Monday, August 1, 2022

KEMBANG CANTIKKU 36

 

KEMBANG CANTIKKU 36

(Tien Kumalasari)

 

“Selamat siang,” sapa Sartono sambil mengangguk hormat.

Sikapnya ini mengherankan Wahyudi dan Murni, tapi keduanya menjawab serempak.

“Siang …”

“Apakah ibu ada?” tanya Sartono.

“Ada di belakang,” jawab Murni.

Tiba-tiba Sartono langsung naik ke teras lalu bergegas masuk kedalam rumah.

“Heeiii … mau apa kamu?” teriak Murni yang segera mengejarnya, diikuti Wahyudi yang juga merasa khawatir.

Tapi setibanya di belakang, dilihatnya Sartono sedang bersimpuh, sambil memeluk kaki bu Lasminah.

Bu Lasminah terkejut melihat Sartono yang tiba-tiba melakukan hal itu.

“Eeh, ada apa ini? Ada apa? Berdirilah,” kata bu Lasminah sambil menarik-narik pundak Sartono yang masih memeluk kakinya.

“Saya merasa bersalah sama Ibu, saya sungguh menyesal Bu, saya terbawa emosi, saya khilaf, mohon maafkanlah saya Bu,” kata Sartono sambil terus memeluk kaki bu Lasminah.

“Tolong berdirilah, aku bisa terjatuh, ini.”

Sartono berdiri, dan bu Lasminah melihat air mata membasahi pipi Sartono, tampaknya dia memang sangat menyesali perbuatannya.

“Ya sudah, ya sudah, lupakanlah semuanya.”

“Maafkan saya Bu,” katanya dengan suara serak.

“Iya, tentu aku maafkan. Lain kali berperilakulah yang baik, apalagi terhadap orang tua,” kata bu Lasminah.

“Iya Bu, saya berjanji tidak akan melakukannya lagi.”

“Senang mendengarnya Nak, sudah, sekarang jangan memikirkan masalah itu lagi.”

Sartono menoleh ke arah Murni dan Wahyudi yang berdiri mematung menatapnya. Tiba-tiba Sartono mendekati Wahyudi, merangkulnya erat.

“Saya minta maaf,” katanya.

“Ya, ya … tidak apa-apa, saya sudah memaafkannya,” kata Wahyudi yang agak gelagapan karena tiba-tiba dipeluk sangat erat.

Setelah itu ia mendekati Murni, bermaksud menyalaminya, tapi Murni mengundurkan tubuhnya, lalu merangkapkan kedua tangannya.

“Maaf Murni, aku telah melakukan kesalahan.”

“Iya, aku maafkan, aku sudah melupakannya,” jawab Murni.

“Baiklah, terima kasih telah memaafkan aku, aku sungguh menyesal.”

Lalu Sartono membalikkan tubuhnya, kemudian berlalu begitu saja.

“Mungkin dia sangat menyesali perbuatannya beberapa waktu lalu,” kata bu Lasminah.

“Baguslah kalau begitu.”

“Sebuah penyesalan harus kita sambut dengan sangat baik,” sambung Wahyudi.

Apapun yang terjadi, apa yang dilakukan Sartono itu melegakan. Dengan demikian semua yang menjadi ganjalan akan menjadi sirna, karena sesungguhnya permusuhan itu hanya akan menorehkan luka yang tak akan bisa disembuhkan, kecuali oleh keikhlasan dan kelegaan hati.

***

Hari itu perhelatan pernikahan Budiono dan Wuri digelar. Cukup meriah, dan berbeda dengan ketika Sapto menikahi Retno yang diadakan di rumah Retno dengan sederhana, kali itu keluarga Siswanto mengadakan pesta yang begitu meriah dan dihadiri oleh segenap relasi dan rekan bisnisnya.

Wahyudi juga melihat pak Kartiko bersama istri, juga Wisnu dan Nano yang ikut bersama mereka. Dengan segera dia mendekati dan menyalami serta mencium tangan kedua suami istri itu.

“Senang melihat Bapak sudah bisa berjalan sendiri dan tampak sehat,” kata Wahyudi sambil mempersilakannya duduk.

“Iya, bapak tidak mau terlalu membebani orang lain, apalagi ibumu ini. Nanti kalau dia kecapekan dan sakit, aku juga susah,” kata pak Kartiko.

“Semangat akan membuat kita lebih sehat Pak.”

“Kamu benar Yudi. Lalu kapan kamu menikah? Jangan lupa kabari kami, karena kamu juga anak kami,” kata pak Kartiko bersungguh-sungguh.

“Mohon doanya saja Pak. Setelah ini bukankah Nano yang akan menikah?”

“Benar, bulan depan ini Nano, dia sudah bersiap-siap. Bukan begitu Nano?” kata bu Kartiko kemudian kepada Nano.”

“Inshaa Allah Bu, doakan semoga lancar semuanya.”

“Mengapa calon kamu tidak diajak datang bersama kamu No?” tanya Wahyudi.

“Ibunya tidak gampang melepaskan anak gadisnya, apalagi saat malam hari. Kamu kan tahu bagaimana bu Lasminah?”

Wahyudi tersenyum.

“Iya, aku tahu. Nanti kalau sudah jadi istri bisa kamu bawa ke mana saja.”

“Nanti mereka akan tinggal juga bersama kami, ya kan No?” kata bu Kartiko.

“Iya bu, saya sudah bilang, tampaknya dia mau.”

“Besok kamar yang di belakang aku suruh bersihkan dan ditambah sedikit untuk duduk-duduk lebih santai, dan kata ibumu juga akan di buatkan dapur,” kata pak Kartiko.

“Bapak, itu sudah cukup, nanti saya yang akan mengaturnya,” kata Nano sungkan.

“Sudah, jangan protes. Lagian ini di perjamuan, kenapa berdebat soal dapur?” kata pak Kartiko sambil tertawa.

Keluarga pak Siswanto juga menyambut tamu  istimewanya, seorang yang sebenarnya lama sudah dikenalnya, tapi belum lama ketemu gara-gara Qila dan Mila yang berteman dengan lucunya.

Pak Siswanto yang semula arogan dan semena-mena terhadap orang yang dianggap tidak se level dengan kedudukannya, sudah berubah sejak peristiwa hilangnya Qila atas kelakuan menantu yang semula disayanginya, Mata hatinya terbuka, dan sadar bahwa kemuliaan hati bukanlah milik keluarga terpandang. Itu dibuktikannya dengan kelakuan Kori dibandingkan dengan perilaku Retno yang sangat santun dan mulia hatinya.

Itulah sebabnya, mengapa mereka bisa menerima Wuri yang hanya anak seorang pedagang nasi, yang kemudian diterima dengan rasa bersyukur oleh bu Mantri yang tentunya merasa ragu-ragu pada awalnya.

***

“Retno, apa kamu kecewa saat pernikahan kita tidak dirayakan semeriah pernikahan Budi?” tanya Sapto kepada Retno ketika mereka sedang beristirahat berdua.

“Mengapa kamu berkata begitu?”

“Dulu kita menikah secara sederhana, di rumah kamu, dengan suasana yang sangat tidak nyaman, dengan situasi yang tidak menyenangkan, dengan_”

“Stop mas. Itu masa lalu yang tidak selayaknya dibicarakan. Bukankah kita bahagia sekarang ini? Atau kamu yang pura-pura menyayangi aku karena merasa bersalah dihari-hari sebelumnya?”

“Bukan. Kamu salah Retno. Aku sungguh-sungguh mencintai kamu, sejak aku tahu betapa mulia hati kamu. Aku salah telah meremehkan kamu sebelumnya, tapi aku menebusnya dengan cinta kasih yang sangat tulus. Kamu harus percaya, apalagi kita akan memiliki lagi seorang anak. Dia akan melengkapi kebahagiaan kita.”

“Jadi bukankah sekarang kita hidup bahagia?”

“Benar.”

“Kalau begitu tidak perlu kita mempermasalahkan adanya sebuah pesta, karena kita sudah berpesta dengan segala cinta yang kita miliki.”

Sapto tersenyum bahagia, kemudian memeluk istrinya dengan segenap perasaan cintanya.

“Terima kasih telah membuatku menemukan sebuah cinta yang tulus,” bisiknya mesra.

“Terima kasih pula karena telah memberikanku hari-hari yang indah dan penuh kasih sayang,” balas Retno sambil menyandarkan kepalanya di dada bidang suaminya.

Alangkah indahnya ketika duka dan derita telah terlewatkan, berganti dengan bahagia yang tak terhingga,

“Mas, besok ibu akan mengajakku menengok bapak di penjara.”

“Oh ya, silakan saja. Walau bagaimanapun, dia orang tua kamu.”

“Benar Mas, dan mungkin beberapa bulan lagi bapak sudah bebas dari hukuman.”

“Semoga yang telah dilaluinya menjadi pelajaran berharga untuk menjalani kehidupan selanjutnya.”

“Aku yakin bapak akan menyesalinya.”

***

“Apakah nak Budi akan membawa Wuri ke rumah nak Budi sendiri?” tanya bu Mantri yang tentu saja sesungguhnya berat untuk berpisah dengan anak semata wayangnya.

“Bagaimana kalau saya memperbaiki rumah ibu ini, membuat tatanan warung makan yang lebih bagus, sehingga ibu bisa memperbesar usaha ini di rumah saja?”

“Waduh, untuk ibu, ini sudah cukup Nak. Saya hanya bermaksud menanyakan tentang Wuri, apakah Nak Budi akan membawanya. Kalau memang begitu ya tidak apa-apa, karena sekarang Wuri adalah milik nak Budi sepenuhnya.”

“Saya akan membangun rumah ini, karena saya ingin tinggal di sini bersama Wuri dan Ibu,” kata Budi sambil tertawa.

“Benarkah?” kata bu Mantri dengan mata berbinar. Ia tahu, pastilah rumahnya yang sederhana tidak akan membuat Budi nyaman untuk tinggal.

“Wuri juga akan berat kalau harus berjauhan dengan Ibu. Nah, saya akan secepatnya mengatur pembangunan rumah dan warung ibu. Warungnya di perbesar, kamarnya boleh dibuat di lantai atas. Bagaimana?”

“Terserah Nak Budi saja, karena rumah ini sebenarnya kan juga rumah Wuri?”

“Baiklah Bu, bagi saya yang penting ibu senang.”

“Kebahagiaan anak adalah kebahagiaan orang tua. Ibu berharap nak Budi bisa menjaga dan mengasihinya, selamanya.”

“Saya berjanji akan selalu membuat Wuri bahagia, ibu jangan khawatir.”

“Ibu percaya, Nak Budi akan bisa melakukannya. Ibu tidak ingin yang berlebihan, karena kami terbiasa hidup sederhana. Keinginan ibu juga sederhana, yaitu bisa hidup tenang dan nyaman.”

“Iya Bu, saya mengerti.”

***

Hari Minggu itu Wahyudi tidak menemui Murni, karena di rumah pak Kartiko sedang ada kesibukan. Pak Kartiko membuat kamar yang agak besar untuk Nano, membuat dapur dan tempat bersantai di depan kamarnya. Sebenarnya Nano keberatan, karena merepotkan keluarga Kartiko, tapi pak Kartiko memarahinya ketika dia menolak.

“Kamu itu sudah seperti keluargaku, bahkan anakku, jadi jangan menolak apapun yang aku berikan. Kamu anak baik, dan akan tetap berada di dekat kami selama kamu mau. Aku buat ini, agar istri kamu juga nyaman berada di sini. Bahkan kalau mertua kamu datang kemari, masih ada kamar bekas kamu yang bisa dipergunakan untuk menginap.”

Panjang lebar kata-kata pak Kartiko, ketika Nano merasa sungkan menerimanya.

Hari itu Wahyudi datang, bermaksud membantu, tapi lagi-lagi pak Kartiko melarangnya.

“Sudah ada tukang bangunan yang melakukannya. Kamu katakan saja apa yang kurang, nanti biar mereka melakukannya.”

Keluarga Kartiko memang keluarga yang baik, dan tak pernah bisa melupakan kebaikan orang lain. Kekayaannya yang berlimpah tidak dinikmatinya sendiri, tapi dipergunakan untuk berbagi. Dengan kegiatan sosial diantara yayasan-yayasan anak yatim, untuk kaum duafa, dan itu membuat mereka bahagia. Itu sebabnya dia juga tak keberatan membuatkan tempat tinggal bagi Nano yang sudah melayani keluarganya dengan sangat baik.

“Kalau Wahyudi mau, nanti aku akan buatkan kamar lagi bersama istrinya.”

Wahyudi tertawa.

“Terima kasih banyak Bapak, tapi saya sudah punya rumah tinggal yang walaupun sederhana, tapi dekat dengan tempat saya bekerja. Kalau dari sini terlalu jauh.”

“Baiklah, tapi jangan lupa selalu datang kemari, nanti Mila juga akan merindukan kamu.”

“Baik, Pak, saya pasti akan sering datang kemari.”

“Ya sudah, lihatlah mereka bekerja, beri masukan kepada Nano, apa yang menurutmu kurang,” kata pak Kartiko sambil masuk kembali ke rumah.

“Benar-benar keluarga yang luar biasa. Sungkan aku sebenarnya.”

“Ya sudah, diterima saja. Ini namanya anugerah dan hadiah sebelum pernikahan kalian. Hebat ya, belum menikah, hadiahnya sudah ada.”

“Benar. Aku bersyukur untuk itu. Tapi tumben hari Minggu kamu datang kemari, bukannya menemui Murni?”

“Aku sebenarnya ingin bantu-bantu, tapi nggak diperbolehkan sama bapak.”

“Bagaimana hubunganmu dengan Murni?”

“Dia itu kan jinak-jinak merpati. Sukanya memancing-mancing, tapi ketika aku bicara terus terang, jawabnya menggemaskan.”

“Menggemaskan bagaimana?”

“Yang pertama, dia bilang ibunya pasti menolak, ketika aku hampir menyerah, dia bilang, soalnya kakaknya belum menikah. Lalu aku kejar dia, jadi kalau Murti sudah menikah … boleh dong, katanya ...  suruh bilang sama ibunya saja. Gemes kan?”

Nano tertawa.

“Murni beda dengan kakaknya yang pendiam. Tapi jawaban itu bukan penolakan, masa kamu tidak merasakannya?”

“Iya, tapi gemes, tahu nggak sih.”

“Kamu harus bersabar. Yang penting dia tidak menolak. Bagaimana dengan Sartono, sudah tidak mengganggu kan?”

“Aku lupa bilang, beberapa minggu yang lalu dia datang kesana.”

“Bikin heboh apa lagi dia?”

“Yaa, sedikit heboh sih, tiba-tiba masuk ke rumah dan bersujud sambil merangkul kaki bu Lasminah.”

“Haa? Benarkah?”

“Pokoknya dia meminta maaf, sama aku juga, dan sama Murni. Waktu itu Murti nggak ada, lagi menjemur baju di belakang.”

“Syukurlah kalau kemudian dia menyesali perbuatannya. Apa kabarnya Wuri?”

“Saat ini sedang ada di rumah mertuanya.”

“Ibunya sendiri dong.”

“Nantinya mereka akan tinggal bersama ibunya, tapi mas Budi ingin membangun rumahnya dulu. Yang di bawah untuk warung makan, mereka tidur di atas.”

“Syukurlah. Ibunya tidak kesepian jadinya. Lalu bagaimana kalau nanti kamu menikahi Murni? Bu Lasminah bakal sendirian juga kan?”

“Sudah aku pikirkan, ibunya akan aku minta agar tinggal di rumah aku saja, semoga dia mau.”

“Ya sudah, atur hidup kita agar nyaman senyaman-nyamannya. Ya kan?”

***

Hari itu Wahyudi lembur di kantornya, sehingga pulang ketika hari mulai gelap. Rasa letih dan lelah menghimpitnya, karena hari itu benar-benar banyak pekerjaan yang harus diselesaikannya. Ia juga merasa sangat mengantuk, sehingga memutuskan akan segera tidur setelah sampai di rumah.

Tapi karena mengantuk, dia tak sadar telah mengendarai sepeda motornya dengan melewati jalan  memutar, sehingga menjadi lebih jauh untuk sampai di rumah.

“Aduh, gimana sih aku, kok jadi lewat sini. Harusnya di perempatan tadi aku lurus ke depan, bukannya belok kiri. Hm, jadi lebih jauh dong,” gumamnya sambil memacu sepeda motornya.

Jalanan yang dilaluinya agak sepi, hanya satu dua kendaraan yang lewat, Wahyudi menguap beberapa kali. Lalu tiba-tiba dia terkejut, ketika tiga orang laki-laki berpakaian hitam menghadang di depannya.

***

Besok lagi ya.

36 comments:

  1. Replies
    1. Alhamdulillah si gesit, mungil, syantiex mblayu buanter olehe jaga gawang blogspot tienkumalasari22.
      Selamat ya jeng Iin, malam ini kembali Juara 1 gantian sama Uti Nani.

      Matur nuwun bunda Tien.

      Delete
  2. Matur nuwun mbak Tien-ku Kembang Cantikku sudah berkunjung

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lagi, Wahyudi dihadang orang yang tidak dikenal. Akan mendapat celaka lagi kah...
      Salam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.

      Delete
  3. Alhamdulillah..
    Mtnuwun....mbk TienπŸ™πŸ™

    ReplyDelete
  4. Muga-muga ora Γ₯nΓ₯ sing digawa nang rumah sakit yΓ₯; mbok diwaca dhisik ..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Waduh ada apa ini ada yang mau cari uang kopi ngkali;

      Walah dadi lakon kok mung nggo rΓͺkΓ₯sΓ₯ tΓ₯ Yud, kuwi sing arep nggowo lungΓ₯ rumah sakit yΓ₯.
      PΓͺrlu kursus gelut Yud, wis menik-menik apik surasanΓ© malah entuk opah lembur, jarΓ© omahΓ© cΓͺdhak kantor; kok ketemu samber nggelap; tΓͺlu manΓ¨h.
      Ketemu rombonganΓ© sapa manΓ¨h iki, sesuk manΓ¨h ndΓͺlok scenario nΓ© disik Yud, isΓ₯ rampung shooting mlebu klinik manΓ¨h.
      LiyanΓ© pΓ©nak pΓ©nak lakunΓ©, kowΓ© malah anggΓͺr mΓͺtu malah nggo latihan tinju.
      Nasib mu Yud.. dadi artis bΓͺngΓͺb kabΓ¨h.
      ADUH karo HAI nΓ© adoh dadinΓ©.



      Terimakasih Bu Tien;

      KΓͺmbang cantikku yang ke tiga puluh enam sudah tayang, sehat-sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
      πŸ™

      Delete
  5. Alhamdulillah
    Wahyudi sdh datang
    Matur nuwun bu
    Mugi2 tansah sehat

    ReplyDelete
  6. Alhamdulillah, matur nuwun, sehat selalu bunda Tien..

    ReplyDelete
  7. Alhamdulillah sudah tayamg KC episode 36
    Terimakasih bunda Tien cerbungnya Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat walafiat aamiin

    ReplyDelete
  8. Alhamdulilah.. Sdh datang
    Terimakasih bunda Tien..
    Semoga bunda sehat & bahagia selalu..
    Hiburan yg paling membahagiakan..
    dan selalu di tuggu".. πŸ‘πŸ™πŸŒΉπŸ₯°❤️

    ReplyDelete
  9. Alhamdulillaahh tayang makasih bunda

    ReplyDelete
  10. Wah....jangan2 Sartono cuma pura2 nih ..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yes, dugaan saya juga begitu, supaya dia tidak dicurigai ketika menyuruh orang untuk mencelakai Wahyudi.

      Delete
  11. Matur nuwun bunda Tien..πŸ™

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU 36 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
    UR.T411653L

    ReplyDelete
  13. Matur nuwun Mbak Tien Kembang Cantikku 36 sudah hadir. Semoga Mbak Tien selalu sehat dan bahagia bersama keluarga tercinta.. Salam Aduhai selalu.

    ReplyDelete
  14. Terima kasih Mbu Tien... msh menegangkan trs.....sehat² sllu mbu Tien

    ReplyDelete
  15. Terimakasih bu Tien semoga sehat selalu

    ReplyDelete
  16. M\kin seru saja, terimankaaih Bu Tien.

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah
    Syukron Mbak Tien ... Wahyudi dah banyak cobaan ... jangan dibikin sakit lagi nggih.. ??? *ngarep.com*🌷🌷🌷🌷🌷

    ReplyDelete
  18. Kok Wahyudi diospek terus sih mbak?...
    Terima kasih mbak Tien...

    ReplyDelete
  19. “Aduh, gimana sih aku, kok jadi lewat sini. Harusnya di perempatan tadi aku lurus ke depan, bukannya belok kiri. Hm, jadi lebih jauh dong,” gumamnya sambil memacu sepeda motornya.

    Jalanan yang dilaluinya agak sepi, hanya satu dua kendaraan yang lewat, Wahyudi menguap beberapa kali. Lalu tiba-tiba dia terkejut, ketika tiga orang laki-laki berpakaian hitam menghadang di depannya.

    Sudah bunda ada 6 bahan koreksi...... aku ya ngantuk kok Yudi.....
    Siapa lagi ini, ada 3 orang berseragam hitam-hitam, ngadang ratan ???? Bunda bikin penasaran terus, sih...
    Sugeng dalu

    ReplyDelete
  20. Alhamdulillah, Kembang Cantikku Eps 36 sudah tayang. Terima kasih bu Tien Kumalasari. Semoga kita tetap sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT.
    Aamiin Yaa Ribbal 'Alamiin.

    ReplyDelete
  21. Alhamdulillah, KC 36 sudah tayang. Matursuwun bu Tien
    Semoga sehat selalu dalam lindungan Alloh subhanahu wa ta'ala
    Aamiin ya Mujib

    ReplyDelete
  22. Alhamdulillaah...
    Matur nuwun bunda Tien cantik 😘😘❤❤

    ReplyDelete
  23. Alhamdulillah KC 36 sdh hadir
    duuh Wahyudi .. jgn ada kejadian lg Bu..
    kasihan...
    Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu
    Aamiin Yaa Robbal' Aalamiin

    ReplyDelete
  24. Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU~36 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien πŸ™

    ReplyDelete
  25. Aduh sartono masih aja ajak gelut anak kok masih penasaran hahahha Wahyudi itu dewasa

    ReplyDelete
  26. Makasih mba Tien.
    Salam hangat selalu. Aduhai

    ReplyDelete
  27. Hatur nuhun bunda Tien..Slmt mpmπŸ™πŸ˜

    ReplyDelete

KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH 02

  KETIKA BULAN TINGGAL SEPARUH  02 (Tien Kumalasari)   Arumi menyandarkan tubuhnya, menikmati rasanya naik mobil bagus nan halus hampir tak ...