SETANGKAI BUNGAKU
29
(Tien Kumalasari)
“Ternyata itu yang kamu lakukan? Kamu singkirkan aku
ke Jakarta, supaya kamu bisa berbuat semau kamu?”
“Susan. Mengapa kamu kemari? Banyak tugas yang harus
kamu selesaikan di sana,” kata Sony yang kemudian melepaskan obat yang tadi
digenggamnya.
Pratiwi membenahi bajunya, turun dari ranjang.
“Berhenti!!” hardik Sony sambil menatap tajam Pratiwi.
Ngeri Pratiwi memandanginya. Mata Sony sudah berubah
merah menyala, bagai menyemburkan api. Ia sangat marah keinginannya tak
terpenuhi, ditambah kedatangan Susana yang sangat mengecewakannya.
“Kamu itu laki-laki busuk yang menjijikkan!!” maki
Susana.
Sony bertambah marah. Dua kali ia mendengar mulut
memakinya busuk. Dari mulut Pratiwi, dan sekarang dari mulut Susana.
“Jaga mulut kamu. Kamu berani menghalangi aku, karena
cemburu? Bodoh!! Kamu mengira bisa menguasai aku? Baiklah, teruslah membakar
hatimu dengan api cemburu. Aku akan berterus terang, aku memang mencintai dia!
Kamu mau apa?” tantangnya.
Sony berharap Susana akan menangis karena dibakar
cemburu, tapi tidak. Ia menatap Sony dengan tatapan tajam.
“Aku tidak cemburu Sony, aku mencegah kamu merusak
gadis polos yang pantas dikasihani ini. Hentikan dan aku akan terus
menjaganya,” kata Susana yang kemudian menarik Pratiwi ke dekatnya.
“Lepaskan!! Kamu tidak berhak menghalangi aku. Kamu
bukan siapa-siapa bagiku. Detik ini juga, aku pecat kamu, dan jadilah
gelandangan!!” bentak Sony meluap-luap.
“Baiklah, pecat saja aku, siapa takut? Tapi biarkan
aku membawanya,” kata Susana sambil menarik Pratiwi ke arah pintu. Tapi
tiba-tiba Sony memburunya dan menjambak rambut Susan dari belakang.
Susana menjerit keras.
“Aaauuuch," dan tak pelak pegangannya pada lengan
Pratiwi terlepas. Melihat penolongnya kesakitan, Pratiwi juga bertambah marah.
Ketakutan yang tadi membelenggunya, tak ada lagi. Matanya mencari-cari,
barangkali ada sesuatu yang bisa dipergunakan untuk memukul Sony. Tapi sesuatu
yang diperlukan sebagai senjata itu tak ditemukannya. Ia melihat kursi yang
terletak di dekat pintu, disamping meja bundar berukir. Tanpa berpikir panjang
diraihnya kursi itu, entah mendapatkan kekuatan dari mana, diangkatnya dan
dilemparkannya ke arah kepala Sony. Sony yang tak menduga mengaduh ke sakitan
karena lemparan kursi kecil itu melukai kepalanya, membuat darah menetes dari
sela-sela rambutnya.
“Setan alas. Kucing kecil, kamu berani melawan aku?”
Walaupun kepalanya terluka, Sony masih bisa melompat
kehadapan Pratiwi dan mendekapnya. Susana mendekat, mencakar-cakar kedua tangan
Sony. Tapi Sony tak merasakannya. Sebelah kakinya menendang Susana, dan dia
melompat ke pintu sambil kedua tangannya mendekap Pratiwi.
“Lepaskaaaan!!” teriak Pratiwi, tapi mana mungkin Sony
mempedulikannya? Dengan sebelah tanggannya dia berhasil mengunci pintu dari
luar, membuat Susana berteriak-teriak dari dalam.
Sony menyeringai penuh ejekan. Ia ingin menarik
Pratiwi ke arah salah sebuah kamar yang lain, tapi sebelum dia berhasil
mencapai pintu, sebuah tendangan mengenai tengkuknya.
“Aaaughhh!” dan dekapan ke tubuh Pratiwi itupun
terlepas. Pratiwi menjauh, ia ingin bersorak ketika melihat Ardian berhasil
membuat Sony kesakitan dan mundur.
“Kamu? Bagaimana bisa sampai di sini?”
“Sejak awal aku sudah tahu bahwa kamu adalah manusia
busuk!!”
Sony memelototkan matanya. Umpatan ‘busuk’ lagi ?
Ia mulai merasa resah. Beberapa waktu yang lalu
laki-laki ganteng itu pernah menghajarnya. Bahkan dibantu Marsam, ia tak
berhasil menundukkannya. Tapi bagaimanapun ia memerlukan Marsam. Dimana tikus
itu? Mengapa tak mau datang membantu? Kata batin Sony sambil mengelus
tengkuknya. Belum sempat Sony membalas hajaran Ardian, datang lagi seorang
laki-laki, yang amat dikenalnya.
“Sony? Kamu melakukan apa?”
Khawatir dimaki busuk lagi, Sony melompat ke arah
laki-laki yang baru datang, yang ternyata Bondan. Rupanya Bondan sudah bersama
Ardian, karena ia terus mengikutinya.
Tapi Sony gagal menyentuh tubuh Bondan karena kembali
Ardian menendangnya. Kali ini Sony roboh.
“Marsaaaaam!!” karena kewalahan Sony berteriak. Ia
mengira Marsam ketiduran.
Tiba-tiba Pratiwi mendengar pintu didobrak dari dalam,
ia ingat, Susana ada di dalam. Ia terkunci karena kemarahan Sony. Pratiwi
mengendap-endap menjauhi kedua laki-laki yang sedang bertarung melawan Sony. Ia
mendekati pintu, dan beruntung, ia bisa membukanya. Susana menghambur dari
dalam dengan rambut awut-awutan. Pratiwi memeluknya.
“Bu Susana tidak apa-apa?” tanya Pratiwi khawatir.
“Harusnya aku yang bertanya, apa kamu tidak apa-apa?”
tapi kemudian Susana melihat Sony sedang bertarung melawan dua orang pemuda. Ia
menatap Pratiwi.
“Teman kamu?”
Pratiwi mengangguk, tapi kemudian Susana menariknya
menjauh.
Tiba-tiba seorang laki-laki lagi muncul. Tubuhnya yang
tinggi besar berjalan dengan gontai. Tampaknya dia kesakitan.
Sony menatapnya marah, sambil berguling-guling ia
berteriak.
“Apa kamu tuli, Marsam?”
“Mereka menghajar saya sampai pingsan,” keluh Marsam, tapi
kemudian dia sadar bahwa dia harus membantu majikannya.
Marsam ikut masuk ke dalam pertarungan itu. Tapi ia
merasa lemah, dengan sekali tendangan dari Bondan, Marsam tersungkur, tubuhnya
menabrak meja yang alasnya kaca. Meja itu pecah berantakan.
Pratiwi ketakutan, Susana menariknya keluar dari
ruangan.
“Bu Susan tidak apa-apa?” Pratiwi bukan memikirkan
dirinya sendiri, malah bertanya lagi.
“Pratiwi, harusnya aku yang bertanya. Apa kamu tidak
apa-apa?” pertanyaan-pertanyaan yang berulang, dan masing-masing belum
menjawabnya.
“Hampir saja saya celaka, bagaimana bu Susan bisa ada
di tempat ini? Bukankah bu Susan ke Jakarta?”
“Aku terbang sore tadi, karena curiga Sony tiba-tiba
pergi tanpa pamit sama aku. Aku sudah tahu, karena ini rumah Sony juga. Begitu
mendapat keterangan bahwa kamu lembur dan pulang diantar Marsam, aku sudah
curiga. Aku langsung kemari, dan ternyata benar, Marsam membawa kamu ke sini.”
Pratiwi kemudian bercerita tentang apa yang dilakukan
Marsam, yang sebelumnya dia mengira bahwa yang mengantarnya adalah sopir
perusahaan. Ternyata Marsam membawa kemari dan sudah ada Sony yang rupanya siap
menunggu.
Pratiwi yang khawatir dengan adanya pertarungan itu,
melongok ke dalam. Suara gaduh masih terdengar, lalu tiba-tiba tubuh Marsam
terlempar keluar, terkapar di lantai teras. Pratiwi ketakutan. Dilihatnya
Susana sudah melapor polisi melalui ponselnya.
“Apa … dia … mati?” kata Pratiwi sambil menjauhi tubuh
Marsam yang diam tak bergerak. Tiba-tiba suasana di dalam sudah mereda. Susana
melongok ke dalam, dan melihat Sony juga terkapar, dengan wajah penuh darah.
Susana menghambur ke arah tubuh Sony. Bagaimanapun Sony adalah laki-laki yang
sangat dicintainya. Walau marah, melihat kekasihnya terluka dan diam tak
bergerak, runtuh pula rasa belas kasihannya. Ia merangkul tubuh Sony, meratapi
perbuatannya.
“Sony, mengapa kamu salah langkah seperti ini?
Kariermu bakal hancur, kamu tak akan lagi bisa berdiri tegak. Mengapa kamu
melakukannya?” isak Susana.
Sementara itu Bondan dan Ardian segera menghampiri
Pratiwi yang ketakutan, duduk sambil menutupi wajahnya di kursi teras.
“Kamu tidak apa-apa?” tanya Ardian.
“Apa yang dilakukan bedebah itu sama kamu, Pratiwi?”
Pratiwi belum bisa bicara. Ia sedang teringat ibunya,
yang pasti cemas menantinya.
“Ibu … tolong ibu …”
“Kenapa yu Kasnah?” tanya Ardian yang merasa khawatir.
“Tolong beri tahu dia, bahwa saya tidak apa-apa,”
rintihnya.
“Baiklah, aku akan mengabari Roy.”
Sementara Ardian menulis pesan kepada Roy, Bondan
menghibur Pratiwi, bahwa semuanya akan baik-baik saja.
“Apa wanita itu teman Sony?” tanya Bondan.
“Dia tangan kanannya. Tapi bu Susana sangat baik sama
saya. Dia lah yang menyelamatkan saya. Saya hampir celaka,” lirih kata Pratiwi.
“Kamu gadis yang baik. Tuhan melindungi kamu dari
segala arah,” kata Bondan.
“Roy sudah menjawab pesan aku, dia akan menemui yu
Kasnah,” kata Ardian.
“Terima kasih Mas.”
Tiba-tiba sirene polisi terdengar. Mereka bersiap menunggu. Susan keluar menemui
polisi itu, dan berharap kedua korban yang sedang pingsan segera dibawa ke
rumah sakit.
Polisi memeriksa mereka dan menerima apa yang mereka
laporkan, kemudian membawa kedua korban ke rumah sakit.
***
Ketika Pratiwi melihat Susana mengikuti mobil
ambulans, Pratiwi mendekatinya. Susana tampak sedih. Lalu Pratiwi mengerti,
bahwa Susana menyayangi Sony, bukan karena dia atasannya. Ada ikatan yang
sangat erat mengikat mereka, setidaknya bagi Susana, walaupun tadi sempat
memaki-maki.
“Bu Susan, apakah Ibu baik-baik saja?” pertanyaan ke
sekian kalinya yang dilontarkan Pratiwi tadi, tapi dalam situasi yang berbeda.
Tadi ketika Susana berhasil membebaskannya, dan yang baru saja adalah dalam
suasana sedih melihat keadaan Sony yang luka parah.
“Aku baik-baik saja, sekarang kamu pulanglah, jangan
pikirkan apapun.”
Pratiwi mengangguk, lalu Susana ikut masuk ke dalam
mobil ambulans itu.
Ia masih terpaku, sampai ambulans itu menghilang di
balik gerbang.
“Tiwi, ayo kamu aku antarkan pulang,” kata Ardian.
“Pratiwi akan pulang bersama Mas Ardian?”
“Rumahnya dekat rumah aku.”
“Baiklah. Jaga diri kamu, Pratiwi,” kata Bondan.
“Terima kasih, Mas Bondan.”
Pratiwi menghampiri mobil yang tadi ditumpanginya.
“Pratiwi, kamu mau apa?”
“Tas saya ada di dalam mobil itu.”
“Oh, baiklah.”
***
Yu Kasnah masih ditemani Roy, yang mengatakan bahwa
Pratiwi masih ada di kantor, karena pekerjaan menumpuk. Yu Kasnah hanya
mengangguk, dan merasa heran, ada pekerja yang lembur sampai jauh malam.
“Itu perusahaan apa ya Mas Roy, memperkerjakan karyawan
sampai malam. Anak gadis pula. Apa di sana ada temannya?”
“Ya ada Yu, ada satpam yang menjaga.”
“Aku kok kurang suka kalau bekerja dengan cara seperti
itu.”
“Kalau Yu Kasnah tidak suka, lebih baik Yu Kasnah
minta agar Pratiwi berhenti saja. Pasti ada pekerjaan lain yang lebih bagus.”
“Sudah baik-baik jualan sayur, saya bisa mendengar
suaranya setiap saat, hanya kalau dia sedang ke pasar saja, maka tak ada di
rumah.”
“Nanti kalau dia pulang, yu Kasnah minta agar dia
berhenti saja.”
“Iya Mas Roy. Pasti nanti saya suruh dia berhenti.”
Sementara itu dalam perjalanan pulang, Pratiwi selalu
diam. Ardian merasa kasihan, tapi dia lega, Pratiwi selamat dari cengkeraman
manusia jahat seperti Sony.
“Kamu tidak usah bersedih. Bahaya sudah berlalu.
Berterima kasihlah pada wanita itu, karena telah menyelamatkan kamu.”
“Namanya Susana. Dia tangan kanan pak Sony. Mereka
sangat dekat. Tapi dia baik sama saya. Dia juga telah melindungi saya.”
“Baiklah, Kamu harus percaya bahwa semua akan
baik-baik saja.”
Pratiwi terdiam. Banyak yang dipikirkannya. Bahwa ia
harus resign dari pekerjaan itu, tapi ada yang harus dilakukannya, yaitu mengembalikan
uang yang pernah diterimanya, sebanyak sepuluh kali lipat. Tersirat olehnya,
akan menjual rumahnya, lalu mempergunakan rumah kecil yang dipakainya sebagai
warung sayur. Tapi bagaimana mengatakannya pada ibunya? Rumah itu bukan
rumahnya, tapi rumah orang tuanya. Apa sampai hati dia menjualnya, seperti yang
pernah dibayangkannya? Pratiwi menyandarkan kepalanya. Tubuh dan hatinya terasa
lemas, tanpa daya.
“Mas Ardian, bisakah aku minta tolong?”
“Tentu saja. Apa yang bisa aku lakukan untuk kamu?”
“Saya bermaksud keluar dari pekerjaan saya.”
“Itu bagus. Memang sebaiknya kamu lepas dari ikatan pekerjaan
itu, agar kamu merasa nyaman. Kalau kamu tetap ingin bekerja di kantor, aku
bisa menolongmu. Ayahku pasti mengijinkan aku untuk mencari seorang sekretaris.
Kamu bisa melakukannya. Walaupun gajinya tak sebesar yang diberikan Sony untuk
kamu.”
“Ah, pekerjaan itu kan tidak sangat saya pikirkan.
Saya bisa kembali menjual sayuran.”
“Lalu apa yang kamu pikirkan lagi?”
“Saya sudah menanda tangani sebuah kontrak kerja. Yang
berat saya lakukan adalah, apabila saya mengingkari kontrak itu, maka saya
harus mengembalikan uang yang saya terima pada awal saya bekerja.”
“Jadi kamu menerima uang sebelum mulai bekerja?”
“Saya membutuhkan uang untuk biaya operasi Nano,”
katanya pilu.
“Ooo ….” Ardian mengangguk-angguk. Sekarang dia
mengerti, bagaimana Pratiwi bisa membayar biaya operasi adiknya. Dia juga tahu
mengapa Pratiwi memutuskan untuk bekerja.
“Berapa yang harus kamu bayar untuk membatalkan
kontrak itu?”
“Sekitar duaratusan juta. Tapi saya tidak akan minta
uang itu pada siapapun. Saya sebenarnya menemukan sebuah jalan untuk itu.”
“Oh ya?”
“Bagaimana kalau saya menjual rumah itu, cukupkah
uangnya? Tapi saya bingung, karena saya tidak berani mengatakannya pada ibu.
Karena itu kan bukan rumah saya,” katanya sedih.
“Pratiwi, sudah. Kamu jangan memikirkan itu lagi. Saya
akan berusaha membebaskan kamu dari ikatan kontrak itu, karena perbuatan Sony.
Dia sekarang sedang dirawat, tapi dia akan menjadi tersangka perbuatan asusila
atas seorang karyawannya. Polisi akan memprosesnya secara hukum. Semoga hal itu
bisa membebaskan kamu dari ikatan itu.”
“Benarkah?”
Ada secercah harapan yang membuat Pratiwi merasa lega.
Ia tak lagi begitu cemas sampai ketika Ardian menghentikan mobilnya di depan
pagar rumahnya. Tapi Ardian terkejut, ketika ia ingin memasukkan mobilnya ke
halaman, ia melihat mobil Bondan sudah terparkir di sana. Ada perasaan kesal di
hati Ardian. Cemburu kah menyaksikan perhatian Bondan yang juga sangat besar
terhadap Pratiwi?.
***
Besok lagi ya.
Alhamdulillah
ReplyDeletePak Wedeye dari Cilacap tuh
DeleteSelamat njih pak
Yes
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDelete⚘🍃⚘🍃🦋🍃⚘🍃⚘
ReplyDeleteAlhamdulillah SB 29 telah
hadir. Matur nuwun Bunda
Tien. Salam sehat, bahagia
dan tetap Aduhai...
⚘🍃⚘🍃🦋🍃⚘🍃⚘
Mtrnwn
ReplyDeleteMatur nuwun bu
ReplyDeleteSemoga sehat selalu
Alhamdulilah
ReplyDeleteTerimakasih cerbungnya bunda Tien
Alhamdulillah tayang cepat, terima kasih bu Tien, salam sehat selalu
ReplyDeleteAlhamdulillah ...terima kasih bunda Tien...sehat2 yaa bund
ReplyDeleteTrimakasih
ReplyDeleteYeeay Ardian kan yg menolong.....
ReplyDeleteCihuuui... tayang gasik, matur nuwun bunda Tien sehat sllu utk ibu
ReplyDeleteMatur nuwun inggih mbakyu Tienkumalasari dear...Salam aduhaai dan tetep semangat dariku di Cibubur
ReplyDeleteMatur nuwun mbak Tien-ku, Tiwi sudah hadir.
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdullilah sdh tayang SB nya..terima ksih y bunda..slm sht sll dri skbmi🙏😘🌹
ReplyDeletealhamdulillah terimakasih
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeletePastinya Ardian cemburu pada Bondan, ada pesaing nih...
ReplyDeleteYang jelas Sony sudah 'masuk kotak' persaingan.
Salam sukses mbak Tien yang ADUHAI, semoga selalu sehat, aamiin.
Matur nuwun bunda Tien....🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah, suwun mbakyu... Salam sehat 🌹
ReplyDeleteAlhamdulilah...
ReplyDeleteTks bunda Tien..
Pratiwi sdh dtg..
Salam Aduhai..
Semoga bunda sehat dan berbahagia selalu.. Aamiin.. 🙏🙏🥰🌹❤️
Alhamdulillah, SB 29 telah tayang ,matursuwun bu Tien
ReplyDeleteSalam sehat bahagia selalu. Aamiin.
Ooo Susan yg menolong ..wah ini Ardian ma Bondan saingan tp kayaknya Ardiyan yg menang 2 org beesaing 🤭❤❤🥰🥰🥰🙏🤲
ReplyDeleteAlhamdulillah SD-29 sdh hadir
ReplyDeleteTerima kasih Bunda Tien, semoga Bunda sehat dan bahagia selalu.
Alhamdulillah SB 29 sdh hadir mksh Bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun bu Tien
ReplyDeleteSehat wal'afiat selalu 🤗🥰
Senangnya Tiwi bnyk yg memperhatikan
Nah Adrian & Bondan suit ya siapa yg me nang dpt Tiwi 🤣🤣🤣🤭
Alhamdulillah
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien
Salam sehat dan aduhai selalu
Alhamdulillah...
ReplyDelete
ReplyDeleteAlhamdulillah SETANGKAI BUNGAKU~29 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
Hé hé hé
ReplyDeleteSony maen bola
ya udah dibuat bagai bola hantam sana tendang sini
Di nggo bal balan, marsam lagi; siuman dari pingsan gara gara nggak mau memberi tahu keberadaan Pratiwi dimana, malah disuruh ngebantuin Sony, baru masuk arena udah dibikin nyungsep sambil mecahin meja kaca, dorong keluar rumah sekalian, kåyå nguncalaké bathang nglumpruk.
Tapi lumayan tadi Sony kena lemparan Pratiwi, kursi kecil kena kepala nya, nah denger ada suara gebrakan Susana dipintu rumah itu Ardian langsung tanggap nyusul masuk rumah, tuh kan mau pindah kamar, nah mulai tuh bal balan, bikin bengep tuh muka sekalian, dasarnya sudah down dulu ingat malem malem Ardian dikeroyok berdua marsam dan sony aja nggak mampu, ini sendirian ngadepin, eh Bondan ikut ambil bagian lagi.
Tapi jadwal apel tetep, nongkrong deh dirumah Tiwi nungguin, datangnya .
Kalau ini si Bondan, cerita nya cuti menengok calon bini, ih masih pdkt, nggak tau apa men cerita kan keseruan duelnya tadi, dia kan nggak tahu apa yang boleh di ketahui emaknya, atawa peristiwa barusan harus dirahasiakan, atau biar asal heboh aja.
Ah Tiwi, ditawari jadi sekretaris Ardian nggak begitu tertarik, malah milih jadi ceo warung nya you kasnah. Siiip lah. Bener gitu biar emaknya selalu bisa mendengarkan celoteh Pratiwi setiap saat kecuali pas pergi ke pasar.
Lagian Roy kan menyarankan you kasnah agar Pratiwi disuruh re-sight dari kerjaan yang sekarang, jadi biar segera di jauhkan dengan orang-orang yang tidak baik.
ADUHAI
Terimakasih Bu Tien
Setangkai bungaku yang ke dua puluh sembilan sudah tayang
Sehat sehat selalu doaku
Sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Alhamdulilah Pratiwi selamat...trims Bu tien
ReplyDeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteTerimakasih Mbak Tien...
ReplyDeleteSerasa membaca novel action...
Seruuuu... trma kasih mbu tien....
ReplyDeleteBanyak nih pengagum Pratiwi.
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
Salam sehat selalu. Aduhai
Alhamdulillah Pratiwi selamat. Ternyata Susana yg menyelamatkan Pratiwi.. Wah persaingan mendapaykan Pratiwi dimulai antara Bondan dan Ardian
ReplyDeleteSB30 belum tayang?
ReplyDeleteSemoga Mbak Tien sehat² saja
Menanti SB30
ReplyDeleteSabar menanti
ReplyDeleteWah, bu Tien keren...Pratiwi masih ingat untuk mengambil tas nya yang ketinggalan di dalam mobil kantor. Kalau di sinetron tv biasanya langsung ditinggal pergi saja, saya yakin pasti dibawakan krew nya...wkwk...😂😂😂
ReplyDelete