Saturday, May 3, 2025

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 01

 CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  01

(Tien Kumalasari)

 

Seorang wanita cantik dengan pakaian anggun sedang duduk di sebuah kursi, di dalam ruangan yang indah dan artistik.

Seorang wanita paruh baya sedang melayaninya dengan membawakan secangkir coklat panas.

Dia adalah den ayu Saraswati, istri seorang pejabat istana yang kaya raya.

Suaminya, Raden Mas Adisuma adalah kerabat keraton yang sangat disegani. Mereka hidup bahagia di dalam rumah kuno yang artistik dan penuh dengan barang-barang antik mahal yang mengagumkan.

Beberapa abdi yang ada, memiliki tugas yang berbeda. Tangkil, seorang tukang kebun setengah tua yang menjaga kebersihan kebun dan merawat tanaman bunga kesukaan den ayu Saraswati, juga menjadi kusir kereta yang setiap hari mengantarkan putri majikannya ke sekolah, sekaligus menjadi sopir ketika keluarga Adisoma pergi ke luar kota.

Mbok Randu, emban yang menjadi inang pengasuh Dewi Pramusita sejak masih bayi, sampai sang Dewi menginjak dewasa masih tetap menjadi abdi setia. Ia juga meladeni segala keperluan keluarga, termasuk menyiapkan baju sampai makanan kesukaan sang majikan.

Mbok Manis adalah tukang masak yang bertahun-tahun meladeni keluarga majikannya. Dan Sinah adalah anak mbok Manis yang bertugas bersih-bersih rumah. Sinah seumuran dengan Dewi Pramusita, setelah menyelesaikan tugasnya ia selalu menemani bermain atau apa saja yang ingin dilakukan sang putri majikan. Atas permintaan Dewi, Sinah juga bersekolah dimana Dewi juga bersekolah sampai SMA. Walaupun menjadi teman sekolah, Sinah tetap menjadi abdi bagi Dewi, dan meladeni baik saat di sekolah, seperti ketika ada di rumah.

Mereka adalah keluarga bangsawan yang masih memegang teguh kebangsawanannya di tengah kehidupan modern yang hampir tidak mempedulikan lagi keningrat-ningratan yang masih dilakoni oleh sementara keluarga bangsawan.

Hari itu Dewi yang sudah lulus SMA mengajak Sinah berjalan-jalan.

“Sinah, beri tahu man Tangkil, kalau aku ingin berjalan-jalan dengan kereta ya,” perintah Dewi kepada Sinah.

Panggilan 'man' yang berarti paman adalah panggilan hampir semua orang kepada Tangkil, kecuali den mas Adisoma dan istrinya yang hanya memanggil namanya saja.

“Tapi man Tangkil sedang membersihan taman, den ajeng.”

“Memangnya den ajeng mau kemana?” tanya mbok Randu yang mendengar perintah Dewi.

“Hanya ingin jalan-jalan saja. Tolong Mbok, hanya berkeliling tembok Baluwarti saja.”

“Coba Nah, kamu panggil man Tangkil, suruh keluarkan kereta,” perintah mbok Randu kepada Sinah, yang segera berlari memenuhi perintah sang majikan.

“Tapi jangan lama-lama ya den ajeng, nanti dimarahi kanjeng ibu lho.”

“Aku sudah bilang pada kanjeng ibu.”

Mbok Randu segera berlalu, setelah ia melihat Tangkil datang dengan membawa kereta kuda, bersama Sinah.

“Man, jangan terlalu jauh perginya, ini sudah sore, sebentar lagi gelap. Ingat ya, hanya mengelilingi Baluwarti," pesannya kepada Tangkil sebelum berlalu.

“Siap Mbok.”

Sinah yang melompat turun dari kereta segera membantu Dewi naik ke atas.

“Sudah siap den ajeng?”

“Sudah, pelan-pelan jalannya ya Man.”

“Baik, den ajeng,” kata Tangkil sambil mengayunkan cemethinya yang mengeluarkan suara nyaring di udara.

Taar … taaarr …!

Dewi Pramusita duduk anggun di bangku kereta. Rambut panjangnya digelung indah, dengan tusuk konde bermata berlian yang berkilat ketika matahari sore menyengatnya.

Ia mengenakan baju panjang dengan potongan sederhana, berwana biru langit yang terbuat dari kain satin yang berkilat-kilat. Sebuah selendang tipis berwarna kuning keemasan melilit di lehernya yang jenjang.

“Sinah, duduklah di sampingku sini,” kata Dewi ketika melihat Sinah duduk di bawah.

Sinah yang memakai kain lurik dan kebaya sependek pinggang, menatap sang majikan dengan ragu.

“Saya tidak berani, den ajeng, biar di sini saja.”

“Nggak boleh, kamu harus duduk di sini.”

“Tapi ….”

“Sinah, ini perintah. Kita sedang ada di luaran, aku tidak mau kelihatan aneh ketika orang-orang melihat kita.”

“Ini bukan aneh, bukankah memang seharusnya begini? Den ajeng adalah seorang putri yang_”

“Sinah, aku memerintahmu agar duduk di sampingku,” tandas Dewi.

“Baiklah, baiklah,” kata Sinah yang segera bangkit, lalu duduk di samping Dewi, seperti yang diperintahkannya.

“Nah, begini lebih enak.”

“Den ajeng mau ke mana?” tanya Tangkil.

“Keluar dari pintu gapit utara Man, hari masih sore.”

“Tapi kita bisa kemalaman, den ajeng.”

“Nggak apa-apa. Untuk apa berkeliling Baluwarti yang setiap hari aku sudah melihatnya.”

“Nanti kalau denayu marah, bagaimana?”

“Ya tidak Man, masa hanya ingin jalan-jalan saja dimarahi?”

“Nanti den ajeng tanggung jawab ya,” kata Tangkil.

“Aku yang nyuruh, berarti aku yang tanggung jawab.”

“Soalnya kalau man Tangkil yang disalahkan … ya takut, den ajeng.”

“Tidak Man. Tenang saja. Lihat, ada lampion-lampion bagus di sana.”

“Itu karena ada perayaan Imlek kemarin dulu, den ajeng,” sambung Sinah.

“Oh, iya. Waktu itu aku pengin melihat, tapi dilarang oleh Rama.”

“Man, kita ke sana,” perintah Dewi lagi.

“Den ajeng, angin sore amat kencang, nanti den ajeng masuk angin,” kata Sinah.

“Tidak. Masa hanya karena angin saja aku bisa masuk angin.”

“Yang namanya masuk angin itu ya karena angin,” kata Tangkil sambil bersungut-sungut.

Dewi membiarkannya. Ia begitu gembira bisa jalan-jalan keluar di sore hari itu. Sebentar-sebentar dia berteriak ketika melihat sesuatu yang membuatnya heran.

Dewi adalah putri semata wayang keluarga Adisoma. Dia dijaga bagai menjaga permata. Disayangi dan dimanjakan serta dipenuhi apa yang menjadi keinginannya.

Tapi dia sangat jarang keluar rumah, kecuali kalau sedang bersekolah. Ketika Dewi bisa berjalan-jalan, maka berarti sang ayah sedang tidak ada di rumah, karena kalau sang ayah ada, tak mungkin Dewi diijinkan keluar tanpa alasan yang jelas.

"Kita pulang ya, hari hampir gelap,” kata Tangkil.

“Sebentar, sampai Pasar Gede itu Man, muter dulu baru pulang. Aku suka melihat lampion-lampion itu,” pekik Dewi.

Tangkil tak berdaya, jadi terpaksa mengikuti kemauan majikannya.

Tiba-tiba angin yang bertiup sangat kencang, menerbangkan selendang yang semula melingkar di leher Dewi.

“Eeeeitt,” Dewi memekik karena terkejut.

“Ya ampun, berhenti Man … selendang den ajeng jatuh diterbangkan angin,” Sinah ikut-ikutan memekik.

Tangkil menghentikan keretanya di pinggir jalan, lalu Sinah melompat turun. Ia bergegas ingin mengambil selendang itu, tapi angin yang kencang lagi-lagi menerbangkannya menjauh.

“Eeeh, bagaimana ini?”

Sinah mengangkat kainnya sedikit agar bisa berlari, tapi kendaraan terlalu ramai. Tiba-tiba seorang pengendara sepeda motor melewati selendang yang terserak di jalan. Ia segera memungutnya, dibawanya ke pinggir, karena melihat seorang gadis berlarian di sepanjang jalan dan tampaknya mengejar selendang yang terbang itu.

“Mengejar ini?” tanya laki-laki muda bersepeda motor itu.

“Iya, terima kasih ya Mas. Eh … kamu, bukankah Satria?”

“Lhoh, Sinah ya? Selendangmu bagus banget,” puji Satria yang ternyata teman sekolahnya, yang tentunya juga teman sekolah Dewi.

“Itu, punya den ajeng Dewi,” kata Sinah sambil menunjuk ke arah kereta yang berhenti di pinggir jalan, sedangkan Dewi sedang menghadap ke belakang, mengawasi mereka.

Satria melambaikan tangannya, kemudian memacu sepeda motornya mendekat.

“Dewi? Selendang itu punya kamu?”

Dewi tersenyum, manis sekali, tapi Tangkil yang mendengar orang memanggil majikannya hanya dengan namanya saja, segera menoleh dan menegurnya dengan marah.

“Hei, anak muda. Jangan sembarangan kamu memanggil nama den ajeng dengan hanya menyebut namanya. Den ajeng Dewi. Mengerti?” tegurnya keras.

“Man, ini teman sekolah aku. Tidak apa-apa memanggil hanya namaku.”

“Apa maksud den ajeng? Dia tidak menghormati den ajeng, saya harus menegurnya.”

“Tidak usah, tidak apa-apa,” dan dengan santai Dewi justru turun dari kereta lalu berbincang akrab dengan Satria. Tangkil hanya geleng-geleng kepala.

Sinah menatap keduanya dari tempat yang agak jauh. Satria adalah murid pintar di sekolah. Ia manis dan ganteng, kecuali itu juga baik hati. Tapi Sinah hanya mengagumi diam-diam. Ia tahu majikannya sangat dekat dengan Satria. Ia juga tahu bahwa keduanya saling suka. Tapi mana berani Satria mengutarakan hatinya kepada gadis cantik yang kata pak kusir harus dipanggilnya den ajeng itu?

Diam-diam Sinah mensyukuri ketimpangan antara keduanya dalam hal derajat dan kedudukan. Kalau mereka tak bisa bersatu, bukankah dia punya kesempatan untuk mendekatinya? Sinah merasa bahwa dirinya juga cantik. Ia hanya tidak punya pakaian bagus, dan juga tidak boleh berpakaian yang modelnya sama dengan sang majikan, walau kainnya berbeda sekalipun. Tapi Sinah bukan gadis yang tak punya pengagum. Kecantikannya hanya sedikit berbeda dengan den ajeng Dewi. Tentu saja Sinah tak berani bersaing, dan mana bisa ia menyaingi den ajeng Dewi yang bukan hanya cantik tapi memiliki baju-baju bagus karena dia memang puteri pejabat yang kaya raya.

Dewi dan Satria masih asyik berbincang. Dewi tampak begitu senang. Wajahnya berseri-seri. Terkadang tawa kecil terdengar dari bibir tipisnya. Wajah Tangkil sudah sangat muram. Berkali-kali dia menoleh ke arah den ajeng yang masih asyik berbincang. Tapi rupanya Dewi masih belum ingin mengakhirinya.

Sinahpun lama-lama juga merasa gerah. Ia ingin menegur tapi tak berani.

“Apa benar, aku boleh main ke rumah kamu?” tanya Satria yang kemudian terdengar.

“Tentu saja boleh. Lewatlah pintu belakang, cari Sinah, nanti dia akan memberitahu aku, kita bisa berbincang di pelataran, di bawah pohon tanjung. Ada taman kecil di sana,” kata Dewi.

Tangkil berdehem keras sekali.

“Kamu juga bisa menelpon aku kan?” lanjut Dewi.

“Tidak berani. Dulu aku pernah menelpon, yang menerima bukan kamu, aku dimarah-marahi,” keluh Satria.

“Tidak lagi, ponsel selalu aku yang membawa. Dulu itu ketinggalan di ruang tengah, kanjeng ibu yang menerima.”

“Sinah, bukankah hari mulai gelap?” kata Tangkil kemudian kepada Sinah.

“Iya, Man. Lama-lama aku takut kena murka,” kata Sinah.

“Dewi, aku mau pulang dulu ya, hari mulai gelap," kata Satria yang merasa disindir.

Akhirnya Dewi mengangguk. Matahari tak lagi tampak, remang mulai menyapu alam.

Satria menstarter sepeda motornya, melambaikan tangan kepada Dewi dan dibalasnya sambil tersenyum manis.

“Sinah, ayo kita pulang,” kata Dewi sambil naik ke atas kereta, dan Sinah bergegas mendekat, lalu kembali duduk di samping majikannya.

Tanpa diperintah, Tangkil mengayunkan cemethinya dan sang kuda segera menarik kereta dengan semangat.

“Den ajeng, hari sudah gelap, bagaimana kalau denmas sudah pulang lalu marah-marah karena den ajeng tidak ada di rumah?” kata Sinah mengingatkan.

“Apakah rama akan pulang sore ini?”

“Saya juga tidak tahu, tapi kemungkinan itu ada. Apa jawab den ajeng kalau nanti keng rama bertanya?”

Dewi tampak termangu. Ia juga takut kepada ayahandanya, kalau sang ayahanda itu sampai marah.

“Mengapa juga, tadi kita pergi sampai hari gelap?” keluh Dewi.

“Saya sudah mengingatkan, tapi den ajeng malah bercanda dengan anak kampungan itu," kata Tangkil.

“Eh, dia itu bukan anak kampungan. Dia bintang kelas di sekolah, dia itu calon insinyur, tahu.”

“Walau begitu dia itu hanya anak orang  kebanyakan. Tidak punya derajat. Mana keng rama mengijinkan den ajeng bergaul dengan sembarang orang.”

“Di sekolah itu ada banyak orang dengan bermacam-macam asal usulnya. Menurutku tak ada bedanya antara aku dan mereka,” gerutu Dewi.

“Tapi den ajeng tidak pantas bergaul dengan mereka. Berteman di sekolah dengan berteman terlalu dekat itu beda,” sambung Sinah.

“Satria itu berbeda, dia sangat baik. Aku juga akan meminta kanjeng rama agar diijinkan aku kuliah seperti Satria,” gumam Dewi hampir tak terdengar.

Tangkil tak menjawab. Dia sedang sibuk mencari jawaban kalau nanti sang majikan memarahinya, karena menuruti permintaan den ajeng Dewi sementara mbok Randu sudah mengingatkan.

Tangkil tak akan sampai hati menyalahkan den ajeng Dewi, karena ia juga sangat menyayanginya karena ikut momong sejak Dewi masih kecil.

***

Tapi mereka sangat beruntung, karena den mas Adisoma memang belum pulang di sore hari itu.

Dewi langsung menyelinap ke dalam keputren, tapi Sinah kemudian langsung menemui denayu Saraswati.

“Sinah, kalian pergi ke mana saja, sudah malam baru pulang?”

Sinah mendekat lalu bersimpuh di hadapan nyonya majikan.

“Den Ayu, mohon saya dimaafkan. Saya sudah mengingatkan, tapi den ajeng tidak mau mendengar. Tadi den ajeng menyuruh man Tangkil membawa kami ke Pasar Gede. Dan Den Ayu harus menegur den ajeng Dewi. Dia bertemu dengan teman sekolah yang sangat kurang ajar.”

“Kurangajar bagaimana?”

“Dia hanya anak muda kampungan, anak orang biasa, tapi berani merayu den ajeng dengan kata-kata manis. Saya sangat khawatir, Den Ayu harus mengingatkannya,” kata Sinah dengan mulut meruncing.

***

Besok lagi ya.

 

                                                                                                                                                                                                                                                                                

47 comments:

  1. Alhamdulillah CeJePeeS_01 sudah tayang perdana malam ini..... Terima kasih Bu Tien.

    _Sinah.....oh Sinah... Kowe iki sapa kok dadi _*antagonis*... Pemicu huru-hara keluarga.???_

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jok di dukani kakek
      Biar ajah bibirnya monyong
      Dia kan cemburu yah

      Yuuk kita tunggu bsk aj
      Ttp semangat dan salam ADUHAI

      Delete
  2. Matur sembah nuwun CJDPS...cerbung baru sudah mulai tayang
    Sehat selalu dan tetap semangat

    Salam ADUHAI..🙏🥰😍♥️

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Ning
      ADUHAI

      Delete
  3. 💝💐💝💐💝💐💝💐
    Alhamdulillah 🙏 💞
    Cerbung baru CINTAKU
    JAUH DI PULAU SEBERANG
    telah hadir.
    Matur nuwun sanget.
    Semoga Bu Tien & kelg
    sehat terus, banyak berkah
    & dlm lindungan Allah SWT.
    Aamiin.Salam seroja🦋🌸
    💝💐💝💐💝💐💝💐

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun jeng Sari
      Salam aduhai

      Delete
  4. Matur suwun cerbung baru nya sdh tayang ...Salam sehat & bahagia buat Bu Tien & keluarga... Aamiin 🙏🙏🙏

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah cerbung baru, terimakasih Bunda semoga sehat semuanya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Tutus

      Delete
  6. Mks bun cerbung baru sdh tayang....selamat mlm .....smg sehat" sll

    ReplyDelete
  7. Alhamdulilah cerbung baru sdh tayang, maturnuwun bu Tien semoga bu Tien dan.pak Tom semakin sehat serta sll slm.lindungan Allah ..aamiin yra 🤲🤲
    Salam hangat dan aduhai aduhai bun ❣️❣️❣️

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Sri Maryani
      Aduhai 2x

      Delete
  8. Àlhamdulillah Maturnuwun Bunda Cerbung tayang perdana ,semoga Bunda dan Pak Tom selalu sehat wal afiat.Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun pak Herry

      Delete
  9. Matur nuwun mbak Tien-ku Cintaku Jauh Dipulau Seberang edisi Perdana sudah tayang

    ReplyDelete
  10. Alhamdulillah cerbung baru dudah tayang
    Terima kasih bunda semoga sehat walafiat berbahagia bersama keluarga tercinta

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Endah

      Delete
  11. Waah...keren nih, ibu Tien. Gercep! Mantap...terima kasih, bu...salam swhat selalu, juga untuk pak Tom.🙏🏻🙏🏻🙏🏻

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah
    Syukron nggih Mbak Tien❤️🌹🌹🌹🌹

    ReplyDelete
  13. Alhamdulillah.... Judul baru... Sehat selalu

    ReplyDelete
  14. Matur nuwun, Bu Tien. Cerita kebangsawanan, favorite saya

    ReplyDelete
  15. Mohon perhatian dan kerjasama sahabat²ku Penggemar Cerbung karya Ibu Tien Kumalasari.
    Bahwa akhir-2 ini saya banyak menerima pertanyaan dan bahkan berita ikut berduka cita atas meninggalnya Bapak Tom Widayat (suami bu Tien) tolong bantu kami meluruskan berita itu, bahwa itu HOAX jika Anda menerima berita tersebut.
    Sampai saat ini Bpk Tom Widayat masih dalam taraf recovery paska tindakan operasi usus beberapa minggu yll.
    Hasil kontrol kemarin di RS Dr. Muwardi Solo, kuka bekas operasi sudah mengering bahkan jahitan sudah mulai dibuka.
    Mohon dia restunya semoga Bpk. Tom Widayat segera pulih dan dapat beraktivitas seperti sediakala.
    Aamiin Yaa Robbal'alamiin 🤲🤲.

    Atas nama keluarga besar Tien Kumalasari menguxapkan terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya dalam meluruskan berita HOAX ini.

    ReplyDelete
  16. Oh persaingan sudah mulai tampak dari awal...
    Sinah harus tau diri. Jangan sampai makanan elang disambar oleh pipit...
    Terimakasih Mbak Tien...

    ReplyDelete
  17. Alhamdulillah cerbung baru Cintaku Jauh di Pulau Seberang tayang. Salam sehat selalu buat bunda Tien dan keluarga...

    ReplyDelete
  18. Sugeng enjang bu Tien... mugi tansah pinaringan sehat lahir batos, barokah sedayanipun... aaamiin.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
      Matur nuwun ibu Ratna

      Delete
  19. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun ibu Siti Wiyati

    ReplyDelete
  20. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun pak Wedeye

    ReplyDelete
  21. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun ibu Uchu

    ReplyDelete
  22. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun ibu Ting

    ReplyDelete
  23. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun pak Djodhi

    ReplyDelete
  24. Aamiin Yaa Robbal'alamiin
    Matur nuwun ibu Supriyati

    ReplyDelete
  25. Terima kasih Bu Tien Epsd cerbung baru telah muncul, semoga Ibu sehat sehat serta keluarga Ibu..

    ReplyDelete

CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG 29

  CINTAKU JAUH DI PULAU SEBERANG  29 (Tien Kumalasari)   Arum menyelesaikan administrasi dengan segera. Peringatan bahwa dia harus beristira...