BERSAMA HUJAN 40
(Tien Kumalasari)
Bu Rosi amat kesal, melihat Romi bergeming. Tanpa sungkan dia berteriak lebih keras, sambil tangannya melambai. Ia tak memperhatikan ketika sang besan juga ikut mendekati perawat yang membawa bayi itu.
“Romi, kemarilah, lihat anakmu ini. Kamu harus yakin, ini adalah anak kamu, darah daging kamu. Lihatlah.”
Karena banyak orang menoleh ke arahnya, Romi terpaksa berdiri, dan melangkah mendekati ibunya.
“Nah, lihatlah. Kamu harus yakin bahwa ini anak kamu. Lihat, ini wajahmu. Hidungnya adalah hidung kamu, matanya, bibirnya, ini milik kamu. Apa kamu tidak mengenali wajahmu sendiri? Biar aku ambilkan ponsel mama, kalau kamu sampai lupa,” kata bu Rosi panjang lebar sambil mengambil ponselnya, dan gambar bayi itu memang ada di layar depan ponsel bu Rosi. Bayi Romi. Begitu persis dengan bayi yang digendong perawat dengan terbengong-bengong melihat sikap bu Rosi.
Romi terpana, memang benar bayi itu sangat persis dengan dirinya. Ia heran, bagaimana mungkin, sedangkan dia tak merasa mengukirnya di rahim Elisa.
“Suster, ijinkan anak saya ini menggendongnya, walau sebentar saja.”
Suster itu tersenyum, lalu mengulurkan bayi itu ke tangan Romi. Romi gemetar, bukan hanya karena dia tak pernah menggendong bayi, tapi karena wajah itu yang sangat mirip dengan dirinya. Ia terus mengamatinya tanpa bosan.
“Dan bayi ini sangat luar biasa, bagaimana dia lahir prematur tapi sudah sebesar ini? Suster, bayi prematur bukankah harus dimasukkan dalam inkubator? Tapi ini bayi yang kuat, Romi,” celetuk bu Rosi tanpa henti.
“Ibu, bayi ini bukan lahir prematur, ia lahir normal dan amat sehat,” jawab suster itu. Sang besan tiba-tiba tampak pucat. Ia sudah berbohong, dan tampaknya segera akan ketahuan. Ia ingin mengatakan sesuatu, tapi mulutnya bagai terkunci.
“Oh, bukan lahir prematur ya?” kata bu Rosi.
“Bukan Bu, ia lahir sehat. Ibu Kinanti juga sehat.”
Perkataan suster yang terakhir itu membuat semuanya terpana. Ada nama yang disebut, tapi bukan Elisa. Romi mendekap bayi itu.
"Kinanti?” desisnya gemetar.
“Benar Pak, ini bayi ibu Kinanti, dia sedang dibersihkan, jadi Bapak belum diijinkan masuk.”
“Mana Elisa?” yang kemudian bertanya adalah ibu Elisa.
“Ibu Elisa belum melahirkan."
“In… ni … anak Kinanti?” bisik bu Rosi, dengan gemetar pula. Romi masih mendekapnya tanpa berkata-kata.
“Maaf Bapak, saya harus segera membawanya ke kamar bayi,” kata suster itu sambil mengulurkan tangannya. Romi memberikannya masih dengan tangan gemetar. Bayi Kinanti … bayi Kinanti … sudah jelas kalau Kinanti adalah wanita yang dicarinya, dan anaknya … adalah darah dagingnya. Romi ingin menerobos masuk, tapi ditahan oleh perawat yang lain.
“Maaf Pak, Bapak belum boleh masuk.”
“Kinanti … Kinanti … Kinanti …” nama itu terus dibisikkannya. Ia melihat ke sekeliling, tak ada penunggu di luar ruang persalinan, hanya ada dirinya, ibunya, dan ibu mertuanya, yang kembali duduk dengan wajah kacau. Entah apa yang dipikirkannya.
Bu Rosi menarik tangan Romi, diajaknya menjauh.
“Maksudmu … Kinanti yang datang ke rumah beberapa bulan lalu?” bisik bu Rosi.
“Pastinya dia. Wajah anaknya adalah wajah Romi, bukankah ibu sudah melihatnya? Romi sudah mencarinya ke mana-mana. Bahkan ke rumah keluarganya, tapi tak ada yang tahu kemana Kinanti pergi. Romi yakin dia adalah Kinanti yang Romi cari.”
“Apa yang akan kamu lakukan?”
“Dia akan menjadi istri Romi,” kata Romi dengan mata berlinang.
Bu Rosi mengelus bahu anaknya, lalu ia baru teringat ada besannya duduk termangu di sana, sendiri, tanpa teman, dengan wajah kuyup oleh kegelisahan.
“Ternyata Elisa belum melahirkan,” kata bu Rosi sambil duduk di sampingnya, sementara Romi tak kelihatan batang hidungnya, entah pergi ke mana.
“Elisa belum melahirkan, jeng harus sabar,” kata bu Rosi yang berusaha menghiburnya.
Tiba-tiba pintu itu terbuka.
“Apakah ada keluarga ibu Elisa?”
Ibu Elisa langsung berdiri.
“Ada apa?”
“Apakah suaminya ada?”
Ia mencari-cari, tapi Romi entah pergi entah ke mana.
“Ada apa?”
“Kami membutuhkan persetujuan suaminya, karena ibu Eliusa harus segera dioperasi.”
“Saya ibunya, biar saya yang membuat persetujuan.”
Lalu perawat itu membawanya masuk ke dalam.
Bu Rosi bingung, tak tahu harus berbuat apa. Iapun mencari-cari, di mana Romi berada. Tak kelihatan di mana-mana.
“Ke mana anak itu?”
Bu Rosi kemudian kembali duduk, lalu dilihatnya sang besan keluar dengan wajah pucat. Tanpa mengatakan apapun, iapun duduk di dekat bu Rosi.
“Tidak apa-apa kan, kalaupun harus operasi? Elisa sudah ditangani, jadi semuanya akan baik-baik saja."
Sang besan hanya mengangguk.
Tak lama kemudian ia melihat sebuah brankar keluar dari ruangan itu. Ada Elisa terbaring di atasnya, wajahnya pucat, tampak tak berdaya.
Bu Rosi dan besannya segera berdiri, mengikuti brankar itu, berjalan di kiri dan kanannya.
“Kamu akan baik-baik saja, Elisa,” bisik sang ibu.
***
Sementara itu, bu Rosi sedang bingung mencari Romi. Ia menelponnya berkali-kali, tapi tidak diangkat. Mengira Romi pulang, bu Rosi berjalan ke arah depan. Di depan kantor administrasi, ia hampir bertubrukan dengan Romi yang dicarinya.
“Ya ampun, Romi. Kamu ke mana saja?”
“Romi sedang menyelesaikan administrasi untuk Kinanti.”
“Kinanti?”
“Romi yakin, dia adalah Kinanti yang Romi cari. Ada alamatnya yang masih mempergunakan alamat rumah yang Romi sudah tahu. Romi membubuhkan nama ayah bayi itu dengan nama Romi,” kata Romi dengan wajah berseri.
“Romi?” bu Rosi menatap sang putra dengan mata berkaca-kaca. Ia tak menyangka Romi sedewasa itu.
“Ibu setuju kan?”
Bu Rosi mengangguk terharu.
“Romi juga memesan kamar terbaik untuk Kinanti,” lanjutnya.
“Elisa dioperasi, karena anaknya tak segera lahir.”
“Oh ya?” hanya itu yang dikatakannya. Romi sambil melangkah ke arah ruang bersalin,
“Ke sana dulu, mertuamu sedang menunggui Elisa yang sedang di operasi,” kata bu Rosi sambil menarik lengan Romi. Biarpun berat, Romi menurutinya, karena merasa sungkan dengan mertuanya. Sesampai di dekat ruang operasi, mereka duduk. Romi duduk bersebelahan dengan mertuanya, tapi sang mertua tak mengacuhkannya. Ia tahu bahwa Romi tak pernah peduli pada istrinya.
Romi juga diam, ia tak tahu harus bicara apa. Tak mungkin dia mengatakan bahwa sedang mengurus administrasi untuk Kinanti.
Sebenarnya Romi sedang gelisah. Dua jam sudah berlalu setelah Kinanti melahirkan, pasti ia sudah dibawa ke ruang rawat. Tapi Romi merasa sungkan untuk pergi.
***
Sementara itu Kinanti merasa heran, ketika perawat membawanya ke ruang yang sangat mewah. Ia terkejut, dan merasa, bahwa pasti ada yang salah.
“Suster, pasti ini salah. Saya hanya ingin kamar inap yang sederhana saja,” katanya sebelum perawat mengangkatnya ke atas ranjang.
“Tapi Bu, ini pesanan suami Ibu.”
Kinanti mengerutkan keningnya. Kata suami itu sangat mengejutkannya. Bukankah dia tak punya suami? Ia terpaku diam ketika perawat mengangkatnya ke atas ranjang.
“Apakah ini tidak salah?” Kinanti ragu-ragu dan yakin bahwa pasti ada yang salah. Matanya melihat ke sekeliling. Benar-benar ruangan yang mewah. Luas, ada almari es di sampingnya, ada televisi di depannya, ada AC yang mendinginkan ruangannya.
“Suami Ibu yang memesan kamar ini,” perawat mengatakan sambil membetulkan letak kantung infus yang terpasang sejak dia melahirkan.
“Pasti salah,” desisnya ragu.
“Bukankah suami ibu bernama Romi Adyaputra?”
Kinanti memegang besi sisi tempat tidurnya. Ia merasa buminya bergoyang. Ia tak mampu berkata-kata ketika perawat itu meninggalkannya.
“Romi? Tidak, mengapa Romi mengetahui bahwa aku melahirkan?”
“Selamat, Kinanti, kamu sudah melahirkan anakku yang ganteng.”
Kinanti hampir berteriak karena terkejut, dan lebih terkejut lagi ketika Romi mendekatinya dan memegang tangannya dengan lembut. Kinanti mengibaskannya.
“Aku mencari kamu ke mana-mana. Aku akan menebus semua kesalahanku,” bisiknya lembut.
Kinanti menatapnya sekilas. Wajah tampan yang pernah digilainya, yang membuatnya terlena sehingga dia harus menyerahkan kesuciannya atas dasar cinta, dan ternyata semua kosong belaka. Mengapa tatapan menggetarkan itu datang kembali untuk mengusiknya?
“Kinanti, maafkan aku, ya. Aku akan menebusnya. Aku akan menjadikan kamu istriku. Aku akan memberi nama pada anakmu. Nama apa ya yang sebaiknya kita berikan?”
Romi tampak berpikir, sambil menatap wajah yang masih tampak pucat itu, tapi tak mengurangi kecantikannya. Romi bertambah menyesalinya karena telah menyia-nyiakannya dan tak peduli ketika Kinanti menangis di hadapannya saat mengatakan dirinya mengandung anaknya.
Romi menjatuhkan kepalanya di sisi Kinanti. Bagai teriris hati Kinanti mendengar isaknya perlahan.
“Aku sangat menyesal. Aku sangat menyesal, Kinanti.”
“Romi.”
Romi mengangkat kepalanya, lalu mengusap matanya yang basah. Dilihatnya sang mama mendekatinya. Tadi Romi meninggalkan sang mama bersama besannya di dekat ruang operasi, karena tak tahan ingin segera ketemu Kinanti. Ia belum seratus persen percaya bahwa itu Kinanti yang dicarinya, biarpun dia telah menyelesaikan semua administrasi untuk Kinanti. Ia baru sepenuhnya percaya ketika melihatnya, dan benar bahwa dialah Kinanti yang dicarinya.
“Mama, maaf Romi meninggalkan Mama.”
“Operasi sudah selesai. Mama sudah melihat bayinya.”
“Oh, syukurlah, Romi akan segera mengurus tes DNA itu.”
“Mama kira tak perlu. Bayi yang dilahirkannya adalah bayi dengan wajah bule.”
“Apa?”
“Matanya biru, rambutnya pirang.”
Romi menghela napas lega.
“Romi akan segera mengurus perceraian.”
Kinanti yang masih terbaring menatap keduanya dan tak mengerti apa yang mereka bicarakan, Ia masih ingat, wanita setengah tua yang masih cantik itu dulu pernah menolaknya dan merendahkannya. Sakit hati itu masih tersisa.
Terkejut lagi Kinanti, ketika sebuah tangan mengelus dan meremas jemarinya. Bu Rosi berdiri di sampingnya, dan tersenyum sangat manis.
“Kinanti, aku mohon, maafkanlah ibu, ya. Ibu pernah menyakiti kamu. Ibu menyesalinya.”
Bu Rosi meletakkan tangan Kinanti di pipinya yang halus dan wangi.
“Romi akan segera menikahi kamu, ibu mohon, jangan menolaknya. Ingat, bayi butuh seorang ayah. Ia adalah cucuku,” bisiknya lembut.
Hati Kinanti bagai teriris, melihat wanita cantik itu menitikkan air mata. Romi tampak berdiri di sisi yang lain, menatapnya tak berkedip. Tatapan yang membuat hatinya kelabakan.
“Alangkah tampan laki-laki ini, yang dulu pernah membuatku jatuh bangun, dan menjadi perempuan bodoh sehingga gampang terbujuk. Sekarang dia memandangiku seperti dulu ketika menjatuhkan hatiku. Tapi pandangan itu begitu tulus, jauh dari nafsu. Benarkah seperti kata dokter Faris bahwa dia telah berubah? Nyatanya setelah bertemu, alangkah sulit aku menolaknya, apakah aku kembali terpedaya?” kata batin Kinanti yang kemudian menguatkan hatinya, dan mengalihkan pandangan ke arah lain.
“Kinanti,” kata bu Rosi lembut.
Kinanti menatap wanita setengah tua cantik yang masih mengelus tangannya. Ada tatapan menghiba, seperti mohon dikasihani.
“Romi sangat menyesali perbuatannya. Aku mohon, Nak, terimalah dia kembali. Kami, aku dan Romi sudah minta maaf. Romi berjanji akan memperbaiki jalan hidupnya, perilakunya, dan menghilangkan sifat buruknya.”
Kinanti menatap langit-langit kamar dan menemukan bayangan masa lalu, dimana dirinya datang dengan tangisan, sementara Romi dan ibunya menatapnya dengan pandangan merendahkan. Hati Kinanti semakin teriris. Begitu mudahkah menerima permintaan maaf sementara lukanya begitu dalam dan menganga. Rasanya darah masih menetes dari luka itu. Rasanya mata mengagumkan itu berubah menjadi bengis. Lalu tiba-tiba Kinanti menangis terisak-isak.
Bu Rosi dan Romi menatapnya dengan kesedihan yang memuncak. Bu Rosi menggenggam tangan Kinanti, diletakkannya di dadanya.
“Jangan menangis lagi Kinanti. Lupakan yang telah lalu. Ibu berjanji akan selalu ada di dekatmu dan melindungimu kalau sampai Romi ingkar janji.”
“Kinanti, jangan menangis. Aku akan mengobati luka itu, dengan cinta.”
“Cinta? Dulu kamu begitu mudah mengatakan kata ‘cinta’ itu. Dan sekarang kamu mengulanginya? Tidak!!!”
Romi tersentak mendengarnya.
***
Besok lagi ya.
Maturnuwun sanget Bu Tien...
ReplyDelete🙏🙏
Alhamdulillah
DeleteSelamat pagi bu Tien selamat pagi sahabat²ku
DeleteMaaf semalam Bandung hujan deras jadi enak tidur. Jika semalam tayang terlambat karena Bu Tien sdg menghadiri perhelatan resepsi keponakan mas Tom di Yogjakarta. Walau dlm keadaan sibuk, bu Tien tetap menulis untuk kita.
Terimakasih bu Tien, sehat terus dan terus sehat ya?
Salam ADUHAI
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah maturnuwun.
ReplyDeleteAlhamdullilah .terima ksih bunda .salam Seroja dan tetap aduhai unk bunda🙏😘😘🌹
ReplyDelete🌷🎀🌷🎀🌷🎀🌷🎀
ReplyDeleteAlhamdulillah "BeHa" 40
sampun tayang.
Matur nuwun Bu Tien.
Sehat selalu dan
tetep smangat nggih.
Salam aduhai 💐🦋
🌷🎀🌷🎀🌷🎀🌷🎀
Alhamdulillah....yang ditunggu dah tayang, terima kasih Bu Tien selamat malam selamat beristirahat
ReplyDeleteTerima kasih, bu Tien cantiik.... semoga sehat2, yaa....
ReplyDeleteMatur suwun ibu Tien
ReplyDeleteMugi panjenengan tansah pinaringan sehat
Salam tahes ulales dari bumi Arema Malang 🙏❤️
Alhamdulillah mb Tien....smg seroja selalu ...aamiin...
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku Bersama Hujan tayang
ReplyDeleteHati Kinanti belum terbuka untuk Romi. Maklum saja, lukanya sangat dalam.
DeleteBenar bahwa Elisa sudah hamil sebelum pulang ke Indonesia. Dan bibit yang dibawa memang dari luar negeri.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun mbakyuku Tienkumalasari sampun tayang episode ke 40, salam kangen n aduhai dari Cibubur inggih, wassalam..khan bener yg mirip adalah anaknya Kinanti
ReplyDeleteAlhamdulillah, semoga Bunda Tien Kumalasari selalu sehat dan tetap semangat ya Bun, Aamiin
ReplyDeleteADUHAI.......
ReplyDeleteMatur nuwun, Mbak Tien.
Ikut trenyuh, ada 2 perempuan yg melahirkan. Betul2 kejutan, ternyata Kinanti satu Rumah Sakit dng Elisa. Bu Tien memang luar biasa.
ReplyDeleteMtr nwn Bu Tien, sehat sll.
Alhamdulillah Bersama Hujan - 40 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Alhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah terimakasih bu Tien..
ReplyDeleteBenar kan... Aku pernah bilang di GR nnt anaknya Elisa bule, jd ketahuan bukan anak Romi...
Ternyata belum luluh Kinanti walaupun ada juga bu Rosi mendampingi Romi, semoga Kinanti dapat menerima Romi, bahwa Romi sudah insyaf dan ingin bertanggung jawab..
Salam sehat selalu bu Tien.....
Cinta oh Cinta.semoga Kinanti juga bahagia seperti Aisah dan Andin.Aduhai
ReplyDeleteTerima kasih atas segala dukungan, penyemangat dan perhatian yang penuh cinta, buat bapak2, kakek2, opa:
ReplyDeleteKakek Habi, Nanang, Bambang Subekti, Djoko Riyanto, Hadi Sudjarwo, Wedeye, Prisc21, Latief, Arif, Djodhi, Suprawoto, HerryPur, Zimi Zainal, Andrew Young, Anton Sarjo, Yowa, Bams Diharja, Tugiman, Apip Mardin Novarianto, Bambang Waspada, Uchu Rideen, B Indiarto, Djuniarto, Cak Agus SW, Tutus, Wignyopress, Subagyo, Wirasaba, Munthoni, Rinta, Petir Milenium, Bisikan Kertapati, Syaban Alamsyah,
Dan mbakyu, ibu, eyang, nenek, oma, diajeng:
Nani Nuraini Siba, Iyeng Santosa, Mimiet, Nana Yang, Sari Usman, KP Lover, Uti Yaniek, Lina Tikni, Padmasari, Neni Tegal, Susi Herawati, Komariyah, I'in Maimun, Isti Priyono, Yati Sribudiarti, Kun Yulia , Irawati, Hermina, Sul Sulastri, Sri Maryani, Wiwikwisnu, Sis Hakim, Dewiyana, Nanik Purwantini, Sri Sudarwati, Handayaningsih, Ting Hartinah, Umi Hafid, Farida Inkiriwang, Lestari Mardi, Indrastuti, Indi, Atiek, Nien, Endang Amirul, Naniek Hsd., Mbah Put Ika, Engkas Kurniasih, Indiyah Murwani, Werdi Kaboel, Endah, Sofi, Yustina Maria Nunuk Sulastri, Ermi S., Ninik Arsini,
Tati Sri Rahayu, Sari Usman, Mundjiati Habib, Dewi Hr Basuki, Hestri, Reni, Butut, Nuning, Atiek, Ny. Mulyono SK, Sariyenti, Salamah, Adelina, bu Sukardi, mBah Put Ika, Yustinhar, Rery, Paramita, Ika Larangan. Hestri, Ira, Jainah, Wiwik Nur Jannah, Laksmi Sutawan, Melly Mawardi, Tri, Rosie, Dwi Haksiwi, Purwani Utomo, Enny, Bunda Hanin , Dini Ekanti, Swissti Buana, YYulia Dwi, Kusumawati,
Salam hangat dan ADUHAI, dari Solo.
Terima kasih bu Tien ... Bersama hujan sdh tayang ... Smg bu Tien & kelrg bahagia n sehat sll ... Semangat & salam Aduhai .
ReplyDeleteAlhamdulillah BERSAMA HUJAN~40 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
ReplyDeleteAamiin yra..🤲
MasyaAlloh....sudah aku duga anak Elisa bule.....
ReplyDeleteBu Tien sungguh luar biasa...Terimakasih bunda Tien....Salam sehat selalu...
Terimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun Bu Tien, ceritanya keren....
ReplyDeleteAlhamdulillah... Makaciih bunda Tien ... episode mengharukan,
ReplyDeleteSalam Aduhaii
Aha sekarang baru tahu siapa sebenarnya sang cabang bayi itu. Kan salah satu orang tua Elisa bule, jadi siapa tahu sang bayi spt kel.yg terdahulu? Lebih baik test DNA, spy lebih pasti.
ReplyDeleteBerbahagialah Romi, dpt menemukan Kinanti, apalagi bersama bayinya. Meskipun hati Kinanti terluka dalam sekali, tapi ingat masa depan anaknya. Memang hidup perlu pengorbanan. Cinta dan kehendak Allah yg akan mempersatukan mereka.
Terima kasih ibu Tien untuk pengurainnya yg secara misterius.
Salam sehat untuk Ibu Tien dan juga para pembaca semuanya.
Makasih bu Tien, episode 40 sudah tayang, ceritanya sangat mengharukan...Salam dari jauh, tetap semangat ya bu..
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah, Matursuwun bu Tien, episode 40 sudah tayang, salam sehat semangat bahagia selalu 🥰
ReplyDeleteBunda benar" pintar membuat ceritanya hingga resah dikira bayi yg mirip Romi punya elisa ternyata oh ternyata... Makasih bunda makin seru
ReplyDeleteTidak.... aku tidak akan mampu menolaknya..... semoga itu yg akan diucapkan Kinanti... terima kasih Mbu Tien.... sehat sllu bersama keluarga tercinta.... tak sabar mnunggu part berikutnya..
ReplyDeleteAlhamdulilah bh 40 sdh...tayang... terima kasih bu Tien semoga ibu sehat selalu dan bahagia salam hangat dan aduhai bun
ReplyDeleteBahagianya romi..bu rosi dan kinanti terbengong bengong ....ucapan tidaaaak dari kinanti lanjutiin .... tidak menolak !!!
Alhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerima kasih bu tien bh 40 telah tayang.
Semoga bu tien sehat2 n selalu dlm lindungan n bimbingan Allah SWT .... aamiin yra
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun bu Tien 🤗🥰
Tenang Kinanti , badai pasti berlalu, skrg terima Romi ya ,,memang tdk semudah itu untuk melupakan kenangan pahit ,, dlm kenyataan hidup pun sama seperti itu,,,
Salam sehat wal'afiat semua bu Tien
Salam aduhaiii. Mantab 👍👍👍🤩
Tmks bu Tien, aduhae critanya bagus banget. Selalu bikin penasaran dan jawabannya selalu surprise.
ReplyDeleteSemoga kita sll sehat wal afiat ya Aamiin
Hamdallah.. Bersama Hujan 40 telah tayang. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu tetap Semangat, tetap Sehat wal Afiat bersama Keluarga di Sala. Aamiin
ReplyDeleteTinggal menunggu waktu, sampai hati nya Kinanti luluh, memang sakit hati itu susah di cari obat nya. Semoga Romi berhasil meluluhkan lagi hati Kinanti yang sakit terasa di iris iris sembilu...he...he...
Untuk Elisa juga tinggal menunggu waktu, sampai status nya jelas bukan Isteri nya Romi...he...he...
Kagem Dulur PCTK: Selamat menikmati hari Ahad yang ceria nggeh Sedulur.. salam sehat selalu.
Makasih mba Tien.
ReplyDelete