KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 09
(Tien Kumalasari)
Semua orang menoleh ke arah pintu pagar, melihat Sutris melangkah ke rumah.
“Anak pak Carik, celetuk mereka bersahutan."
“Orang tidak punya tata krama,” gerutu pak Truno.
“Arumiiii !”
Tanpa sadar membuat kesal yang punya rumah, Sutris nekat berteriak. Tapi ia tertegun melihat beberapa orang ada di dalam, bahkan ada yang ngelesot di lantai. Ia juga heran melihat wajah pak Truno ditempeli plester, yang diberikan dokter Adi ketika datang bersama Bachtiar. Ada juga luka lebam yang mulai samar.
“Ada apa ini?” tanyanya sambil celingukan, karena tidak melihat Arumi diantara mereka, kecuali mbok Truno yang sedang menyingkirkan piring kotor dari hadapan suaminya.
“Kamu itu berdiri di depan pintu, setelah berteriak-teriak, lalu bertanya seperti orang besar, tanpa rasa hormat sedikitpun walau di sini ada orang-orang yang jauh lebih tua dari kamu,” kata pak Truno dengan wajah muram.
“Ini ada apa?”
“Kenapa kamu berteriak?” tanya salah seorang dari mereka.
“Bukannya datang baik-baik, lalu baru bertanya ada apa,” kata yang lain.
“Saya kira Arumi ada di belakang, dan tidak mengira pak Truno ada di depan,” Sutris memberi alasan seenaknya.
“Aku ada atau Arumi ada di belakang, kamu tidak pantas memanggilnya sambil berteriak,” tegur pak Truno.
“Kemari, duduk dan bicara,” kata teman-teman pak Truno.
Sutris meleletkan lidahnya, lalu duduk ngelesot diantara para buruh tani itu.
“Maaf, Pak, saya tidak tahu apa yang terjadi di sini, sampai sampeyan luka-luka seperti itu. Tapi kedatangan saya kemari hanya ingin bertemu Arumi dan meminta maaf, karena saya salah kira tentang apa yang Arumi lakukan.”
“Itu kan gara-gara mbakyumu yang mulutnya rusak,” kata salah seorang buruh tani itu.
“Ya, ini semua gara-gara Wahyuni, mulutnya busuk.”
“Iya, saya kan datang untuk meminta maaf, dan maafkan juga mbakyuku yang usil itu.”
“Usil, beracun.”
“Mana Arumi?” tanya Sutris lagi.
“Dia lagi sibuk di belakang. Permintaan maaf kamu sudah aku terima, sekarang kamu sudah boleh pergi.”
“Ya ampun Pak, masa saya nggak boleh ketemu sebentar saja. Saya ingin agar permintaan maaf saya ini didengar oleh Arumi,” kata Sutris tak mau menyerah.
“Arumi pasti sudah mendengar perkataan kamu, dan aku mewakili dia, menerima permintaan maaf kamu.” kata pak Truno sambil melambaikan tangannya ke arah luar, sebagai isyarat mengusirnya.
Wajah Sutris menjadi gelap. Ia juga tak ingin bertanya kenapa pak Truno luka, dan apa yang dilakukan oleh para buruh tani itu.
Ia segera berdiri dan melangkah pergi, tanpa berpamit lagi.
“Dasar orang tidak tahu sopan santun.”
“Anak orang kaya, ya begitu itu.”
“Tidak semua orang kaya itu sombong. Dia itu berikut bapaknya sombong semua.”
“Yang baik cuma ibunya. Dia itu ramah kepada siapa saja, suka menolong.”
“Ya, bu Carik itu beda. Heran anaknya nggak ada yang bener.”
“Padahal katanya anak sekolahan.”
Beberapa orang mengomel dan belum juga berhenti, sampai ketika Arumi keluar sambil menyuguhkan beberapa gelas kopi.
“Silakan Lik, diminum, mumpung masih anget.”
“Kamu kenapa repot, Arumi, kami sudah mau pamit, karena harus kembali ke sawah.”
“Diminum dulu, baru boleh pamit,” kata mbok Truno ramah.
“Dan terima kasih, sudah dibawakan banyak sayur dan pisang. Besok aku masak yang banyak dan akan aku kirimkan ke sawah untuk kalian, ya.” kata mbok Truno lagi.
“Wah, besok kita pesta di sawah dong,” kata mereka bersahutan, lalu menghirup kopi yang sudah disajikan.
***
Sutris datang ke toko, dan segera disemprot amarah oleh ayahnya.
“Kamu itu sebenarnya bagaimana sih Tris, bekerja tidak becus. Selalu saja kalau diserahi tugas di toko, pasti kamu tinggalkan toko dan keluyuran entah ke mana.”
“Tadi Sutris memerlukan datang ke rumah pak Truno.”
“Kenapa kamu ke sana? Jangan bilang kamu jatuh cinta sama Arumi.”
“Hanya untuk minta maaf.”
“Kenapa harus minta maaf, salah apa kamu sama dia?”
“Tadinya kan Sutris juga mengira, kalau Arumi dibawa seorang laki-laki kaya, padahal seperti keterangan pak Lurah tadi pagi di Balai Desa, ternyata Arumi bukan dibawa oleh laki-laki kaya, tapi laki-laki itu mau mengganti makanan untuk bapaknya Arumi. Bukankah karena berita itu lalu timbul perkiraan yang macam-macam tentang kejadian itu?”
“Lalu kamu bersusah payah menemuinya untuk meminta maaf? Huh, buang-buang waktu saja. Sudah begitu, toko tidak ada kamu, pelanggan yang mau pesan gula banyak jadi pergi.”
“Sutris harus meminta maaf Pak, soalnya Sutris pernah menuduhnya terang-terangan di depan pak Truno.”
“Kalau aku boleh bilang, itu buang-buang waktu. Hanya soal berita saja orang sedesa pada ribut. Truno itu kan hanya petani, buruh tani, kalaupun tersebar berita yang merugikan dia, memangnya kenapa? Dia kan tidak butuh sesuatu, dia tidak butuh nama baik.”
“Lhoh, Bapak kok gitu. Ya butuh nama baik kan Pak, besok kalau jadi besan Bapak, lalu punya nama buruk, Bapak ikut malu kan?” kata Sutris sambil beranjak ke belakang, karena tak ingin mendengar ayahnya semakin marah.
“Apa katamu? Siapa yang mau menjadi besan petani miskin seperti dia?” hardiknya, tak peduli Sutris masih mendengarnya atau tidak.
***
Bu Carik sedang memasak di dapur, Wahyuni membantunya memotong sayur. Tapi kemudian bu Carik sadar ada yang kurang dalam belanja bumbu.
“Yuni, tolong kamu ke warung sebentar, beli kemiri. Ibu lupa beli tadi waktu ke pasar.”
“Ogah Bu, Wahyuni saja melanjutkan masak, ibu beli sendiri di warung.”
“Kamu gimana sih Yun, disuruh orang tua kok malah gantian nyuruh? Apa pantas seperti itu?” kata bu Carik marah.
“Wahyuni malu Bu, setiap ketemu orang pasti menuding-nuding hidung Yuni, mengumpat-umpat, mengatakan mulut Yuni rusak dan lain-lain.”
“Itulah, mengapa jadi orang itu harus menjaga mulutnya baik-baik. Jangan sembarangan ngomong, jangan sembarangan menjelek-jelekkan orang. Jangan suka menyebarkan berita yang belum tentu kebenarannya.”
“Ibu mengulang-ulang kata-kata itu, sudah dari tadi ibu memarahi Yuni.”
“Soalnya kamu seperti tidak sadar pada kesalahan kamu, kalau diberi tahu sepertinya masuk ke kuping kiri, keluar dari kuping kanan.”
“Ya enggak Bu, Yuni dengar kok.”
“Ya dengar, tapi tidak dimasukkan ke hati.”
“Harusnya Yuni bilang apa?”
“Bilang minta maaf, dan berjanji tidak akan mengulangi. Kalau perlu kamu temui Arumi dan meminta maaf.”
“Wuihh, meminta maaf pada Arumi?”
“Kan kamu yang membuat nama Arumi tercemar?”
“Ya nggak usah sampai minta maaf pada Arumi, pada Ibu saja. Maaf Bu, Wahyuni janji tidak akan mengulangi.”
“Memangnya kenapa kalau meminta maaf pada Arumi? Kan dia yang kamu rugikan, kamu buat namanya jadi pembicaraan buruk di desa ini.”
“Malu Bu.”
“Minta maaf itu perbuatan baik, mulia, kenapa malu? Besok ibu antar kamu ke rumah pak Truno. Kalau hari ini ibu harus masak untuk dua hari. Soalnya besok mau bantu-bantu orang punya kerja. Nah, sebelumnya, ibu antar kamu ke rumah pak Truno dulu.”
“Ogah, Bu.”
“Kenapa ogah? Harus mau, kalau tidak, selamanya kamu akan dibenci orang. Sekarang ke warung dulu sana, beli kemiri. Kalau tanpa kemiri sayur gudegnya jadi kurang mantab, tahu?” kata bu Carik sambil mengulurkan uang lima ribuan, yang diterima Wahyuni dengan wajah bersungut-sungut.
***
Pagi hari itu bu Wirawan sedang duduk di teras rumah. Suaminya sudah pergi ke kantor, dia ditemani Luki yang baru pulang dari jalan-jalan. Gadis itu sangat rajin berolah raga. Setiap pagi membawa mobil, ditinggalkan di parkiran lapangan olah raga, lalu dia turun dan lari mengitari lapangan.
“Kamu nggak capek, tiap pagi lari-lari begitu?”
“Biar sehat Bu, setiap pagi Luki lari sampai enam ribu langkah.”
“Banyak banget, bagaimana menghitungnya?”
“Ada alatnya kan Bu, selalu Luki bawa.”
“Jaman sekarang ada saja alat-alat canggih untuk melakukan sesuatu. Tapi ngomong-ngomong kamu apa belum ketemu Bachtiar lagi?”
“Ketemu sekali, pas dia mau berangkat kerja, jadi Luki buru-buru pergi. Bachtiar sepertinya nggak suka sama Luki.”
“Kamu harus terus mendekati dia, lama-lama hatinya pasti akan luluh. Apalagi kamu bilang kalau Minggu depan mau pulang.”
“Iya sih. Tapi dia itu susah ditemui. Pagi-pagi pergi, malam hari baru pulang.”
“Temui saja di tempat kerjanya.”
“Memangnya dia bekerja di mana Bu?”
“Dia sedang membuat proyek di sebuah desa. Dia itu entah apa yang diinginkannya. Di sini pekerjaan banyak, tapi dia memilih pekerjaan itu.”
“Jadi kalau mau menemui dia harus pergi ke sana dong Bu, desa mana tuh? Jauhkah dari sini?”
“Ya jauh, namanya desa Sabrang, itu di daerah Karanganyar sana. Masih masuk ke dalam, ibu juga tidak tahu persisnya.”
“Kalau begitu Luki mau ke sana saja, barangkali kalau ketemu bisa bicara lebih banyak.”
“Bagus, memang sebaiknya begitu. Bachtiar itu pekerja keras. Beberapa kali ibu kenalkan dengan seorang gadis, semuanya cantik-cantik, tapi dia tak pernah mau menerimanya. Alasannya pekerjaan belum selesai, atau belum ingin, atau apalah. Susah. Kalau kamu berhasil mendekati, itu bagus sekali. Barangkali dia memang harus dipaksa. Dengan rayuan, pastinya,” kata bu Wirawan sambil tersenyum penuh arti. Luki menanggapinya tertawa.
“Akan Luki lakukan, nanti.”
“Jangan nanti-nanti, secepatnya lebih baik.”
“Siap, ibu.”
***
Hari itu bu Carik benar-benar mengajak Wahyuni pergi ke rumah pak Truno. Wahyuni harus dipaksa, karena kalau tidak, maka dia tak akan mau melakukannya. Dia juga harus diantar, kalau tidak maka bisa saja dia bilang sudah tapi ternyata bohong. Karena itulah bu Carik bersusah payah mengantarkannya, pagi-pagi sekali.
Mbok Truno terkejut ketika bu Carik datang bersama Wahyuni, hanya untuk meminta maaf.
“Bu, semuanya sudah berlalu, lupakan saja,” kata mbok Truno.
“Tapi Wahyuni harus meminta maaf pada Arumi, karena dia telah menuduh Arumi melakukan yang bukan-bukan.”
“Tidak apa-apa, Mbak Yuni, aku sudah melupakannya kok,” kata Arumi ketika Wahyuni mengatakan bahwa dia meminta maaf.
“Meminta maaf itu harus, supaya kesalah pahaman bisa sama-sama dimaklumi,” sambung bu Carik.
Bu Carik juga menyesal ketika mendengar cerita bahwa pak Truno harus berantem dengan teman-temannya gara-gara berita itu. Hal itu dikatakan mbok Truno ketika melihat kaki pak Truno masih berbalut.
“Tuh, Yuni, banyak hal buruk terjadi gara-gara ulahmu,” tegur bu Carik lagi kepada anaknya.
“Iya, aku kan sudah meminta maaf,” kata Wahyuni sambil cemberut.
Bu Carik tidak lama, ia segera berpamit, setelah menyerahkan sebungkus buah jeruk yang dibelinya di pasar.
“Kenapa harus bawa-bawa oleh-oleh segala?” tanya mbok Truno sungkan.
“Kebetulan lewat pasar, lalu melihat orang jual jeruk,” kata bu Carik sambil berlalu. Wahyuni mengekor di belakangnya. Tapi mbok Truno melihat bahwa ungkapan maaf yang dikatakan Wahyuni sepertinya tidak tulus. Arumi juga tahu bahwa sejak masih sekolah, Wahyuni tidak suka kepada dirinya. Padahal umurnya terpaut empat tahunan diatasnya. Hanya karena Wahyuni tinggal kelas selama dua kali, maka lebih sering bertemu di sekolah.
***
Pagi hari itu Wahyuni pergi ke toko menemani Sutris, sementara bu Carik pergi ke rumah tetangga yang punya kerja. Wahyuni enggan di suruh ikut, karena pasti akan menjadi gunjingan ibu-ibu tentang peristiwa Arumi yang belum juga reda.
Ia sedang melayani pembeli, ketika melihat Bachtiar sedang menuju ke arah tokonya. Wahyuni kagum melihat Bachtiar yang wajahnya bersih dan tampan. Ia memasang senyum termanis yang dimilikinya, ketika Bachtiar sudah sampai di depannya.
“Silakan Mas, mau beli apa?”
“Saya hanya mau minta air galon itu dik, empat ya,” kata Bachtiar sambil mengeluarkan uang, setelah menunjuk ke arah deretan air galon yang dijual.
Hanya toko pak Carik yang menjual barang-barang begitu lengkap di desa itu.
“Kok banyak Mas,” kata Wahyuni.
“Iya, mau saya bawa ke rumah pak Truno, kasihan tiap hari Arumi harus mengambil air di sumber,” katanya sambil menerima kembalian uang dari Wahyuni.
Wahyuni segera memerintahkan pegawainya untuk mengangkat empat buah galon itu ke dalam bagasi mobil Bachtiar.
Ada perasaan iri ketika mendengar Bachtiar begitu perhatian pada Arumi. Pasti bukan karena peristiwa menggemparkan itu, tapi memang Bachtiar suka, dan itu menambah perasaan benci Wahyuni kepada Arumi.
***
Besok lagi ya.
ππππππππ
ReplyDeleteAlhamdulillah ππ€©
KaBeTeeS_09 sdh hadir.
Matur nuwun Bu, doaku
semoga Bu Tien & kelg
selalu sehat & bahagia.
Aamiin.Salam serojaππ¦
ππππππππ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sari
Salam aduhai
Yes
ReplyDeleteYess dan aduhai
DeleteHore
ReplyDeleteSuwun mb Tien smg sht sll
DeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun Yangtie
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteπ΄πΉπ΄πΉπ΄πΉπ΄πΉπ΄πΉ
DeleteAlhamdulillah, KaeRTeeS_09 yang kita tunggu sdh hadir, sebelum waktunya
Doa untuk bu Tien, semoga sakit giginya, setelah dicabut, tdk menjadikan terganggunya saat menggapai inspirasi, santai saja Dhe, rasah ngaya..
Bersyukur, diusia senja, kita masih dapat menghibur para penggemar tercinta... πͺπ€π
Nuwun mas Kakek.
DeleteAkuompong.. hehee
Matur nuwun
ReplyDeleteSami2 mbak Yaniiikk
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron nggih Mbak Tien ..selalu sehat AaminπΉπΉπΉπΉπΉπΉ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun jeng Susi
Matur suwun bu Tien.
ReplyDeleteSami2 pak Indriyanto
DeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Ketika Bulan Tinggal Separuh sudah tayang
ReplyDeleteSami2 pak Latief
DeleteMaturnuwun bu Tien, semoga ibu sll sehat dan bahagia , salam hangat dan aduhai aduhai bun
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Sri
Aduhai aduhai deh
Alhamdulillah KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH~9 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga sehat & bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..π€²..
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Djodhi
Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteSami2 ibu Anik
DeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteterimakasih bunda tien
Sami2 ibu Endah
DeleteTerima kasih bu Tien ... K B T S ke 9 sdh hadir ... Smg sehat dan semangat bu Tien & bahagia selalu ... Salam Aduhai .
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Enny
Wah... Luki malah mengejar mas Tiar. Biasanya jago yang mengejar babon, ini kebalik.
ReplyDeleteHe he.. Wahyuni tertarik juga ikut meramaikan menarik simpati dari mas Tiar, tendang saja biar nyungsep ke sawah.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Latief
ReplyDeleteAlhamdullilah
Matur nuwun Cerbung *KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 09* sdh hadir...
Demoga sehat dan bahagia bersama keluarga
Aamiin...
βΏ
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Wedeye
Hamdallah...cerbung Ketika Bulan Tinggal Separuh 09 telah tayang
ReplyDeleteTerima kasihi Bunda Tien
Sehat selalu Bunda, bahagia bersama Amancu di Sala. Aamiin
Wahyuni minta maaf nya kpd Arumi tdk tulus.
Susah klu orang sdh di hinggapi penyakit iri dan dengki.
Beda banget dengan sifat Bu Carik...ibu nya Wahyuni yang Bijaksana. Anak loro ( Yuni dan Sutris ) kok tdk ada yang menuruni sifat Ibu nya ya...π
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Munthoni
Alhamdulillah.Maturnuwun Bunda semoga selalu sehat wal afiat π€²πππ
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun pak Herry
Alhamdulillah " Ketika Bulan Tinggal Separuh- 09" sdh hadir.
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Aamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Ting
Mantab, Luki & Wahyuni ayo berpacu merebut Bachtiar...ππ
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, salam sehat wal'afiat semua ya π€π₯° dan salam Aduhaiii tentunya
Sami2 ibu Ika
DeleteAduhai deh
Matur nuwun Bu Tien, tetap sehat njih Ibu....
ReplyDeleteAamiin Yaa Robbal'alamiin
DeleteMatur nuwun ibu Reni
Sutrisno merasa orang besar ya...
ReplyDeleteNuwun pak Widay2
DeleteWah, ntar seru nih...kalau Luki nyusul Bachtiar ke desa, pasti bersaing dengan Wahyuni. Wkwk...π
ReplyDeleteTerima kasih, ibu Tien. Semoga cepat sembuh dari sakit gigi dan tetap semangat berkarya.ππ»ππ»ππ»
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah, matursuwun Bu Tien
ReplyDeleteSemoga BuTien dan keluarga sl dikaruniai kesehatan dan keselamatan. Aamiin
Salam hangat ... aduhai selalu π
Sejuk
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien
ReplyDeleteTerima ksih bunda. Slm sht sllππ₯°❤️πΉ
ReplyDelete