MEMANG KEMBANG
JALANAN 49
(Tien Kumalasari)
“Kok tidak ada? Apa aku salah kamar?”
Desy keluar, menatap tulisan di dekat pintu, dimana
ada catatan nama pasien yang dirawat.
“Betul ini kamarnya. Kok nggak ada?”
“Dok, pasien bernama Suharyo pulang paksa. Ia minta
dibelikan tongkat penopang tubuhnya, lalu ia ke bagian administrasi sendiri
untuk mengurus kepulangannya,” kata perawat yang semula merawat Haryo.
“Sakit apa beliau?”
“Dia datang dalam keadaan pingsan, panasnya tinggi.
Dokter meminta agar hari ini pak Haryo diperiksa secara lengkap, tapi ternyata
pak Haryo tidak mau.”
Desy berlarian ke arah depan, tapi suster Reni
mencegatnya.
“Dok, saya hampir menelpon untuk mengabari. Pak
Suharyo sudah pulang.”
Desy menghela napas sedih.
“Pulang paksa. Setelah membayar semua beaya, dia
langsung pulang, kami tak bisa menahannya,” lanjut suster Reni.
“Sudah lama?”
“Kata teman saya baru kira-kira setengah jam yang
lalu.”
Desy berlari ke arah depan, mencari-cari. Tapi ia tak
menemukan siapapun. Desy berlari ke arah jalan, seperti orang kebingungan.
“Dengan siapa Bapak pulang? Apa ada yang menjemputnya? Apa orang yang yang kabarnya
dulu menjemputnya? Siapa dia?”
Desy kembali masuk ke rumah sakit. Ia bertanya kepada
bagian administrasi, barangkali ada yang tahu ayahnya bersama siapa. Tapi
mereka mengatakan bahwa pak Suharyo membayar sendiri semua beaya, lalu pergi.
“Tampaknya tak ada seorangpun bersamanya dok,” kata
petugas itu.
Barangkali nama yang sama juga, pikir Desy penuh
harap. Suharyo bukan satu-satunya nama. Bisa jadi ada Suharyo yang lain. Tapi
petugas mengatakan alamatnya yang ternyata sama seperti alamat rumahnya dimana
Desy juga tinggal bersama ibunya.
Lalu Desy bertanya ke petugas UGD, mengapa ayahnya
dirawat, tapi mereka hanya mengatakan bahwa pak Suharyo datang dalam keadaan
pingsan, badannya panas sekali. Itu sama seperti kata suster yang ada di ruang
rawat ayahnya tadi.
“Siapa yang mengantarnya?”
“Seorang laki-laki muda, tampaknya keluarganya. Dia
mengakui sebagai ayahnya,” kata perawat yang sore kemarin menerima pasien
bernama Suharyo.
“Apa Bapak punya anak angkat?” pikir Desy sambil
berjalan ke arah parkiran.
Desy mengambil mobilnya, menyusuri jalan yang
kira-kira dilalui ayahnya, tapi mana dia tahu ke arah mana ayahnya pergi? Desy juga
tidak tahu kalau mobil ayahnya sudah dijual, jadi dipikirnya ayahnya pasti
pulang naik mobil. Tapi apakah ayahnya sudah bisa mengendarai mobil? Atau
bersama laki-laki yang mengantarnya itu? Mengapa dibiarkan ayahnya pergi kalau
memang masih sakit?
Desy memijit keningnya yang tiba-tiba terasa berdenyut
pusing.
***
Haryo berjalan
tertatih, ia tak mau terlalu lama berada di rumah sakit untuk menunggu taksi
yang akan dipangginya. Ia berjalan menjauh, tertatih, menahan rasa sakit di
badannya. Ia tiba-tiba merasa bahwa ia belum sembuh benar. Badannya terasa
lemas, dan rasa panas membuatnya kembali menggigil. Sebelah tangannya membawa
tas yang semalam dibawakan Sarman, sebelahnya lagi memegang tongkat yang
menopang tubuhnya karena sebelah kakinya tak mampu bergerak.
Ia terus berjalan,
dan setelah agak jauh dari rumah sakit, ia mengambil ponselnya. Ia ingin
memanggil Sarman tapi diurungkannya. Kalau Sarman datang, pasti dia akan memaksanya
agar kembali ke rumah sakit.
“Lebih baik aku
memanggil taksi saja,” katanya sambil membuka ponselnya. Tapi tiba-tiba
seseorang memanggilnya.
“Mas Haryo !”
Haryo menoleh ke
arah datangnya suara. Dilihatnya seorang wanita berdiri dibalik sebuah gerobag
berisi dagangan gorengan.
Haryo mengerutkan
keningnya, ketika wanita itu mendekat. Ia seperti mengenalnya. Tapi wajahnya berbeda. Ada carut marut bekas luka yang
memenuhi wajah itu.
“Mas Haryo,” wanita
itu menubruk dan merangkulnya.
“Kamu …?”
“Haryo baru sadar
bahwa dia adalah Nina.
“Kamu tidak
mengenali aku Mas, karena wajahku seperti ini? Ini karena Mas tidak melindungi
aku dari orang jahat. Aku diserang orang-orang jahat Mas. Tanpa Mas aku tidak
berdaya. Lihat, aku sampai berjualan seperti itu di pinggir jalan demi mencari
makan. Kamu tega Mas.”
Haryo mendorong
tubuh Nina dengan sebelah tangannya, sehingga Nina hampir terjatuh.
“Jangan lagi merasa
bahwa kamu isteri aku. Aku sudah menceraikanmu sejak aku pergi dari rumah itu.”
“Kamu tega Mas?
Benar-benar tega?”
“Bukankah anak-anakmu
sudah bisa mencukupi hidupmu? Aku mendengar dia mengejek aku di saat terakhir
aku melihat kalian.”
“Mas, itu kan kata
Endah, dia masih kanak-kanak, belum bisa menata ucapannya. Maafkan dia Mas,
ingatlah aku yang masih selalu mengharapkanmu,” rintihnya.
Tapi Haryo tak
peduli. Dia juga tak ingin bertanya apa yang terjadi sehingga wajah Nina penuh
bekas luka. Ia yakin itu karena perbuatan Nina yang tidak benar. Ketika sekali
lagi Nina mendekat, Haryo lagi-lagi mendorong, kali ini lebih keras, sehingga
Nina benar-benar terjatuh.
Haryo terus
melangkah melewatinya, setelah mengambil tas yang tadi diletakkannya di tanah.
Langkahnya semakin sempoyongan karena tubuhnya menggigil. Ketika itu ia hanya
ingin segera memanggil taksi, tapi ia sendiri terhuyung dan nyaris terjatuh,
kalau tidak ada sebatang pohon waru yang ada didekatnya. Haryo bersandar.
Diambilnya ponselnya dengan tangan gemetar.
Tapi tiba-tiba
sebuah mobil berhenti didepannya. Seorang wanita turun, dan bersama dengan itu
Nina yang mengejarnya telah sampai di dekat Haryo.
“Ternyata kamu
sakit Mas, ayo pulang bersamaku, aku akan merawatmu Mas,” pintanya memelas.
“Pergi ! Aku bukan
siapa-siapa kamu lagi.” Hardik Haryo sambil terengah.
Sedangkan wanita
yang turun dari mobil itu terpaku sejenak melihat adegan itu. Ia juga melihat
Haryo menuding wanita yang mendekatinya dan menyuruhnya pergi.
Wanita itu
mendekat. Haryo mengerjapkan matanya. Tak percaya pada apa yang dilihatnya.
Tangannya terangkat lemah. Tiba-tiba Nina mendekat dan memelototi wanita yang
baru saja turun dari mobil.
“Dia suami aku, mau
apa kamu mendekatinya?”
“Perempuan tak tahu
malu. Aku bukan siapa-siapa kamu lagi,” Haryo terengah.
Wanita pendatang
itu mendekat dan memegang tangan Haryo.
“Heiii..” Nina
berteriak.
Dan wanita itu
memapah Haryo mendekati mobilnya.
“Aku isterinya,”
kata wanita itu dengan tersenyum lembut, lalu membukakan pintu mobil dibagian depan,
membantu Haryo masuk. Haryo yang merasa lemas tak berdaya, mengikuti saja
kemauan wanita itu, yang ternyata Tindy adanya.
Nina terpana di
tempatnya berdiri.
“Dia … dia … Tindy
?”
Dan mulutnya masih
menganga ketika mobil Tindy berlalu, membawa laki-laki setengah tua yang masih
diharapkan bisa menjadi penopang hidupnya. Tapi harapan itu tiba-tiba pupus.
Air matanya menetes, dia tak peduli ketika seorang gadis mendekatinya dan
menegurnya.
“Ibu kemana sih,
dagangan ditinggal begitu saja. Untung aku sama Ana sudah datang membawa
belanjaan yang akan dijual besok. Ada yang beli tuh,” omel Endah yang ternyata
membantu ibunya berjualan.
“Ada pak Haryo ….” Bisiknya
lirih.
“Mana ?”
“Sudah pergi
bersama isterinya,” jawabnya pilu.
“Ya sudah, tuh Ana
yang melayani pembeli, nanti kemurahan lagi seperti kemarin.”
Nina manatap wajah
anaknya. Seperti dirinya, ada bekas luka di wajahnya, tak berbeda dengan Ana
yang sedang sibuk membungkus pesanan pembeli. Nina dan Endah mendekat. Tak ada
lagi harapan, karena kehidupan inilah yang memang harus mereka jalani.
***
Haryo duduk
membisu. Rasanya tak mampu mengucapkan apapun. Tubuhnya terasa lemas, dan
menggigil.
“Kalau sakit mengapa
berjalan-jalan?” tegur Tindy yang merasa cemas melihat keadaan Haryo.
Haryo tak menjawab,
kepalanya terkulai pada sandaran jok mobil.
Tindy memacu
mobilnya, dan kembali membawa Haryo ke rumah sakit, dimana dia tadi pulang
paksa dari sana.
Tindy berhenti di
lobi rumah sakit, dan meminta agar petugas membawa brankar untuk menolong
suaminya.
Haryo didorong
kembali ke UGD. Petugas terheran-heran melihat kembalinya Haryo dengan diantar
oleh seorang wanita.
“Bapak Haryo ini
tadi pulang paksa,” kata salah seorang perawat.
Tindy terkejut.
“Maksudnya dia
sudah dirawat dan pulang paksa?”
“Iya. Ibu tidak mengetahuinya?
Ibu saudaranya?”
“Saya isterinya,
tolong rawat dia,” kata Tindy yang tidak ingin banyak pertanyaan atas dirinya.
Setelah Haryo ditangani,
Tindy kembali ke mobilnya dan memarkirnya di tempat parkir, kemudian kembali ke
ruang UGD dan duduk di ruang tunggu.
Terbayang olehnya
ketika seorang wanita mengejar-ngejar Haryo dan Haryo menghardiknya. Tindy agak
lupa juga walau pernah melihat wajah Nina dalam sebuah foto yang dikirimkan
temannya. Wajah itu penuh parut luka di wajahnya. Tapi kemudian Tindy yakin
bahwa itulah Nina. Haryo sudah mengusirnya. Tadi dia menghentikan mobilnya
ketika melihat Haryo terhuyung-huyung dan hampir jatuh kalau tidak keburu
bersandar di pohon waru. Ia akan pergi kalau Haryo ternyata bersama Nina, tapi
tidak, Haryo sudah mengusirnya, berarti ia harus menolongnya. Dalam keadaan
sakit seperti itu, mana mungkin dia membiarkannya. Barangkali walau sedikit
saja, cinta itu masih ada.
Dering ponsel
mengejutkannya. Ternyata dari Desy.
“Ibu, apa Ibu sudah
pulang? Maaf Desy baru dalam perjalanan, karena ada sesuatu.”
“Ada apa?”
“Ibu sudah pulang,
atau masih di kampus?”
“Ibu di rumah
sakit.”
“Lho, akhirnya
bezoek sendiri ? Katanya sudah di rumah? Ibu sudah ada teman membezoek?”
“Bukan membezoek,
ibu mengantarkan orang sakit.”
“Oh, teman ibu itu?
Aduh Desy bingung deh. Siapa lagi yang sakit sampai Ibu mengantarkannya?”
“Ayahmu,” jawab
Tindy ringan.
“Apa?” sekarang
Desy memekik keras karena terkejut.
“Bagaimana Ibu bisa
ketemu Bapak?”
“Datang ke rumah
sakit, dan kita bicara. Ayahmu baru ditangani.”
“Ya Tuhan, aku
mencari kemana-mana, Ibu yang menemukan,” gumam Desy yang terdengar oleh Tindy
sebelum Ponsel itu tertutup. Tapi ada rasa lega dihati Desy. Lega atau bahagia
barangkali, karena sang ibu bertemu sendiri dengan sang ayah. Lalu sebuah harapan
timbul. Harapan akan terwujudnya sebuah keluarga yang bahagia. Semoga. Pinta
Desy dalam hati.
***
“Untunglah Ana sudah pintar sekarang. Biasanya
kalau berjualan pasti terlalu murah,” tegur Endah.
“Aku kan belum
hafal harga-harganya.”
“Lain kali harus
dihafalkan, kalau kamu jualnya murah, kita rugi. Mana bisa buat makan?”
Nina hanya diam
melihat perbincangan anak-anaknya. Ia merasa sedih ketika gagal mendekati Haryo
kembali. Malah dia melihat Haryo sudah bersama Tindy, isteri sahnya.
“Mengapa ibu
melamun?” tanya Ana.
“Ibu melihat pak
Haryo,” jawab Endah.
“Ibu gagal lagi
mendekatinya?”
“Dia bersama Tindy,”
kata Endah lagi.
“Wah, kalau begitu
sulit kalau Ibu ingin merayunya. Jadi dia benar-benar sudah pulang ke rumah
isterinya?”
“Sangat sulit. Tapi
kemudian Ibu malu karena harus berjualan gorengan dipinggir jalan, sementara pak
Haryo tidak peduli lagi sama Ibu.”
“Salah Ibu sendiri,
mengapa menyapa dia sementara dia bersama isterinya.”
“Tadinya dia
berjalan sendiri pakai tongkat, makanya Ibu menyapanya. Memang dia menolak Ibu,
dan mendorong Ibu sampai terjatuh. Tapi melihat dia berjalan sempoyongan dan
hampir terjatuh, ibu yakin dia sedang sakit. Ibu mengejarnya, dan berusaha
membujuknya agar mau Ibu rawat di rumah, tapi dia tetap mengusir ibu. Lalu ada
sebuah mobil berhenti, ternyata pengendara mobil itu Tindy. Ia turun dan
membawa pak Haryo pergi,” sedih Nina.
“Yah … itu namanya
nasib Bu. Ya sudah, namanya sudah terlanjur, besok kita jangan lagi jualan
disini, kalau pak Haryo atau isterinya melihat kita lagi, kita akan lebih merasa
malu,” kata Endah.
“Iya, kita jualan
didekat sekolahan atau kantor, atau di pasar, besok Ana akan mencari lokasinya
yang bagus.”
***
Desy bercerita
dengan menggebu-gebu, tentang pencarian atas ayahnya. Dia sangat takjub dengan
cara Allah mempertemukan ibu dan ayahnya.
“Bukan main kalau Allah
sudah menghendaki. Ini awal dari kebahagiaan kita kan Bu?” kata Desy dengan
wajah berseri, walau sebetulnya juga prihatin karena ayahnya sakit.
“Allah yang akan
mengaturnya. Kita manusia hanya menjalani takdir yang sudah dituliskanNya,”
kata Tindy yang lagi-lagi berucap dengan suara yang lembut dan manis.
Haryo kembali dirawat.
Tindy memilihkan kamar terbaik untuk suaminya.
“Harusnya kamu
biarkan saja aku,” kata Haryo dengan suara lemah, melihat isterinya menolongnya
ketika itu.
“Menurutmu aku
sekejam itu?” kesal Tindy.
“Aku hanya merasa
tidak pantas. Dosaku terlalu banyak.”
“Aku atau kamu
tidak berhak menghitung dosa masing-masing, karena semuanya ada ditangan Allah.
Terlalu banyakkah dosamu, atau bahkan dosaku, bagaimana kita menghitungnya? Walau
dosa setinggi langit, banyak cara untuk menghapus dosa itu. Bertobat, memohon
ampun kepadaNya. Maaf, bukan aku menggurui, aku kan hanya seorang wanita, mana
pantas menggurui suami yang pastinya lebih pintar,” kata Tindy.
Haryo menghela
napas, lalu memejamkan matanya. Tindy merasa kasihan. Haryo masih tampak kesakitan
dan dia merasa telah mengomelinya.
“Maaf, istirahatlah,
aku akan keluar sebentar,” kata Tindy.
“Biar aku menunggui
Bapak, Bu," kata Desy yang sedari tadi diam.
“Ya, Ibu akan ke
kantor administrasi dulu, ada yang harus dibayar tadi,” kata Tindy pelan,
khawatir Haryo mendengarnya.
Tindy keluar dari
kamar untuk menuju ke kantor administrasi. Tapi dia terkejut melihat seseorang
yang dikenalnya.
“Sarman ?” sapanya.
Sarman terkejut.
“Bu Haryo? Siapa
yang sakit?”
“Pak Haryo,” jawab
Tindy.
Sarman terpana.
***
Besok lagi ya.
Hoooorreee juara lagi.
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien, MKJ_49, sampun tayang. Salam SEROJA & tetap cemungut & ADUHAI
Sarunge kakek bertuah...hehehe
DeleteSelamat ya om kakek, juara. Bu Tien suwun loh mkj 49nya
DeleteDiselang-seling jeng Iin.... yen aku terus sing menang ora kepenak...... karo pa Wiyoto hehehehehe
DeleteAlhamdulillah...
ReplyDeleteAduhai MKJ 49 sudah tayang,,🤩
ReplyDeleteSalam sehat wal'afiat selalu Bunda Tien,,, 🥰🥰🥰
Alhamdulillah, sdh tayang....makasih Bu Tien....
ReplyDeleteSalam sehat selalu...🙏
Wah telat..tdk apa apa sdh bisa baca sebelum tidur. Salam sehat katur bu Tien
ReplyDeleteSuwun mbak Tienkumalasari salam sehat dan aduhaai dari Tanggamus, Lampung
ReplyDeleteMaturnuwun bu Tien 🙏🙏🙏
ReplyDeleteAlhamdulilah ....tks bu tien... sehat selalu dan salam aduhai dan ah ah dari pondok gede
ReplyDeleteTerima kasih Ibu Tien.. Yg di tunggu sdh datang..
ReplyDelete*Salam Ah Aduhai* dari #Mbu Nina Karawang#
alhamdulillah🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMakasih bu Tien, semoga sehat selalu.
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien...salam Ah
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien....
ReplyDeleteAlamdulillah...
ReplyDeleteYang ditunggu tunggu telah hadir
Matur nuwun bu Tien
Semoga bu Tien senantiasa dikaruniai kesehatan dan tetap semangat
Salam ADUHAI dr Cilacap..
Makasih Bunda.
ReplyDeleteMet malam dan met istirahat.
Sehat selalu bersama keluarga tercinta
Alhamdulillah....suwun ibu
ReplyDeleteSemiga ibu selalu sehat dan tetap semangat utk menghibur njih
Hallow mas2 mbak2 bapak2 ibu2 kakek2 nenek2 ..
ReplyDeleteWignyo, Opa, Kakek Habi, Bambang Soebekti, Anton, Hadi, Pri , Sukarno, Giarto, Gilang, Ngatno, Hartono, Yowa, Tugiman, Dudut Bambang Waspodo, Petir Milenium (wauuw), Djuniarto, Djodhi55, Rinto P. , Yustikno, Dekmarga, Wedeye, Teguh, Dm Tauchidm, Pudji, Garet, Joko Kismantoro, Alumni83 SMPN I Purwantoro, Kang Idih, RAHF Colection, Sofyandi, Sang Yang, Haryanto Pacitan, Pipit Ponorogo, Nurhadi Sragen, Arni Solo, Yeni Klaten, Gati Temanggung, Harto Purwokerto, Eki Tegal dan Nunuk Pekalongan, Budi , Widarno Wijaya, Rewwin, Edison, Hadisyah,
Wo Joyo, Tata Suryo, Mashudi, B. Indriyanto, Nanang, Yoyok, Faried, Andrew Young, Ngatimin, Arif, Eko K, Edi Mulyadi, Rahmat, MbaheKhalel, Aam M, Ipung Kurnia, Yayak, Trex Nenjap, Sujoko, Gunarto, Latif, Samiadi, Alif, Merianto Satyanagara, Rusman, Agoes Eswe, Muhadjir Hadi, Robby, Gundt, Nanung, Roch Hidayat, Yakub Firman, Bambang Pramono, Gondo Prayitno , Zimi Zaenal M. , Alfes, Djoko Bukitinggi, Arinto Cahya Krisna , HerryPur, Djoni August. Gembong. Papa Wisnu, Djoni, Entong Hendrik, Dadung Sulaiman, Wirasaba, Boediono Hatmo, R.E. Rizal Effendy, Tonni, Koko Hermanto, Radieska51, Henrinurcahyo,
Terimakasih disenggol Bu Tien
DeleteTerimakasih Bu Tien salam seroja dan ADUHAI
ReplyDeleteHallow..
ReplyDeleteYustinhar. Peni, Datik Sudiyati, Noor Dwi Tjahyani, Caroline Irawati, Nenek Dirga, Ema, Winarni, Retno P.R., FX.Hartanti, Danar, Widia, Nova, Jumaani, Ummazzfatiq, Mastiurni, Yuyun, Jum, Sul, Umi, Marni, Bunda Nismah, Wia Tiya, Ting Hartinah, Wikardiyanti, Nur Aini, Nani, Ranti, Afifah, Bu In, Damayanti, Dewi, Wida, Rita, Sapti, Dinar, Fifi, Nanik. Herlina, Michele, Wiwid, Meyrha, Ariel, Yacinta, Dewiyana, Trina, Mahmudah, Lies, Rapiningsih, Liliek, Enchi, Iyeng Sri Setyawati , Yulie, Yanthi , Dini Ekanti, Ida, Putri, Bunda Rahma, Neny, Yetty Muslih, Ida, Fitri, Hartiwi DS, Komariah P., Ari Hendra, Tienbardiman, Idayati, Maria, Uti Nani, Noer Nur Hidayati, Weny Soedibyo, Novy Kamardhiani, Erlin, Widya, Puspita Teradita, Purwani Utomo, Giyarni, Yulib, Erna, Anastasia Suryaningsih, Salamah, Roos, Noordiana, Fati Ahmad, Nuril, Bunda Belajar Nulis, Tutiyani, Bulkishani, Lia, Imah P Abidin, Guru2 SMPN 45 Bandung, Yayuk, Sriati Siregar, Guru2 SMPN I Sawahlunto, Roos, Diana Evie, Rista Silalahi, Agustina, Kusumastuti, KG, Elvi Teguh, Yayuk, Surs, Rinjani, ibu2 Nogotirto, kel. Sastroharsoyo, Uti, Sis Hakim, Tita, Farida, Mumtaz Myummy, Gayatri, Sri Handay, Utami, Yanti Damay, Idazu, Imcelda, Triniel, Anie, Tri, Padma Sari, Prim, Dwi Astuti, Febriani, Dyah Tateki, kel. SMP N I Gombong, Lina Tikni, Engkas Kurniasih, Anroost, Wiwiek Suharti, Erlin Yuni Indriyati, Sri Tulasmi, Laksmie, Toko Bunga Kelapa Dua, Utie ZiDan Ara, Prim, Niquee Fauzia, Indriyatidjaelani,
Bunda Wiwien, Agustina339, Yanti, Rantining Lestari, Ismu, Susana Itsuko, Aisya Priansyah, Hestri, Julitta Happy, I'in Maimun, Isti Priyono, Moedjiati Pramono, Novita Dwi S, Werdi Kaboel, Rinta Anastya, r Hastuti, Taty Siti Latifah, Mastini M.Pd. , Jessica Esti, Lina Soemirat, Yuli, Titik, Sridalminingsih, Kharisma, Atiek, Sariyenti, Julitta Happy Tjitarasmi, Ika Widiati, Eko Mulyani, Utami, Sumarni Sigit, Tutus, Neni, Wiwik Wisnu, Suparmia, Yuni Kun, Omang Komari, Hermina, Enny, Lina-Jogya, mbah Put Ika, Eyang Rini ,Handayaningsih, ny. Alian Taptriyani, Dwi Wulansari, Arie Kusumawati, Arie Sumadiyono, Sulasminah , Wahyu Istikhomah, Ferrita Dudiana, SusiHerawati, Lily , Farida Inkiriwang, Wening, Yuka, Sri, Mbah Wi, Si Garet, ibu Wahyu Widyawati, Rini Dwi, Pudya , Indahwdhany, Butut, Oma Michelle, Linurhay, Noeng Nurmadiah, Dwi Wulansari, Winar, Hnur, Umi Iswardono , Yustina Maria Nunuk Sulastri Rahayu Hernadi , Sri Maryani, Bunda Hayu Hanin, Nunuk, Reni, Pudya, Nien, Swissti Buana, Sudarwatisri, Mundjiati Habib, Savero, Ida Yusrida, Nuraida, Nanung, Arin Javania. Ninik Arsini, Neni , Komariyah, Aisya Priansyah, Jainah Jan. Civiyo, Mahmudah, Yati Sri Budiarti, Nur Rochmah. Uchu Rideen
. Ninik Arsini, Endah. Nana Yang, Sari P Palgunadi, Echi Wardani, Nur Widyastuti, Gagiga family, Trie Tjahjo Wibowo, Lestari Mardi, Susi Kamto, Rosen rina, Mimin NP, Ermi S, Ira, Nina, Endang Amirul, Wiwik Nur Jannah, Ibu Mulyono, Betty Kosasih, Nanik,
Hallow Pejaten, Tuban, Sidoarjo, Garut, Bandung, Batang, Kuningan, Wonosobo, Blitar, Sragen, Situbondo, Pati, Pasuruan, Cilacap, Cirebon, Bengkulu, Bekasi, Tangerang, Tangsel,Medan, Padang, Mataram, Sawahlunto, Pangkalpinang, Jambi, Nias, Semarang, Magelang, Tegal, Madiun, Kediri, Malang, Jember, Banyuwangi, Banda Aceh, Surabaya, Bali, Sleman, Wonogiri, Solo, Jogya, Sleman, Sumedang, Gombong, Purworejo, Banten, Kudus, Ungaran, Pamulang, Nusakambangan, Purworejo, Jombang, Boyolali. Ngawi, Sidney Australia, Boyolali, Amerika, Makasar, Klaten, Klipang, JAKARTA...hai..., Mojokerto, Sijunjung Sumatra Barat, Sukabumi, Lamongan, Bukittinggi, Hongkong, El Segudo, California, Bogor, Tasikmalaya, Baturetno, Wonogiri, Terimakasih atas perhatian dan support yang selalu menguatkan saya. Aamiin atas semua harap dan do'a.
ReplyDeleteADUHAI.....AH..
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAlhamdulillah ... Pak Haryo sdh ketemu Bu Tindy... Semoga pak.Haryo menyadari kesalahan dan kembali pada keluarga yg penuh dg cinta bersama istri dan anak2 nya
ReplyDeleteSemoga ADUHAI AH
DeleteLuar biasa cara Tuhan mempersatukan kembali Tindy dan pa Haryo.
ReplyDeleteADUHAI AH
DeleteMatur nuwun Bu Tien, selalu ada petuah yg diselipkan. Salam sehat untuk semuanya...
ReplyDeleteSami2 Ibu Reni
DeleteAlhamdulillah
Aamiin
Trmksh sdh tayang gasik... bbrp saat ditinggal buka wa ... tyt sdh 14 komen.. nggak papa... tdk ikutan berebut no 1 yg penting bs membaca mkj 🤗
ReplyDeleteSami2 jeng Sapti
DeleteADUHAI AH
Alhamdulillah
ReplyDeleteYg ditunggu dah tayang
Terima kasih bunda Tien
Aduhai
Sami2 Ibu Endah
DeleteADUHAI AH
Selamat mlm smua, selamat mlm mb Tien.
ReplyDeleteSeneng bacanya semoga kebahagian sekarang yg ada dikel Tindy
Ada Sarman pula, semoga Nina n anak2 nya sadar hidup penuh perjuangan.
Salam manis nan aduhai mb Tien
Yuli Suryo
Semarang.
Selamat malam Ibu Yuli
DeleteADUHAI AH
Wah ... Semakin seru, terimakasih Bu Tien semoga sehat selalu.
ReplyDeleteSami2 Ibu Yati
DeleteAamiin
Terima kasih Bunda Tien Kumalasari...MKJ nya
ReplyDeleteSelamat malam salam Aduhai...Bunda Tien
Sami2 Ibu Sriati
DeleteADUHAI
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien untuk MKJ 49nya
Mantab n ADUHAAII ,,bisa kumpul ,Sarman, Haryo, Tindy ,,,👍👍👍
Salam sehat wal'afiat semua bu Tien
🙏🤗💖
Sami2 Ibu Ika Laksmi
DeleteADUHAI AH
Alhamdulillah. Matur nuwun bunda Tien
ReplyDeleteSehat selalu bunda ..
Sami2 Ibu Ermi
DeleteAamiin
Makasih mbak Tien...
ReplyDeleteDitunggu lanjutnya
Besok tayang gasik lagi nggih..
Sehat selalu njih mbakyu
DeleteAamiin Ibu Anie
DeleteMatur nuwun
Alhamdulillah MKJ Eps 49 sudah tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien Kumalasari.
Salam sehat dan salam hangat.
Sami2 Mas Dudut
DeleteSalam sehat dan hangat
Oh Bu Tien ceritanya bagus banget...trims udah menghibur
ReplyDeleteSami2 Ibu Suparmia
DeleteMatur nuwun mbak Tien, yang dinanti sudah datang. Sehat selalu salam aduhai ah.🙏
ReplyDeleteMakin seru, Haryo bilang gak ya KLO Daan sebetulnya anaknya, ah masih nunggu biar gak penasaran. Aduhai.
Terimakasih bunda Tien.. MKJ sdh tayang
ReplyDeleteSemoga bunda sehat selalu..
Salam aduhai dari sukabumi
Sami2 Ibu Hermina
DeleteAamiin
Wong mau ngetik SARMAN ya Daan, dasar simbah2 he he😀😀😀
ReplyDeletePelan2 Ibu Tuti
DeleteAlhamdulillah sdh tayang sdh baca makin seru critanya. Kakek Habi juara terus...
ReplyDeleteSelamat yaa
ADUHAI Ibu Endang
DeleteMatur nuwun, bu Tien. Semoga selalu sehat
ReplyDeleteSami2 Ibu Anik
DeleteADUHAI AH
AAMIIN
Oleh keri keri ora Isa balapan pak Djoko no siji,,wong nganggo sepatu roda
ReplyDeleteAku sandal jepit kathik taline wis pedhot,,,,Hore pak Haryo wis ketemu Bu Tindy
Mbak Yanik komene lucu
DeleteADUHAI AH
Alhamdulillah dah tayang.
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien
Sehat selalu, salam Aduhai.
Sami2 Ibu Isti
DeleteAamiin
ADUHAI AH
Detik2 dimulainya keutuhan dan kebahagiaan keluarga Haryo - Tindy.
ReplyDeleteDisempurnakan kehadiran Sarman dan pengakuan pak Haryo bahwa Sarman anak kandungnya...
Monggo dilanjut aja ibu Tien, hati ini masih penasaran. Matur nuwun, Berkah Dalem.
Sami2 Ibu Yustinhar
DeleteADUHAI AH
Kita tunggu bgmn bu tindy tahu bhw sarman ternyata anak tirinya.. Alhamdulilah sarman msh punya keluarga.. yg semoga akan menyayanginya.. yaitu ayah kandung & ibu tirinya yg baik hati..
ReplyDeleteTks bunda Tien.. ceritanya bikin deg degan tp aduhai asiiik.. 👍👍❤❤🙏
Sami2 Ibu Hermina
DeleteADUHAI AH
Semoga segera ada kebahagiaan....
ReplyDeleteADUHAI ibu Swissti
DeletePasti endingnya nanti akan ada kekuarga yabg bahagia haryo bertobat dan kumoul kembali dengan tindy dqn anak2nya di tambah sarman
ReplyDeleteADUHAI Pak Anton
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku MKJ sudah datang.
ReplyDeleteHhooorreeeee... Haryo kembali kepada Tindy.... Ndang mantu, dokter dan dokter loh, yang sulung nanti pulang bawa cowok bule.
Kalau Nina terus 'dibuang' kasihan juga, dulu kan juga dibawa baik-baik.
Salam sehat mbak Tien yang AH aduhai selalu.
Sami2 pak Latief
DeleteBagaimana kalau dititipin lke Pak Latief. Hehee.. bercanda lhoh.
ADUHAI AH
Waduh... satu saja rewelan nih, itu loh...anaknya mertua.
Delete😢😢😀😀
Alhamdulillah... Terima kasih Bu Tien... Selamat malam selamat beristirahat semoga Bu Tien selalu sehat... Salam... 🙏🙏🙏
ReplyDeleteSami2 Ibu Sri
DeleteAamiin
𝐌𝐛𝐚𝐤 𝐓𝐢𝐞𝐧 𝐦𝐞𝐦𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐞𝐭𝐮𝐥-𝐛𝐞𝐭𝐮𝐥 𝐩𝐞𝐧𝐮𝐥𝐢𝐬 𝐥𝐮𝐚𝐫 𝐛𝐢𝐚𝐬𝐚...
ReplyDelete𝐇𝐚𝐫𝐮𝐬𝐧𝐲𝐚 𝟐 𝐬𝐞𝐫𝐢 𝐬𝐞𝐤𝐚𝐥𝐢 𝐭𝐚𝐲𝐚𝐧𝐠....
𝐓𝐞𝐫𝐢𝐦𝐚 𝐤𝐚𝐬𝐢𝐡 𝐦𝐛𝐚𝐤 𝐓𝐢𝐞𝐧...
Sami2 KP LOVER
DeleteHehee... capek dong aku.
ADUHAI AH
Maturnuwun bu Tien..MKJ49nya..
ReplyDeleteWah..ikut trenyuh mbacanya..aduhaii sekalii...
Akhirnya Haryo ketemu Tindy dan diopeni..dibw ke RS lg..eeee..ketemu Sarman..akan terbukakah Haryo..ato masih nanti yaa..
Lanjuut besok lagiiia..
Salam.sehat selalu dan aduhaii..bu Tien..🙏💟🌹
Sami2 ibu Maria
DeleteADUHAI ah.
Matur nuwun bunda Tien..
ReplyDeletesemakin ADUHAI saja..
Sami2 Ibu Padmasari
ReplyDeleteADUHAI AH
Terima kasih Bunda Tien ...
ReplyDeleteSami2 Pak Wardoyo
DeleteMaa Syaa Allah kuasa Allah .ahkirnya P Haryo ketahuan juga ..semoga Pak Haryo kembali ke istri dan anak2nya...beetobat dah ...ee Sarman si anak yg tersia2kan dtg ke RS ..apa kah Akan di jelan kan org eling nek arep munduri tua😢🤲❤🙏
ReplyDeleteADUHAI AH, Ibu Yanti
DeleteAlhamdulillah mkj 49 sudah tayang
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
Semoga bunda Tien selalu sehat
Salam sehat dan aduhai
Sami2 Ibu Salamah
DeleteAamiin
ADUHAI AH
Alhamdulillah....
ReplyDeleteMtur nuwun Bun....
Mugi2 tansah pinaringan rahayu wilujeng sedoyonipun
Sami2 Wo
DeleteAamiin
Alhamdulillah... Matursuwun mbak Tien MKJnya
ReplyDeleteSalam sehat selalu... ADUHAI
Sami2 Ibu Umi
DeleteSalam sejat ADUHAI AH
Alhamdulillah ...
ReplyDeleteMaknyeesss, mtr nuwun mbak Tirn, ADUHAI
Sami2 Pak Pri
DeleteADUHAI AH
Aduhai part nya menegangkan dan terharu sekali... terima kasih mbu tien... seht² trs dan dtnggu part berikutnya.....
ReplyDeleteSami2 Pak Zimi
DeleteAamiin
ADUHAI AH
Ya memang merasa itu boleh, tapi paling tidak; ada harapan gitu.., tenangkan hati, besarkan hati, jangan asal menghindar dan lari untuk menghindari; apa lagi menghindari orang² yang mencintai mu, aduh.. siapa tahu kamu menerima kasih yang tulus dari mereka sebagai tangan panjang Tuhan biar kamu merasakan kasih sayang.
ReplyDeleteHaryo maunya ngumpet, mau lari merasa berdosa boleh, tapi ya jangan menghindari orang² yang baik, yang perhatian, yang mengasihimu dengan tulus.
Tuh nggak sengaja Tindy lihat adegan dorong-dorongan sampai Nina terjengkang.
Untung pas adegan itu dilihat Tindy, nyata didepan mata coba telat sedikit; Haryo jatuh trus dibawa masuk ke rumah sakit sama Nina wuah sudah bubar; Nina bisa jumawa sebagai malaikat penyelamat, habis itu dimasukan mesin cuci, kamu diperas uangmu sampai garing.
Sarman bengong kehilangan momongannya, ini malah ketahuan yang punya; ikutan kena getahnya.
Desy curiga pasti ini yang ngebantuin kabur bapaknya, nah lho.. kapok di kata-katain Desy, ah enggak lah..masak seeh anak Tindy kok kejam, kan sudah berubah.
Paling Haryo minta supaya Sarman diterima Tindy dengan alasan merawat Haryo, Sarman yang selama ini sudah lakukan, nggak yakin kalau Haryo berani terus terang sama Tindy kalau itu darah dagingnya.
ADUHAI
Tapi Tindy kan banyak teman yang sering kasih tahu polah tingkah Haryo diluar area.
Bisa jadi keceplosan yang akhirnya; Haryo minta Tindy yang menjelaskan pada Sarman.
Masih takut kalau di unyel-unyel Sarman, jadi satpam rumah
Terimakasih Bu Tien;
Memang Kembang Jalanan yang ke empat puluh sembilan sudah tayang.
Sehat sehat selalu doaku,
sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Sami2 Nanaaang sang crigiser
DeleteTerimakasih banyak ocehannya..
Aamiin doanya
Assalamualaikum wr wb. Memang klo lelaki itu thukmis, istri siri dan anaknya nya ada di mana mana. Yg ketahuan baru Danarto, meski bukan anak kandung... Sarman itu yg kasihan yg dibesarkan oleh ibunya seorang diri, setelah dirayu dan di tinggal Haryo.. Wah seru nih, ditunggu saja lanjutan ceritanya. Maturnuwun Bu Tien, semoga senantiasa dikaruniai kesehatan lahir dan batin dan bahagia bersama keluarga tercinta. Aamiin yaa Robbal'alamiin... Salam sehat dari Pondok Gede...
ReplyDeleteWa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh
ReplyDeleteAamiin Ya Allah
Matur nuwun pak Mashudi, salam sehat
Selamat pagiii bunda Tien.. Terimaksih MzkJ nya🙏🙏Salam seroja sll dri sukabymi🥰🥰
ReplyDeleteSami2 Ibu Farida
DeleteADUHAI AH
Terima kasih MKJ ke 49 nya mbak Tien..
ReplyDeleteRasanya ini episode paling bagus, paling seru menguras emosi dan perasaan..
Salam sehat dan ADUHAI selalu..
Dari kang Idih di Bandung
Sami2 kang Idih
ReplyDeleteTerimakasih perhatiannya Kang Idih
Salam sehat dan ADUHAI
Sami2 Ibu Sul
ReplyDeleteSuwun Bu kutunggu selanjutnya
ReplyDelete