SEBUAH JANJI 15
(Tien Kumalasari)
Barno berhenti sejenak, dengan mengatupkan kedua
telapak tangan dia menghadap ke arah di mana Yanti berdiri, sebagai isyarat
untuk pamitan, karena ia melihat bahwa yang bersangkutan sedang sibuk bertelpon.
“Mau pulang? Sudah dapat uangnya?” kata Yanti dengan
nada mengejek.
“Uang apa?” tanya Barno heran.
“Bukankah kamu datang kemari hanya untuk meminta uang?”
Barno tak menjawab, ia langsung mendekati sepeda
motornya, menaikinya dan berlalu.
“Dasar anak pembantu, tak tahu sopan santun,” omelnya.
Ia lupa bahwa sedang bertelpon, terkejut ketika mendengar teriakan dari
seberang.
“Kamu mendengar suaraku, atau kamu sudah ketiduran?”
“Oh, iya, aku mendengarnya.”
“Datanglah besok siang ke tempat biasa kita bertemu.”
“Besok?”
“Aku belum menceritakan semuanya. Hanya mengatakan
bahwa dia kabur. Kamu tidak tahu bahwa aku terluka bukan?”
“Dia melawan ?”
“Sudah, ceritanya besok, aku sedang memasuki rumah,
nanti istriku mendengarnya.”
“Lalu sambungan itu terputus. Yanti merasa kesal.
Tampaknya dia melawan saat Samadi mendekatinya, dan dia meminta ganti rugi.
Dirinya? Bisakah dia melayani laki-laki yang bukan suaminya? Dia suka, tapi tak
pernah membayangkan bisa menjadi selingkuhannya, dan melakukan hubungan
layaknya suami istri.
Dengan kesal ia masuk ke dalam rumah. Wajahnya semakin membara ketika melihat Sekar
keluar dari kamar ayahnya. Sekar cepat menjauh dari depan kamar ayahnya, agar
kalau ibu tirinya berteriak, ayahnya tak akan mendengarnya. Dan benar saja, dia
berteriak. Untunglah Sekar sudah ada di dapur.
“Sekar!”
Sekar berhenti melangkah, meraih gelas dan menuju ke
arah kulkas.
“Kamu tuli?” hardik Yanti kasar.
“Saya baru mau minum Bu,” jawab Sekar yang kemudian
duduk di kursi dapur, lalu meneguk minumannya.
“Apa yang kamu lakukan? Kamu melukai dia?”
“Tidak Bu, dia yang melukai saya,” jawab Sekar
setenang mungkin. Sikapnya ini membuat Yanti semakin marah.
“Kamu jangan bicara seenaknya. Dia bukan orang
sembarangan.”
“Saya tahu. Dia laki-laki tak tahu diri. Tidak
sembarang orang bisa melakukannya,” jawabnya, kemudian meneguk lagi minumannya.
“Aku berbaik hati sama kamu, tahu! Aku ingin kamu
hidup enak, berkecukupan, terhormat. Tapi kamu menyia-nyiakannya.”
“Tidak. Bukan terhormat namanya kalau merenggut kebebasan seseorang secara paksa. Bahkan
kalau dibiarkan, dia bisa merusak kehormatan saya.”
Sekar heran dengan dirinya sendiri, karena berani
mengatakan semua yang dipendamnya kepada ibu tirinya, yang selama ini selalu
dihormatinya, dan dipatuhi semua perintahnya. Tapi tidak untuk kali ini. Sekar
sangat geram atas perlakuannya, yang dianggapnya sudah keterlaluan.
Mata Yanti menyala. Ia ingin meluapkan amarahnya yang
sudah memuncak sampai ke ubun-ubunnya. Dengan kasar direnggutnya gelas minum
yang ada di depan Sekar, lalu dibantingkannya ke lantai.
Prang!!
Bibik yang semula bersembunyi di dalam kamarnya,
terpaksa keluar mendengar suara gelas pecah berhamburan.
Dilihatnya Sekar sedang memunguti pecahan gelas,
sedangkan Yanti berkacak pinggang dengan penuh amarah.
“Biar bibik saja Non,” kata bibik yang kemudian
berjongkok di dekat non cantiknya.
“Ada apa?” terdengar suara keras gemetar dari arah
pintu. Semuanya menoleh, dan pak Winarno sudah berdiri sambil berpegangan daun
pintu.
Sekar sangat terkejut. Tentu saja ayahnya mendengar
keributan itu, lalu nekat keluar. Ia melihat tangan ayahnya gemetar. Ia segera
berdiri dan memburu ke arah ayahnya.
“Bapak, kenapa bangun?” katanya lembut.
“Ada suara keras dan berisik, gelas pecah kah itu?”
tanga pak Winarno lemah.
“Iya Pak, Sekar mengambil gelas dan terjatuh, sehingga
gelasnya pecah berantakan,” katanya sambil mencoba menutupi suasana tegang yang
terjadi diantara dia dan ibu tirinya.
“Yanti! Apa yang kamu lakukan?”
Pak Winarno melepaskan pegangan Sekar, menoleh ke arah
istrinya dengan pandangan kesal.
“Bapak, tentu saja ibu marah karena Sekar memecahkan
gelas.”
“Hentikan omong kosong ini Sekar. Kamu selalu menutupi
apa yang dilakukan ibu tiri kamu yang sangat keterlaluan ini.”
“Tidak Bapak_”
“Diam!” pak Winarno terpaksa membentak anaknya.
“Bapak ….”
“Sudah cukup semuanya. Aku mau bicara sama kamu,
Yanti.”
“Sebaiknya Bapak istirahat saja,” kata Sekar sambil
menarik ayahnya, tapi lagi-lagi tangan itu ditepiskannya.
“Bibik, ambilkan kursi itu,” perintahnya kepada bibik.
Bibik mengambilkan sebuah kursi, diletakkannya di
depan majikannya. Sudah kepalang tanggung, rupanya tak perlu semuanya ditutupi
lagi.
Perlahan pak Winarno duduk, Sekar terpaksa
membantunya. Dadanya berdegup kencang. Tak tahu apa yang harus dilakukannya.
“Yanti, bisakah kamu duduk? Aku mau bicara sama kamu,”
kata pak Winarno walau suaranya tampak gemetar.
Yanti yang semula berdiri terpaku, kemudian duduk.
Wajahnya muram. Tak tampak rasa hormat sedikitpun kepada suaminya, dan tak ada
rasa trenyuh melihat suaminya seakan menahan sakit. Sekar duduk di lantai,
memegangi lengan ayahnya.
“Bapak mau bicara apa? Aku kan pernah bilang bahwa aku
mau menikahkan Sekar karena dia sudah dewasa?”
“Tapi tampaknya dia menolak, dan kamu memaksanya?”
“Aku melakukannya untuk kebaikan dia. Agar dia hidup
terhormat.”
“Kehormatan seseorang bukan terletak dari harta yang
dimilikinya.”
“Omong kosong. Kalau kita miskin, mana ada yang
menghormati kita? Coba saja Bapak lihat, seseorang yang bertemu orang yang
kaya, punya kedudukan, pasti jalannya akan terbungkuk-bungkuk, menyapa dengan
hormat, karena dia memang orang terhormat. Beda kalau ketemu orang miskin. Mana
ada yang terbungkuk-bungkuk, menyapa dengan penuh hormat.”
“Apakah rasa hormat itu hanya bisa dirasakan saat
orang terbungkuk-bungkuk di hadapan kita?”
“Tentu saja.”
“Tidak. Hormat seperti yang kamu katakan itu adalah
hormat dari orang yang mencari muka. Tidak tulus. Tapi rasa hormat yang muncul
karena perilaku luhur, adalah rasa hormat yang sesungguhnya. Kamu, Sekar,
jangan pernah meminta agar orang terbungkuk-bungkuk di hadapan kamu karena
kekayaan yang kamu miliki, tapi jadilah
gadis terhormat karena perilaku yang luhur dan mulia,” kata pak Winarno, yang
semakin lama semakin terdengar terengah-engah.
Sekar yang merasa khawatir, kemudian berdiri, dan
memaksa ayahnya agar segera kembali ke kamar.
“Bapak, lebih baik beristirahat. Sudah waktunya makan
malam dan minum obatnya, ayo Bapak.”
“Dasar tidak tahu diri. Kebaikan aku selama berpuluh
tahun dengan membesarkan kamu, seperti inikah balasannya?” kata Yanti sambil
menggebrak meja.
“Saya akan membalas semua kebaikan Ibu, tapi tidak
dengan mempertaruhkan kehormatan saya,” kata Sekar sambil menuntun ayahnya menuju
kamar.
“Kamu berani ya sama ibumu? Berani menentang aku?”
“Saya bukan berani menentang Ibu, saya menentang
kemauan yang tidak pada tempatnya,” katanya sambil terus melangkah.
Pak Winarno mengacungkan jempolnya ke depan wajah
Sekar. Sekar merangkul pinggangnya erat, sambil menitikkan air mata.
***
Samadi mengetuk pintu rumahnya, sambil menahan rasa
nyeri di sekujur tubuhnya. Ia tidak tahu siapa laki-laki itu, yang tiba-tiba
datang dan menghajarnya, serta membuat Sekar berhasil kabur dari dekapannya.
“Tapi mendengar pembicaraannya, tampaknya dia mengenal
Sekar. Siapa dia?” gumamnya sambil menunggu pintu dibuka.
Kembali ia mengetuk pintu, dan kemudian tubuhnya
hampir terjatuh ke arah depan ketika pintu tiba-tiba terbuka. Beruntung yang
membuka pintu adalah istrinya yang berbadan agak tambun, sehingga bisa menahan
tubuhnya.
Minar terkejut melihat keadaan suaminya.
“Mas, kamu kenapa? Mengapa wajah Mas lebam-lebam
begitu?” pekik Minar sambil menuntun suaminya agar duduk di sofa, lalu dia
duduk di sampingnya.
“Jangan banyak bertanya dulu, ambilkan aku minum,”
kata Samadi sambil menyandarkan kepalanya di sandaran sofa.
Minar bergegas ke belakang, membuat coklat susu panas,
lalu di letakkan di meja. Ia kembali duduk di samping suaminya.
“Itu Mas, minumlah,” katanya sambil membantu suaminya
duduk dengan tegak.
Samadi meraih cangkir berisi coklat susu panas itu dan
meneguk setengahnya.
“Sekarang ceritakan ada apa? Mas berantem ya? Mana ada
orang tua berantem?”
“Aku memang berantem?”
“Sama siapa? Katanya ada pembicaraan penting, kok jadi
berantem?”
“Tidak jadi bicara, tidak jadi ada kerja sama.”
“Lalu berantem?”
“Ya … aku tidak suka karena dia melawan aku.”
“Melawan bagaimana? Sebuah pembicaraan bisnis, ada
lawan melawan?”
“Maksudnya, kami tidak cocok. Saling merendahkan, lalu
berantem,” Samadi sungguh pintar mengarang cerita, yang membuat istrinya
percaya.
“Aduh, memang lebih baik tidak bekerja sama dengan
orang kasar seperti itu. Mas ke rumah sakit ya?”
“Tidak usah, kompres saja wajahku dengan air hangat.
Aku mau segera tidur.”
“Mas mau makan dulu?”
“Tidak.”
Samadi meraih minumannya dan meneguknya habis, lalu
berdiri dan masuk ke kamarnya, sementara Minar menyiapkan kompres air hangat
seperti yang diminta suaminya.
***
Sekar menyuapi ayahnya dengan nasi tim dan sup ayam.
Hanya sedikit yang masuk ke perutnya. Berulang kali Sekar memaksanya, pak
Winarno tetap menggelengkan kepalanya.
“Aku kenyang. Sudah, cukup,” katanya.
Sekar tak bisa memaksanya. Ia segera meminumkan obat,
lalu menyelimuti ayahnya.
Pak Winarno memejamkan matanya, napasnya tersengal.
Sekar merasa sangat khawatir. Ia mengambil minyak gosok, lalu menggosok dada
ayahnya perlahan.
Obat untuk sesak napas sudah diminumkannya, karena
sejak tadi napas ayahnya sudah tampak memburu. Ia menyesali sikap ibunya yang
kasar, sehingga membuat ayahnya mendengar kegaduhan itu. Pasti suasana itu
membuat ayahnya sedih dan terluka, dan itu mempengaruhi kesehatannya.
Sekar mulai bersiap-siap. Kalau keadaan ayahnya tidak
membaik, ia harus membawanya ke rumah sakit. Besok sepeda motor miliknya sudah
akan dibayar orang, dan itu membuatnya sedikit lega.
“Kamu istirahatlah,” kata pak Winarno lemah.
“Iya Pak.”
“Makan dulu, dan istirahat.”
“Kalau Bapak sudah tidur, Sekar mau makan. Bapak
tidurlah, jangan memikirkan apa-apa. Sekar sudah bisa menjaga diri Sekar. Tak
ada yang perlu Bapak khawatirkan,” kata Sekar berbisik di telinga ayahnya.
Pak Winarno mengangguk lemah, tapi ia masih memejamkan
matanya.
Sekar duduk di tepi pembaringan, memijit pelan kaki
ayahnya.
“Kamu pergilah dari sini,” kata pak Winarno lirih, membuat
Sekar terkejut.
“Pergi? Apa maksud Bapak?”
“Jauhi ibu tirimu.”
“Kalau Sekar pergi, Sekar harus bersama Bapak. Sekar
tak bisa meninggalkan Bapak. Lagi pula Sekar harus pergi ke mana?”
“Sebenarnya Bapak punya simpanan, di bank. Ambil
uangnya, beli rumah kecil untuk kamu. Semuanya sudah Bapak transfer ke rekening
kamu.”
“Apa? Pakai saja uang itu untuk pengobatan Bapak.”
“Tidak, aku tidak perlu pengobatan. Uang itu untuk
kamu. Aku persiapkan untuk kamu, kalau sewaktu-waktu ibumu menguasai rumah ini.”
Sekar menatap ayahnya tak percaya. Jadi ayahnya sudah
mempersiapkan semuanya? Tapi Sekar sungguh merasa takut. Ucapan ayahnya seperti
sebuah isyarat. Isyarat yang menakutkannya. Tiba-tiba air matanya bergulir begitu saja.
“Aku sudah mentransfer seluruh uang itu. Dan kamu
harus mendengar apa kata bapak ini. Jangan menjawab apapun kecuali kamu siap
dan menyanggupinya.”
“Bapak tidurlah, jangan memikirkan apa-apa,” kata
Sekar terisak.
“Mengapa kamu menangis?”
“Bapak harus sembuh. Kalau bapak belum merasa baik,
besok Sekar akan membawa Bapak ke rumah sakit. Dirawat di rumah sakit akan
lebih baik.”
“Bapak tidak mau dirawat. Kalau bapak ada di rumah
sakit, bapak akan merasa lebih parah. Karena tidak nyaman. Lebih baik di rumah
saja. Apa kamu keberatan merawat bapak?”
“Tidak, bukan begitu. Sekar hanya merasa bahwa di
rumah sakit kan peralatannya lebih lengkap, keadaan Bapak juga selalu dipantau,
dan_”
“Sudah, jangan banyak omong, bapak mau tidur, kamu
makan dan istirahatlah.”
***
Di dapur, Sekar menangis terisak-isak. Hari sudah
malam, setelah di yakini bahwa ayahnya sudah tertidur, Sekar meninggalkan kamar
ayahnya. Bibik menyiapkan makan, tapi Sekar menolak memakannya.
“Jangan begitu Non, Non harus makan. Kalau tidak,
nanti Non jatuh sakit, padahal Non kan harus merawat bapak. Kalau Non juga
sakit, bagaimana?”
“Tapi aku tidak ingin makan Bik, kata-kata bapak
membuat aku takut.”
“Orang tua, banyak berpesan, itu sudah biasa Non.”
“Apakah bapak akan meninggalkan aku Bik? Aku takut Bik,
aku tidak ingin bapak pergi.”
“Mengapa Non berpikir begitu? Bapak hanya berpesan,
bukan benar-benar ingin pergi. Masa sih manusia bisa mengetahui mati dan
hidupnya? Yang ada, adalah mempersiapkan segalanya. Mungkin bapak merasa
khawatir, kalau besok-besok bu Yanti akan mengabaikan Non, maka dipersiapkannya
rumah untuk Non, supaya Non memiliki tempat berteduh. Itu kan hanya pesan,
bukan pamitan, Non. Sudahlah, makan dulu, ayo bibik temenin ya.”
***
Di warung, Yanti sedang sibuk mencatat semua
barang-barang habis yang segera dibutuhkan, tapi ia mendapat pesan dari Samadi,
bahwa dia ingin bertemu di rumahnya. Yanti sedikit bingung, mengapa di
rumahnya? Bagaimana kalau nanti Minar mengetahuinya?
Hari itu kebetulan Ari dan Minar sedang sibuk, dan
Yanti menawarkan diri untuk berbelanja sendiri.
“Baiklah kalau begitu, kan belanjaan tidak begitu
banyak?” kata Minar.
“Pakailah mobilku,” kata Ari.
“Aku naik taksi saja,” kata Yanti yang segera memesan
taksi.
Yanti akan ke rumah Samadi lebih dulu, karena Samadi minta
agar Yanti menemuinya di rumah. Siapa sangka, ternyata Minar yang merasa curiga
mengikutinya dari belakang.
***
Besok lagi ya.
Yeeees...
ReplyDeleteYes
ReplyDeleteAlhamdulillah Sebuah Janji eps 15 sdh tayang.
ReplyDeleteTrimakasih bu Tien
Aduhaiii...
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete[yesssss
ReplyDeleteHore sdh tayang. Matur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah hadir👏👏👏
DeleteMatur suwun mbakyu Tien
ReplyDeleteMemang selalu aduhai...
Salam Tahes ulales
Alhamdulillah SEBUAH JANJI 15 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Matur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang.
ReplyDeleteKalau cepat ketahuan tidak jadi 'bisa mengganti ' .. malah jadi perang besar.
DeleteSalam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Alhamdulillah ditunggu dri tdi..penasaran niih
ReplyDeleteAlhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillahi rabbil'alamiin
ReplyDeleteTerimakasih bu tien yg selalu tepat dgn sebuah janji .... semoga bu tien sehat2 n senantiasa dalam lindungan Allah SWT .... aamiin yra
Terima kasih....
ReplyDeleteYanti saja sdh gantinya sekar, ben kapok..😆😆...
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien..🙏
https://medium.com/@astonburl965/10-best-turkish-towels-d5896571b9be
Deletehttps://medium.com/@astonburl965/10-best-turkish-towels-d5896571b9be
ReplyDeleteAlhandulillah
ReplyDeleteSyukron nggih MbakbTien .
Semoga selalu sehat Aamiin🌹🌹🌹🌹🌹
Alhamdulillah .....
ReplyDeleteYg ditunggu2 sdh muncul.
Matur nuwun bu Tien ...
Semoga sehat selalu....
Slmt mlm unda Tien.. Terimaksih sdh tayang SJ nya.. Slmseroja dri sukabumi dan tetap semangat.. 🙏🥰🌹
ReplyDeleteAlhamdulillah, matur nuwun bu Tienku
ReplyDeleteEnaknya pak Winarno lsngsung menceraikan Ariyanti ,biar tenang .
Kasihan Sekarang ,,,,wah jd penasaran
Salam sehat wal'afiat bu Tienku sekeluarga 🤗🥰
Alhamdulilah...sdh tayang
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tienku..
Terimakasih Bunda Tien....SJ 15 dah tayang,
ReplyDeletesalam sehat selalu....
salam aduhaiii.....🙏🥰🌹
Terima kasih Bu Tien salam aduhai...
ReplyDeleteBerkah Dalem Gusti 🙏🛐😇
Alhamdulilah, terima kasih bu tien SJ sdh tayang... makin seru salam sehat dari pondok gede
ReplyDeleteTerimakasih Bu Tien... ceritanya tambah seru....salam sehat
ReplyDeleteSerruuu....
ReplyDeleteKucing garong kalah sm kucing rumahan..
Syukurin Samadi kena batunya..
Akhirnya yanti akan menuai apa yg dia tabur selama ini dlm perjalanan hidupnya.. dia hrs mau jd santapan kucing garong..
Terimakasih bunda sdh memberi ganjaran yg setimpal utk ibu tiri yg jahat..
Salam aduhai utk bunda..
Semoga bunda sehat dan bahagia selalu..
Aamiin..yaa Rabbal Aalamiin..
Alhamdulillah SEBUAH JANJI~15 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏
ReplyDeleteAlhamdulillah SJ 15 sdh hadir,
ReplyDeleteTerima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu.
Aamiin
Luar biasa...
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
Alhamdulillah,salam sehat selalu bu Tien
ReplyDeleteMeeting biru biru; wow siapa yang dikatakan rekanan, berembuk, perdebatan panas, pulang rumah muka lebam, dikatakan nggak baik untuk kerjasama, sampai berlaku kasar begitu.
ReplyDeleteKerjasama usaha selama ini kan Ari, Yanti dan Minar, iya seeh itu masalah kuliner.
Tapi sering Yanti ingin sendiri, walau itu alasan belanja yang memang itu bagian dari perannya tugas kerjasama usaha ini dan bisa dipastikan Samad juga ada aja alasan dia kalau pas Yanti pergi sendiri, namanya juga curiga, kalau Minar perhatikan cara Samad memandang Yanti bila mereka berdekatan. Hmm.
Dan tadi sebelum minta berangkat belanja sendiri, gawai Yanti berbunyi ada motif masuk, ada pesan masuk, ada apa tuh, Minar mulai terusik curiga, Ari pun juga ikutan penasaran, jangan jangan Winarno drop, waktu itu simbok mengatakan kalau Winarno sakit dan Yanti bilang cuma masuk angin biasa, terlihat Yanti buru buru dan ingin berangkat belanja sendiri.
Yå istilahé rindik asu digitik; iya kaya rusa buru buru masuk hutan karena kekasihnya hilang, wow lagi lagi ingat syair lagu anak-anak telepon koin.
Yah Ari juga penasaran dengan sasaran berbeda, membuntuti taksi ol Yanti.
Lho turunya dirumah Minar dan langsung buru buru masuk kaya masuk rumah sendiri.
Oo ini rupanya, tapi apa hubunganya dia bilang nggak baik diajak kerjasama, dan berlaku kasar sampai muka biru lebam.
Masak seeh Yanti bisa bikin muka biru lebam.
Kan kalau Samad memandang Yanti kaya sendu sendu gitu..
Sêlak kêpingin ndusêl begitu maksud elo?! Haa!!
Terus Yanti menyerang dengan ilmu beladirinya, sampai lebam gitu..
Tapi Minar lihat nggak gitu deh, Yanti kaya acuh acuh gitu, juga njawabnya kesannya asal; minat gabung aja biar ada kegiatan hari hari.
Soal nanti ada kesempatan.. ya mapel keterampilan diterapkanlah, kan memang pernah dapat mapel keterampilan di sekolah.
Wow kafé nya nggak ada juragan, juragan pada pergi semua.
Namanya juga pegawai, nggak ada pengawas ya udah; léda lédé seenaknya.
Tuh kan;
Samad cuma mau perawatan wajah, dipanggilah salon keliling gitu..
Oo begitu tå
Terimakasih Bu Tien,
Sebuah janji yang ke lima belas sudah tayang, sehat-sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
🙏
Seru Bu Tien...trims
ReplyDeleteMakasih mba Tien
ReplyDeleteLangsung
ReplyDeleteTks Mb tien.Sehat2 Slalu
ReplyDeleteLg nunggu Sekar ..
ReplyDeleteCeritanya epsd mlm ini seruu pastinya..
Yanti diterkam kucing garong ..sbg ganjaran utk ibu tiri yg jahat..
Salam sehat selalu utk bunda tercinta..
Mohon izin share kesan" dari Jumpa Fans Wag Pctk di Batu-Malang 26-27 Agustus 2022.. yg sdh ditulis oleh seniorku pa Hadi Sudjarwo..
ReplyDelete*Dumay itu kini menjadi nyata*
Dua tahun sudah sebahagian besar kita, hidup dalam persahabatan dunia maya.
Dari segala pelosok penjuru bertegur sapa tanpa mengenal siapa dia dan seperti apa dia.
Karena berawal dari hobby yang sama, disana ada tali perekat sang bunda Tien yang cerbung² nya selalu setia kita baca.
Bahkan kadangkala kita terbawa rasa, karena idola kita dalam ceritera dibuat menderita.
Bunda Tien Kumalasari memang pandai memainkan kata dan ceritera. Hingga kadang kita terpana dengan kejadian yang tak terduga.
Hingga akhirnya, tatap muka terlaksana. Tak terkira rasa bahagia merangkai selaksa ceritera.
Batu, 26 - 27 Agustus Dua ribu dua puluh dua. Jadi bukti nyata indahnya suatu persahabatan.
Menepis segala perbedaan.
Mengabaikan semua latar belakang yang ada.
Lebur dalam canda dan tawa.
Bagai sahabat yang lama tak bersua.
Dibalik keceriaan yang ada.
Tak kan ceritera itu menjadikan nyata.
Tanpa kerja keras dengan segala pengorbanan dari para panitia.
Yang berupaya menyelenggarakan persahabatan dunia maya itu menjadi nyata.
Dari berbagai kota. Bahkan rela meninggalkan rutinitas kerja.
Ada yang nenggunakan bus, kendaraan pribadi bahkan kereta.
Hanya ada satu tujuan yang ada.
Ingin berjumpa dengan sang idola dan sahabat dunia maya.
Rela berbagi peraduan ( kruntelan ). Memaksimalkan sarana yang ada.
Bersantap bersama berbagi ceritera.
Dan menyanyi gembira bersama.
Semoga semua ini.
Menjadi kenangan indah tak terlupakan.
Ada pertemuan ada pula perpisahan.
Selamat jalan para sahabatku.
Mungkin saat ini sudah ada yang sampai dirumah.
Tetapi mungkin, ada juga yang masih dalam perjalanan.
Kita berharap, kebahagiaan ini tak terlupakan.
Terima kasih tak terhingga untuk panitia dan para relawan, yang tanpa mengenal lelah selalu berusaha memberikan pelayanan yang terbaik untuk para peserta.
_*Dudu sanak dudu kadang*_
( Bukan sanak bukan saudara )
_*Yèn pisah kråså kélangan*_
Namun ternyata, saat perpisahan terasa ada sesuatu yang hilang.
Semoga kita tetap diberi kesehatan yang prima, waktu, sarana kesempatan yang ada hingga kita ketemu lagi pada :
Jumpa Fans ke 4, bulan Maret 2023
Di Bogor - Jabodetabek.*Dumay itu kini menjadi nyata*
Dua tahun sudah sebahagian besar kita, hidup dalam persahabatan dunia maya.
Dari segala pelosok penjuru bertegur sapa tanpa mengenal siapa dia dan seperti apa dia.
Karena berawal dari hobby yang sama, disana ada tali perekat sang bunda Tien yang cerbung² nya selalu setia kita baca.
Bahkan kadangkala kita terbawa rasa, karena idola kita dalam ceritera dibuat menderita.
Bunda Tien Kumalasari memang pandai memainkan kata dan ceritera. Hingga kadang kita terpana dengan kejadian yang tak terduga.
Hingga akhirnya, tatap muka terlaksana. Tak terkira rasa bahagia merangkai selaksa ceritera.
Batu, 26 - 27 Agustus Dua ribu dua puluh dua. Jadi bukti nyata indahnya suatu persahabatan.
Menepis segala perbedaan.
Mengabaikan semua latar belakang yang ada.
Lebur dalam canda dan tawa.
Bagai sahabat yang lama tak bersua.
Dibalik keceriaan yang ada.
Tak kan ceritera itu menjadikan nyata.
Tanpa kerja keras dengan segala pengorbanan dari para panitia.
Yang berupaya menyelenggarakan persahabatan dunia maya itu menjadi nyata.
Dari berbagai kota. Bahkan rela meninggalkan rutinitas kerja.
Ada yang menggunakan bus, kendaraan pribadi bahkan kereta.
Hanya ada satu tujuan yang ada.
Ingin berjumpa dengan sang idola dan sahabat dunia maya.
Rela berbagi peraduan ( kruntelan ). Memaksimalkan sarana yang ada.
Bersantap bersama berbagi ceritera.
Dan menyanyi gembira bersama.
Semoga semua ini.
Menjadi kenangan indah tak terlupakan.
Ada pertemuan ada pula perpisahan.
Selamat jalan para sahabatku.
Mungkin saat ini sudah ada yang sampai dirumah.
Tetapi mungkin, ada juga yang masih dalam perjalanan.
Kita berharap, kebahagiaan ini tak terlupakan.