Saturday, February 25, 2023

SETANGKAI BUNGAKU 29

SETANGKAI BUNGAKU  29

(Tien Kumalasari)

 

“Ternyata itu yang kamu lakukan? Kamu singkirkan aku ke Jakarta, supaya kamu bisa berbuat semau kamu?”

“Susan. Mengapa kamu kemari? Banyak tugas yang harus kamu selesaikan di sana,” kata Sony yang kemudian melepaskan obat yang tadi digenggamnya.

Pratiwi membenahi bajunya, turun dari ranjang.

“Berhenti!!” hardik Sony sambil menatap tajam Pratiwi.

Ngeri Pratiwi memandanginya. Mata Sony sudah berubah merah menyala, bagai menyemburkan api. Ia sangat marah keinginannya tak terpenuhi, ditambah kedatangan Susana yang sangat mengecewakannya.

“Kamu itu laki-laki busuk yang menjijikkan!!” maki Susana.

Sony bertambah marah. Dua kali ia mendengar mulut memakinya busuk. Dari mulut Pratiwi, dan sekarang dari mulut Susana.

“Jaga mulut kamu. Kamu berani menghalangi aku, karena cemburu? Bodoh!! Kamu mengira bisa menguasai aku? Baiklah, teruslah membakar hatimu dengan api cemburu. Aku akan berterus terang, aku memang mencintai dia! Kamu mau apa?” tantangnya.

Sony berharap Susana akan menangis karena dibakar cemburu, tapi tidak. Ia menatap Sony dengan tatapan tajam.

“Aku tidak cemburu Sony, aku mencegah kamu merusak gadis polos yang pantas dikasihani ini. Hentikan dan aku akan terus menjaganya,” kata Susana yang kemudian menarik Pratiwi ke dekatnya.

“Lepaskan!! Kamu tidak berhak menghalangi aku. Kamu bukan siapa-siapa bagiku. Detik ini juga, aku pecat kamu, dan jadilah gelandangan!!” bentak Sony meluap-luap.

“Baiklah, pecat saja aku, siapa takut? Tapi biarkan aku membawanya,” kata Susana sambil menarik Pratiwi ke arah pintu. Tapi tiba-tiba Sony memburunya dan menjambak rambut Susan dari belakang.

Susana menjerit keras.

“Aaauuuch," dan tak pelak pegangannya pada lengan Pratiwi terlepas. Melihat penolongnya kesakitan, Pratiwi juga bertambah marah. Ketakutan yang tadi membelenggunya, tak ada lagi. Matanya mencari-cari, barangkali ada sesuatu yang bisa dipergunakan untuk memukul Sony. Tapi sesuatu yang diperlukan sebagai senjata itu tak ditemukannya. Ia melihat kursi yang terletak di dekat pintu, disamping meja bundar berukir. Tanpa berpikir panjang diraihnya kursi itu, entah mendapatkan kekuatan dari mana, diangkatnya dan dilemparkannya ke arah kepala Sony. Sony yang tak menduga mengaduh ke sakitan karena lemparan kursi kecil itu melukai kepalanya, membuat darah menetes dari sela-sela rambutnya.

“Setan alas. Kucing kecil, kamu berani melawan aku?”

Walaupun kepalanya terluka, Sony masih bisa melompat kehadapan Pratiwi dan mendekapnya. Susana mendekat, mencakar-cakar kedua tangan Sony. Tapi Sony tak merasakannya. Sebelah kakinya menendang Susana, dan dia melompat ke pintu sambil kedua tangannya mendekap Pratiwi.

“Lepaskaaaan!!” teriak Pratiwi, tapi mana mungkin Sony mempedulikannya? Dengan sebelah tanggannya dia berhasil mengunci pintu dari luar, membuat Susana berteriak-teriak dari dalam.

Sony menyeringai penuh ejekan. Ia ingin menarik Pratiwi ke arah salah sebuah kamar yang lain, tapi sebelum dia berhasil mencapai pintu, sebuah tendangan mengenai tengkuknya.

“Aaaughhh!” dan dekapan ke tubuh Pratiwi itupun terlepas. Pratiwi menjauh, ia ingin bersorak ketika melihat Ardian berhasil membuat Sony kesakitan dan mundur.

“Kamu? Bagaimana bisa sampai di sini?”

“Sejak awal aku sudah tahu bahwa kamu adalah manusia busuk!!”

Sony memelototkan matanya. Umpatan ‘busuk’ lagi ?

Ia mulai merasa resah. Beberapa waktu yang lalu laki-laki ganteng itu pernah menghajarnya. Bahkan dibantu Marsam, ia tak berhasil menundukkannya. Tapi bagaimanapun ia memerlukan Marsam. Dimana tikus itu? Mengapa tak mau datang membantu? Kata batin Sony sambil mengelus tengkuknya. Belum sempat Sony membalas hajaran Ardian, datang lagi seorang laki-laki, yang amat dikenalnya.

“Sony? Kamu melakukan apa?”

Khawatir dimaki busuk lagi, Sony melompat ke arah laki-laki yang baru datang, yang ternyata Bondan. Rupanya Bondan sudah bersama Ardian, karena ia terus mengikutinya.

Tapi Sony gagal menyentuh tubuh Bondan karena kembali Ardian menendangnya. Kali ini Sony roboh.

“Marsaaaaam!!” karena kewalahan Sony berteriak. Ia mengira Marsam ketiduran.

Tiba-tiba Pratiwi mendengar pintu didobrak dari dalam, ia ingat, Susana ada di dalam. Ia terkunci karena kemarahan Sony. Pratiwi mengendap-endap menjauhi kedua laki-laki yang sedang bertarung melawan Sony. Ia mendekati pintu, dan beruntung, ia bisa membukanya. Susana menghambur dari dalam dengan rambut awut-awutan. Pratiwi memeluknya.

“Bu Susana tidak apa-apa?” tanya Pratiwi khawatir.

“Harusnya aku yang bertanya, apa kamu tidak apa-apa?” tapi kemudian Susana melihat Sony sedang bertarung melawan dua orang pemuda. Ia menatap Pratiwi.

“Teman kamu?”

Pratiwi mengangguk, tapi kemudian Susana menariknya menjauh.

Tiba-tiba seorang laki-laki lagi muncul. Tubuhnya yang tinggi besar berjalan dengan gontai. Tampaknya dia kesakitan.

Sony menatapnya marah, sambil berguling-guling ia berteriak.

“Apa kamu tuli, Marsam?”

“Mereka menghajar saya sampai pingsan,” keluh Marsam, tapi kemudian dia sadar bahwa dia harus membantu majikannya.

Marsam ikut masuk ke dalam pertarungan itu. Tapi ia merasa lemah, dengan sekali tendangan dari Bondan, Marsam tersungkur, tubuhnya menabrak meja yang alasnya kaca. Meja itu pecah berantakan.

Pratiwi ketakutan, Susana menariknya keluar dari ruangan.

“Bu Susan tidak apa-apa?” Pratiwi bukan memikirkan dirinya sendiri, malah bertanya lagi.

“Pratiwi, harusnya aku yang bertanya. Apa kamu tidak apa-apa?” pertanyaan-pertanyaan yang berulang, dan masing-masing belum menjawabnya.

“Hampir saja saya celaka, bagaimana bu Susan bisa ada di tempat ini? Bukankah bu Susan ke Jakarta?”

“Aku terbang sore tadi, karena curiga Sony tiba-tiba pergi tanpa pamit sama aku. Aku sudah tahu, karena ini rumah Sony juga. Begitu mendapat keterangan bahwa kamu lembur dan pulang diantar Marsam, aku sudah curiga. Aku langsung kemari, dan ternyata benar, Marsam membawa kamu ke sini.”

Pratiwi kemudian bercerita tentang apa yang dilakukan Marsam, yang sebelumnya dia mengira bahwa yang mengantarnya adalah sopir perusahaan. Ternyata Marsam membawa kemari dan sudah ada Sony yang rupanya siap menunggu.

Pratiwi yang khawatir dengan adanya pertarungan itu, melongok ke dalam. Suara gaduh masih terdengar, lalu tiba-tiba tubuh Marsam terlempar keluar, terkapar di lantai teras. Pratiwi ketakutan. Dilihatnya Susana sudah melapor polisi melalui ponselnya.

“Apa … dia … mati?” kata Pratiwi sambil menjauhi tubuh Marsam yang diam tak bergerak. Tiba-tiba suasana di dalam sudah mereda. Susana melongok ke dalam, dan melihat Sony juga terkapar, dengan wajah penuh darah. Susana menghambur ke arah tubuh Sony. Bagaimanapun Sony adalah laki-laki yang sangat dicintainya. Walau marah, melihat kekasihnya terluka dan diam tak bergerak, runtuh pula rasa belas kasihannya. Ia merangkul tubuh Sony, meratapi perbuatannya.

“Sony, mengapa kamu salah langkah seperti ini? Kariermu bakal hancur, kamu tak akan lagi bisa berdiri tegak. Mengapa kamu melakukannya?” isak Susana.

Sementara itu Bondan dan Ardian segera menghampiri Pratiwi yang ketakutan, duduk sambil menutupi wajahnya di kursi teras.

“Kamu tidak apa-apa?” tanya Ardian.

“Apa yang dilakukan bedebah itu sama kamu, Pratiwi?”

Pratiwi belum bisa bicara. Ia sedang teringat ibunya, yang pasti cemas menantinya.

“Ibu … tolong ibu …”

“Kenapa yu Kasnah?” tanya Ardian yang merasa khawatir.

“Tolong beri tahu dia, bahwa saya tidak apa-apa,” rintihnya.

“Baiklah, aku akan mengabari Roy.”

Sementara Ardian menulis pesan kepada Roy, Bondan menghibur Pratiwi, bahwa semuanya akan baik-baik saja.

“Apa wanita itu teman Sony?” tanya Bondan.

“Dia tangan kanannya. Tapi bu Susana sangat baik sama saya. Dia lah yang menyelamatkan saya. Saya hampir celaka,” lirih kata Pratiwi.

“Kamu gadis yang baik. Tuhan melindungi kamu dari segala arah,” kata Bondan.

“Roy sudah menjawab pesan aku, dia akan menemui yu Kasnah,” kata Ardian.

“Terima kasih Mas.”

Tiba-tiba sirene polisi terdengar.  Mereka bersiap menunggu. Susan keluar menemui polisi itu, dan berharap kedua korban yang sedang pingsan segera dibawa ke rumah sakit.

Polisi memeriksa mereka dan menerima apa yang mereka laporkan, kemudian membawa kedua korban ke rumah sakit.

***

Ketika Pratiwi melihat Susana mengikuti mobil ambulans, Pratiwi mendekatinya. Susana tampak sedih. Lalu Pratiwi mengerti, bahwa Susana menyayangi Sony, bukan karena dia atasannya. Ada ikatan yang sangat erat mengikat mereka, setidaknya bagi Susana, walaupun tadi sempat memaki-maki.

“Bu Susan, apakah Ibu baik-baik saja?” pertanyaan ke sekian kalinya yang dilontarkan Pratiwi tadi, tapi dalam situasi yang berbeda. Tadi ketika Susana berhasil membebaskannya, dan yang baru saja adalah dalam suasana sedih melihat keadaan Sony yang luka parah.

“Aku baik-baik saja, sekarang kamu pulanglah, jangan pikirkan apapun.”

Pratiwi mengangguk, lalu Susana ikut masuk ke dalam mobil ambulans itu.

Ia masih terpaku, sampai ambulans itu menghilang di balik gerbang.

“Tiwi, ayo kamu aku antarkan pulang,” kata Ardian.

“Pratiwi akan pulang bersama Mas Ardian?”

“Rumahnya dekat rumah aku.”

“Baiklah. Jaga diri kamu, Pratiwi,” kata Bondan.

“Terima kasih, Mas Bondan.”

Pratiwi menghampiri mobil yang tadi ditumpanginya.

“Pratiwi, kamu mau apa?”

“Tas saya ada di dalam mobil itu.”

“Oh, baiklah.”

***

Yu Kasnah masih ditemani Roy, yang mengatakan bahwa Pratiwi masih ada di kantor, karena pekerjaan menumpuk. Yu Kasnah hanya mengangguk, dan merasa heran, ada pekerja yang lembur sampai jauh malam.

“Itu perusahaan apa ya Mas Roy, memperkerjakan karyawan sampai malam. Anak gadis pula. Apa di sana ada temannya?”

“Ya ada Yu, ada satpam yang menjaga.”

“Aku kok kurang suka kalau bekerja dengan cara seperti itu.”

“Kalau Yu Kasnah tidak suka, lebih baik Yu Kasnah minta agar Pratiwi berhenti saja. Pasti ada pekerjaan lain yang lebih bagus.”

“Sudah baik-baik jualan sayur, saya bisa mendengar suaranya setiap saat, hanya kalau dia sedang ke pasar saja, maka tak ada di rumah.”

“Nanti kalau dia pulang, yu Kasnah minta agar dia berhenti saja.”

“Iya Mas Roy. Pasti nanti saya suruh dia berhenti.”

Sementara itu dalam perjalanan pulang, Pratiwi selalu diam. Ardian merasa kasihan, tapi dia lega, Pratiwi selamat dari cengkeraman manusia jahat seperti Sony.

“Kamu tidak usah bersedih. Bahaya sudah berlalu. Berterima kasihlah pada wanita itu, karena telah menyelamatkan kamu.”

“Namanya Susana. Dia tangan kanan pak Sony. Mereka sangat dekat. Tapi dia baik sama saya. Dia juga telah melindungi saya.”

“Baiklah, Kamu harus percaya bahwa semua akan baik-baik saja.”

Pratiwi terdiam. Banyak yang dipikirkannya. Bahwa ia harus resign dari pekerjaan itu, tapi ada yang harus dilakukannya, yaitu mengembalikan uang yang pernah diterimanya, sebanyak sepuluh kali lipat. Tersirat olehnya, akan menjual rumahnya, lalu mempergunakan rumah kecil yang dipakainya sebagai warung sayur. Tapi bagaimana mengatakannya pada ibunya? Rumah itu bukan rumahnya, tapi rumah orang tuanya. Apa sampai hati dia menjualnya, seperti yang pernah dibayangkannya? Pratiwi menyandarkan kepalanya. Tubuh dan hatinya terasa lemas, tanpa daya.

“Mas Ardian, bisakah aku minta tolong?”

“Tentu saja. Apa yang bisa aku lakukan untuk kamu?”

“Saya bermaksud keluar dari pekerjaan saya.”

“Itu bagus. Memang sebaiknya kamu lepas dari ikatan pekerjaan itu, agar kamu merasa nyaman. Kalau kamu tetap ingin bekerja di kantor, aku bisa menolongmu. Ayahku pasti mengijinkan aku untuk mencari seorang sekretaris. Kamu bisa melakukannya. Walaupun gajinya tak sebesar yang diberikan Sony untuk kamu.”

“Ah, pekerjaan itu kan tidak sangat saya pikirkan. Saya bisa kembali menjual sayuran.”

“Lalu apa yang kamu pikirkan lagi?”

“Saya sudah menanda tangani sebuah kontrak kerja. Yang berat saya lakukan adalah, apabila saya mengingkari kontrak itu, maka saya harus mengembalikan uang yang saya terima pada awal saya bekerja.”

“Jadi kamu menerima uang sebelum mulai bekerja?”

“Saya membutuhkan uang untuk biaya operasi Nano,” katanya pilu.

“Ooo ….” Ardian mengangguk-angguk. Sekarang dia mengerti, bagaimana Pratiwi bisa membayar biaya operasi adiknya. Dia juga tahu mengapa Pratiwi memutuskan untuk bekerja.

“Berapa yang harus kamu bayar untuk membatalkan kontrak itu?”

“Sekitar duaratusan juta. Tapi saya tidak akan minta uang itu pada siapapun. Saya sebenarnya menemukan sebuah jalan untuk itu.”

“Oh ya?”

“Bagaimana kalau saya menjual rumah itu, cukupkah uangnya? Tapi saya bingung, karena saya tidak berani mengatakannya pada ibu. Karena itu kan bukan rumah saya,” katanya sedih.

“Pratiwi, sudah. Kamu jangan memikirkan itu lagi. Saya akan berusaha membebaskan kamu dari ikatan kontrak itu, karena perbuatan Sony. Dia sekarang sedang dirawat, tapi dia akan menjadi tersangka perbuatan asusila atas seorang karyawannya. Polisi akan memprosesnya secara hukum. Semoga hal itu bisa membebaskan kamu dari ikatan itu.”

“Benarkah?”

Ada secercah harapan yang membuat Pratiwi merasa lega. Ia tak lagi begitu cemas sampai ketika Ardian menghentikan mobilnya di depan pagar rumahnya. Tapi Ardian terkejut, ketika ia ingin memasukkan mobilnya ke halaman, ia melihat mobil Bondan sudah terparkir di sana. Ada perasaan kesal di hati Ardian. Cemburu kah menyaksikan perhatian Bondan yang juga sangat besar terhadap Pratiwi?.

***

Besok lagi ya.

 


42 comments:

  1. ⚘🍃⚘🍃🦋🍃⚘🍃⚘
    Alhamdulillah SB 29 telah
    hadir. Matur nuwun Bunda
    Tien. Salam sehat, bahagia
    dan tetap Aduhai...
    ⚘🍃⚘🍃🦋🍃⚘🍃⚘

    ReplyDelete
  2. Alhamdulilah
    Terimakasih cerbungnya bunda Tien

    ReplyDelete
  3. Alhamdulillah tayang cepat, terima kasih bu Tien, salam sehat selalu

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah ...terima kasih bunda Tien...sehat2 yaa bund

    ReplyDelete
  5. Cihuuui... tayang gasik, matur nuwun bunda Tien sehat sllu utk ibu

    ReplyDelete
  6. Matur nuwun inggih mbakyu Tienkumalasari dear...Salam aduhaai dan tetep semangat dariku di Cibubur

    ReplyDelete
  7. Matur nuwun mbak Tien-ku, Tiwi sudah hadir.

    ReplyDelete
  8. Alhamdullilah sdh tayang SB nya..terima ksih y bunda..slm sht sll dri skbmi🙏😘🌹

    ReplyDelete
  9. Pastinya Ardian cemburu pada Bondan, ada pesaing nih...
    Yang jelas Sony sudah 'masuk kotak' persaingan.
    Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah, suwun mbakyu... Salam sehat 🌹

    ReplyDelete
  11. Alhamdulilah...
    Tks bunda Tien..
    Pratiwi sdh dtg..
    Salam Aduhai..
    Semoga bunda sehat dan berbahagia selalu.. Aamiin.. 🙏🙏🥰🌹❤️

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah, SB 29 telah tayang ,matursuwun bu Tien
    Salam sehat bahagia selalu. Aamiin.

    ReplyDelete
  13. Ooo Susan yg menolong ..wah ini Ardian ma Bondan saingan tp kayaknya Ardiyan yg menang 2 org beesaing 🤭❤❤🥰🥰🥰🙏🤲

    ReplyDelete
  14. Alhamdulillah SD-29 sdh hadir
    Terima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah SB 29 sdh hadir mksh Bu Tien

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tien
    Sehat wal'afiat selalu 🤗🥰
    Senangnya Tiwi bnyk yg memperhatikan
    Nah Adrian & Bondan suit ya siapa yg me nang dpt Tiwi 🤣🤣🤣🤭

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah
    Terima kasih Bu Tien
    Salam sehat dan aduhai selalu

    ReplyDelete

  18. Alhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~29 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  19. Hé hé hé
    Sony maen bola
    ya udah dibuat bagai bola hantam sana tendang sini
    Di nggo bal balan, marsam lagi; siuman dari pingsan gara gara nggak mau memberi tahu keberadaan Pratiwi dimana, malah disuruh ngebantuin Sony, baru masuk arena udah dibikin nyungsep sambil mecahin meja kaca, dorong keluar rumah sekalian, kåyå nguncalaké bathang nglumpruk.
    Tapi lumayan tadi Sony kena lemparan Pratiwi, kursi kecil kena kepala nya, nah denger ada suara gebrakan Susana dipintu rumah itu Ardian langsung tanggap nyusul masuk rumah, tuh kan mau pindah kamar, nah mulai tuh bal balan, bikin bengep tuh muka sekalian, dasarnya sudah down dulu ingat malem malem Ardian dikeroyok berdua marsam dan sony aja nggak mampu, ini sendirian ngadepin, eh Bondan ikut ambil bagian lagi.
    Tapi jadwal apel tetep, nongkrong deh dirumah Tiwi nungguin, datangnya .
    Kalau ini si Bondan, cerita nya cuti menengok calon bini, ih masih pdkt, nggak tau apa men cerita kan keseruan duelnya tadi, dia kan nggak tahu apa yang boleh di ketahui emaknya, atawa peristiwa barusan harus dirahasiakan, atau biar asal heboh aja.
    Ah Tiwi, ditawari jadi sekretaris Ardian nggak begitu tertarik, malah milih jadi ceo warung nya you kasnah. Siiip lah. Bener gitu biar emaknya selalu bisa mendengarkan celoteh Pratiwi setiap saat kecuali pas pergi ke pasar.
    Lagian Roy kan menyarankan you kasnah agar Pratiwi disuruh re-sight dari kerjaan yang sekarang, jadi biar segera di jauhkan dengan orang-orang yang tidak baik.
    ADUHAI

    Terimakasih Bu Tien
    Setangkai bungaku yang ke dua puluh sembilan sudah tayang
    Sehat sehat selalu doaku
    Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  20. Alhamdulilah Pratiwi selamat...trims Bu tien

    ReplyDelete
  21. Terimakasih Mbak Tien...
    Serasa membaca novel action...

    ReplyDelete
  22. Banyak nih pengagum Pratiwi.
    Makasih mba Tien.
    Salam sehat selalu. Aduhai

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah Pratiwi selamat. Ternyata Susana yg menyelamatkan Pratiwi.. Wah persaingan mendapaykan Pratiwi dimulai antara Bondan dan Ardian

    ReplyDelete
  24. SB30 belum tayang?
    Semoga Mbak Tien sehat² saja

    ReplyDelete
  25. Wah, bu Tien keren...Pratiwi masih ingat untuk mengambil tas nya yang ketinggalan di dalam mobil kantor. Kalau di sinetron tv biasanya langsung ditinggal pergi saja, saya yakin pasti dibawakan krew nya...wkwk...😂😂😂

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...