Friday, November 10, 2023

BERSAMA HUJAN 39

 BERSAMA HUJAN  39

(Tien Kumalasari)

 

Bu Rosi agak berdebar mendengar apa yang dikatakan menantunya. Kenapa bisa persis seperti bayangan Romi tentang kelahiran prematur. Jangan-jangan apa yang selalu diucapkan Romi setiap kali dia menegurnya itu benar. Entahlah. Bu Rosi selalu memikirkannya, dan karenanya ia tak banyak berkata-kata dalam perjalanan kembali ke kantor.

“Kenapa Ma? Kok Mama kelihatan seperti gelisah begitu?”

“Tadi Elisa mengatakan, bahwa mamanya akan datang kemari.”

“Oh, benarkah? Ingin menunggui kelahiran cucunya? Tentu saja. Menurut perhitungan, ini memang sudah saatnya,” kata Romi enteng.

“Romi,” tegur sang mama.

“Lihat saja nanti.”

“Tadi Elisa juga mengatakan, bahwa melihat kondisi Elisa, kemungkinan dia akan melahirkan prematur.”

“Naaah!” Romi berteriak, kemudian tertawa terbahak-bahak.

“Romi!” tegur sang mama lagi, kali ini sambil menepuk bahunya keras.

“Auww, Mama. Sakit dong Ma.”

“Kamu berteriak dan tertawa ngakak, jelek banget,” gerutu bu Rosi.

“Masa sih, Romi jelek? Bibik saja bilang Romi tuh ganteng.

“Kalau kamu tertawa seperti tadi, nggak ada ganteng-gantengnya, tahu! Yang ada kamu kelihatan jelek. Norak. Nggak sopan.”

“Kok banyak sekali buruknya?”

“Mama nggak ngerti, kenapa kamu tadi tertawa seperti itu.”

“Kan seperti dugaan Romi, bahwa nanti akan ada perempuan melahirkan prematur. Tapi ya prematur buatan, yang bener adalah memang sudah saatnya.”

“Sudah, mama nggak mau ngomongin yang belum jelas. Itu kan baru dugaan kamu.”

“Romi juga tidak ingin ngomongin soal yang hamil itu lagi. Romi ingin menenangkan diri. Apalagi dua hari lagi Romi wisuda.”

“Oh iya, kamu wisuda. Elisa diajak kan?”

Tidak Mama, tolong. Mama saja yang datang.”

“Romi, dia istri kamu.”

“Romi tidak ingin dia datang.”

“Romi, semarah apapun, tolong sedikit saja memberikan tempat bagi Elisa untuk menikmati keberhasilan kamu.”

“Tolong Mama,” hanya itu yang diucapkannya, selebihnya adalah diam dan tak menanggapi apapun yang dikatakan sang mama.

***

Hari itu seperti juga Romi, Aisah juga di wisuda. Pak Harsono mengingatkan agar Andin ikut menghadiri acara tersebut, tapi Andin tak menanggapinya. Ia sudah tahu bahwa Romi juga wisuda hari itu, dan ia tak ingin melihatnya. Aisah sudah memintanya datang, tapi Andin benar-benar meminta maaf.

“Maaf Aisah, aku tidak bisa. Tapi aku janji, pada hari pernikahan kamu, aku akan menunggui kamu, dari ijab kabul sampai resepsi.”

Memang benar, seminggu setelah wisuda, Luki dan Aisah akan menikah. Sebuah kebahagiaan yang telah beberapa bulan lalu direncanakan oleh kedua keluarga, akan menjadi hari-hari penuh gempita bagi keduanya, yang berencana menguntai manik-manik cinta, menjadi perhiasan yang benar-benar akan menghiasi hidup mereka.

Andin sedang mensyukuri kebahagiaan sahabatnya dari rumah, dengan menyibukkan diri membersihkan rumah sejak pagi harinya, lalu bersiap memasak untuk makan siang sang ayah apabila pulang. Ketika dia sedang memetik sayur, Andin terkejut mendengar suara berdehem dari arah pintu. Secepat kilat Andin membalikkan tubuhnya, lalu tersenyum lebar melihat dokter Faris datang dengan pakaian yang sangat rapi.

“Dokter?”

“Ayo kita pergi,” ajaknya tanpa berkencan sebelumnya.

“Ke mana?”

“Wisuda Aisah, kamu tak ingin datang?”

“Tapi ….” Andin merasa ragu, tapi tatapan dokter Faris membuatnya tak berdaya.

“Saya sebenarnya ingin masak.”

“Nanti kita beli masakan yang sudah jadi. Tak ada yang perlu kamu takutkan, karena kamu datang bersama aku,” kata dokter Faris yang tahu apa yang membuat Andin tampak ragu.

Andin meletakkan sayuran yang nyaris dipotong-potong, menempatkannya dalam wadah, lalu memasukkannya ke dalam kulkas.

“Tapi Dokter harus menunggu, saya harus berganti pakaian.”

“Baiklah, aku akan menunggu di depan. Dandan yang cantik ya.”

Andin tersenyum, sambil bergegas masuk ke kamarnya, sementara dokter Faris menunggunya di teras.

Andin membuka almari, memilih gaun polos berwarna pink, dengan tali berwarna putih mengikat pinggangnya. Ia juga memilih kerudung senada. Semuanya disiapkannya di atas ranjang. Andin bukan gadis pesolek. Dia hanya menyapu wajahnya dengan bedak tipis, tanpa mempertebal alis dan bulu matanya, karena sudah cukup tebal dengan bulu mata lentik menawan. Ia juga hanya menyapu bibirnya ala kadarnya. Agar tidak terlihat pucat.

Walau hanya dengan penampilan sederhana, tapi begitu keluar, dokter Faris menatapnya dengan penuh perhatian.

“Alangkah cantiknya calon istri aku,” gumamnya pelan sambil terus menatap wajah Andin, seakan tak ingin melepaskan pandangan itu darinya.

“Jadi tidak?” kata Andin yang tersipu karena ditatapnya terus menerus. Debar dada itu yang membuat Andin segera mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Dokter Faris tertawa pelan. Ia berdiri dan hampir saja meraih tangan Andin, tapi Andin dengan manis menghindarinya. Dokter Faris segera sadar bahwa Andin bukan gadis yang suka dipegang-pegang, walau oleh laki-laki yang kelak akan menjadi pendamping hidupnya sekalipun.

Adapun apa yang terjadi beberapa bulan yang lalu, adalah sebuah malapetaka, yang akan menggoreskan luka dalam jiwanya.

***

Dalam acara wisuda itu, mau tidak mau Andin harus bertemu Romi, karena setelah melihat Andin dan dokter Faris, Romi justru mendekatinya. Andin yang selalu bersama dokter Faris, mau tak mau harus menyalaminya juga dan mengucapkan selamat sambil merangkapkan kedua tangannya. Romi cukup senang walau hanya sebuah ucapan, tapi Andin tidak berusaha menghindarinya. Bukan berarti ia sudah melupakan masa pahit itu, tapi karena ada dokter Faris yang berada di dekatnya. Andinpun segera menjauh begitu melihat Aisah dan Luki sedang berfoto bersama teman-temannya.

“Selamat Aisah, aku ikut senang kamu sudah bisa menyelesaikannya.”

“Terima kasih Andin, semoga kamu segera menyusul.”

“Terima kasih juga Aisah. Setelah ini kamu pasti sibuk menghadapi hari pernikahan kamu.”

“Tidak terasa, aku segera meninggalkan masa bersenang-senang bersamamu, karena mungkin mas Luki akan membawaku ke luar Jawa.”

“Aku senang, tapi juga sedih.”

“Tidak akan lama kok, nanti kalau perusahaan yang di sini sudah jalan, kami akan menetap di sini.”

“Syukurlah,” kata Andin.

“Semoga saat itu kamu sudah menikah pula, ya kan?”

Andin hanya tersipu. Ia menoleh ke arah dimana tadi dia meninggalkan dokter Faris, tapi ia urung mendekatinya karena tampaknya dokter Faris dan Romi masih berbincang-bincang, entah apa yang diperbincangkannya, yang pasti bukan tentang Kinanti, karena Kinanti belum mau membuka hatinya.

***

Perhelatan itu sudah digelar. Begitu meriah dan megah. Pak Istijab dengan didampingi kerabatnya, dan pak Wiranto bersama istri, tersenyum bahagia mengapit kedua mempelai, yang tak berhenti menebarkan rona suka cita pada wajah-wajah mereka. Seuntai benang berhiaskan bunga kasih sayang telah mengikat mereka dalam sebuah pernikahan yang indah.

Dokter Faris yang berdandan ala pakaian Jawa, tampak sangat gagah dan tampan, duduk di dekat Andini, sang buah hati yang tak lama lagi juga akan dipersuntingnya. Andini yang juga berkain kebaya, bergelung manis, duduk dengan anggun sambil tak bosan-bosannya menatap sahabatnya yang malam itu tampak berkilau bagai permata.

“Kapan kita menyusul?” bisik dokter Faris di dekat telinga Andin.

Andin menatap kekasihnya, tersenyum sangat manis, membuat dokter Faris ingin segera membawanya terbang ke langit biru, menari diatas mega-mega putih, menunggu malam saat bintang gemerlapan, memetiknya dan menyuntingkannya di telinga sang pujaan.

“Bersabarlah dokter,” jawaban yang hanya berbisik itu cukup menggetarkan hati sang dokter ganteng.

“Aku tak sabar lagi.”

“Menunggu nikmat rahmat, ketika kesabaran sudah terlewatkan.”

Dokter Faris meremas tangannya sendiri, mana berani dia meremas tangan gadis disampingnya?

“Pasti akan indah,” sambungnya sambil menahan gejolak perasaannya.

Andin mengangguk, dan sepasang mata menatap penuh takjub dalam sesal yang tak berkesudahan. Ada sakit melihat kemesraan yang menari di depan matanya.

“Harusnya aku miliki, tapi jiwaku yang kotor menghancurkan semuanya,” bisiknya dalam hati, saat duduk di sebuah sudut ruangan, tanpa seorangpun menemani, dan merasa sendiri, walau diantara teman-teman kuliahnya tersebar di seantero ruangan.

***

 Ada sorak sorai wisuda, lalu ada gempita perhelatan pernikahan. Semuanya adalah letupan perasaan suka cita yang membuncah. Semuanya adalah muara sebuah perjuangan, baik itu perjuangan dari meniti ilmu ataupun perjuangan dalam menguraikan cinta, dalam wadah yang baru, yang bernama mahligai rumah tangga. Senang ataupun susah, adalah bunga-bunga kehidupan yang harus dijalani. Andin menatap sahabatnya dengan mata berbinar. Akhirnya kisah cinta yang hanya sekilas itu berakhir di pelaminan.

Romi tak tahan melihat semuanya. Kini dirinyalah yang merasa sakit. Entah kenapa, ia tak yakin akan bisa mencecap bahagia seperti tetangganya, yang sedang bersanding sebagai pengantin, ataupun gadis idamannya, yang sedang bersanding sebagai calon pengantin. Cepat atau lambat, pastilah akan terlaksana.

Melalui pintu samping, Romi menyibakkan kerumunan pada pelayan catering yang sedang menata beragam makanan suguhan yang aromanya menggugah selera. Romi terus berlalu, tak perlu menunggu, daripada pedih perih mencabik-cabik hatinya.

***

Romi sudah sampai di rumah, tampak sepi. Ia juga tak melihat ibu mertuanya yang sudah beberapa hari datang dan menginap di sana. Ia bersikap biasa saja, dan sang ibu mertua memakluminya, karena Elisa sudah mengatakan semuanya. Tapi sebelum naik ke atas tangga, bibik memanggilnya, sehingga ia berhenti melangkah.

“Tuan Muda, non Elisa baru saja berangkat ke rumah sakit, bersama ibunya.”

“Oh ya, biarkan saja, kan sudah ada ibunya?”

“Tapi sepertinya non Elisa akan melahirkan. Dari pagi sesambat perutnya sakit.”

“Bagus lah, kalau tetap di dalam perut maka dia akan lahir setelah tumbuh kumisnya, ya kan?”

“Ah, kenapa Tuan Muda bercanda?”

“Mengapa Bibik tampak khawatir? Melahirkan, bagi seorang wanita adalah biasa kan? Apa aku perlu khawatir?”

“Tuan jangan begitu. Masa istri melahirkan, tapi Tuan kelihatan sangat santai?”

“Apa yang harus aku lakukan?”

“Susullah ke rumah sakit, Tuan.”

Romi belum sempat menjawabnya ketika tiba-tiba ibunya memasuki rumah lalu menegurnya dengan kesal.

“Romi, mengapa kamu pulang begitu saja? Mama mencari-cari, ternyata sopir mengatakan kalau kamu sudah pulang.”

“Romi menelpon Mama, tapi Mama tidak mengangkatnya, jadi Romi hanya pamit pada sopir.”

“Kenapa kamu pulang duluan?”

“Yang penting kan sudah datang untuk menghormati mempelai berdua. Romi capek, ingin istirahat.”

Bu Rosi heran melihat bibik berdiri di samping tangga, tampak ingin mengatakan sesuatu.

“Bik, kamu kenapa?”

“Nyonya, saya memberi tahu tuan muda bahwa non Elisa dan ibunya sudah berangkat ke rumah sakit, tapi tuan muda tidak perhatian sama sekali,” bibik mengadu dengan kesal.

“Apa? Elisa ke rumah sakit?”

“Menurut saya, non Elisa sudah akan melahirkan. Wajahnya kemerahan, dan dia mengeluh sakit perut sejak pagi.”

“Benar, Elisa akan melahirkan prematur,” gumam bu Rosi. Ketika Ia mencari keberadaan Romi, ternyata Romi sudah tak tampak dimana tadinya dia masih berdiri di tangga.

“Romi!” teriak bu Rosi, tapi tak ada jawaban.

“Saya sudah berkali-kali bilang, tuan muda tidak memperhatikan.”

“Bik, tolong bilang ke atas, bahwa aku menunggunya di bawah. Kami harus berangkat ke rumah sakit.”

Bibik bergegas naik ke atas seperti perintah nyonya majikannya, sementara bu Rosi masuk ke dalam kamar untuk berganti pakaian.

Romi terpaksa turun ke bawah setelah berganti pakaian, karena sang mama memaksanya.

“Buruk sekali kalau kamu tak ikut ke rumah sakit. Apa tidak sungkan sama ibu mertua kamu?” omel bu Rosi di sepanjang perjalanan ke rumah sakit.

***

Mereka sudah duduk menunggu, di dekat ruang bersalin. Bu Rosi mendekati sang besan dan berusaha menenangkannya, melihat sang besan tampak gelisah, sedangkan Romi duduk agak jauh dari mereka, dan bersikap biasa saja, bukan seperti seorang suami yang cemas saat menunggu istri melahirkan.

“Sudah saya bilang jeng, Elisa akan melahirkan prematur,” kata ibu Elisa setelah beberapa saat terdiam.

“Dia sembrono dan kurang hati-hati,” imbuhnya.

Bu Rosi tersenyum, menepuk tangan besannya lembut.

“Yang penting Elisa kuat. Jaman sekarang, bayi lahir prematur bukan hal yang menakutkan.”

Sang besan hanya mengangguk. Rupanya ia begitu pintar membuat cerita tentang kelahiran prematur itu. Beruntung ia sudah mengatakannya, sehingga bu Rosi tidak perlu menanyakannya kepada perawat atau bidan yang keluar masuk dari ruang bersalin itu.

Hari sudah sore ketika terdengar lengkingan bayi. Wajah bu Rosi dan besannya berbinar.

“Sudah lahir. Untunglah, ini proses yang cepat,” gumam bu Rosi sambil melambaikan tangannya ke arah Romi yang duduk agak jauh. Tapi Romi bergeming.

Beberapa saat lamanya mereka menunggu, lalu seorang perawat menggendong bayi keluar dari ruangan. Bu Rosi memburunya, menatap si bayi dengan takjub. Ia hampir berteriak ketika memanggil Romi.

“Romiiiii! Lihat, ini wajahnya adalah wajah kamu saat bayi. Ini kamu Romi, seperti pinang dibelah dua,” pekik bu Rosi gembira.

***

Besok pagi ya.

67 comments:

  1. 🐞🌻🐞🌻🐞🌻🐞🌻
    Alhamdulillah "BeHa" 38
    sampun tayang.
    Matur nuwun Bu Tien.
    Sehat selalu dan
    tetep smangat nggih.
    Salam aduhai 💐🦋
    🐞🌻🐞🌻🐞🌻🐞🌻

    ReplyDelete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Bersama Hujan tayang

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aisyah - Luki sudah selesai, menunggu Andin - dokter Faris.
      Elisa sudah melahirkan... bayinya 'seperti pinang dibelah dua' dengan Romi. Ya... membelahnya pakai cangkul barangkali.
      Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

      Delete
  3. Ahamdulillah.... BeHa_39 sdh tayang.
    Matur nuwun bu Tien......
    salam SEROJA dan tetap ADUHAI.....

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillaj..sdh tayang
    Matur sembah nuwun mbak Tien
    Sehat selalu
    SALAM ADUHAI

    ReplyDelete
  5. Selamat jeng Sari, saking kesusu balapan 39 ditulis 38

    ReplyDelete
  6. Maturnuwun sanget Bu Tien...
    🙏🙏

    ReplyDelete
  7. BH 39 sudah hadir , terimakasih Bu Tien, sehat selalu .

    ReplyDelete
  8. Alhamdulillaah....
    Mtrnwn mb Tien
    Salam sehat dr Cimahi 🙏

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillah BERSAMA HUJAN~39 sudah hadir, terimakasih bu Tien, semoga tetap sehat dan bahagia senantiasa bersama keluarga.
    ‌Aamiin yra..🤲

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah BH 39 sudah hadir.
    Terima kasih bunda Tien cantik. 🌹🌹🌹
    Semoga tetap sehat dan bahagia bersama keluarga tercinta.
    ‌Aamiin Yaa Rabbal'Aalamiin 🤲🤲

    ReplyDelete
  11. Nggak heran Elisa begitu pandai berbohong dan pura2, kan mamanya sebagai guru privatnya.

    Ceritanya makin asik ya.

    ReplyDelete
  12. Kok ada hampir nya......
    Adakah kelainan nya?
    Terima kasih bu Tien, semoga bu Tien sehat selalu.

    ReplyDelete
  13. Wow! Sutradaranya sudah datang...apakah Romi akan percaya bayi itu benar anaknya? Tanpa tes DNA? Kalau prematur harusnya dimasukkan ke inkubator. Wajahnya mirip Romi? Hmmm....lihat saja besok.😀

    Terima kasih, ibu Tien...sudah terus menulis...salam sehat.🙏😘😘😀

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah..... terimakasih bunda.... apa bareng sama kinanti ya... melahirkannya

    ReplyDelete
  15. Alhamdulilah ..terima kasih bu Tien . Semoga bu Tien sll sehat dan bahagia .. salam hangat dan aduhai bun

    Anak elisa wajahnya mirip romiiii ????

    ReplyDelete
  16. Semoga akal bulus Elisa dan Mamanya segera terbongkar.apa baby nya ditukar ya.....Nuwun

    ReplyDelete
  17. Bayi Elisa mirip Romi? Waaah....penisirin nunggu besok.
    Mtr nwn Bu Tien, sehat sll.

    ReplyDelete
  18. Masa iya...bayi lahir bisa operasi wajah...heheee..
    Manut sutradara sajalah...

    Terimakasih bunda Tien..

    ReplyDelete
  19. Benarkah wajahnya mirip Romi? Terima kasBunda Tien Kumalasari

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah yg ditunggu2.tks bu tien.sehat2 Slalu

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah...matur nuwun Bu Tien..BERSAMA HUJAN dah tayang

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillah matursuwun Bu Tien
    Semoga sehat dan bahagia selalu. Aamin 🤲

    ReplyDelete
  23. Tak pikir bayinya bule..🤪🤪

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah
    Matur nuwun bu Tien
    Wah seru nih kok bisa wajahnya mirip Romi,,,,penasaran,,,,
    Salam sehat wal'afiat selalu n aduhai iii🤩🤭

    ReplyDelete
  25. Hadeh, Bu Rosi...
    Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu dan tetap semangat. Aduhai

    ReplyDelete
  26. Matur nuwun Bu Tien, ceritanya belum bisa ditebak. Ibu memang jagonya. Tetap sehat njih Bu....

    ReplyDelete
  27. Alhamdulillah Bersama Hujan - 39 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  28. Aisah udah slsai wisuda
    Trus nikah, Andin dan Dokter Faris juga dtg dlm perhelatan itu

    Romi juga dtg, trus plg krmh
    Sementara Elisa udah ke RS utk lahiran yg di hebohkan lahir prematur
    Romi dgn tenangnya menghadapinya
    Trus bgmn dgn para perawat di RS
    Akankah mereka berbohong kl lahiran itu premature
    DNA akan segera di lakukan
    Sekilas bu Rosi terkecoh dgn wajah yg mirip Romi
    Jelas dong hamilnya jd benci skli di Romi krn tak pernah di sentuh

    Dan bnr deh makin seru

    Yuuk boleh deh penisirin bingitzs
    Tunggu besok lagi ya

    Mksh bunda Tien sehat selalu doaku
    Ttp semangat dan
    ADUHAI ADUHAI ADUHAI

    ReplyDelete
  29. Karena kepingin banget punya cucu ya di serupakanlah, 'mirip kamu' waktu kecil..
    Nggak tahu bayi dari mana yang dituker.
    Kan mamanya Elisa; datang bawa uang sekranjang, èh segudang.
    Buat biar bisa sedikit meloncat nggak kesrimpet tali-curiganya Romi.
    Eh kalau bulé sama gen kepulauan biasanya kuat gen kepulauan , jadi iya; dari percampuran itu, kuat warna sawo matang nya
    Kan Kinan pergi sendiri nggak ada pendampingan keluarga.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Bersama hujan yang ke tiga puluh sembilan sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  30. Alhamdulilah, matur nuwun mbakyu Tienkumalasari sayang sudah tayang episode baru, salam sehat dan semangat inggih dari Cibubur

    ReplyDelete
  31. Terima kasih atas segala dukungan, penyemangat dan perhatian yang penuh cinta, buat bapak2, kakek2, opa:
    Kakek Habi, Nanang, Bambang Subekti, Djoko Riyanto, Hadi Sudjarwo, Wedeye, Prisc21, Latief, Arif, Djodhi, Suprawoto, HerryPur, Zimi Zainal, Andrew Young, Anton Sarjo, Yowa, Bams Diharja, Tugiman, Apip Mardin Novarianto, Bambang Waspada, Uchu Rideen, B Indiarto, Djuniarto, Cak Agus SW, Tutus, Wignyopress, Subagyo, Wirasaba, Munthoni, Rinta, Petir Milenium, Bisikan Kertapati, Syaban Alamsyah,

    Dan mbakyu, ibu, eyang, nenek, oma, diajeng:
    Nani Nuraini Siba, Iyeng Santosa, Mimiet, Nana Yang, Sari Usman, KP Lover, Uti Yaniek, Lina Tikni, Padmasari, Neni Tegal, Susi Herawati, Komariyah, I'in Maimun, Isti Priyono, Yati Sribudiarti, Kun Yulia , Irawati, Hermina, Sul Sulastri, Sri Maryani, Wiwikwisnu, Sis Hakim, Dewiyana, Nanik Purwantini, Sri Sudarwati, Handayaningsih, Ting Hartinah, Umi Hafid, Farida Inkiriwang, Lestari Mardi, Indrastuti, Indi, Atiek, Nien, Endang Amirul, Naniek Hsd., Mbah Put Ika, Engkas Kurniasih, Indiyah Murwani, Werdi Kaboel, Endah, Sofi, Yustina Maria Nunuk Sulastri, Ermi S., Ninik Arsini,
    Tati Sri Rahayu, Sari Usman, Mundjiati Habib, Dewi Hr Basuki, Hestri, Reni, Butut, Nuning, Atiek, Ny. Mulyono SK, Sariyenti, Salamah, Adelina, bu Sukardi, mBah Put Ika, Yustinhar, Rery, Paramita, Ika Larangan. Hestri, Ira, Jainah, Wiwik Nur Jannah, Laksmi Sutawan, Melly Mawardi, Tri, Rosie, Dwi Haksiwi, Purwani Utomo, Enny, Bunda Hanin , Dini Ekanti, Swissti Buana, YYulia Dwi, Kusumawati,

    Salam hangat dan ADUHAI, dari Solo.

    ReplyDelete
  32. Alhamdulillah... matursuwun bundaku Tien . BeHa 39 tayang

    ReplyDelete
  33. Mbak Tien pandai sekali memainkan perasaan pembaca...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  34. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terima kasih bu tien
    Semoga bu tien sehat2 n selalu dlm lindungan n bimbingan Allah SWT .... aamiin yra

    ReplyDelete
  35. Hamdallah.. Bersama Hujan 39 telah tayang. Matur nuwun Bu Tien, semoga Ibu tetap Semangat, tetap Sehat wal Afiat bersama Keluarga di Sala. Aamiin

    Romi ya ora bodo no...he..he...krn curiga nya begitu kuat thd bayi nya Elisa. Maka dia bisa minta informasi ke bidan dan dokter yng menangani persalinan nya Elisa.

    Saat nya Romi 'action' untuk mematahkan 'aksi tipu-tipu' nya mami Elisa yng baru datang dari luar negeri, membawa uang segudang...😁😁

    Salam hangat dan Aduhai dari Jakarta

    ReplyDelete
  36. Bener juga kemungkinan ditukar dgn bayinya Kinanti ya ampiuuun pinternya mbakyu Tien obok² pembaca setianya hehehe..
    Jadi penisirin d tunggu besok ya

    ReplyDelete
  37. Nah lho .... Anaknya siapa tuh?
    Matur nuwun, Mbak Tien.

    ReplyDelete
  38. Alhamdulillah, BH 39 tayang.
    Matur nuwun bunda Tien.
    Selalu sehat dan bahagia bersama keluarga . .

    ReplyDelete
  39. Knp jd mirip Romi ya...
    jangan" Kinanti juga lahiran di RS itu..
    Tks banyak bunda Tien, yg ditunggu sdh tayang..
    Semoga bunda sehat selalu..
    Aamiin.. 🙏🙏

    ReplyDelete
  40. Hadeeh itu bnr bayi Elisa apa bayi Kinanti yah

    Moga bayi Kinanti jd bs ketemu Romi di RS

    Bisa rame juga sptnya, jelas Romi mlh mengakui bayi itu drpd bayi Elisa

    Bnr deh makin seru nih

    ReplyDelete
  41. Alhamdulillah, matur nuwun bunda Tien.
    Selalu sehat dan bahagia bersama keluarga ..

    ReplyDelete
  42. Menanti BH 40
    Akankah bunda Tien menamatkan cerbung BH malam ini?

    ReplyDelete
  43. Apa gara² hujan angin melanda kota Solo tadi sore, BeHa~40 jadi terlambat tayang yaa?
    Hehehee...

    ReplyDelete
  44. Semoga Bu Tien sehat2 saja...Salam Aduhai Bu...H2C menanti BeHa 40 🙏🦋🌸

    ReplyDelete
  45. Kayanya tamat malam ini ya...nungguin dingin..hihihi

    ReplyDelete
  46. Iya lho, tumben belum tayang dah jam segini.
    Semoga bu Tien sehat sehat ya.🙏

    ReplyDelete
  47. Lampu di Solo padam sekota gara2 badai jd mbak Tien tidak bisa tayang malam ini ya
    Salam seroja buat mbak Tien dari Neni Tegal

    ReplyDelete

BULAN HANYA SEPARUH

BULAN HANYA SEPARUH (Tien Kumalasari) Awan tipis menyelimuti langit Lalu semua jadi kelabu Aku tengadah mencari-cari Dimana bulan penyinar a...