Tuesday, August 2, 2022

KEMBANG CANTIKKU 37

 

KEMBANG CANTIKKU 37

(Tien Kumalasari)

 

Wahyudi menghentikan motornya. Kantuknya hilang seketika. Ia teringat ketika Harso melakukan kejahatan dengan mencelakainya. Tiga orang dihadapannya tak tampak wajahnya, tapi gerakan tangan dan tubuhnya tidak menunjukkan iktikat baik. Karena itu Wahyudi bersiap untuk menghadapi segala kemungkinan. Yang jelas, mereka butuh perlawanan. Walau satu lawan tiga, Wahyudi tak sudi menyerah. Dia adalah laki-laki sejati, ia akan melawan siapapun yang menentangnya, termasuk yang menghadang di hadapannya, entah dengan maksud apa. Wahyudi tak membawa banyak uang, tapi ada surat-surat berharga didalam dompetnya.

Ia berdiri tegak, menunggu apa yang akan mereka lakukan.

“Hanya seorang laki-laki yang kelelahan, biar aku sendiri menghabisinya. Kalian boleh maju kalau aku membutuhkan bantuan,” kata seseorang, yang kemudian Wahyudi mengingat-ingat, seperti pernah mengenal suara itu. Tapi ingatan itu belum tersampai di otaknya ketika tiba-tiba laki-laki yang bersuara itu maju kedepan dan melayangkan sebuah pukulan. Wahyudi sudah siaga menghadapi, karenanya ia berhasil mengelak, pukulan itu luput, dan membuat si  penyerang terhuyung kedepan. Wahyudi mempergunakan kesempatan itu untuk  menendang dari arah samping, tepat mengenai pinggangnya. Si penyerang terguling ke arah samping. Tapi tanpa di duga salah seorang temannya maju ke depan, ketika melihat Wahyudi akan melanjutkan serangannya.

Kesempatan itu dipergunakan penyerang pertama untuk bangkit, lalu mencabut sebilah belati yang semula diselipkan di pinggangnya. Wahyudi berdiri waspada, karena ia harus menghadapi dua orang yang tampaknya sangat ganas dan kejam. Belum lagi kalau salah seorang temannya yang belum melakukan apa-apa di pinggir sana, ikut menyerangnya.

Pertarungan tak seimbang itu membuat beberapa kali Wahyudi melompat mundur, untuk menghindari serangan belati yang mengarah ke dadanya.

“Apa sebenarnya mau kalian?” teriak Wahyudi pada akhirnya dengan napas tersengal.

“Merampok?” lanjutnya sambil memiringkan tubuhnya ketika penyerang pertama kembali menyerangnya.

“Aku mau nyawamu!” teriak penyerang ke dua.

Wahyudi merasa tak mempunyai musuh. Ia berdamai dengan siapapun, ia selalu memaafkan setiap kesalahan yang ditujukan kepadanya. Masih juga ada yang mengincar nyawanya?

Dalam keadaan berpikir itu, tiba-tiba sebuah serangan menyentaknya, dan sebuah irisan tipis menggores lengannya.

Wahyudi melompat ke samping, darah mulai membasahi bajunya. Namun tiba-tiba sebuah sinar lampu sepeda motor mendekat, dan seseorang turun dari atas kendaraannya.

Salah seorang yang semula berdiri diam kemudian maju ke depan, karena yakin bahwa yang datang akan membantu korbannya.

“Pak Yudi? Siapa mereka?”

Laki-laki yang datang adalah Barjo, salah seorang stafnya, yang entah bagaimana, bisa sampai ke tempat itu. Barjo bertubuh tinggi  tegap. Ia melihat ada darah di lengan atasannya. Kemarahannya memuncak. Tanpa aba-apa ia menyerang si pembawa belati, yang karena tak menduga datangnya serangan, kemudian ia terhuyung kebelakang dan belati yang digenggamnya terlempar. Barjo mengejarnya. Salah seorang yang ingin memukul Barjo dari belakang, mendapat perlawanan dari Wahyudi, sehingga ia mengurungkan serangannya.

Satu orang yang ingin membantunya, terkejut ketika mendengar teriakan penyerang pertama. Ternyata Barjo berhasil meringkusnya, menelikung kedua tangannya membuatnya tak bisa bergerak.

“Menyerah, atau aku habisi temanmu ini?” ancam Barjo.

Tak disangka, dua orang temannya kemudian lari, mengambil salah satu sepeda motornya dan kabur.

Barjo dan Wahyudi membiarkannya, laki-laki yang ditelikung tangannya masih mengaduh-aduh kesakitan.

Wahyudi membuka topeng kain hitam yang menutupi wajahnya, dan betapa terkejutnya ketika melihat wajah itu, yang ternyata adalah Sartono.

“Kamu ?”

“Tolong lepaskan.”

“Orang jahat. Permintaan maaf yang palsu, dasar penjahat. Laporkan polisi saja.”

***

Wahyudi dan Barjo keluar dari kantor polisi setelah selesai memberikan keterangan. Tapi Wahyudi masih belum mengerti, mengapa Barjo bisa berada ditempat itu, sementara arah rumah Barjo berlawanan dengan rumahnya.

“Saya ingin mengantarkan ini Pak,” kata Barjo sambil menyerahkan sebuah ponsel.

“Ini? Ponsel saya?”

“Ponsel Bapak ketinggalan di meja satpam ketika Bapak berpesan sesuatu pada satpam. Saya kebetulan pulang beberapa menit setelah Bapak, dan satpam mengatakan bahwa ponsel Bapak ketinggalan.”

“Ya ampun, iya. Saya lupa membawa ponsel saya.”

“Saya mengejar Bapak, dan heran ketika Bapak berbelok ke arah kiri, dan Bapak mengendarai sepeda motor sangat kencang. Saya terus mengikutinya walau tertinggal jauh.”

“Dan karena itulah Pak Barjo bisa menolong saya.”

“Entahlah, ada yang menuntun saya untuk terus mengejar Bapak, tak tahunya Bapak berada dalam bahaya.”

“Terima kasih telah menyelamatkan saya,” kata Wahyudi.

“Bapak perlu ke rumah sakit? Lengan Bapak berdarah.”

“Tidak apa-apa, hanya luka ringan. Tadi sudah diobati di kantor polisi.”

“Baiklah, saya antar Bapak pulang saja.”

“Tidak usah, ini sudah malam, dan Pak Barjo harus segera beristirahat bukan?”

“Tidak apa-apa, pulang sendiri?”

“Tidak, rumah saya sudah dekat. Sekali lagi terima kasih.”

“Sama-sama Pak. Hati-hati di jalan.”

***

Kejadian bahwa Sartono ditangkap polisi sudah tersebar di seluruh desa. Tapi Murti dan Murni tidak tahu secara jelas apa yang terjadi. Katanya, Sartono dan teman-temannya terlibat dalam peristiwa pengeroyokan.

Baru ketika Wahyudi datang dan menceritakan kejadian itu, mereka mengerti bahwa Sartono berusaha mencelakai Wahyudi.

“Aku kira dia benar-benar menyesal saat menemui ibu itu,” kata Murni.

“Orang seperti dia itu sombongnya bukan main. Biasanya orang sombong itu enggan mengeluarkan kata ‘minta maaf’. Aku heran ketika dia datang kemari dan menyatakan menyesal. Ternyata dia masih dendam sama mas Wahyudi,” sambung Murti.

“Namanya manusia kan bermacam-macam. Ada yang pemaaf, ada yang enggan minta maaf, ada yang mudah melupakan kebenciannya kepada seseorang, tapi ada yang dendam sampai tega berbuat kejam.”

“Untunglah mas Wahyudi tidak kenapa-kenapa.”

“Hanya luka gores sedikit, nih, sudah mengering,” kata Wahyudi sambil menunjukkan bekas lukanya.”

“Ya ampun Mas, entah bagaimana kalau terjadi apa-apa sama mas Yudi,” kata Murni sambil menutup mulutnya.

“Bagaimana kalau aku sampai celaka?” pancing Wahyudi.

“Jangan ngomong yang enggak-enggak Mas, nggak baik itu.”

“Hanya seandainya kok. Pasti kamu senang dong, nggak ada yang ngegangguin?”

“Nggak ah, jangan sampai hal itu terjadi.”

“Iya, Mas Wahyudi nggak boleh berandai-andai tentang sesuatu yang buruk. Kita harus bersyukur, tidak terjadi apa-apa pada mas Yudi,” timpal Murti.

“Iya benar.”

“Tentu, aku harus bersyukur karena Allah melindungi aku dari kejahatan seseorang. Sudah dua kali aku dicelakakan, dan aku masih berada dalam lindunganNya,” kata Wahyudi.

“Orang baik akan selalu terlindungi,” kata Murni.

“Haa, ternyata aku baik menurutmu, bukan?”

“Kalau Mas tidak baik, mana aku mau dekat-dekat sama Mas. Padahal Mas kan sudah jauh lebih tua dari aku,” kata Murni sambil tersenyum.

“Yaaah, masalah ‘tua’ lagi?”

“Ya nggak apa-apa, kan Mas memang sudah tua?”

Wahyudi pura-pura merengut, tapi Murni terkekeh melihatnya.

“Mas lucu deh kalau lagi merengut.”

“Jelek ya?” kata Wahyudi.

“Nggak sih.”

“Tetap ganteng berarti.”

“Idiiih, siapa bilang ganteng?” kata Murni walau dalam hati mengakuinya.

“Lha kalau nggak jelek berarti ganteng kan?”

Wahyudi terkekeh senang. Setiap menghadapi Murni dia selalu teringat Wuri. Murni ini mirip sekali Wuri. Suka mengejak bahwa dia tua, cerewet dan selalu tidak mau kalah dalam berdebat, walau hanya dalam gurauan. Itu sebabnya Wahyudi begitu bersemangat mendekati Murni, yang dianggapnya akan selalu bisa membuatnya bahagia. Ia ingat ketika dirinya limbung saat putus dari Retno. Ia hampir putus asa, tapi Wuri selalu membangkitkan semangatnya. Seandainya Wuri tidak mencintai Budi, maka akan begitu mudah bagi Wahyudi untuk jatuh cinta padanya. Tapi ternyata rasa cinta itu adalah cinta kepada adiknya sendiri, karena kalau benar-benar cinta, maka pasti hatinya akan terluka ketika menyadari bahwa Wuri mencintai pria lain.

“Kok ngelamun sih Mas?” tanya Murti.

“Mas marah ya, aku bilang tua?”

“Tidak, mengapa harus marah, aku kan memang sudah tua?”

“Nggak apa-apa tua. Tua itu bukan halangan untuk bersahabat,” tiba-tiba bu Lasminah keluar sambil membawa sepiring makanan.

“Wah, rupanya Ibu mendengarkan pembicaraan kami,” kata Wahyudi.

“Kebetulan saja mendengar, ketika mau keluar menghidangkan ini. Nak Yudi ini sudah cukup umur, bukan terlalu tua, dan Murni ini terkadang masih kekanak-kanakan. Kalau menurut ibu, sebaiknya memang Murni berjodoh dengan pria yang jauh lebih tua, supaya bisa berpikiran lebih dewasa.”

“Nah, ternyata Ibu sudah tahu maksudku,” celetuk Wahyudi yang kemudian mengambil makanan terbungkus daun pisang yang terhidang di meja.

“Nak Marno sudah mengatakan sama ibu, bahwa nak Wahyudi ingin mempersunting Murni,” kata bu Lasminah terus terang.

Murni menundukkan wajahnya. Malu.

“Itu benar Nak?”

“Benar Bu, hanya saya belum berani mengatakannya pada Ibu sekarang, karena Ibu masih sibuk mempersiapkan pernikahan Murti dan Nano.”

“Kalau memang Nak Yudi benar-benar bisa mencintai dan menjaga Murni, saya akan senang menerimanya.”

“Benarkah?” mata Wahyudi berbinar, lalu melirik ke arah Murni yang masih saja menundukkan wajahnya, mempermainkan kuku-kuku jari tangannya.

“Saya berjanji akan mencintai dan menjaga Murni.”

“Ya sudah, nanti kita bicara lagi, sekarang habiskan makanannya.”

“Ini namanya apa Bu?”

“Itu namanya UTRI. Dibuat dari parutan ketela pohon dan kelapa serta gula jawa, kemudian dibungkus daun pisang lalu dikukus.”

“Enak,” kata Wahyudi setelah menggigit  utrinya.

“Makanan orang desa, Nak.”

“Makanan ini tidak akan membuat bosan, legit dan enak, saya suka Bu.”

“Syukurlah Nak, sekarang lanjutkan berbincang, ibu mau ke belakang lagi.”

***

“Budi, bapak ingin tahu, mengapa kamu memilih membangun rumah mertua kamu, dan bukan membenahi rumah kamu sendiri yang sudah bapak persiapkan sejak lama?” tanya pak Siswanto ketika Budi ke rumahnya.

“Budi bermaksud membesarkan warungnya bu Mantri Pak, supaya lebih menarik sehingga lebih banyak di datangi pelanggan.”

“Bukankah dia bisa membuka warung di rumah kamu sana? Tempatnya lebih strategis karena di dekat jalan besar?”

“Barangkali nanti Pak, siapa tahu bu Mantri ingin membuka cabang, nanti Budi persiapkan di rumah Budi sana, supaya Wuri juga punya kesibukan. Tapi saat ini biarlah memperbesar yang sudah ada dulu.”

“Kamu tidak suka, rumah yang bapak persiapkan untuk kamu?” tanya pak Siswanto kecewa.

“Bukan Pak. Bapak jangan kecewa, Budi akan tetap menempatinya, barangkali Budi juga akan sering tidur disana, kadang-kadang di rumah mertua. Supaya bu Mantri terbiasa berpisah dengan anaknya.”

“Namanya anak yang sudah dewasa, pastilah nantinya juga akan ikut suaminya.”

“Bapak benar, tapi bu Mantri kan sendirian, nanti pelan-pelan dia akan terbiasa tanpa Wuri. Sekarang biarlah dia senang karena akan mengelola warungnya yang akan Budi perbesar ruangannya, dan mungkin akan ada pembantu yang akan menemani dan membantunya juga. Kalau sudah terbiasa, pasti dengan mudah dia bisa melepaskan anaknya. Bapak harus mengerti, karena dia kan sendiri.”

“Seperti ibunya Retno itu, dia juga sendiri kan?”

“Ibunya mbak Retno punya pembantu dalam mengelola toko sembakonya kan Pak, dan mbak Retno sudah lebih dulu berada di sini waktu itu. Pokoknya Bapak jangan khawatir, rumah pemberian Bapak pasti akan Budi tempati. Sekarang juga Budi sudah mengisinya dengan perabot, sehingga setiap saat Budi dan Wuri bisa tidur di sana,” kata Budi menghibur hati ayahnya yang agak kecewa ketika dia memilih tinggal bersama mertuanya.

“Ya sudah, terserah kamu saja. Yang penting bapak sudah mempersiapkan semuanya untuk anak-anak bapak, jangan sampai tidak berguna.”

“Berguna dong Pak, mengapa Bapak berkata begitu. Rumah itu sudah mulai Budi isi dengan perabot, kapan-kapan Bapak bisa melihatnya,” kata Budi sambil merangkul ayahnya.

“Ya … ya, bapak hanya ingin kalian hidup tenang dan bahagia,” kata pak Siswanto sambil menepuk-nepuk bahu anak bungsunya.

***

Hari itu Wahyudi sedang berbincang dengan Barjo tentang banyak hal mengenai perusahaannya. Wahyudi akan cuti selama dua hari,  bersamaan dengan menikahnya Nano dan Murti.

“Baik Pak, saya sudah mengerti.  Semuanya akan saya urus dengan sebaik-baiknya. Bapak kan harus fokus pada pernikahan itu, karena ada gadis yang akan segera Bapak nikahi juga kan?” kata Barjo yang sudah mengerti tentang gadis yang dicintainya, dan menyebabkan dia hampir celaka dikeroyok oleh pesaingnya.

“Doakan saya ya Pak.”

“Tentu. Paling tidak setahun lagi Bapak akan menikah juga.”

“Kenapa pak Barjo yakin kalau setahun lagi?”

“Orang jawa tidak akan menikahkan anaknya dua kali dalam setahun. Harus berganti tahun  baru mau melaksanakannya lagi.”

“Oh, begitu ya.”

“Iya dong Pak, Bapak masih harus bersabar setahun lagi.”

Keduanya sedang tertawa-tawa karena Barjo sedang menggoda Wahyudi, ketika tiba-tiba seseorang mengetuk pintu. Sekretaris mengatakan bahwa ada seorang wanita ingin menemui Wahyudi.

***

Besok lagi ya.

39 comments:

  1. Matur nuwun mbak Tien-ku Kembang Cantikku sudah berkunjung.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ternyata Sartono di-k.o dan dibawa ke kantor polisi.
      Siapa ya yang datang untuk menemui Wahyudi... besuk lagi ya....
      Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.

      Delete
  2. Alhamdullilah..KC 37 sdh tayang..terima kasih bundaTien..slmt mom dan slmt strhat..🙏🥰🌹

    ReplyDelete
  3. Sugeng dalu, sembah nuwun mbakyu. Salam taklim katur mas Tom Widayat

    ReplyDelete
  4. Yess,,,,,,
    Alhamdulillah KaCe_37 sdh ditayangkan. Matur nuwun Tien,
    Sugeng dalu, salam SEROJA dan tetap ADUHAI.

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah... Cerbungnya sdh datang...
    Terima kasih Bu Tien.. Semoga sehat selalu..

    ReplyDelete
  6. Aduh wahyudi ngantuk lagi semoga gpp..Aduh bu Tien ehhh...nuhun buat sport jantung

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah.... maturnuwun bu Tien

    ReplyDelete
  8. Terimakasih bunda Tien..
    Alhamdulilah..Wahyudi sdh datang.
    Semoga bunda sehat selalu..
    Salam aduhai dari Sukabumi

    ReplyDelete
  9. Matur nuwun bunda Tien..KC 37 sudah tayang 🙏🙏

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah
    Wahyudi sdh hadir
    Matur nuwun bu Tien
    Soga sehat selalu

    ReplyDelete
  11. Alhamdulillah KC37 sdh tayang. Matur nuwun mbak Tien, salam sehat dan bahagia selalu

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah KC 37 sudah hadir , terimakasih bunda Tien ,semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  13. Waaah ada seorang wanita dtg ke kntor Wahyudi...
    Siapa ya???
    Jangan" qila tua nyusul lg..
    Tunggu bsk aah.. Apa kt bunda Tien..
    Tks bunda..

    ReplyDelete
  14. Makasih mba Tien.
    Semakin seru nih mba.
    Salam sehat selalu dan aduhai

    ReplyDelete
  15. Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU 37 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  16. Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU~37 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien 🙏

    ReplyDelete
  17. Keduanya sedang tertawa-tawa karena Barjo sedang menggoda Wahyudi, ketika tiba-tiba seseorang mengetuk pintu. Sekretaris mengatakan bahwa ada seorang wanita ingin menemui Wahyudi.

    ReplyDelete
  18. Qila datang lagi?...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  19. Alhamdulillah sudah tayamg KC episode 37
    Terimakasih bunda Tien cerbungnya Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat walafiat bersama keluarga tercinta aamiin

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah, Kembang Cantikku Eps 37 sudah tayang. Terima kasih bu Tien Kumalasari. Semoga kita tetap sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin Yaa Robbal 'Alamiin.

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah, Kembang Cantikku Eps 37 sudah tayang. Terima kasih bu Tien Kumalasari. Semoga kita tetap sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin Yaa Robbal 'Alamiin....

    ReplyDelete
  22. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah, matur nuwun bu Tienku
    Senangnya Wahyudi sdh diterima kel Murni,,,,😊

    Salam sehat wal'afiat bu Tienku sekeluarga 🤗🥰🌸

    ReplyDelete
  24. Wednesday tayang nopo mboten?

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  02 (Tien Kumalasari)   Arumi menyandarkan tubuhnya, menikmati rasanya naik mobil bagus nan halus hampir tak ...