Tuesday, August 30, 2022

SEBUAH JANJI 15

 

SEBUAH JANJI  15

(Tien Kumalasari)

 

Barno berhenti sejenak, dengan mengatupkan kedua telapak tangan dia menghadap ke arah di mana Yanti berdiri, sebagai isyarat untuk pamitan, karena ia melihat bahwa yang bersangkutan sedang sibuk bertelpon.

“Mau pulang? Sudah dapat uangnya?” kata Yanti dengan nada mengejek.

“Uang apa?” tanya Barno heran.

“Bukankah kamu datang kemari hanya untuk meminta uang?”

Barno tak menjawab, ia langsung mendekati sepeda motornya, menaikinya dan berlalu.

“Dasar anak pembantu, tak tahu sopan santun,” omelnya. Ia lupa bahwa sedang bertelpon, terkejut ketika mendengar teriakan dari seberang.

“Kamu mendengar suaraku, atau kamu sudah ketiduran?”

“Oh, iya, aku mendengarnya.”

“Datanglah besok siang ke tempat biasa kita bertemu.”

“Besok?”

“Aku belum menceritakan semuanya. Hanya mengatakan bahwa dia kabur. Kamu tidak tahu bahwa aku terluka bukan?”

“Dia melawan ?”

“Sudah, ceritanya besok, aku sedang memasuki rumah, nanti istriku mendengarnya.”

“Lalu sambungan itu terputus. Yanti merasa kesal. Tampaknya dia melawan saat Samadi mendekatinya, dan dia meminta ganti rugi. Dirinya? Bisakah dia melayani laki-laki yang bukan suaminya? Dia suka, tapi tak pernah membayangkan bisa menjadi selingkuhannya, dan melakukan hubungan layaknya suami istri.

Dengan kesal ia masuk ke dalam rumah.  Wajahnya semakin membara ketika melihat Sekar keluar dari kamar ayahnya. Sekar cepat menjauh dari depan kamar ayahnya, agar kalau ibu tirinya berteriak, ayahnya tak akan mendengarnya. Dan benar saja, dia berteriak. Untunglah Sekar sudah ada di dapur.

“Sekar!”

Sekar berhenti melangkah, meraih gelas dan menuju ke arah kulkas.

“Kamu tuli?” hardik Yanti kasar.

“Saya baru mau minum Bu,” jawab Sekar yang kemudian duduk di kursi dapur, lalu meneguk minumannya.

“Apa yang kamu lakukan? Kamu melukai dia?”

“Tidak Bu, dia yang melukai saya,” jawab Sekar setenang mungkin. Sikapnya ini membuat Yanti semakin marah.

“Kamu jangan bicara seenaknya. Dia bukan orang sembarangan.”

“Saya tahu. Dia laki-laki tak tahu diri. Tidak sembarang orang bisa melakukannya,” jawabnya, kemudian meneguk lagi minumannya.

“Aku berbaik hati sama kamu, tahu! Aku ingin kamu hidup enak, berkecukupan, terhormat. Tapi kamu menyia-nyiakannya.”

“Tidak. Bukan terhormat namanya kalau merenggut  kebebasan seseorang secara paksa. Bahkan kalau dibiarkan, dia bisa merusak kehormatan saya.”

Sekar heran dengan dirinya sendiri, karena berani mengatakan semua yang dipendamnya kepada ibu tirinya, yang selama ini selalu dihormatinya, dan dipatuhi semua perintahnya. Tapi tidak untuk kali ini. Sekar sangat geram atas perlakuannya, yang dianggapnya sudah keterlaluan.

Mata Yanti menyala. Ia ingin meluapkan amarahnya yang sudah memuncak sampai ke ubun-ubunnya. Dengan kasar direnggutnya gelas minum yang ada di depan Sekar, lalu dibantingkannya ke lantai.

Prang!!

Bibik yang semula bersembunyi di dalam kamarnya, terpaksa keluar mendengar suara gelas pecah berhamburan.

Dilihatnya Sekar sedang memunguti pecahan gelas, sedangkan Yanti berkacak pinggang dengan penuh amarah.

“Biar bibik saja Non,” kata bibik yang kemudian berjongkok di dekat non cantiknya.

“Ada apa?” terdengar suara keras gemetar dari arah pintu. Semuanya menoleh, dan pak Winarno sudah berdiri sambil berpegangan daun pintu.

Sekar sangat terkejut. Tentu saja ayahnya mendengar keributan itu, lalu nekat keluar. Ia melihat tangan ayahnya gemetar. Ia segera berdiri dan memburu ke arah ayahnya.

“Bapak, kenapa bangun?” katanya lembut.

“Ada suara keras dan berisik, gelas pecah kah itu?” tanga pak Winarno lemah.

“Iya Pak, Sekar mengambil gelas dan terjatuh, sehingga gelasnya pecah berantakan,” katanya sambil mencoba menutupi suasana tegang yang terjadi diantara dia dan ibu tirinya.

“Yanti! Apa yang kamu lakukan?”

Pak Winarno melepaskan pegangan Sekar, menoleh ke arah istrinya dengan pandangan kesal.

“Bapak, tentu saja ibu marah karena Sekar memecahkan gelas.”

“Hentikan omong kosong ini Sekar. Kamu selalu menutupi apa yang dilakukan ibu tiri kamu yang sangat keterlaluan ini.”

“Tidak Bapak_”

“Diam!” pak Winarno terpaksa membentak anaknya.

“Bapak ….”

“Sudah cukup semuanya. Aku mau bicara sama kamu, Yanti.”

“Sebaiknya Bapak istirahat saja,” kata Sekar sambil menarik ayahnya, tapi lagi-lagi tangan itu ditepiskannya.

“Bibik, ambilkan kursi itu,” perintahnya kepada bibik.

Bibik mengambilkan sebuah kursi, diletakkannya di depan majikannya. Sudah kepalang tanggung, rupanya tak perlu semuanya ditutupi lagi.

Perlahan pak Winarno duduk, Sekar terpaksa membantunya. Dadanya berdegup kencang. Tak tahu apa yang harus dilakukannya.

“Yanti, bisakah kamu duduk? Aku mau bicara sama kamu,” kata pak Winarno walau suaranya tampak gemetar.

Yanti yang semula berdiri terpaku, kemudian duduk. Wajahnya muram. Tak tampak rasa hormat sedikitpun kepada suaminya, dan tak ada rasa trenyuh melihat suaminya seakan menahan sakit. Sekar duduk di lantai, memegangi lengan ayahnya.

“Bapak mau bicara apa? Aku kan pernah bilang bahwa aku mau menikahkan Sekar karena dia sudah dewasa?”

“Tapi tampaknya dia menolak, dan kamu memaksanya?”

“Aku melakukannya untuk kebaikan dia. Agar dia hidup terhormat.”

“Kehormatan seseorang bukan terletak dari harta yang dimilikinya.”

“Omong kosong. Kalau kita miskin, mana ada yang menghormati kita? Coba saja Bapak lihat, seseorang yang bertemu orang yang kaya, punya kedudukan, pasti jalannya akan terbungkuk-bungkuk, menyapa dengan hormat, karena dia memang orang terhormat. Beda kalau ketemu orang miskin. Mana ada yang terbungkuk-bungkuk, menyapa dengan penuh hormat.”

“Apakah rasa hormat itu hanya bisa dirasakan saat orang terbungkuk-bungkuk di hadapan kita?”

“Tentu saja.”

“Tidak. Hormat seperti yang kamu katakan itu adalah hormat dari orang yang mencari muka. Tidak tulus. Tapi rasa hormat yang muncul karena perilaku luhur, adalah rasa hormat yang sesungguhnya. Kamu, Sekar, jangan pernah meminta agar orang terbungkuk-bungkuk di hadapan kamu karena kekayaan yang kamu miliki, tapi  jadilah gadis terhormat karena perilaku yang luhur dan mulia,” kata pak Winarno, yang semakin lama semakin terdengar terengah-engah.

Sekar yang merasa khawatir, kemudian berdiri, dan memaksa ayahnya agar segera kembali ke kamar.

“Bapak, lebih baik beristirahat. Sudah waktunya makan malam dan minum obatnya, ayo Bapak.”

“Dasar tidak tahu diri. Kebaikan aku selama berpuluh tahun dengan membesarkan kamu, seperti inikah balasannya?” kata Yanti sambil menggebrak meja.

“Saya akan membalas semua kebaikan Ibu, tapi tidak dengan mempertaruhkan kehormatan saya,” kata Sekar sambil menuntun ayahnya menuju kamar.

“Kamu berani ya sama ibumu? Berani menentang aku?”

“Saya bukan berani menentang Ibu, saya menentang kemauan yang tidak pada tempatnya,” katanya sambil terus melangkah.

Pak Winarno mengacungkan jempolnya ke depan wajah Sekar. Sekar merangkul pinggangnya erat, sambil menitikkan air mata.

***

Samadi mengetuk pintu rumahnya, sambil menahan rasa nyeri di sekujur tubuhnya. Ia tidak tahu siapa laki-laki itu, yang tiba-tiba datang dan menghajarnya, serta membuat Sekar berhasil kabur dari dekapannya.

“Tapi mendengar pembicaraannya, tampaknya dia mengenal Sekar. Siapa dia?” gumamnya sambil menunggu pintu dibuka.

Kembali ia mengetuk pintu, dan kemudian tubuhnya hampir terjatuh ke arah depan ketika pintu tiba-tiba terbuka. Beruntung yang membuka pintu adalah istrinya yang berbadan agak tambun, sehingga bisa menahan tubuhnya.

Minar terkejut melihat keadaan suaminya.

“Mas, kamu kenapa? Mengapa wajah Mas lebam-lebam begitu?” pekik Minar sambil menuntun suaminya agar duduk di sofa, lalu dia duduk di sampingnya.

“Jangan banyak bertanya dulu, ambilkan aku minum,” kata Samadi sambil menyandarkan kepalanya di sandaran sofa.

Minar bergegas ke belakang, membuat coklat susu panas, lalu di letakkan di meja. Ia kembali duduk di samping suaminya.

“Itu Mas, minumlah,” katanya sambil membantu suaminya duduk dengan tegak.

Samadi meraih cangkir berisi coklat susu panas itu dan meneguk setengahnya.

“Sekarang ceritakan ada apa? Mas berantem ya? Mana ada orang tua berantem?”

“Aku memang berantem?”

“Sama siapa? Katanya ada pembicaraan penting, kok jadi berantem?”

“Tidak jadi bicara, tidak jadi ada kerja sama.”

“Lalu berantem?”

“Ya … aku tidak suka karena dia melawan aku.”

“Melawan bagaimana? Sebuah pembicaraan bisnis, ada lawan melawan?”

“Maksudnya, kami tidak cocok. Saling merendahkan, lalu berantem,” Samadi sungguh pintar mengarang cerita, yang membuat istrinya percaya.

“Aduh, memang lebih baik tidak bekerja sama dengan orang kasar seperti itu. Mas ke rumah sakit ya?”

“Tidak usah, kompres saja wajahku dengan air hangat. Aku mau segera tidur.”

“Mas mau makan dulu?”

“Tidak.”

Samadi meraih minumannya dan meneguknya habis, lalu berdiri dan masuk ke kamarnya, sementara Minar menyiapkan kompres air hangat seperti yang diminta suaminya.

***

Sekar menyuapi ayahnya dengan nasi tim dan sup ayam. Hanya sedikit yang masuk ke perutnya. Berulang kali Sekar memaksanya, pak Winarno tetap menggelengkan kepalanya.

“Aku kenyang. Sudah, cukup,” katanya.

Sekar tak bisa memaksanya. Ia segera meminumkan obat, lalu menyelimuti ayahnya.

Pak Winarno memejamkan matanya, napasnya tersengal. Sekar merasa sangat khawatir. Ia mengambil minyak gosok, lalu menggosok dada ayahnya perlahan.

Obat untuk sesak napas sudah diminumkannya, karena sejak tadi napas ayahnya sudah tampak memburu. Ia menyesali sikap ibunya yang kasar, sehingga membuat ayahnya mendengar kegaduhan itu. Pasti suasana itu membuat ayahnya sedih dan terluka, dan itu mempengaruhi kesehatannya.

Sekar mulai bersiap-siap. Kalau keadaan ayahnya tidak membaik, ia harus membawanya ke rumah sakit. Besok sepeda motor miliknya sudah akan dibayar orang, dan itu membuatnya sedikit lega.

“Kamu istirahatlah,” kata pak Winarno lemah.

“Iya Pak.”

“Makan dulu, dan istirahat.”

“Kalau Bapak sudah tidur, Sekar mau makan. Bapak tidurlah, jangan memikirkan apa-apa. Sekar sudah bisa menjaga diri Sekar. Tak ada yang perlu Bapak khawatirkan,” kata Sekar berbisik di telinga ayahnya.

Pak Winarno mengangguk lemah, tapi ia masih memejamkan matanya.

Sekar duduk di tepi pembaringan, memijit pelan kaki ayahnya.

“Kamu pergilah dari sini,” kata pak Winarno lirih, membuat Sekar terkejut.

“Pergi? Apa maksud Bapak?”

“Jauhi ibu tirimu.”

“Kalau Sekar pergi, Sekar harus bersama Bapak. Sekar tak bisa meninggalkan Bapak. Lagi pula Sekar harus pergi ke mana?”

“Sebenarnya Bapak punya simpanan, di bank. Ambil uangnya, beli rumah kecil untuk kamu. Semuanya sudah Bapak transfer ke rekening kamu.”

“Apa? Pakai saja uang itu untuk pengobatan Bapak.”

“Tidak, aku tidak perlu pengobatan. Uang itu untuk kamu. Aku persiapkan untuk kamu, kalau sewaktu-waktu ibumu menguasai rumah ini.”

Sekar menatap ayahnya tak percaya. Jadi ayahnya sudah mempersiapkan semuanya? Tapi Sekar sungguh merasa takut. Ucapan ayahnya seperti sebuah isyarat. Isyarat yang menakutkannya. Tiba-tiba air matanya bergulir begitu saja.

“Aku sudah mentransfer seluruh uang itu. Dan kamu harus mendengar apa kata bapak ini. Jangan menjawab apapun kecuali kamu siap dan menyanggupinya.”

“Bapak tidurlah, jangan memikirkan apa-apa,” kata Sekar terisak.

“Mengapa kamu menangis?”

“Bapak harus sembuh. Kalau bapak belum merasa baik, besok Sekar akan membawa Bapak ke rumah sakit. Dirawat di rumah sakit akan lebih baik.”

“Bapak tidak mau dirawat. Kalau bapak ada di rumah sakit, bapak akan merasa lebih parah. Karena tidak nyaman. Lebih baik di rumah saja. Apa kamu keberatan merawat bapak?”

“Tidak, bukan begitu. Sekar hanya merasa bahwa di rumah sakit kan peralatannya lebih lengkap, keadaan Bapak juga selalu dipantau, dan_”

“Sudah, jangan banyak omong, bapak mau tidur, kamu makan dan istirahatlah.”

***

Di dapur, Sekar menangis terisak-isak. Hari sudah malam, setelah di yakini bahwa ayahnya sudah tertidur, Sekar meninggalkan kamar ayahnya. Bibik menyiapkan makan, tapi Sekar menolak memakannya.

“Jangan begitu Non, Non harus makan. Kalau tidak, nanti Non jatuh sakit, padahal Non kan harus merawat bapak. Kalau Non juga sakit, bagaimana?”

“Tapi aku tidak ingin makan Bik, kata-kata bapak membuat aku takut.”

“Orang tua, banyak berpesan, itu sudah biasa Non.”

“Apakah bapak akan meninggalkan aku Bik? Aku takut Bik, aku tidak ingin bapak pergi.”

“Mengapa Non berpikir begitu? Bapak hanya berpesan, bukan benar-benar ingin pergi. Masa sih manusia bisa mengetahui mati dan hidupnya? Yang ada, adalah mempersiapkan segalanya. Mungkin bapak merasa khawatir, kalau besok-besok bu Yanti akan mengabaikan Non, maka dipersiapkannya rumah untuk Non, supaya Non memiliki tempat berteduh. Itu kan hanya pesan, bukan pamitan, Non. Sudahlah, makan dulu, ayo bibik temenin ya.”

***

Di warung, Yanti sedang sibuk mencatat semua barang-barang habis yang segera dibutuhkan, tapi ia mendapat pesan dari Samadi, bahwa dia ingin bertemu di rumahnya. Yanti sedikit bingung, mengapa di rumahnya? Bagaimana kalau nanti Minar mengetahuinya?

Hari itu kebetulan Ari dan Minar sedang sibuk, dan Yanti menawarkan diri untuk berbelanja sendiri.

“Baiklah kalau begitu, kan belanjaan tidak begitu banyak?” kata Minar.

“Pakailah mobilku,” kata Ari.

“Aku naik taksi saja,” kata Yanti yang segera memesan taksi.

Yanti akan ke rumah Samadi lebih dulu, karena Samadi minta agar Yanti menemuinya di rumah. Siapa sangka, ternyata Minar yang merasa curiga mengikutinya dari belakang.

***

Besok lagi ya.

41 comments:

  1. Alhamdulillah Sebuah Janji eps 15 sdh tayang.
    Trimakasih bu Tien
    Aduhaiii...

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. Matur suwun mbakyu Tien
    Memang selalu aduhai...
    Salam Tahes ulales

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah SEBUAH JANJI 15 telah tayang, terima kasih bu Tien salam sehat n bahagia selalu bersama keluarga. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  5. Matur nuwun mbak Tien-ku Sebuah Janji telah tayang.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau cepat ketahuan tidak jadi 'bisa mengganti ' .. malah jadi perang besar.
      Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.

      Delete
  6. Alhamdulillah ditunggu dri tdi..penasaran niih

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillahi rabbil'alamiin
    Terimakasih bu tien yg selalu tepat dgn sebuah janji .... semoga bu tien sehat2 n senantiasa dalam lindungan Allah SWT .... aamiin yra

    ReplyDelete
  8. Yanti saja sdh gantinya sekar, ben kapok..😆😆...

    Matur nuwun bunda Tien..🙏

    ReplyDelete
    Replies
    1. https://medium.com/@astonburl965/10-best-turkish-towels-d5896571b9be

      Delete
  9. https://medium.com/@astonburl965/10-best-turkish-towels-d5896571b9be

    ReplyDelete
  10. Alhandulillah
    Syukron nggih MbakbTien .
    Semoga selalu sehat Aamiin🌹🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah .....
    Yg ditunggu2 sdh muncul.
    Matur nuwun bu Tien ...
    Semoga sehat selalu....

    ReplyDelete
  12. Slmt mlm unda Tien.. Terimaksih sdh tayang SJ nya.. Slmseroja dri sukabumi dan tetap semangat.. 🙏🥰🌹

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tienku
    Enaknya pak Winarno lsngsung menceraikan Ariyanti ,biar tenang .
    Kasihan Sekarang ,,,,wah jd penasaran

    Salam sehat wal'afiat bu Tienku sekeluarga 🤗🥰

    ReplyDelete
  14. Alhamdulilah...sdh tayang
    Terimakasih bunda Tienku..

    ReplyDelete
  15. Terimakasih Bunda Tien....SJ 15 dah tayang,
    salam sehat selalu....
    salam aduhaiii.....🙏🥰🌹

    ReplyDelete
  16. Terima kasih Bu Tien salam aduhai...
    Berkah Dalem Gusti 🙏🛐😇

    ReplyDelete
  17. Alhamdulilah, terima kasih bu tien SJ sdh tayang... makin seru salam sehat dari pondok gede

    ReplyDelete
  18. Terimakasih Bu Tien... ceritanya tambah seru....salam sehat

    ReplyDelete
  19. Serruuu....
    Kucing garong kalah sm kucing rumahan..
    Syukurin Samadi kena batunya..
    Akhirnya yanti akan menuai apa yg dia tabur selama ini dlm perjalanan hidupnya.. dia hrs mau jd santapan kucing garong..
    Terimakasih bunda sdh memberi ganjaran yg setimpal utk ibu tiri yg jahat..

    Salam aduhai utk bunda..
    Semoga bunda sehat dan bahagia selalu..
    Aamiin..yaa Rabbal Aalamiin..

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah SEBUAH JANJI~15 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah SJ 15 sdh hadir,
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu.
    Aamiin

    ReplyDelete
  22. Luar biasa...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah,salam sehat selalu bu Tien

    ReplyDelete
  24. Meeting biru biru; wow siapa yang dikatakan rekanan, berembuk, perdebatan panas, pulang rumah muka lebam, dikatakan nggak baik untuk kerjasama, sampai berlaku kasar begitu.
    Kerjasama usaha selama ini kan Ari, Yanti dan Minar, iya seeh itu masalah kuliner.
    Tapi sering Yanti ingin sendiri, walau itu alasan belanja yang memang itu bagian dari perannya tugas kerjasama usaha ini dan bisa dipastikan Samad juga ada aja alasan dia kalau pas Yanti pergi sendiri, namanya juga curiga, kalau Minar perhatikan cara Samad memandang Yanti bila mereka berdekatan. Hmm.
    Dan tadi sebelum minta berangkat belanja sendiri, gawai Yanti berbunyi ada motif masuk, ada pesan masuk, ada apa tuh, Minar mulai terusik curiga, Ari pun juga ikutan penasaran, jangan jangan Winarno drop, waktu itu simbok mengatakan kalau Winarno sakit dan Yanti bilang cuma masuk angin biasa, terlihat Yanti buru buru dan ingin berangkat belanja sendiri.
    Yå istilahé rindik asu digitik; iya kaya rusa buru buru masuk hutan karena kekasihnya hilang, wow lagi lagi ingat syair lagu anak-anak telepon koin.
    Yah Ari juga penasaran dengan sasaran berbeda, membuntuti taksi ol Yanti.
    Lho turunya dirumah Minar dan langsung buru buru masuk kaya masuk rumah sendiri.
    Oo ini rupanya, tapi apa hubunganya dia bilang nggak baik diajak kerjasama, dan berlaku kasar sampai muka biru lebam.
    Masak seeh Yanti bisa bikin muka biru lebam.
    Kan kalau Samad memandang Yanti kaya sendu sendu gitu..
    Sêlak kêpingin ndusêl begitu maksud elo?! Haa!!
    Terus Yanti menyerang dengan ilmu beladirinya, sampai lebam gitu..
    Tapi Minar lihat nggak gitu deh, Yanti kaya acuh acuh gitu, juga njawabnya kesannya asal; minat gabung aja biar ada kegiatan hari hari.
    Soal nanti ada kesempatan.. ya mapel keterampilan diterapkanlah, kan memang pernah dapat mapel keterampilan di sekolah.
    Wow kafé nya nggak ada juragan, juragan pada pergi semua.
    Namanya juga pegawai, nggak ada pengawas ya udah; léda lédé seenaknya.
    Tuh kan;
    Samad cuma mau perawatan wajah, dipanggilah salon keliling gitu..
    Oo begitu tå



    Terimakasih Bu Tien,

    Sebuah janji yang ke lima belas sudah tayang, sehat-sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
    🙏

    ReplyDelete
  25. Lg nunggu Sekar ..
    Ceritanya epsd mlm ini seruu pastinya..
    Yanti diterkam kucing garong ..sbg ganjaran utk ibu tiri yg jahat..
    Salam sehat selalu utk bunda tercinta..

    ReplyDelete
  26. Mohon izin share kesan" dari Jumpa Fans Wag Pctk di Batu-Malang 26-27 Agustus 2022.. yg sdh ditulis oleh seniorku pa Hadi Sudjarwo..

    *Dumay itu kini menjadi nyata*
    Dua tahun sudah sebahagian besar kita, hidup dalam persahabatan dunia maya.
    Dari segala pelosok penjuru bertegur sapa tanpa mengenal siapa dia dan seperti apa dia.
    Karena berawal dari hobby yang sama, disana ada tali perekat sang bunda Tien yang cerbung² nya selalu setia kita baca.
    Bahkan kadangkala kita terbawa rasa, karena idola kita dalam ceritera dibuat menderita.
    Bunda Tien Kumalasari memang pandai memainkan kata dan ceritera. Hingga kadang kita terpana dengan kejadian yang tak terduga.
    Hingga akhirnya, tatap muka terlaksana. Tak terkira rasa bahagia merangkai selaksa ceritera.
    Batu, 26 - 27 Agustus Dua ribu dua puluh dua. Jadi bukti nyata indahnya suatu persahabatan.
    Menepis segala perbedaan.
    Mengabaikan semua latar belakang yang ada.
    Lebur dalam canda dan tawa.
    Bagai sahabat yang lama tak bersua.
    Dibalik keceriaan yang ada.
    Tak kan ceritera itu menjadikan nyata.
    Tanpa kerja keras dengan segala pengorbanan dari para panitia.
    Yang berupaya menyelenggarakan persahabatan dunia maya itu menjadi nyata.
    Dari berbagai kota. Bahkan rela meninggalkan rutinitas kerja.
    Ada yang nenggunakan bus, kendaraan pribadi bahkan kereta.
    Hanya ada satu tujuan yang ada.
    Ingin berjumpa dengan sang idola dan sahabat dunia maya.
    Rela berbagi peraduan ( kruntelan ). Memaksimalkan sarana yang ada.
    Bersantap bersama berbagi ceritera.
    Dan menyanyi gembira bersama.
    Semoga semua ini.
    Menjadi kenangan indah tak terlupakan.
    Ada pertemuan ada pula perpisahan.
    Selamat jalan para sahabatku.
    Mungkin saat ini sudah ada yang sampai dirumah.
    Tetapi mungkin, ada juga yang masih dalam perjalanan.
    Kita berharap, kebahagiaan ini tak terlupakan.
    Terima kasih tak terhingga untuk panitia dan para relawan, yang tanpa mengenal lelah selalu berusaha memberikan pelayanan yang terbaik untuk para peserta.
    _*Dudu sanak dudu kadang*_
    ( Bukan sanak bukan saudara )
    _*Yèn pisah kråså kélangan*_
    Namun ternyata, saat perpisahan terasa ada sesuatu yang hilang.
    Semoga kita tetap diberi kesehatan yang prima, waktu, sarana kesempatan yang ada hingga kita ketemu lagi pada :
    Jumpa Fans ke 4, bulan Maret 2023
    Di Bogor - Jabodetabek.*Dumay itu kini menjadi nyata*
    Dua tahun sudah sebahagian besar kita, hidup dalam persahabatan dunia maya.
    Dari segala pelosok penjuru bertegur sapa tanpa mengenal siapa dia dan seperti apa dia.
    Karena berawal dari hobby yang sama, disana ada tali perekat sang bunda Tien yang cerbung² nya selalu setia kita baca.
    Bahkan kadangkala kita terbawa rasa, karena idola kita dalam ceritera dibuat menderita.
    Bunda Tien Kumalasari memang pandai memainkan kata dan ceritera. Hingga kadang kita terpana dengan kejadian yang tak terduga.
    Hingga akhirnya, tatap muka terlaksana. Tak terkira rasa bahagia merangkai selaksa ceritera.
    Batu, 26 - 27 Agustus Dua ribu dua puluh dua. Jadi bukti nyata indahnya suatu persahabatan.
    Menepis segala perbedaan.
    Mengabaikan semua latar belakang yang ada.
    Lebur dalam canda dan tawa.
    Bagai sahabat yang lama tak bersua.
    Dibalik keceriaan yang ada.
    Tak kan ceritera itu menjadikan nyata.
    Tanpa kerja keras dengan segala pengorbanan dari para panitia.
    Yang berupaya menyelenggarakan persahabatan dunia maya itu menjadi nyata.
    Dari berbagai kota. Bahkan rela meninggalkan rutinitas kerja.
    Ada yang menggunakan bus, kendaraan pribadi bahkan kereta.
    Hanya ada satu tujuan yang ada.
    Ingin berjumpa dengan sang idola dan sahabat dunia maya.
    Rela berbagi peraduan ( kruntelan ). Memaksimalkan sarana yang ada.
    Bersantap bersama berbagi ceritera.
    Dan menyanyi gembira bersama.
    Semoga semua ini.
    Menjadi kenangan indah tak terlupakan.
    Ada pertemuan ada pula perpisahan.
    Selamat jalan para sahabatku.
    Mungkin saat ini sudah ada yang sampai dirumah.
    Tetapi mungkin, ada juga yang masih dalam perjalanan.
    Kita berharap, kebahagiaan ini tak terlupakan.

    ReplyDelete

M E L A T I 45

  M E L A T I    45 (Tien Kumalasari)   Melati merasa gelisah. Dia tahu, Nurin bersikap baik kepadanya, tapi ia mengkhawatirkan sikap ibunya...