka-lukanya.  Ia tidak sedang berjaga disitu ketika ketiga pasien itu datang.

Desy melepas perban Nina, dan walau penuh balur-balur luka, ia mengenali wajah wanita itu. Ia pernah melihatnya di rumah makan, dan hampir mendampratnya karena mereka berbicara buruk tentang ayahnya. Desy menatap wajah itu dengan penuh kebencian. Karena wanita itulah ayahnya harus meninggalkan ibunya,

Tapi kemudian Desy sadar, seorang dokter tidak boleh bicara dengan perasaannya, tapi dengan rasa kemanusiaannya. Perasaan itu bisa bermacam-macam. Suka, benci, cinta. Aduh, bicara tentang cinta ia jadi teringat Danarto yang berada jauh di sana. Bagaimanapun Desy sadar, bahwa dia merasa nyaman ketika berada disampingnya. Ya ampun, Desy melamun dan ngelantur. Ini kan tentang perasaannya kepada pasien yang akan ditanganinya? Kok bisa sampai ke Danarto. Desy mencoba menenangkan perasaannya, membuang rasa benci yang membakar nadinya. Membuang bayangan Danarto yang melintas sekilas dalam bayangannya. Ia melihat ke arah samping, ada dua orang wanita dengan keadaan hampir sama. Wajahnya penuh dengan balutan perban. Apakah Nina dan kedua anaknya mengalami kecelakaan? Desy ingin bertanya, tapi diurungkannya.

“Dok,” Desy terkejut ketika ia hanya memegangi gunting dan menatap pasiennya tak berkedip. Perawat itu mengingatkannya.

Nina dan Endah serta Ana memang sedang kontrol setelah tiga hari yang lalu mendapat penanganan. Dan kebetulan Desy menangani pasien bernama Nina.

Desy tersenyum menatap perawat yang mengingatkannya.

“Ini ketiga-tiganya korban penganiayaan dok, tiga hari yang lalu,” oceh perawat itu tanpa ditanya.

“O.”

Nina menatap dokter muda yang dengan cekatan melepas perban di wajahnya. Ia merasa pernah melihatnya. Tapi lupa dimana.

“Wah, lukanya melepuh,” gumam Desy.

“Sakit sekali dok,” keluh Nina, sementara Ana dan Endah terdengar mengerang kesakitan ketika luka-lukanya dibubuhi obat.

“Kasihan, wajahnya cantik jadi nggak cantik lagi ini,” seru salah seorang perawat yang menangani Ana.

“Kok bisa bertiga luka di wajah semua?”

Ana dan Endah tidak menjawab. Masa dia harus bercerita tentang aibnya?

Kalau Ana dan Endah tidak merasakan apa-apa kecuali sakit karena luka-lukanya, Nina mulai mengingat, siapa dokter muda yang sedang menanganinya.

“Ini anaknya mas Haryo. Dia mengenali aku tidak ya?  Celaka kalau sampai dia mengenali aku. Jangan-jangan bukan obat yang dibubuhkannya, tapi racun,” bisik batinnya sambil meringis menahan sakit.

“Benar-benar sakit sekali ini, aduh. Bagaimana kalau dia membunuhku?” Nina masih berprasangka.

“Kok sakit sekali ya.” Katanya curiga.

“Tentu saja sakit Bu, luka di wajah Ibu ini membengkak, apa Ibu menyiramnya dengan air?”

“Tidak sengaja. Tersiram.”

“Luka-luka ini infeksi, jadi harus dibersihkan.”

Untunglah yang menjawab sang perawat, kalau Desy, pasti Nina menuduhnya bohong.

“Apa wajahku bisa bersih seperti sebelumnya?”

“Kemungkinannya tidak bisa seperti dulu Bu, ada bekas-bekas luka di sana-sini. Demikian juga kedua putri Ibu,” lagi-lagi perawat itu yang bicara, sementara Desy yang sibuk membubuhkan obat enggan untuk membuka mulut.

“Aduh. Kalau tidak bisa pulih bagaimana?”  itu kata Ana atau Endah yang ditangani tak jauh dari ibunya.

“Dengan oplas Mbak.”

“Wah, itu kan mahal?”

Desy segera keluar dari ruangan setelah selesai dengan tugasnya. Ia tak ingin berlama-lama berada didekat Nina dan anak-anaknya, karena walau ditahannya, rasa kesal itu tetap saja ada.

***

“Tut, tahu tidak, tadi di tempat aku bertugas, ada pasien istimewa.” kata Desy siang itu ketika  pulang dari rumah sakit.

“Pasien istimewa itu apa? Wajahnya sangat ganteng? Awas ya, aku bilangin sama mas Danarto, bahwa Mbak Desy selingkuh,” goda Tutut.

“Iih, kamu itu ngomong apa sih? Ngaco deh.” Kesal Desy.

“Mbak nggak jelas ceritanya, pasien istimewa itu kan biasanya yang menarik, yang memberi kesan baik.”

“Aku belum selesai ngomong. Pasien itu tidak memberi kesan baik, tapi kesan menyebalkan.”

“Memangnya kenapa?”

“Kamu tahu tidak? Pasiennya itu Bu Nina. Dan kedua anaknya.”

“Oh, tiga-tiganya sakit?”

“Tiga-tiganya terluka pada wajahnya, karena dianiaya.”

“Mampus !!” teriak Tutut.

“Eh, Tutut, siapa mengajari kamu bicara kasar seperti itu?” kata Tindy yang tiba-tiba muncul.

“Maaf Bu, saking jengkelnya Tutut.”

“Mengapa mengotori hati dengan perasaan jengkel atau benci? Bahkan sampai mengeluarkan kata-kata kotor yang sama sekali nggak pantas didengar.”

“Maaf Bu. Mbak Desy cerita yang sangat luar biasa. Nina dan kedua anaknya luka pada wajahnya karena dianiaya. Ketiga-tiganya. Itu kan mendapat balasan dari Yang Maha kuasa. Ya kan Bu?”

“Tidak, kamu atau kita tidak boleh memvonis seseorang dengan kata-kata itu. Balasan atau bukan, itu bukan urusan kita, dan bukan wewenang kita untuk mengatakan bahwa itu adalah balasan. Barangkali Yang Maha Kuasa sedang memberinya pelajaran agar mereka sadar akan kesalahan yang dilakukannya, bukan membalasnya atau menghukumnya.”

“Maaf Bu,” kata Tutut sambil merangkul ibunya.

***

Nina agak kesal karena setelah dirawat lukanya, mereka masih menunggu agak lama karena mengambil obatnya harus ngantri. Padahal sekarang ketiganya harus tinggal di rumah kontrakan yang kecil dan sempit, setelah Siska tak mau lagi menampung mereka, begitu Ana juga tak lagi bekerja untuk Siska.

Ana dan Endah sudah terkantuk-kantuk sambil bersandar pada sandaran kursi.

“Kalian itu bisa-bisanya tidur,” gerutu Nina. Endah dan Ana tak menjawab, tetap menyandarkan tubuhnya dengan mata setengah terpejam.

Tiba-tiba Nina terkejut. Seorang laki-laki dengan tongkat dan kacamata hitam melintas. Laki-laki itu dikenalnya. Nina sontak berdiri dan mengejarnya.

“Mas Haryo!”

***

Besok lagi ya.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

80 comments:

  1. Replies
    1. Akhirnya bu lin juara lg . Selamat ya yg dr Aceh blom ngantuk ya mungguin MKJ, mantaaabh 👍
      Trimakasih bunda Tien ❤️😘🙏

      Delete
    2. Selamat jeng Iin .....
      Tak tinggal share TOPENG 12 Episode
      karo nyruput kopi, lha kok wis tayang sementara ket sore tak
      wapri mung contreng 1

      Matur nuwun bu Tien
      Wis meh mapan bobo, wis kebas² spreiku karo nyiapke guling sing ora isa ngentut. Hahaha

      Delete
    3. Alhamdulillah....sabar menunggu MKJ44...suwun bu Tien...salam aduhai

      Delete
    4. Kl di Aceh kan terpaut 1 jam krn WIB di u kung barat

      Kbtln pas buka blog tayang
      Nah yes aj lgsg mojok

      Delete
    5. Kl di Aceh kan terpaut 1 jam krn WIB di ujung barat

      Kbtln pas buka blog tayang
      Nah yes aj lgsg mojok

      Delete

  2. Maturnuwun Bu Tien, ceritanya semakin menarik saja dan semoga Bu Tien beserta keluarga senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin, sehat wal afiat. Aamiin Yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari tanggamus...

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah akhirnya... MKJ44 sdh tayang.
    terima kasih mbak Tien.
    semoga selalu sehat, selamat berlibur bersama keluarga. Aamiin

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah,mkj sdh tayang manusang bu Tien slm sehat tetap cemungud

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah MKJ~44 telah hadir.. maturnuwun bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah
    Makasih Bunda,salam sehat dan Aduhai

    ReplyDelete
  7. Matur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah tayang.

    ReplyDelete
  8. Yes, udh tayang aja. Suwun bu Tien, selamat malming, sugeng istirahat

    ReplyDelete
  9. Matur nuwun jeng Tien ,,senajan bengi tetep tak enteni looo,,

    ReplyDelete
  10. Alamdulillah...
    Yang ditunggu tunggu telah hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Semoga bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan dan tetap semangat
    Salam ADUHAI dr Cilacap..

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah walau agak malam, semoga mbak Tien sehat selalu, salam ADUHAI..

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah MKJ 44 telah tayang, terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah
    Terima kasih bunda Tien
    Aduhaiiiii

    ReplyDelete
  14. Alhamdulilah, sdh terngantuk ngantuk nungguin ..tks bu tien ..salam sehat dan salam aduhai dari pondok gede

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nina, endah dam anna sdh mendapat jalan ddari Allah nuntuk berhenti berbust maksiat..smg bisa sadar...apakah pak haryo msu jadi tempst bersandar lagi? Sepertinya tidak ya bu tien he he he

      Delete
  15. Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Selamat malam selamat beristirahat semoga Bu Tien selalu sehat... Salam... 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  16. Matur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah tayang.
    Cepat sekali pembalasannya, langsung hancur lebur.
    Sy kira Haryo tidak mau lagi memperhatikan Nina.
    Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI Ah...Ah..

    ReplyDelete
  17. Kasihan .Nina dan anak anaknya luka di wajah dan hidup menderita. Semoga Haryo tidak mempan rayuan dan rengekan Nina. Kecacatan yg diderita Haryo adalah karena ingin melindungi Ana eh malah fatal jadinya. Matur nuwun bu Tirn..tidak jadi yg pertama tdk apa apa..yg penting bisa untuk sangu tidur

    ReplyDelete
  18. Alhamdulillah.. matur nuwun mbak Tien, cerbung MKJ Eps 44 sudah hadir menghibur
    Salam sehat dan salam hangat Dari Tgr.

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah... tayang... ditungguin...bolak balik lihat
    Akhirnya....

    Apa yang akan dilakukan Nina ya ..dgn bertemunya kembali dg Haryo..

    Salam sehat mbak Tien ...
    Aduhaiii

    ReplyDelete
  20. Trimakasih mbak Tien MKJ44nyaaa..

    Siska sadiiiis...😠😠
    Wadoooh...Nina ketemu Haryo...apa yg mau dikatakannya..mohon2 lagi utk balikan dgn modus memelas..uuh..moga Haryo ga gubris yaa..😏

    Waduuh..lanjutannya senin..

    Salam sehat n aduhaiii banget mbak Tien..🙏💟🌹

    ReplyDelete
    Replies
    1. Besok Istirohat dulu nggih Mbak.Maturnuwun biar tetep sehat semangat & sumringah

      Delete
  21. akankah p haryo kembali dlm. pelukan Nina? hanya mb Tien yg tahu akan dibw kmn crt ini? slm setoja sll utk mb Tien dan para pctk🙏

    ReplyDelete
  22. Pasti Pak Haryo berhenti,lalu memandang Nina ... ADUHAI ... matyr nuwun Mbak Tien .. selamat berkahir pekan salam sehat bahagia

    ReplyDelete
  23. 𝑻𝒆𝒓𝒊𝒎𝒂 𝒌𝒂𝒔𝒊𝒉 𝒎𝒃𝒂𝒌 𝑻𝒊𝒆𝒏. ..

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah.. yang ditunggu sudah bisa dinikmati, terima kasih bunda Tien
    selamat berakhir pekan dan beristirahat
    Aduhai.. ah

    ReplyDelete
  25. Alhamdulillah...
    Yang ditunggu tunggu telah hadir gasik
    Matur nuwun bu Tien...
    Salam sehat penuh semangat dari Rewwin...🌿

    ReplyDelete
  26. 𝐃𝐢𝐭𝐞𝐧𝐠𝐚𝐡 𝐩𝐞𝐧𝐝𝐞𝐫𝐢𝐭𝐚𝐚𝐧 𝐲𝐠 𝐝𝐢𝐚𝐥𝐚𝐦𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐍𝐢𝐧𝐚 𝐝𝐚𝐧 𝐚𝐧𝐚𝐤𝐧𝐲𝐚 𝐤𝐞𝐭𝐞𝐦𝐮 𝐇𝐚𝐫𝐲𝐨.. 𝐀𝐩𝐚 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐭𝐞𝐫𝐣𝐚𝐝𝐢.. ??? 𝐊𝐢𝐭𝐚 𝐭𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮 𝐬𝐚𝐣𝐚 𝐤𝐞𝐥𝐚𝐧𝐣𝐮𝐭𝐚𝐧𝐧𝐲𝐚 𝐡𝐚𝐫𝐢 𝐒𝐞𝐧𝐢𝐧 𝐦𝐚𝐥𝐚𝐦.

    𝐒𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐬𝐞𝐡𝐚𝐭 𝐝𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐡𝐚𝐠𝐢𝐚 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐁𝐮 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚..🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  27. Haduuhhh... Rayuan apalagi yg akan di perankan Nina... Semga pak Haryo tidak akan memperdulikan Nina lagi.......

    ReplyDelete
  28. Selamat malam .bu Tien terima kasih sehat selalu

    ReplyDelete
  29. Semua udah dapat peringatan dari Alloh baik Nina besrta kedua anaknya dan Haryo semoga mereka sadar.....
    Trims Bu Tien sudah menghibur

    ReplyDelete
  30. Makin seru ceritanya dan semakin penasaran lanjutannya....Haryo mesti tidak mengenali Nina lagi karena wajahnya rusak..... terima kasih Bu Tien salam seroja dan ADUHAI

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah,terima kasih Bu Tien ..
    Sehat dan bahagia bersama keluarga,
    Aamiin.

    ReplyDelete
  32. Yg ditunggu² smpe kbawa mimpi...he... terima kasih mbu tieb... sehat² trz....

    ReplyDelete
  33. Haryo jangan terima lagi perempuan yg menghancurkan rumah tanggamu dg Tindy. Dan mengabaikanmu saat kau membutuhkanny
    Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu. Ah.. Aduhai.

    ReplyDelete
  34. Alhamdulillah.....semakin penasaran heemmm.... Memang aduhai Ibu Tien ...sehat Sll Ya Bu Tien ....

    ReplyDelete
  35. Pg, mb Tien
    Semoga Haryo sdh tdk mau lg dengan Nina. Kembalilah pada Tindy n anak2
    Salam manis, sehat n aduhai
    Yuli Suryo
    Semarang

    ReplyDelete
  36. Assalamualaikum wr wb. Nina bersama kedua anaknya babak belur... Haryo juga babak belur. Sama2 ambyar..kasihan sekali. Maturnuwun Bu Tien, monggo dilanjut, di tunggu di episode berikutnya. Semoga Bu Tien tansah pinaringan karahayon wilujeng ing sadoyonipun. Aamiin Yaa Robbal'alamiin. Salam sehat dari Pondok Gede ....

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wa'alaikum salam wr wb.
      Aamiin ya Robb
      Matur nuwun pak Mashudi

      Delete
  37. Semakin penasaran menanti kelanjutan ceritanya. Kutunggu selalu lanjutannya. Semoga Bu Tien selalu sehat sehat dan bahagia, menguntai kata demi kata nan elok menawan. Salam dari Purwokerto

    ReplyDelete

  38. Nina Endah Anna ditolong Desi Nina melihat pa Haryo ketika Endah dan Anna tidurNina memanggil Haryo.Apa yg terjadi selanjutnya ?????? Apakah Desi.masih tugas semiga dia bisa berjumpa pa Haryo.

    ReplyDelete
  39. Mudah”han pa haryo tidak mau lagi sama nina
    Biarkan saja nina pa haryo jangan d lihat, d sapa
    Greget aku hehehe

    ReplyDelete
  40. Nah lho, jadi penasaran. Apakah nina berhasil mengejar serta menjerat haryo kembali? Aduhai!

    ReplyDelete
  41. Kaya rombongan serangga lalat; pikiran nya kotor melulu, aduh repot ya, ini kan co-ass lagi belajar pertolongan pertama tindakan awal mengatasi luka baru atau lama, untung sudah dapat teori dari seniornya juga ibunya tentu, iih marêgi(mbedhêdhêg) tênan ngadêpi pasièn kaya gitu.
    Pikirannya negatip terus, untung perawatnya ngasih intro biar iramanya tidak meninggi, fals lagi.

    Baru mengenyam masa jaya beberapa hari sudah kena kekacauan, sudah kembali nol malah minus.
    Habis sudah harapan, nggak tersisa.

    Kebetulan ketemu temen lama, yang dulu berniat mendidik agar bisa mandiri, walau meninggalkan pelajaran bahkan dengan sombong anak yang merasa produktif mencibir mengolok olok dengan bengis, walapun bagaimana harapan itu timbul lagi, harap harap cemas juga, itu kalau punya nurani; yah apa boleh buat.

    Teriaklah Nina memanggil manggil 'sang temen lama', nggak perduli itu di area rumah sakit, yang memerlukan ketenangan, jauh dari kegaduhan.

    Bersediakah 'sang temen lama' diajak reunian?
    Setelah menolak untuk menerima pembelajaran kemandirian bahkan berkata kasar, ataukah 'sang temen lama' menghindar seolah-olah salah orang, walaupun tanpa malu meraung raung seperti biasanya, bahkan meneriakan masalah tidak memberi nafkah, seolah 'sang temen lama' tega melakukan pada mereka; atau 'sang temen lama' merasa kasihan, kan 'temen lama', dan mau balikan lagi, setelah 'sang temen lama' juga kena limbah luka ketika dia berusaha mengingatkan ketidak benaran, sikap dan perilaku salah satu anak Nina, yang tidak senonoh di ruang publik.

    Hayuh gimana kamu Haryo..
    Tambah masalah kowé, bruwêt ora.

    Badar; percumah menyendiri, kalau jadi pulang membawa rombongan.
    Nggak jadi begawan.


    ADUHAI..


    Desy sudah off ya, tinggal nanti giliran jaga malam.
    Kalau ada wah bisa-bisa pada sama-sama orasi diatas mobil komando demo.

    Mana satpam ...




    Terimakasih Bu Tien;

    Memang Kembang Jalanan yang ke empat puluh empat sudah tayang.

    Sehat sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nanaaang..
      Umyek dewe.

      Wwkkwkk..
      Trim Nang.
      Sami2
      Aamiin

      Delete
  42. Ini lokasi ceritanya dimana sih?, krn komplit ada RS, Fak Kedokteran, Bandara, wedangan khas jawa, dll

    ReplyDelete
  43. Alhamdulillah.....
    Mtur nuwun Bun.....
    Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 35

  CINTAKU JAUH  DI PULAU SEBERANG  35 (Tien Kumalasari)   Arum heran melihat sikap si Yu yang kelihatan panik. “Memangnya ada apa sih Yu?” “...