ADA MAKNA 07
(Tien Kumalasari)
Wanda tersenyum senang. Gadis didepannya begitu cantik. Ia bersyukur Wahyu mendapatkan pacar secantik Tia. Ia akan mendesak Wahyu agar berpacaran serius dengan gadis cantik ini.
“Tia, senang sekali ibu berkenalan denganmu. Ini namanya benar-benar jodoh,” kata Wanda sambil menepuk- nepuk tangan Tia.
“Bu, saya akan membeli beberapa baju dulu, saya tidak mengira kalau harus menginap, jadi tidak membawa bekal baju.”
“Oh ya Nak, silakan. Bagaimana kalau menginap di rumah ibu saja? Ada kamar kosong di rumah, nanti akan saya siapkan untuk nak Tia.”
“Maaf Bu, saya sudah memesan kamar di hotel sampai besok. Lain kali kalau ada waktu saya akan menginap di sana.”
“Baiklah, kalau begitu bagaimana kalau makan malam di rumah ibu nanti?”
“Nanti saja kalau Wahyu sudah pulang. Tidak enak merepotkan Ibu.”
Ketika itu ponsel Wanda berdering.
“Nah, ini Wahyu menelpon. Hallo Wahyu, ibu menunggu kabar dari kamu," katanya kemudian menjawab telpon Wahyu.
Tia segera memberi isyarat akan melanjutkan belanja, dan Wanda mengacungkan jempolnya tanda setuju.
“Maaf Bu, tidak ketemu bapak,” lanjut Wahyu.
“Tidak ketemu? Mungkin dia ditugaskan di lain tempat. Kamu tidak menanyakannya?”
“Tidak, bapak meminta pensiun dini kemudian pindah ke Jawa lagi. Sudah lama, bertahun-tahun yang lalu.”
“Kamu tidak melacaknya di tempat lain?”
“Sudah, tidak ada yang tahu. Hari ini saya pulang kalau dapat ticketnya.”
“Ah, sayang sekali. Ibu berharap kamu bisa mengajaknya pulang. Reihan sudah sangat berharap untuk bertemu. Kira-kira ada di mana dia?”
“Nanti kalau Wahyu pulang akan coba mencari keterangan, barangkali ada teman-temannya yang tahu.”
“Ya sudah, cepatlah pulang. Eh, tunggu. Saat ini ibu sedang belanja, kamu tahu, ibu bertemu dengan siapa?”
“Siapa ya Bu? Pasti bukan ketemu bapak Guntur,” canda Wahyu.
“Eh, kamu itu. Mana mungkin ketemu dia, kamu saja sedang mencarinya dan tidak ketahuan dia ada di mana.”
“Lalu ibu ketemu siapa?”
“Seseorang yang sangat ibu suka. Namanya Tia.”
“Apa? Dari mana Ibu mengenal Tia? Atau … Tia siapa ya?”
“Tia, pacar kamu.”
“Lhoh, kok Ibu bisa tahu?”
“Ibu ini kan pintar. Bagaimana bisa tahu, ceritanya nanti saja.”
“Dia memang sedang bertugas di Semarang. Oh ya, tadi dia bilang beli baju karena tidak membawa bekal baju karena rencananya tidak menginap. Baru saja kami bertelpon.”
“Iya, ibu tahu kalau dia pacar kamu ya ketika ibu mendengar dia sedang bertelpon dan menyebut nama kamu. Ibu bertanya, ternyata dia pacar kamu.”
“Ibu bisa saja,” kata Wahyu sambil tertawa.
“Kamu mau bicara?”
“Dia di dekat ibu?”
“Dia sedang memilih-milih baju. Agak jauh sih, kalau tadi ya di sini, omong-omong sama ibu.”
“Ya sudah, tidak usah saja Bu, Wahyu mau mengurus ticket untuk pulang.”
“Baiklah, hati-hati. Kalau bisa pulang hari ini, ajak ke rumah, ibu ingin masak untuk calon menantu ibu, sebelum dia pulang,” kata Wanda senang.
“Ibu ada-ada saja. Wahyu masih kuliah, mana ada orang tua mau, anak gadisnya diperistri laki-laki yang belum punya pekerjaan.”
“Kamu kan hampir selesai. Apa salahnya bersiap-siap?” kata Wanda enteng.
Pembicaraan terputus, diiringi kegembiraan di hati Wanda. Ia akan punya menantu? Cantik pula. Sangat menyenangkan. Karena gembiranya, Wanda sampai lupa mau beli apa saja. Lalu ia membeli sayur sekenanya, dan beberapa bumbu dapur. Kemudian dicarinya lagi Tia yang ternyata sudah membayar belanjaannya di kasir.
“Tia, tunggu dulu Nak.”
Tia yang hampir meninggalkan supermarket berhenti melangkah.
“Oh iya, sampai lupa kalau ada Ibu. Saya pamit dulu ya,” katanya sambil mendekati Wanda.
“Kita pulang bareng saja. Tia naik apa?” tanya Wanda yang bersikap seperti sudah kenal lama.
“Naik taksi, Bu.”
“Sama, ibu juga naik taksi. Ibu antar ke hotel tempat kamu menginap, baru ibu pulang.”
“Saya antar Ibu dulu saja, baru saya kembali ke hotel. Jangan Ibu malah mengantar saya.”
“Baiklah, terserah Tia saja.”
Mereka keluar dari supermarket ketika Wanda sudah membayar belanjaannya.
***
Tapi ternyata Wahyu baru pulang pada keesokan harinya. Diantara rasa kecewa karena kegagalan Wahyu mencari Guntur, ada rasa senang di hati Wanda, ketemu Tia yang katanya pacar Wahyu. Baru sekali ketemu, Wanda sudah merasa sangat cocok, padahal Wahyu belum bisa memastikan bagaimana kedepannya dengan adanya Tia, dan juga Emmi. Wahyu gampang sekali jatuh cinta. Apa karena darah almarhum Zaki yang mengalir ditubuhnya maka sedikit mata keranjang darinya juga menurun kepada anaknya? Tia dan Emmi sama-sama cantik. Tapi Tia yang dulu sekampus, lebih dulu lulus dan sudah bekerja, sedangkan emmi masih kuliah, beberapa tahun dibawahnya. Mana yang harus dipilihnya? Wahyu tersenyum-senyum mengingat keduanya.
“Hei, mengapa kamu senyum-senyum begitu?”
“Sebenarnya Wahyu masih punya satu lagi.”
“Masih punya satu lagi tuh apa?”
“Pacar. Eh … belum pacaran sih, tapi dia juga cantik. Hanya saja dia masih kuliah.”
“Apa? Mengapa kamu pacaran sama anak kecil?”
“Bukan pacaran Bu, tapi Wahyu juga suka,” kata Wahyu cengengesan.
“Dasar kamu. Tidak, Wahyu. Ibu sudah merasa cocok dengan Tia. Dia sudah kelihatan dewasa dan tampaknya dia pintar. Lupakan saja ‘yang satunya’ itu.”
“Tapi dia menggemaskan,” kata Wahyu enteng.
“Wahyu.”
Wanda memelototi anaknya dan Wahyu kemudian berlari ke kamarnya sambil cengar cengir.
***
Reihan tentu saja sangat kecewa atas kegagalan kakaknya menemukan sang ayah. Berkali-kali dia membuka ponselnya, dimana ada foto sang ayah terpampang di sana.
“Bapak, Rei ingin bertemu Bapak. Bapak ada di mana?”
Wanda merasa trenyuh melihat Reihan yang kecewa karena gagal menemukan ayahnya.
“Rei, menurut yang kakakmu dengar, ayahmu ada di Jawa. Kakakmu sudah berjanji untuk terus mencari keberadaannya. Kamu sabar ya?” hibur Wanda.
Reihan hanya bisa mengangguk sambil tersenyum tipis.
Sesungguhnya Wanda merasa kecewa ketika terpaksa harus berpisah dengan Guntur. Ia berpikir bahwa akan merasakan kebahagiaan setelah berhasil menjadikan Guntur sebagai suaminya. Tapi rupanya Guntur tidak benar-benar mencintainya. Wanda tahu bahwa Guntur masih mencintai Kinanti. Ia ingin sekali Wahyu bisa menemukan Guntur dan membawanya kembali kepadanya. Setelah Kinanti menikah lagi, bukankah cinta dihati Guntur akan pupus dengan sendirinya? Itu sebabnya dia masih berusaha mendapatkan Guntur kembali, dengan senjata Reihan sebagai anak kandungnya.
Pasti akan lebih menenangkan kalau ia kembali bisa menemukan sebuah keluarga. Biarlah tak cinta, asalkan bisa bersama-sama. Diusia yang sama-sama mendekati senja, masihkah sibuk memikirkan cinta?
“Bu, Wahyu mau menemui Tia di hotel, tampaknya dia bersiap akan pulang siang ini.”
“Oh ya, ajak dia ke rumah, dan makan siang di sini.”
“Mungkin tidak bisa Bu, dia sudah mengatakannya kalau harus segera pulang. Kalau bisa akan langsung ke kantornya. Lagi pula dia juga terpancang jam berangkat keretanya.”
“Ya sudah, cari waktu agar ibu bisa bertemu dan lebih dekat sama dia. Ibu suka gadis itu. Kamu harus serius, dan melupakan yang lainnya,” pesan Wanda wanti-wanti.
“Iya,” jawabnya singkat sambil cengar cengir, membuat sang ibu merasa kesal.
“Awas saja kalau kamu main-main dengan gadis lain,” omelnya mengiringi langkah Wahyu ke arah mobilnya.
***
Wahyu sampai di hotel, ketika Tia sudah menunggunya di lobi. Wahyu sudah berjanji akan mengantarkannya ke stasiun kereta. Tia lebih suka naik kereta, karena perjalanan dari bandara ke rumah atau ke kantornya masih lumayan jauh.
“Bagaimana kesan kamu tentang ibuku?” tanya Wahyu dalam perjalanan.
“Ibumu sangat ramah. Semalam aku diminta menginap di rumahnya, tapi aku sudah terlanjur memesan kamar hotel.”
“Dia juga sebenarnya ingin mengajak kamu makan siang di rumah.”
“Sayang sekali. Tapi aku berjanji bahwa lain kali akan menginap di rumah kamu dan makan bersama keluarga kamu.”
“Terima kasih Tia, cari waktu luang untuk berlama-lama di kota ini.”
“Akan aku usahakan. Tapi kapan-kapan kalau ke Solo kamu juga harus mampir ke rumah, berkenalan dengan ayahku dan adik-adikku.”
“Kemarin aku ke sana, hanya untuk ziarah ke makam ayahku. Waktunya tidak banyak karena aku harus kerja di sore harinya.”
“Aku suka kamu, karena kamu sangat rajin. Tidak malu mencari uang dengan bekerja paruh waktu.”
“Mengapa malu? Menjadi pelayan di kantin bukan pekerjaan hina. Aku sudah menjalaninya bertahun-tahun. Hasilnya lumayan, bisa mengurangi beban ibuku.”
“Iya, salut untuk kamu. Itu pula sebabnya aku mengagumi kamu.”
“Mengagumi, dan cinta?” pancing Wahyu.
“Tidak sulit jatuh cinta pada laki-laki gigih seperti kamu.”
“Itu bukan jawaban.”
“Separuh jawaban. Mengapa aku harus mengatakannya sementara kamu belum pernah mengatakannya padaku?”
“Aku sudah mengatakannya, dalam hati.”
“Bagaimana bisa melihat isi hati kamu?”
“Belah dadaku.”
Keduanya terkekeh senang. Saling mengungkapkan perasaan yang tersamar. Tapi Tia bisa menerimanya. Barangkali karena Wahyu belum menyelesaikan kuliahnya, maka tidak berani mengungkapkan cinta. Tapi perhatian yang ditunjukkannya, sudah membuat hatinya senang.
“Kapan kamu bisa ke Solo?”
“Ingin sekali. Nanti aku akan mencari waktu luang. Minggu depan aku ketemu dosenku, bulan depan sudah akan ujian.”
“Semoga segera selesai. Nanti aku bantu mencarikan pekerjaan untuk kamu.”
“Benar?”
“Benar.”
“Senang mendengarnya. Nanti kalau sudah bekerja bisa segera melamar gadis pujaanku.”
Tia tersenyum senang. Dirinyakah gadis pujaan Wahyu?
***
Dalam perjalanan pulang setelah mengantarkan Tia, Wahyu justru menelpon Emmi. Tapi lama sekali ponselnya tidak diangkat. Bukan karena Emmi tidak mendengarnya, karena ponselnya ada di dekatnya, tapi karena dia sedang duduk di hadapan sang ibu, di ruang makan.
“Ada telpon, mengapa tidak diangkat?”
“Biar saja,” kata Emmi yang kemudian justru mematikan ponselnya.
“Barangkali penting,” kata Kinanti.
“Dari Wahyu, nanti ibu tidak suka kan?”
Kinanti melanjutkan makan tanpa berkomentar apapun.
Ingatan bahwa Wahyu adalah anak Wanda, membuatnya tak suka Emmi berteman dengannya.
“Wah, lagi pada makan nih, kebetulan,” tiba-tiba Ardi muncul di ruang makan.
“Bapak kok sudah pulang?” sapa Kinanti.
“Bapak mau ke luar kota siang ini,” katanya sambil duduk. Emmi segera mengambil piring ke dapur untuk ayahnya.
“Masih urusan cabang baru itu?”
“Iya, aku harus ke sana.”
“Mengapa Bapak bersikeras membuka cabang di sana? Itu kota kecil, mungkinkah bisa berkembang?”
“Justru itu sebuah tantangan. Aku akan mencobanya.”
“Baru awal sudah ada kendala. Sampai tengah malampun menunggu laporan, dan bukan hanya sekali,” keluh Kinanti.
“Aku salah memilih orang. Aku akan menanganinya nanti.”
“Bapak langsung pulang?”
“Kalau bisa, kalau tidak mungkin beberapa hari.”
Kinanti menyendokkan nasi untuk suaminya, setelah Emmi meletakkan piring di depan sang ayah.
“Hm, enak … siapa yang masak? Bibik atau Emmi? Emmi libur hari ini kan? Tidak ke kampus kan?”
“Emmi baru belajar sama bibik.”
“Bagus sekali. Masakan bibik selalu enak. Kamu bisa belajar darinya, supaya kelak bisa menjadi istri yang mengagumkan,” canda sang ayah.
“Cari suami yang baik, yang dari keluarga baik-baik,” sambung Kinanti.
Emmi tak menjawab. Ia melanjutkan menyendok makanannya, tapi ia melihat sang ayah mengacungkan jempolnya. Emmi sudah tahu maksud ibunya. Sang ibu menganggap Wahyu bukan dari keluarga baik-baik? Padahal mereka belum pacaran. Baru dalam tahap saling tertarik. Tapi Emmi berusaha untuk tidak mengecewakan hati sang ibu. Pasti ada alasan mengapa ibunya tidak menyukai hubungannya dengan Wahyu.
***
Ardi mengendarai mobilnya sendiri. Sore hari dia baru sampai di kota yang dituju. Udara sedang kurang bagus sore itu. Mendung menggantung, dan sebentar lagi pasti turun hujan. Karena itu Ardi agak mempercepat laju mobilnya agar bisa sampai sebelum hujan mengguyur.
Tapi di sebuah belokan, seorang wanita tua menyeberang tiba-tiba. Ardi menginjak rem sampai berdecit. Wanita itu tidak sampai tertabrak, tapi dia jatuh karena panik dan kakinya tersandung batu.
Ardi menghentikan mobilnya. Dan membantu wanita itu bangun. Ia mengaduh-aduh, tapi Ardi tak melihat luka di kaki atau tangannya. Ia terkejut melihat kening si nenek berdarah.
“Aduh,” rintihnya.
“Bagaimana Bu, jauhkah rumah sakit dari sini?”
“Jangan ke rumah sakit, ada dokter baik di dekat sini, biar aku ke sana saja,” katanya sambil mengelap darah di wajahnya dengan ujung bajunya.
“Biar saya antar, ibu tunjukkan jalannya ya.”
“Baiklah, terima kasih. Keningku terantuk batu,” katanya sambil masuk ke dalam mobil, dibantu Ardi.
***
Besok lagi ya.
Matur nuwun mbak Tien-ku Ada Makna sudah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
Delete🍇🍑🍇🍑🍇🍑🍇🍑
ReplyDeleteAlhamdulillah 🙏💝
Cerbung ADA MAKNA 07
sudah tayang.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien & kelg
selalu sehat, bahagia
& dlm lindungan Allah SWT.
Aamiin.Salam aduhai 🦋😍
🍇🍑🍇🍑🍇🍑🍇🍑
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteNuwun jeng Sari
Aduhai
Alhamdulillah "Ada Makna 07" sdh hadir.
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien🙏
Sugeng ndalu, mugi Bu Tien & kelg tansah pinaringan sehat 🤲
Maaf maksude bu Tien bukan tiem 🙏
DeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteNuwun pak Sis
Sugeng sonten
Alhamdulilah bu Tiem, maturnueun.. selamat berbuka puasa smg sehat sll
ReplyDeleteSalam aduhai aduhsi bun🤩🤩
Tiem : maksude bu Tien🙏
DeleteSami2 ibu Sri
DeleteAduhai 2x
Terimakasih bunda Tien
ReplyDeleteSemoga bunda Tien selalu sehat
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteNuwun ibu Salamah
Alhamdulillah terimakasih bunda tien
ReplyDeleteSami2 ibu Endah
DeleteAlhamdulillah ADA MAKNA~07 telah hadir.. maturnuwun.Bu Tien 🙏
ReplyDeleteSemoga Bu Tien tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
Aamiin YRA 🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteNuwun pak Djodhi
Dasar Wanda...suka 'nggege mangsa'. Apa keluarga Tia juga setuju dengan keluarga Wahyu.
ReplyDeleteKalau Emmi bisa menerima saran ibu/ bapaknya, bagaimana sikap Wahyu ya. Mudah mudahan tidak nekat seperti almarhum ayahnya.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteNuwun pak Latief
Matur nwn bu Tien..
ReplyDeleteSalam sehat dari mBantul
Sami2 pak Bams
DeleteSalam hangat dari Solo
Matur nuwun, Bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
Delete
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun bu Tien
Cerbung *ADA
MAKNA 07* sdh hadir...
Semoga sehat dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteNuwun pak Wedeye
Matur suwun bu Tien
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteMatur nuwun Bu Tien, semoga Ibu selalu sehat wal'afiat....
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteNuwun ibu Reni
Alhamdulillah.Maturnuwun Cerbung " ADA MAKNA 07 "
ReplyDelete🌷🌹 🙏🙏🙏Semoga Bunda selalu sehat wal afiat 🤲
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteNuwun pak Herry
Wkwk...dunia cerbung hanya selebar daun kelor ya...lewat bu Simah yang celaka menjadi jalan bertemunya Ardi dengan sahabat remajanya yg dokter langganan bu Simah.😉😁
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien...sudah memutar2 logika pembaca melalui kisah unik ini. Semoga ibu sehat selalu.🙏🏻🙏🏻🙏🏻😘😘☺️
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteNuwun ibu Nana
Awal mula Ardi bertemu Guntur nich rasa²nya..🤗
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien..AM 07 telah hadir..🙏🙏
Sehat selalu kagem bunda..🤲🤲
Alhamdulillah
ReplyDeleteTanpa sengaja Ardi ketemu Guntur
Syukron nggih Mbak Tien 🌹🌹🌹🌹🌹
Sami2 jeng Susi
DeleteLagi lagi Ardi yang pertamakali menemukan Guntur, dengan perantaraan ibu yang hampir terserempet mobilnya disenja itu.
ReplyDeleteAkhirnya sedikit banyak bisa membantu Emmy menemukan ayah kandungnya yang begitu di harapkannya.
Hi hi
Walau sedikit terkesan; bisa bisanya dan tega bênêr, ayah kandungnya menceraikan istri sewaktu anak-anaknya masih balita.
Siapakah ibu Wahyu, sampai ibunya melarang Emmy berteman dekat dengan Wahyu, ada alasan; bukan dari keluarga baik baik.
Semoga Emmy memaklumi alasan itu, dan tidak terjerat sampai membebani pikirannya, mengganggu kesehatannya.
Mumpluk berbusa busa harapan ibu Wanda di perjumpaan pertama dengan Tia sampai langsung menekan kan Wahyu; agar 'tidak dengan yang laen,' kåyå iklan deterjen aja.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Ada Makna yang ke tuju sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteNuwun mas Crigis
Alhamdulillaah, matur nuwun Bu Tien, salam sehat wal'afiat semua ya 🤗🥰💖
ReplyDeleteYg suka dg Wahyu itu Emma atau Emmi sih 🤭
Keren deh Bu Tien untuk menemukan Guntur , mantab 👍👍❤️
Aduhaiiii
Sami2 ibu Ika
DeleteAlhamdulillah, matursuwun Bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Umi
DeleteAlhamdulillah, ADA MAKNA (AM),07 telah tayang, terima kasih bu Tien, semoga Allah senatiasa meridhoi kita semua, aamiin yra.
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteNuwun ibu Uchu
Sptnya suka segitiga (blm cinta?) Emmi-Wahyu-Tia
ReplyDeleteEmma-Feri
Dua2 nya melibatkan
Kinanti/Guntur-Wanda-Suryawan
Kinanti/Guntur-Suryawan
Yg blm terlihat Reihan & Nuri
Ditunggu pena mb Tien membw mrk kmn?
Nuwun jeng Sapti
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteBatu domino ketemu lagi, Ardi dan Guntur...
ReplyDeleteSudah dua kali saya perhatikan alur cerita cerbung ini memang mengalir saja, tak pakai flowchart yang diset dari awal harus jalan menurut garis tertentu. Jadi ajal cerbung ini tidak ditentukan dari dalam kandungan, tapi tergantung do'a pembaca yang dituangkan dalam bentuk komen-komen...
Terimakasih Mbak Tien...
This comment has been removed by the author.
DeleteSami2 Mas MERa
DeleteBisa aja. Tergantung doa pembaca?
Lalu apa doa Anda ?😂
Terima kasih, ibu. Ceritanya semakin seru. Wah, Tia sudah dapat lampu hijau dari, Wanda. Jangan-jangan dokter yang dimaksud oleh nenek yang tertabrak adalah Guntur.
ReplyDeleteTerimakasih juga ibu Linatun
DeleteSami2 jeng Sapti
ReplyDeleteSalam aduhai
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteNuwun ibu Padma Sari
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
ReplyDeleteNuwun mas Kakek