KEMBANG CANTIKKU 36
(Tien Kumalasari)
“Selamat siang,” sapa Sartono sambil mengangguk
hormat.
Sikapnya ini mengherankan Wahyudi dan Murni, tapi
keduanya menjawab serempak.
“Siang …”
“Apakah ibu ada?” tanya Sartono.
“Ada di belakang,” jawab Murni.
Tiba-tiba Sartono langsung naik ke teras lalu bergegas
masuk kedalam rumah.
“Heeiii … mau apa kamu?” teriak Murni yang segera
mengejarnya, diikuti Wahyudi yang juga merasa khawatir.
Tapi setibanya di belakang, dilihatnya Sartono sedang
bersimpuh, sambil memeluk kaki bu Lasminah.
Bu Lasminah terkejut melihat Sartono yang tiba-tiba
melakukan hal itu.
“Eeh, ada apa ini? Ada apa? Berdirilah,” kata bu Lasminah
sambil menarik-narik pundak Sartono yang masih memeluk kakinya.
“Saya merasa bersalah sama Ibu, saya sungguh menyesal
Bu, saya terbawa emosi, saya khilaf, mohon maafkanlah saya Bu,” kata Sartono
sambil terus memeluk kaki bu Lasminah.
“Tolong berdirilah, aku bisa terjatuh, ini.”
Sartono berdiri, dan bu Lasminah melihat air mata
membasahi pipi Sartono, tampaknya dia memang sangat menyesali perbuatannya.
“Ya sudah, ya sudah, lupakanlah semuanya.”
“Maafkan saya Bu,” katanya dengan suara serak.
“Iya, tentu aku maafkan. Lain kali berperilakulah yang
baik, apalagi terhadap orang tua,” kata bu Lasminah.
“Iya Bu, saya berjanji tidak akan melakukannya lagi.”
“Senang mendengarnya Nak, sudah, sekarang jangan
memikirkan masalah itu lagi.”
Sartono menoleh ke arah Murni dan Wahyudi yang berdiri
mematung menatapnya. Tiba-tiba Sartono mendekati Wahyudi, merangkulnya erat.
“Saya minta maaf,” katanya.
“Ya, ya … tidak apa-apa, saya sudah memaafkannya,”
kata Wahyudi yang agak gelagapan karena tiba-tiba dipeluk sangat erat.
Setelah itu ia mendekati Murni, bermaksud
menyalaminya, tapi Murni mengundurkan tubuhnya, lalu merangkapkan kedua
tangannya.
“Maaf Murni, aku telah melakukan kesalahan.”
“Iya, aku maafkan, aku sudah melupakannya,” jawab
Murni.
“Baiklah, terima kasih telah memaafkan aku, aku sungguh menyesal.”
Lalu Sartono membalikkan tubuhnya, kemudian berlalu begitu saja.
“Mungkin dia sangat menyesali perbuatannya beberapa
waktu lalu,” kata bu Lasminah.
“Baguslah kalau begitu.”
“Sebuah penyesalan harus kita sambut dengan sangat
baik,” sambung Wahyudi.
Apapun yang terjadi, apa yang dilakukan Sartono itu
melegakan. Dengan demikian semua yang menjadi ganjalan akan menjadi sirna,
karena sesungguhnya permusuhan itu hanya akan menorehkan luka yang tak akan
bisa disembuhkan, kecuali oleh keikhlasan dan kelegaan hati.
***
Hari itu perhelatan pernikahan Budiono dan Wuri digelar.
Cukup meriah, dan berbeda dengan ketika Sapto menikahi Retno yang diadakan di
rumah Retno dengan sederhana, kali itu keluarga Siswanto mengadakan pesta yang
begitu meriah dan dihadiri oleh segenap relasi dan rekan bisnisnya.
Wahyudi juga melihat pak Kartiko bersama istri, juga Wisnu dan Nano yang ikut bersama mereka. Dengan segera dia mendekati dan
menyalami serta mencium tangan kedua suami istri itu.
“Senang melihat Bapak sudah bisa berjalan sendiri dan
tampak sehat,” kata Wahyudi sambil mempersilakannya duduk.
“Iya, bapak tidak mau terlalu membebani orang lain,
apalagi ibumu ini. Nanti kalau dia kecapekan dan sakit, aku juga susah,” kata
pak Kartiko.
“Semangat akan membuat kita lebih sehat Pak.”
“Kamu benar Yudi. Lalu kapan kamu menikah? Jangan lupa
kabari kami, karena kamu juga anak kami,” kata pak Kartiko bersungguh-sungguh.
“Mohon doanya saja Pak. Setelah ini bukankah Nano yang
akan menikah?”
“Benar, bulan depan ini Nano, dia sudah bersiap-siap.
Bukan begitu Nano?” kata bu Kartiko kemudian kepada Nano.”
“Inshaa Allah Bu, doakan semoga lancar semuanya.”
“Mengapa calon kamu tidak diajak datang bersama kamu
No?” tanya Wahyudi.
“Ibunya tidak gampang melepaskan anak gadisnya,
apalagi saat malam hari. Kamu kan tahu bagaimana bu Lasminah?”
Wahyudi tersenyum.
“Iya, aku tahu. Nanti kalau sudah jadi istri bisa kamu
bawa ke mana saja.”
“Nanti mereka akan tinggal juga bersama kami, ya kan
No?” kata bu Kartiko.
“Iya bu, saya sudah bilang, tampaknya dia mau.”
“Besok kamar yang di belakang aku suruh bersihkan dan
ditambah sedikit untuk duduk-duduk lebih santai, dan kata ibumu juga akan di buatkan
dapur,” kata pak Kartiko.
“Bapak, itu sudah cukup, nanti saya yang akan
mengaturnya,” kata Nano sungkan.
“Sudah, jangan protes. Lagian ini di perjamuan, kenapa
berdebat soal dapur?” kata pak Kartiko sambil tertawa.
Keluarga pak Siswanto juga menyambut tamu istimewanya,
seorang yang sebenarnya lama sudah dikenalnya, tapi belum lama ketemu gara-gara
Qila dan Mila yang berteman dengan lucunya.
Pak Siswanto yang semula arogan dan semena-mena
terhadap orang yang dianggap tidak se level dengan kedudukannya, sudah berubah
sejak peristiwa hilangnya Qila atas kelakuan menantu yang semula disayanginya,
Mata hatinya terbuka, dan sadar bahwa kemuliaan hati bukanlah milik keluarga
terpandang. Itu dibuktikannya dengan kelakuan Kori dibandingkan dengan perilaku
Retno yang sangat santun dan mulia hatinya.
Itulah sebabnya, mengapa mereka bisa menerima Wuri
yang hanya anak seorang pedagang nasi, yang kemudian diterima dengan rasa
bersyukur oleh bu Mantri yang tentunya merasa ragu-ragu pada awalnya.
***
“Retno, apa kamu kecewa saat pernikahan kita tidak
dirayakan semeriah pernikahan Budi?” tanya Sapto kepada Retno ketika mereka
sedang beristirahat berdua.
“Mengapa kamu berkata begitu?”
“Dulu kita menikah secara sederhana, di rumah kamu,
dengan suasana yang sangat tidak nyaman, dengan situasi yang tidak
menyenangkan, dengan_”
“Stop mas. Itu masa lalu yang tidak selayaknya
dibicarakan. Bukankah kita bahagia sekarang ini? Atau kamu yang pura-pura
menyayangi aku karena merasa bersalah dihari-hari sebelumnya?”
“Bukan. Kamu salah Retno. Aku sungguh-sungguh
mencintai kamu, sejak aku tahu betapa mulia hati kamu. Aku salah telah
meremehkan kamu sebelumnya, tapi aku menebusnya dengan cinta kasih yang sangat
tulus. Kamu harus percaya, apalagi kita akan memiliki lagi seorang anak. Dia
akan melengkapi kebahagiaan kita.”
“Jadi bukankah sekarang kita hidup bahagia?”
“Benar.”
“Kalau begitu tidak perlu kita mempermasalahkan adanya
sebuah pesta, karena kita sudah berpesta dengan segala cinta yang kita miliki.”
Sapto tersenyum bahagia, kemudian memeluk istrinya
dengan segenap perasaan cintanya.
“Terima kasih telah membuatku menemukan sebuah cinta
yang tulus,” bisiknya mesra.
“Terima kasih pula karena telah memberikanku hari-hari
yang indah dan penuh kasih sayang,” balas Retno sambil menyandarkan kepalanya
di dada bidang suaminya.
Alangkah indahnya ketika duka dan derita telah
terlewatkan, berganti dengan bahagia yang tak terhingga,
“Mas, besok ibu akan mengajakku menengok bapak di
penjara.”
“Oh ya, silakan saja. Walau bagaimanapun, dia orang tua
kamu.”
“Benar Mas, dan mungkin beberapa bulan lagi bapak
sudah bebas dari hukuman.”
“Semoga yang telah dilaluinya menjadi pelajaran
berharga untuk menjalani kehidupan selanjutnya.”
“Aku yakin bapak akan menyesalinya.”
***
“Apakah nak Budi akan membawa Wuri ke rumah nak Budi
sendiri?” tanya bu Mantri yang tentu saja sesungguhnya berat untuk berpisah
dengan anak semata wayangnya.
“Bagaimana kalau saya memperbaiki rumah ibu ini,
membuat tatanan warung makan yang lebih bagus, sehingga ibu bisa memperbesar
usaha ini di rumah saja?”
“Waduh, untuk ibu, ini sudah cukup Nak. Saya hanya
bermaksud menanyakan tentang Wuri, apakah Nak Budi akan membawanya. Kalau
memang begitu ya tidak apa-apa, karena sekarang Wuri adalah milik nak Budi
sepenuhnya.”
“Saya akan membangun rumah ini, karena saya ingin
tinggal di sini bersama Wuri dan Ibu,” kata Budi sambil tertawa.
“Benarkah?” kata bu Mantri dengan mata berbinar. Ia
tahu, pastilah rumahnya yang sederhana tidak akan membuat Budi nyaman untuk
tinggal.
“Wuri juga akan berat kalau harus berjauhan dengan
Ibu. Nah, saya akan secepatnya mengatur pembangunan rumah dan warung ibu.
Warungnya di perbesar, kamarnya boleh dibuat di lantai atas. Bagaimana?”
“Terserah Nak Budi saja, karena rumah ini sebenarnya
kan juga rumah Wuri?”
“Baiklah Bu, bagi saya yang penting ibu senang.”
“Kebahagiaan anak adalah kebahagiaan orang tua. Ibu
berharap nak Budi bisa menjaga dan mengasihinya, selamanya.”
“Saya berjanji akan selalu membuat Wuri bahagia, ibu
jangan khawatir.”
“Ibu percaya, Nak Budi akan bisa melakukannya. Ibu
tidak ingin yang berlebihan, karena kami terbiasa hidup sederhana. Keinginan ibu
juga sederhana, yaitu bisa hidup tenang dan nyaman.”
“Iya Bu, saya mengerti.”
***
Hari Minggu itu Wahyudi tidak menemui Murni, karena di
rumah pak Kartiko sedang ada kesibukan. Pak Kartiko membuat kamar yang agak
besar untuk Nano, membuat dapur dan tempat bersantai di depan kamarnya.
Sebenarnya Nano keberatan, karena merepotkan keluarga Kartiko, tapi pak
Kartiko memarahinya ketika dia menolak.
“Kamu itu sudah seperti keluargaku, bahkan anakku,
jadi jangan menolak apapun yang aku berikan. Kamu anak baik, dan akan tetap
berada di dekat kami selama kamu mau. Aku buat ini, agar istri kamu juga nyaman
berada di sini. Bahkan kalau mertua kamu datang kemari, masih ada kamar bekas
kamu yang bisa dipergunakan untuk menginap.”
Panjang lebar kata-kata pak Kartiko, ketika Nano
merasa sungkan menerimanya.
Hari itu Wahyudi datang, bermaksud membantu, tapi
lagi-lagi pak Kartiko melarangnya.
“Sudah ada tukang bangunan yang melakukannya. Kamu
katakan saja apa yang kurang, nanti biar mereka melakukannya.”
Keluarga Kartiko memang keluarga yang baik, dan tak
pernah bisa melupakan kebaikan orang lain. Kekayaannya yang berlimpah tidak
dinikmatinya sendiri, tapi dipergunakan untuk berbagi. Dengan kegiatan sosial
diantara yayasan-yayasan anak yatim, untuk kaum duafa, dan itu membuat mereka bahagia. Itu
sebabnya dia juga tak keberatan membuatkan tempat tinggal bagi Nano yang sudah
melayani keluarganya dengan sangat baik.
“Kalau Wahyudi mau, nanti aku akan buatkan kamar lagi
bersama istrinya.”
Wahyudi tertawa.
“Terima kasih banyak Bapak, tapi saya sudah punya
rumah tinggal yang walaupun sederhana, tapi dekat dengan tempat saya bekerja.
Kalau dari sini terlalu jauh.”
“Baiklah, tapi jangan lupa selalu datang kemari, nanti
Mila juga akan merindukan kamu.”
“Baik, Pak, saya pasti akan sering datang kemari.”
“Ya sudah, lihatlah mereka bekerja, beri masukan
kepada Nano, apa yang menurutmu kurang,” kata pak Kartiko sambil masuk kembali
ke rumah.
“Benar-benar keluarga yang luar biasa. Sungkan aku
sebenarnya.”
“Ya sudah, diterima saja. Ini namanya anugerah dan
hadiah sebelum pernikahan kalian. Hebat ya, belum menikah, hadiahnya sudah ada.”
“Benar. Aku bersyukur untuk itu. Tapi tumben hari Minggu
kamu datang kemari, bukannya menemui Murni?”
“Aku sebenarnya ingin bantu-bantu, tapi nggak
diperbolehkan sama bapak.”
“Bagaimana hubunganmu dengan Murni?”
“Dia itu kan jinak-jinak merpati. Sukanya memancing-mancing, tapi ketika aku bicara terus terang, jawabnya menggemaskan.”
“Menggemaskan bagaimana?”
“Yang pertama, dia bilang ibunya pasti menolak, ketika
aku hampir menyerah, dia bilang, soalnya kakaknya belum menikah. Lalu aku kejar
dia, jadi kalau Murti sudah menikah … boleh dong, katanya ... suruh bilang sama
ibunya saja. Gemes kan?”
Nano tertawa.
“Murni beda dengan kakaknya yang pendiam. Tapi jawaban
itu bukan penolakan, masa kamu tidak merasakannya?”
“Iya, tapi gemes, tahu nggak sih.”
“Kamu harus bersabar. Yang penting dia tidak menolak.
Bagaimana dengan Sartono, sudah tidak mengganggu kan?”
“Aku lupa bilang, beberapa minggu yang lalu dia datang
kesana.”
“Bikin heboh apa lagi dia?”
“Yaa, sedikit heboh sih, tiba-tiba masuk ke rumah dan
bersujud sambil merangkul kaki bu Lasminah.”
“Haa? Benarkah?”
“Pokoknya dia meminta maaf, sama aku juga, dan sama
Murni. Waktu itu Murti nggak ada, lagi menjemur baju di belakang.”
“Syukurlah kalau kemudian dia menyesali perbuatannya.
Apa kabarnya Wuri?”
“Saat ini sedang ada di rumah mertuanya.”
“Ibunya sendiri dong.”
“Nantinya mereka akan tinggal bersama ibunya, tapi mas
Budi ingin membangun rumahnya dulu. Yang di bawah untuk warung makan, mereka
tidur di atas.”
“Syukurlah. Ibunya tidak kesepian jadinya. Lalu
bagaimana kalau nanti kamu menikahi Murni? Bu Lasminah bakal sendirian juga kan?”
“Sudah aku pikirkan, ibunya akan aku minta agar tinggal di
rumah aku saja, semoga dia mau.”
“Ya sudah, atur hidup kita agar nyaman senyaman-nyamannya.
Ya kan?”
***
Hari itu Wahyudi lembur di kantornya, sehingga pulang
ketika hari mulai gelap. Rasa letih dan lelah menghimpitnya, karena hari itu
benar-benar banyak pekerjaan yang harus diselesaikannya. Ia juga merasa sangat
mengantuk, sehingga memutuskan akan segera tidur setelah sampai di rumah.
Tapi karena mengantuk, dia tak sadar telah mengendarai sepeda motornya
dengan melewati jalan memutar, sehingga menjadi lebih jauh untuk sampai di rumah.
“Aduh, gimana sih aku, kok jadi lewat sini. Harusnya
di perempatan tadi aku lurus ke depan, bukannya belok kiri. Hm, jadi lebih jauh
dong,” gumamnya sambil memacu sepeda motornya.
Jalanan yang dilaluinya agak sepi, hanya satu dua
kendaraan yang lewat, Wahyudi menguap beberapa kali. Lalu tiba-tiba dia
terkejut, ketika tiga orang laki-laki berpakaian hitam menghadang di depannya.
***
Besok lagi ya.
Yes
ReplyDeleteAlhamdulillah si gesit, mungil, syantiex mblayu buanter olehe jaga gawang blogspot tienkumalasari22.
DeleteSelamat ya jeng Iin, malam ini kembali Juara 1 gantian sama Uti Nani.
Matur nuwun bunda Tien.
Matur nuwun mbak Tien-ku Kembang Cantikku sudah berkunjung
ReplyDeleteLagi, Wahyudi dihadang orang yang tidak dikenal. Akan mendapat celaka lagi kah...
DeleteSalam sehat mbak Tien yang selalu ADUHAI.
Alhamdulillah..
ReplyDeleteMtnuwun....mbk Tienππ
Muga-muga ora Γ₯nΓ₯ sing digawa nang rumah sakit yΓ₯; mbok diwaca dhisik ..
ReplyDeleteWaduh ada apa ini ada yang mau cari uang kopi ngkali;
DeleteWalah dadi lakon kok mung nggo rΓͺkΓ₯sΓ₯ tΓ₯ Yud, kuwi sing arep nggowo lungΓ₯ rumah sakit yΓ₯.
PΓͺrlu kursus gelut Yud, wis menik-menik apik surasanΓ© malah entuk opah lembur, jarΓ© omahΓ© cΓͺdhak kantor; kok ketemu samber nggelap; tΓͺlu manΓ¨h.
Ketemu rombonganΓ© sapa manΓ¨h iki, sesuk manΓ¨h ndΓͺlok scenario nΓ© disik Yud, isΓ₯ rampung shooting mlebu klinik manΓ¨h.
LiyanΓ© pΓ©nak pΓ©nak lakunΓ©, kowΓ© malah anggΓͺr mΓͺtu malah nggo latihan tinju.
Nasib mu Yud.. dadi artis bΓͺngΓͺb kabΓ¨h.
ADUH karo HAI nΓ© adoh dadinΓ©.
Terimakasih Bu Tien;
KΓͺmbang cantikku yang ke tiga puluh enam sudah tayang, sehat-sehat selalu doaku, sedjahtera dan bahagia bersama keluarga tercinta
π
Alhamdulillah Maturnuwun
ReplyDeleteAlahndulillah... tayang
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteWahyudi sdh datang
Matur nuwun bu
Mugi2 tansah sehat
Alhamdulillah, matur nuwun, sehat selalu bunda Tien..
ReplyDeleteAlhamdulillah sudah tayamg KC episode 36
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien cerbungnya Semoga bunda Tien sekeluarga selalu sehat walafiat aamiin
Alhamdulilah.. Sdh datang
ReplyDeleteTerimakasih bunda Tien..
Semoga bunda sehat & bahagia selalu..
Hiburan yg paling membahagiakan..
dan selalu di tuggu".. πππΉπ₯°❤️
Alhamdulillaahh tayang makasih bunda
ReplyDeleteWah....jangan2 Sartono cuma pura2 nih ..
ReplyDeleteYes, dugaan saya juga begitu, supaya dia tidak dicurigai ketika menyuruh orang untuk mencelakai Wahyudi.
DeleteMatur nuwun, bu Tien
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien..π
ReplyDeletealhamdulillah
ReplyDeleteAlhamdulillah KEMBANG CANTIKKU 36 telah tayang , terima kasih bu Tien sehat n bahagia selalu. Aamiin.
ReplyDeleteUR.T411653L
Alhamdulillah
ReplyDeleteMatur nuwun Mbak Tien Kembang Cantikku 36 sudah hadir. Semoga Mbak Tien selalu sehat dan bahagia bersama keluarga tercinta.. Salam Aduhai selalu.
ReplyDeleteTerima kasih Mbu Tien... msh menegangkan trs.....sehat² sllu mbu Tien
ReplyDeleteTerimakasih bu Tien semoga sehat selalu
ReplyDeleteM\kin seru saja, terimankaaih Bu Tien.
ReplyDeleteAlhamdulillah
ReplyDeleteSyukron Mbak Tien ... Wahyudi dah banyak cobaan ... jangan dibikin sakit lagi nggih.. ??? *ngarep.com*π·π·π·π·π·
Kok Wahyudi diospek terus sih mbak?...
ReplyDeleteTerima kasih mbak Tien...
“Aduh, gimana sih aku, kok jadi lewat sini. Harusnya di perempatan tadi aku lurus ke depan, bukannya belok kiri. Hm, jadi lebih jauh dong,” gumamnya sambil memacu sepeda motornya.
ReplyDeleteJalanan yang dilaluinya agak sepi, hanya satu dua kendaraan yang lewat, Wahyudi menguap beberapa kali. Lalu tiba-tiba dia terkejut, ketika tiga orang laki-laki berpakaian hitam menghadang di depannya.
Sudah bunda ada 6 bahan koreksi...... aku ya ngantuk kok Yudi.....
Siapa lagi ini, ada 3 orang berseragam hitam-hitam, ngadang ratan ???? Bunda bikin penasaran terus, sih...
Sugeng dalu
Alhamdulillah, Kembang Cantikku Eps 36 sudah tayang. Terima kasih bu Tien Kumalasari. Semoga kita tetap sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT.
ReplyDeleteAamiin Yaa Ribbal 'Alamiin.
Alhamdulillah, KC 36 sudah tayang. Matursuwun bu Tien
ReplyDeleteSemoga sehat selalu dalam lindungan Alloh subhanahu wa ta'ala
Aamiin ya Mujib
Alhamdulillaah...
ReplyDeleteMatur nuwun bunda Tien cantik ππ❤❤
Alhamdulillah KC 36 sdh hadir
ReplyDeleteduuh Wahyudi .. jgn ada kejadian lg Bu..
kasihan...
Terima kasih Bu Tien, semoga Ibu sehat dan bahagia selalu
Aamiin Yaa Robbal' Aalamiin
Alhamdulillah KEMBANG CANTIKKU~36 sudah hadir.. maturnuwun & salam sehat kagem bu Tien π
ReplyDeleteAduh sartono masih aja ajak gelut anak kok masih penasaran hahahha Wahyudi itu dewasa
ReplyDeleteMakasih mba Tien.
ReplyDeleteSalam hangat selalu. Aduhai
Hatur nuhun bunda Tien..Slmt mpmππ
ReplyDelete